Bab 11 Tragedi di Dalam Mobil
by Renko
11:03,Feb 02,2021
“Apa? Kau menikah dengan Arkan Grey?”
Lunar menganggukkan kepala sebelum berkata, “Bagaimana kabar ibu dan ayah? Apa mereka baik-baik saja?” Baginya yang sudah lama tidak melihat kehadiran orangtua yang selalu dilihat setiap harinya membuat perasaan rindu muncul untuk bertemu. Meskipun dia hanya dianggap sebagai beban, tetapi tidak mengubah perasaan yang dimiliki terhadap mereka.
Sora diam sejenak menetralisir berita mengejutkan tentang pernikahan adiknya. Dia mengingat kembali kejadian di mana Lunar dan Nico akan menikah. Orangtua mereka yang mana mengetahui kaburnya Lunar sangat terkejut dan tidak dapat dihindarkan jika sang ibu langsung pingsan pada saat itu. Bagaimana tidak? Di saat semua orang sudah datang dan menunggu acara dimulai harus gagal pada akhirnya.
“Mereka sangat kecewa padamu.”
Lunar menghela napas berat sembari menurunkan pandangan. Sudah pasti. Dia sudah membuat orangtuanya kecewa karena tiba-tiba saja menghilang. Semuanya bersumbu pada perselingkuhan yang dilakukan Nico. Saat ini betapa dia ingin menjelaskan kembali pengkhianatan itu namun tampaknya tidak akan dipercaya. Apalagi Sora adalah orang yang paling tidak percaya, mengingat saat di mana masalah terjadi.
“Bisakah aku mendapatkan nomor mereka? Aku ingin menghubungi mereka,” pinta Lunar penuh harap, lalu menyodorkan ponsel yang diambilnya dari dalam saku.
Sora tercengang memandangi ponsel keluaran terbaru yang disodorkan. Ponsel itu bahkan belum diperjualbelikan di tempat mereka tinggal. Namun, Lunar sudah mendapatkannya lebih dulu. Beruntung sekali adiknya itu menikah dengan pria tampan, kaya, dan lebih utama yaitu masih muda. Berbanding terbalik dengannya yang mana harus setiap hari menghabiskan waktu bersama pria berumur.
Sejumlah nomor diketik pada ponsel tersebut. Dia sengaja tidak memberikan nomor kedua orangtua mereka. Pokoknya apa pun yang ingin disampaikan harus melalui dia terlebih dahulu. Setelah berhasil disimpan, kemudian ponsel diserahkan kembali pada pemiliknya, “Aku hanya menyimpan nomorku. Apa pun yang akan kau katakan pada orangtua kita, kau harus memberitahukannya padaku terlebih dahulu karena aku tidak ingin ada yang pingsan lagi karenamu.”
Lunar semakin sedih mendengar kekecewaan yang mendalam. Di dalam hati dia meminta maaf pada orangtuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan sampai pernikahan yang dijalaninya saat ini usai. Selama itu dia harus bersikap di depan semua orang kalau dia adalah istrinya Arkan. Mungkin nanti dia akan mencari cara untuk mengobati kekecewaan yang dia timbulkan.
Mereka beranjak ke tempat pria yang sedang menunggu berada. Entah mengapa suasana sangat tegang dirasakan setelah sampai di sana. Sepertinya ada aura buruk yang menjadi penghias sekeliling mereka saat ini.
Arkan yang mengetahui kalau urusan mereka di sana telah selesai langsung membawa Lunar pergi. Semua barang belanjaan diangkut oleh pegawai toko menuju mobil. Para bodyguard yang sudah menunggu juga bersiap-siap untuk mengikuti ke mana arahnya akan pergi. Tetap saja setia meskipun dia sudah membawa Lunar ke tempat yang seharusnya tidak mengundang kecurigaan. Bagaimana dia harus membuat dirinya tidak diawasi lagi?
“Lunar, apa kau meninggalkan sesuatu di rumahku? Seperti barang bawaan atau semacamnya?” Tanyanya berharap mendapatkan jawaban yang memuaskan.
“Maksudmu gaun pengantinku?” Hanya gaun itu satu-satunya yang dia bawa dan juga dia tinggalkan. Baginya tidak ada alasan lagi untuk menyimpan gaun pengantin tersebut.
Arkan melupakan kenyataan kalau dia menemukan seorang wanita dari dalam bagasi mobil. Berbicara tentang bagasi mobil membuatnya ingat akan koper yang masih ada di dalam mobilnya saat ini. Mungkin koper itu bisa menjadi alasan untuk dia pulang ke rumah.
Dia memutar setir mobil hingga mereka bisa berputar arah. Begitu pula dengan orang yang mengawasinya di luar sana juga melakukan hal yang sama. Jendela mobil dibuka sedikit agar dia bisa mengatakan pada bodyguard kalau dia akan pulang ke rumah untuk mengembalikan koper pada pemiliknya.
“Jadi kau bukan maniak pakaian dalam?” tanya Lunar kebingungan dengan percakapan yang dia dengar.
Arkan mengerutkan dahi menerjemahkan tuduhan yang ditujukan padanya. Dia menutup kembali jendela mobil sebelum melirik ke arah Lunar untuk sekian kalinya. Apa selama ini Lunar menganggapnya sebagai maniak pakaian dalam? Bagaimana bisa julukan serendah itu diberikan padanya? Dia yang diliputi rasa jengkel kesulitan berkata-kata. Tidak bisa menerima julukan itu dan juga terlalu malu untuk menyebutkan julukannya.
“Ma ...,” tetap saja dia tidak bisa menyebutkan julukan yang diberikan. Dia menghela napas kasar, “Bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu padaku?”
“Isi koper itu dipenuhi pakaian dalam. Pria seperti apa yang memiliki kumpulan pakaian dalam satu koper? Sudah pasti kau maniak pakaian dalam.”
“Diam, Lunar!” Arkan meningkatkan laju mobilnya. Berharap bisa sampai secepatnya agar dia bisa menyelesaikan masalah memalukan itu dengan Lunar.
Lunar yang tidak siap dengan laju mobil yang kencang membuatnya harus terdorong ke belakang. Memicingkan mata dengan kuat sambil berucap, “Aku belum ingin mati! Pelankan mobilmu, Arkan!” nyatanya permintaan itu tidak didengar karena laju mobil semakin kencang, “Aku tidak akan mengampunimu jika kita mati dengan cepat! Dasar gila! Maniak pakaian dalam!” teriaknya.
Arkan tidak menggubris sama sekali. Dia tetap fokus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi dengan bodyguard yang mengawali jalannya. Mereka sama gilanya di jalan yang mana tidak hanya mereka saja menggunakan. Tidak ada yang berani menghentikan pelat mobil yang sudah diketahui siapa pemiliknya.
Laju mobil melambat saat mereka sampai di sebuah halaman rumah. Baru Lunar berani membuka kedua mata. Hal pertama yang dia lakukan adalah memastikan kalau dirinya baik-baik saja. Untung saja dia memakai sabuk pengaman sehingga tidak ada kejadian yang lebih buruk dia dapatkan. Kemudian dia melihat ke luar kaca yang mana tidak asing baginya. Mereka kini berada di rumah yang menjadi tempat tinggal pertamanya setelah kabur dari pernikahan.
“Apa kau sudah puas meneriakiku?”
Lunar menoleh pada pria yang hampir saja dia lupakan keberadaannya. Dia tadi sangat ketakutan setengah mati hingga teriakan menjadi pelampiasan akan ketakutan. Jika diingat lagi kalimat apa saya yang dikeluarkan, sungguh sangat memalukan. Dia sangat menyesali perbuatannya.
Hanya sebentar saja penyesalan itu dirasakan sebelum mata terbuka kembali. Ada sebab kenapa dia meneriaki Arkan dan itu karena laju mobil yang cepat. “Salah siapa kau membuatku takut? Kalau kau memelankan mobilmu, aku juga tidak akan membuang suaraku untuk sesuatu yang tidak penting,” ucapnya dengan nada suara tinggi sambil memelotot, “Lagi pula kau memang maniak pakaian dalam,” suaranya keluar dengan nada rendah.
Arkan sebenarnya tidak bisa menoleransi tuduhan yang diberikan padanya, tetapi biar bagaimanapun semuanya terjadi karena kesalahpahaman. “Koper itu milik Raya yang tertinggal ketika menginap di sebuah hotel untuk pemotretan. Kebetulan aku memiliki urusan dengan pemilik hotel sekaligus mengambil koper itu karena Raya sedang berada di luar negeri. Dia meninggalkannya saat terburu-buru menuju bandara.”
Lunar tercengang tidak mengira jika apa yang terjadi tidak sama dengan pembayangan. Dia melupakan kosmetik yang seharusnya digunakan seorang wanita. Koper itu tidak sepenuhnya berisi pakaian dalam. Seharusnya dia juga memikirkan kemungkinan lain dan tidak berfokus pada satu titik saja.
Sekarang dia sudah menuduh Arkan yang tidak-tidak dan sudah seharusnya dia memperbaiki kesalahan, “Maafkan aku, Arkan. Aku sungguh tidak tahu kalau kau bukan maniak,” dia mengoreksi perkataannya dengan cepat, “Aku sudah salah paham padamu.”
“Kau harus meminta maaf dengan cara lain.”
Arkan berpikir kalau dia bisa memakai penyesalan Lunar sebagai sebuah kesempatan. Dia melihat tiga mobil hitam yang mengeliling mereka layaknya seorang tahanan yang harus diawasi setiap saat. Untung saja kaca mobil yang mereka gunakan saat ini tidak bisa ditembus oleh pihak luar sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai ada yang melihat apa yang mereka lakukan di dalam mobil.
“Kita harus mengusir semua bodyguard yang ada di luar sana,” Arkan berpikir sejenak meyakinkan diri akan cara yang sudah disusunnya sejak tadi. Walaupun diselimuti keraguan, tetapi tidak ada cara lain untuk membuat mereka tidak lagi diawasi, “Buka pakaianmu.”
Lunar membuka mata lebar-lebar hampir saja menampar pipi pria yang berani sekali mengatakan hal yang tidak-tidak padanya, “Walaupun kita sudah menikah, tapi hal seperti ini tidak ada di dalam kesepakatan,” dia langsung memicingkan mata saat Arkan membuka pakaian di depan mata, “Kenakan kembali pakaianmu!”
Arkan melemparkan kemeja yang baru saja selesai dilepas kancingnya ke bangku belakang. Dia menarik Lunar sampai bisa duduk di pangkuannya, lalu dia menarik pakaian yang masih tertutup untuk dinampakkan bagian bahunya. Pada saat itu Lunar mengenakan atasan dengan kerah serut yang bisa dibuka dengan mudah. Kepalanya didongakkan menghadap wajah yang berada tepat di depan mata.
Mulanya dia berpikir kalau cara yang dia lakukan sekarang akan sangat mudah karena dia hanya harus menampakkan kalau mereka sedang bercinta di dalam mobil agar para bodyguard di luar sana pergi. Pada kenyataannya keputusan itu membuat dia berada dalam masalah besar. Sungguh sial. Kenapa di saat seperti ini dia memikirkan wanita selain Raya?
“Mungkin cara ini bukan ide yang bagus,” dia menelan ludahnya sendiri saat menutupi bahu yang terbuka lebar.
Lunar memegang tangan yang bergerak menarik pakaiannya ke atas. Sentuhan itu membuatnya terbuai akan percikan hasrat yang datang entah dari mana. Dia tahu kalau pria yang ada di hadapannya saat ini menjalin hubungan dengan wanita lain. Dia tahu kalau pernikahan mereka hanya diperuntukkan satu tahun saja. Namun, kenapa dia ingin menutup mata dari itu semua?
“Arkan,” panggilnya dengan suara serak, “Bukankah pernikahan palsu yang kita jalani adalah pernikahan resmi?”
Memang benar apa yang dikatakan Lunar kalau pernikahan mereka yang diperuntukkan kerja sama pada dasarnya terhitung sebagai pernikahan resmi. Namun, untuk apa tiba-tiba Lunar menanyakan hal itu? Mereka tidak berada dalam situasi untuk membicarakan masalah pernikahan palsu yang mereka jalani.
“Lalu?”
Lambat-lambat Lunar menyentuhkan tangannya ke leher Arkan, kemudian mendekatkan wajah mereka sebelum membuat bibir saling bersentuhan. Sangat singkat. Namun, terasa hangat dan mendebarkan untuk mereka berdua. Sampai napas yang diburu oleh hasrat yang tidak sabar untuk berpadu itu mulai terengah.
Dua pasang mata yang saling berpandangan itu sama-sama berkabut dalam perasaan yang sulit untuk dideskripsikan. Tanpa sepatah kata lagi, mereka saling memagut satu sama lain. Merasakan kenikmatan yang mereka dapatkan dari sentuhan yang membuat tubuh dipenuhi senyar yang tidak bisa ditolak.
Lunar menganggukkan kepala sebelum berkata, “Bagaimana kabar ibu dan ayah? Apa mereka baik-baik saja?” Baginya yang sudah lama tidak melihat kehadiran orangtua yang selalu dilihat setiap harinya membuat perasaan rindu muncul untuk bertemu. Meskipun dia hanya dianggap sebagai beban, tetapi tidak mengubah perasaan yang dimiliki terhadap mereka.
Sora diam sejenak menetralisir berita mengejutkan tentang pernikahan adiknya. Dia mengingat kembali kejadian di mana Lunar dan Nico akan menikah. Orangtua mereka yang mana mengetahui kaburnya Lunar sangat terkejut dan tidak dapat dihindarkan jika sang ibu langsung pingsan pada saat itu. Bagaimana tidak? Di saat semua orang sudah datang dan menunggu acara dimulai harus gagal pada akhirnya.
“Mereka sangat kecewa padamu.”
Lunar menghela napas berat sembari menurunkan pandangan. Sudah pasti. Dia sudah membuat orangtuanya kecewa karena tiba-tiba saja menghilang. Semuanya bersumbu pada perselingkuhan yang dilakukan Nico. Saat ini betapa dia ingin menjelaskan kembali pengkhianatan itu namun tampaknya tidak akan dipercaya. Apalagi Sora adalah orang yang paling tidak percaya, mengingat saat di mana masalah terjadi.
“Bisakah aku mendapatkan nomor mereka? Aku ingin menghubungi mereka,” pinta Lunar penuh harap, lalu menyodorkan ponsel yang diambilnya dari dalam saku.
Sora tercengang memandangi ponsel keluaran terbaru yang disodorkan. Ponsel itu bahkan belum diperjualbelikan di tempat mereka tinggal. Namun, Lunar sudah mendapatkannya lebih dulu. Beruntung sekali adiknya itu menikah dengan pria tampan, kaya, dan lebih utama yaitu masih muda. Berbanding terbalik dengannya yang mana harus setiap hari menghabiskan waktu bersama pria berumur.
Sejumlah nomor diketik pada ponsel tersebut. Dia sengaja tidak memberikan nomor kedua orangtua mereka. Pokoknya apa pun yang ingin disampaikan harus melalui dia terlebih dahulu. Setelah berhasil disimpan, kemudian ponsel diserahkan kembali pada pemiliknya, “Aku hanya menyimpan nomorku. Apa pun yang akan kau katakan pada orangtua kita, kau harus memberitahukannya padaku terlebih dahulu karena aku tidak ingin ada yang pingsan lagi karenamu.”
Lunar semakin sedih mendengar kekecewaan yang mendalam. Di dalam hati dia meminta maaf pada orangtuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan sampai pernikahan yang dijalaninya saat ini usai. Selama itu dia harus bersikap di depan semua orang kalau dia adalah istrinya Arkan. Mungkin nanti dia akan mencari cara untuk mengobati kekecewaan yang dia timbulkan.
Mereka beranjak ke tempat pria yang sedang menunggu berada. Entah mengapa suasana sangat tegang dirasakan setelah sampai di sana. Sepertinya ada aura buruk yang menjadi penghias sekeliling mereka saat ini.
Arkan yang mengetahui kalau urusan mereka di sana telah selesai langsung membawa Lunar pergi. Semua barang belanjaan diangkut oleh pegawai toko menuju mobil. Para bodyguard yang sudah menunggu juga bersiap-siap untuk mengikuti ke mana arahnya akan pergi. Tetap saja setia meskipun dia sudah membawa Lunar ke tempat yang seharusnya tidak mengundang kecurigaan. Bagaimana dia harus membuat dirinya tidak diawasi lagi?
“Lunar, apa kau meninggalkan sesuatu di rumahku? Seperti barang bawaan atau semacamnya?” Tanyanya berharap mendapatkan jawaban yang memuaskan.
“Maksudmu gaun pengantinku?” Hanya gaun itu satu-satunya yang dia bawa dan juga dia tinggalkan. Baginya tidak ada alasan lagi untuk menyimpan gaun pengantin tersebut.
Arkan melupakan kenyataan kalau dia menemukan seorang wanita dari dalam bagasi mobil. Berbicara tentang bagasi mobil membuatnya ingat akan koper yang masih ada di dalam mobilnya saat ini. Mungkin koper itu bisa menjadi alasan untuk dia pulang ke rumah.
Dia memutar setir mobil hingga mereka bisa berputar arah. Begitu pula dengan orang yang mengawasinya di luar sana juga melakukan hal yang sama. Jendela mobil dibuka sedikit agar dia bisa mengatakan pada bodyguard kalau dia akan pulang ke rumah untuk mengembalikan koper pada pemiliknya.
“Jadi kau bukan maniak pakaian dalam?” tanya Lunar kebingungan dengan percakapan yang dia dengar.
Arkan mengerutkan dahi menerjemahkan tuduhan yang ditujukan padanya. Dia menutup kembali jendela mobil sebelum melirik ke arah Lunar untuk sekian kalinya. Apa selama ini Lunar menganggapnya sebagai maniak pakaian dalam? Bagaimana bisa julukan serendah itu diberikan padanya? Dia yang diliputi rasa jengkel kesulitan berkata-kata. Tidak bisa menerima julukan itu dan juga terlalu malu untuk menyebutkan julukannya.
“Ma ...,” tetap saja dia tidak bisa menyebutkan julukan yang diberikan. Dia menghela napas kasar, “Bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu padaku?”
“Isi koper itu dipenuhi pakaian dalam. Pria seperti apa yang memiliki kumpulan pakaian dalam satu koper? Sudah pasti kau maniak pakaian dalam.”
“Diam, Lunar!” Arkan meningkatkan laju mobilnya. Berharap bisa sampai secepatnya agar dia bisa menyelesaikan masalah memalukan itu dengan Lunar.
Lunar yang tidak siap dengan laju mobil yang kencang membuatnya harus terdorong ke belakang. Memicingkan mata dengan kuat sambil berucap, “Aku belum ingin mati! Pelankan mobilmu, Arkan!” nyatanya permintaan itu tidak didengar karena laju mobil semakin kencang, “Aku tidak akan mengampunimu jika kita mati dengan cepat! Dasar gila! Maniak pakaian dalam!” teriaknya.
Arkan tidak menggubris sama sekali. Dia tetap fokus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi dengan bodyguard yang mengawali jalannya. Mereka sama gilanya di jalan yang mana tidak hanya mereka saja menggunakan. Tidak ada yang berani menghentikan pelat mobil yang sudah diketahui siapa pemiliknya.
Laju mobil melambat saat mereka sampai di sebuah halaman rumah. Baru Lunar berani membuka kedua mata. Hal pertama yang dia lakukan adalah memastikan kalau dirinya baik-baik saja. Untung saja dia memakai sabuk pengaman sehingga tidak ada kejadian yang lebih buruk dia dapatkan. Kemudian dia melihat ke luar kaca yang mana tidak asing baginya. Mereka kini berada di rumah yang menjadi tempat tinggal pertamanya setelah kabur dari pernikahan.
“Apa kau sudah puas meneriakiku?”
Lunar menoleh pada pria yang hampir saja dia lupakan keberadaannya. Dia tadi sangat ketakutan setengah mati hingga teriakan menjadi pelampiasan akan ketakutan. Jika diingat lagi kalimat apa saya yang dikeluarkan, sungguh sangat memalukan. Dia sangat menyesali perbuatannya.
Hanya sebentar saja penyesalan itu dirasakan sebelum mata terbuka kembali. Ada sebab kenapa dia meneriaki Arkan dan itu karena laju mobil yang cepat. “Salah siapa kau membuatku takut? Kalau kau memelankan mobilmu, aku juga tidak akan membuang suaraku untuk sesuatu yang tidak penting,” ucapnya dengan nada suara tinggi sambil memelotot, “Lagi pula kau memang maniak pakaian dalam,” suaranya keluar dengan nada rendah.
Arkan sebenarnya tidak bisa menoleransi tuduhan yang diberikan padanya, tetapi biar bagaimanapun semuanya terjadi karena kesalahpahaman. “Koper itu milik Raya yang tertinggal ketika menginap di sebuah hotel untuk pemotretan. Kebetulan aku memiliki urusan dengan pemilik hotel sekaligus mengambil koper itu karena Raya sedang berada di luar negeri. Dia meninggalkannya saat terburu-buru menuju bandara.”
Lunar tercengang tidak mengira jika apa yang terjadi tidak sama dengan pembayangan. Dia melupakan kosmetik yang seharusnya digunakan seorang wanita. Koper itu tidak sepenuhnya berisi pakaian dalam. Seharusnya dia juga memikirkan kemungkinan lain dan tidak berfokus pada satu titik saja.
Sekarang dia sudah menuduh Arkan yang tidak-tidak dan sudah seharusnya dia memperbaiki kesalahan, “Maafkan aku, Arkan. Aku sungguh tidak tahu kalau kau bukan maniak,” dia mengoreksi perkataannya dengan cepat, “Aku sudah salah paham padamu.”
“Kau harus meminta maaf dengan cara lain.”
Arkan berpikir kalau dia bisa memakai penyesalan Lunar sebagai sebuah kesempatan. Dia melihat tiga mobil hitam yang mengeliling mereka layaknya seorang tahanan yang harus diawasi setiap saat. Untung saja kaca mobil yang mereka gunakan saat ini tidak bisa ditembus oleh pihak luar sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai ada yang melihat apa yang mereka lakukan di dalam mobil.
“Kita harus mengusir semua bodyguard yang ada di luar sana,” Arkan berpikir sejenak meyakinkan diri akan cara yang sudah disusunnya sejak tadi. Walaupun diselimuti keraguan, tetapi tidak ada cara lain untuk membuat mereka tidak lagi diawasi, “Buka pakaianmu.”
Lunar membuka mata lebar-lebar hampir saja menampar pipi pria yang berani sekali mengatakan hal yang tidak-tidak padanya, “Walaupun kita sudah menikah, tapi hal seperti ini tidak ada di dalam kesepakatan,” dia langsung memicingkan mata saat Arkan membuka pakaian di depan mata, “Kenakan kembali pakaianmu!”
Arkan melemparkan kemeja yang baru saja selesai dilepas kancingnya ke bangku belakang. Dia menarik Lunar sampai bisa duduk di pangkuannya, lalu dia menarik pakaian yang masih tertutup untuk dinampakkan bagian bahunya. Pada saat itu Lunar mengenakan atasan dengan kerah serut yang bisa dibuka dengan mudah. Kepalanya didongakkan menghadap wajah yang berada tepat di depan mata.
Mulanya dia berpikir kalau cara yang dia lakukan sekarang akan sangat mudah karena dia hanya harus menampakkan kalau mereka sedang bercinta di dalam mobil agar para bodyguard di luar sana pergi. Pada kenyataannya keputusan itu membuat dia berada dalam masalah besar. Sungguh sial. Kenapa di saat seperti ini dia memikirkan wanita selain Raya?
“Mungkin cara ini bukan ide yang bagus,” dia menelan ludahnya sendiri saat menutupi bahu yang terbuka lebar.
Lunar memegang tangan yang bergerak menarik pakaiannya ke atas. Sentuhan itu membuatnya terbuai akan percikan hasrat yang datang entah dari mana. Dia tahu kalau pria yang ada di hadapannya saat ini menjalin hubungan dengan wanita lain. Dia tahu kalau pernikahan mereka hanya diperuntukkan satu tahun saja. Namun, kenapa dia ingin menutup mata dari itu semua?
“Arkan,” panggilnya dengan suara serak, “Bukankah pernikahan palsu yang kita jalani adalah pernikahan resmi?”
Memang benar apa yang dikatakan Lunar kalau pernikahan mereka yang diperuntukkan kerja sama pada dasarnya terhitung sebagai pernikahan resmi. Namun, untuk apa tiba-tiba Lunar menanyakan hal itu? Mereka tidak berada dalam situasi untuk membicarakan masalah pernikahan palsu yang mereka jalani.
“Lalu?”
Lambat-lambat Lunar menyentuhkan tangannya ke leher Arkan, kemudian mendekatkan wajah mereka sebelum membuat bibir saling bersentuhan. Sangat singkat. Namun, terasa hangat dan mendebarkan untuk mereka berdua. Sampai napas yang diburu oleh hasrat yang tidak sabar untuk berpadu itu mulai terengah.
Dua pasang mata yang saling berpandangan itu sama-sama berkabut dalam perasaan yang sulit untuk dideskripsikan. Tanpa sepatah kata lagi, mereka saling memagut satu sama lain. Merasakan kenikmatan yang mereka dapatkan dari sentuhan yang membuat tubuh dipenuhi senyar yang tidak bisa ditolak.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved