Bab 12 Tragedi di Dalam Mobil 2

by Renko 11:04,Feb 02,2021
Tangan Arkan masih setia di belakang kepala wanita itu, sedangkan bibir mereka sibuk bertautan satu sama lain. Saling mencecap rasa yang mendebarkan hati. Menciptakan bunyi decak-decak kecil akibat pergulatan yang terjadi. Kedua bibir itu lembap seluruhnya, tetapi masih tidak berniat untuk berhenti.



Dia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Hasratnya terpacu tanpa bisa ditolak saat Lunar ikut pula dalam gelombang hasrat yang diciptakannya lebih dulu. Apa yang terjadi pada dirinya? Padahal selama bersama Raya, dia tidak pernah merasa sangat ingin untuk melalukan hubungan intim.



Bersama Raya, dia hanya bersikap seperti pria yang harus melindungi tanpa menyentuh. Bukan dia yang tidak berhasrat pada kekasihnya, hanya saja dia tidak terpikirkan untuk itu. Baginya Raya sudah seperti seseorang yang harus dilindungi. Walaupun begitu setiap kali mereka berciuman, dia merasa kalau apa yang mereka lakukan salah. Dia merasa tidak bisa melindungi setiap kali mereka ingin melakukan hubungan intim.



Oleh sebab itu, sampai sekarang hanya Raya saja yang merayu agar mereka menghabiskan waktu bersama. Ya. Dia menolak, dan bertahan dengan berbagai alasan. Baginya yang seperti itu adalah bentuk perasaan yang dia punya terhadap Raya. Baginya itu adalah perasaan yang orang-orang sebut sebagai "Cinta". Ingin melindungi.



Berbeda dengan Lunar yang mana merayunya sedikit saja, sudah membuatnya kesulitan. Ibarat kertas yang langsung dilalap habis oleh percikan api kecil.



Astaga! Apa yang sedang dia lakukan saat ini? Dia harus bertemu Raya sekarang juga. Sejak dipaksa pergi oleh bodyguard ayahnya, dia belum memberi kabar apa pun pada Raya. Itu adalah alasan kenapa dia datang ke rumah.



Dia melepaskan ciuman tanpa menjauhkan wajah mereka cepat-cepat. Hidung mereka saling bersentuhan dan jarak pandang sangatlah dekat. Dia bisa merasakan bagaimana hangatnya napas Lunar kini. Sungguh. Rasanya dia tidak rela untuk melepaskan ciuman itu begitu cepat. Apa yang salah darinya? Sadarlah, Arkan. Kekasihmu adalah Raya.



Arkan membuka pintu kabin dan bersikap seolah tidak sengaja. Hingga apa yang terjadi adalah para bodyguard yang sudah menunggu lama harus menundukkan kepala. Mereka menahan rasa terkejut melihat pemandangan di depan mata.



Baru Arkan pura-pura seperti sedang ketahuan melakukan sesuatu yang harusnya tidak dipertontonkan, tetapi juga bersikap tidak malu dengan apa yang tampak di depan para bodyguard, "Apa yang kalian lihat? Ingin melihatku bercinta dengan seorang wanita?"



Peringatan itu membawa mereka yang ada di sana segera membubarkan diri. Arkan mengambil kemeja sebelum beranjak keluar dengan mendahulukan wanita yang duduk di pangkuan. Lalu, dia mengenakan kemejanya kembali dan merapikan penampilannya. Kepura-puraan sudah bisa dihentikan karena mereka tidak lagi diawasi.



Arkan mengambil koper yang ada di dalam bagasi, baru menghampiri Lunar yang kini tengah duduk di mobil yang terbuka pintunya. Debaran jantungnya semakin kencang saja saat melihat Lunar yang merona merah wajahnya. Apalagi wanita itu seperti seekor kucing yang berharap diberi makan. Hal itu membuatnya semakin tidak berdaya beranjak dari sana.



Hasrat mereka sama-sama terpancing dan dia tahu kalau yang diharapkan Lunar tetap melanjutkan apa yang mereka lakukan tadi. Begitu juga dengan dirinya yang juga mengharapkan hal yang sama. Sial. Apa yang salah dari dirinya?



"A-aku ...," dia berusaha memendam keinginannya dengan tidak melihat ke arah Lunar, "Aku akan mengembalikan koper ini pada Raya. Kau tunggu di sini dan jangan pergi ke mana-mana. Aku akan kembali lagi nanti," langsung berbalik badan.



Sementara Lunar hanya bisa diam memandangi bagaimana pria menyebalkan itu menjauh. Apakah dia terlihat seperti seorang wanita yang merebut kekasih orang lain? Dia tidak ingin menyakiti perasaan siapa pun, tetapi dia juga tidak bisa menolak keinginan anehnya untuk tetap bersama Arkan. Perasaan ingin memiliki ini apakah karena dia sudah jatuh cinta pada Arkan? Atau hanya perasaan sesaat karena mereka sering bertemu?



***



Arkan mengetuk pintu kamar sembari memanggil nama kekasihnya. Tidak membutuhkan waktu lama menunggu pintu dibukakan untuknya. Dari dalam kamar muncul Raya yang langsung menghamburkan diri memeluknya.



"Aku sangat merindukanmu," pelukan di tubuhnya semakin erat.



Dia ditarik masuk ke dalam kamar, lalu Raya melingkarkan tangan ke lehernya kembali seperti tadi. Wajah Raya semakin lama semakin mendekat, hendak menyentuh bibirnya. Hal itu membuatnya kewalahan bagaimana harus menyikapi.



"Raya," panggilannya berhasil membuat mata yang memejam terbuka. Hampir saja. "Aku datang membawakan kopermu dan juga ingin membicarakan sesuatu padamu."



"Ah-ya! Koperku!" beralih mengambil apa yang Arkan genggam, "Terima kasih, Arkan. Di dalam koper ini ada banyak barang berharga dan aku begitu ceroboh meninggalkannya."



Raya tidak tahu kalau Arkan sudah melihat apa yang ada di dalam sana. Padahal dia sudah diminta untuk tidak membuka koper itu, namun siapa yang mengira kalau dia terpaksa melihatnya karena seseorang yang berani sekali mengacak-ngacak isi di dalam koper?



Koper diletakkan di lantai dan lagi-lagi Raya melingkarkan tangan di lehernya, membuat mereka harus memandang dekat, "Lalu, apa yang ingin kau bicarakan padaku?"



Jika biasanya Arkan tidak menaruh perhatian apa-apa pada kedekatan yang dilakukan Raya dan menganggapnya sebagai hal yang biasa, sekarang hal itu seperti sesuatu yang canggung baginya. Bagaimana bisa kedekatan mereka harus berubah secepat itu? Sihir apa yang Lunar berikan padanya sampai-sampai menolak keinginan Raya untuk menyentuhnya?



"Ayah tidak membiarkan aku tinggal di tempat terpisah dari Lunar.



Pegangan di lehernya lepas seiring ekspresi Raya yang berubah. Tidak lagi tersenyum lebar seperti tadi.



"Maksudmu, kau akan tinggal bersama Lunar dan membiarkan aku tinggal sendirian di sini?"



"Maafkan aku, Raya. Aku tidak bisa membantah keinginan ayah."



Raya tampak diam sejenak sambil menundukkan kepala. Entah apa yang dipikirkan wanita itu sekarang, yang jelas pasti sangat kecewa dengan kenyataan kalau mereka tidak akan lagi tinggal bersama. Raya yang seperti itu membuatnya merasa sangat bersalah dan merasa tidak bisa menjadi kekasih yang baik.



"Kau bisa tinggal bersama Lunar. Sebagai gantinya, aku yang akan pergi dari rumah ini."



Arkan memegangi bahu yang tegang itu, "Tidak, Raya. Aku tidak ingin mengambil risiko seperti seorang penggemar yang menyusup ke dalam apartemenmu. Tinggallah di sini karena rumahku sangat aman untuk kau tempati."



Raya diam sejenak tidak membantah perkataan yang membuatnya kembali mengingat kejadian di mana seorang penggemar yang menyusup untuk bertemu dengannya. Saat itu adalah kejadian mengerikan baginya sehingga membuat dia tingga di rumah Arkan, tempat yang baginya sangat nyaman untuk ditinggali.



"Baiklah."



Arkan tahu kalau Raya berusaha menahan kesedihan, tetapi apa yang bisa dia lakukan?



Ragu-ragu dia memeluk kekasihnya itu. Mungkin dengan begitu bisa mengurangi kesedihan Raya. Pun dengan dia yang juga merasakan kesedihan itu karena biar bagaimanapun Raya sudah mengisi hari-harinya.



Usai pelukan perpisahan itu, Arkan pergi dari rumah tanpa Raya yang mengantarkan. Dia berhenti sejenak ketika hendak meraih gagang pintu kabin. Perasaannya campur aduk jika mengingat lagi apa yang terjadi di dalam mobil. Semakin campur aduk saat mengingat pembicaraannya dengan Raya tadi.



Menyingkirkan itu semua, dia akhirnya menarik gagang hingga pintu kabin terbuka. Berusaha untuk bersikap tenang, dia naik ke bangku kemudi. Tanpa mencari tahu apa yang sedang dilakukan Lunar, dia mengenakan sabuk pengaman dan melajukan mobil pergi menjauh dari rumah.



Di sisi lain Lunar masih memperhatikan pria yang begitu serius mengemudikan mobil. Jemarinya bergerak menyentuh bibirnya yang masih lembap. Dia harus meluruskan sikap beraninya yang sangat memalukan karena mencuri sebuah ciuman dari kekasih orang lain.



"Arkan, mengenai ciuman tadi ...."



"Aku tidak ingin membahasnya," ucap Arkan tanpa menolehkan kepala.



Lama mereka diam sebelum Arkan melirik wanita yang ada di sampingnya. Setelah apa yang diucapkan tadi, Lunar tampak cemberut mengerucutkan bibir. Sial. Lagi-lagi dia harus merasakan jantungnya yang berdetak kencang. Padahal hanya sebuah ciuman, tetapi kenapa selalu membuatnya terbayang?



Sungguh sial.



Laju mobil yang kencang perlahan melambat sampai bisa ditepikan. Dia mematikan mesin mobil, lalu membuka sabuk pengaman. Baru setelah itu membuka sabuk pengaman yang melindungi Lunar.



"Kenapa kau berhenti? A-apa yang kau lakukan?" Lunar yang dibuka sabuk pengamannya semakin kebingungan.



Arkan membawa kedua bahu itu mendekat, kemudian menundukkan kepala hingga bisa mencapai bibir Lunar. Dia bisa merasakan bagaimana dirinya terbakar hasrat lebih dari pada tadi. Sungguh membuatnya penasaran, apa sebenarnya yang ada dalam diri Lunar sehingga membuatnya sampai memiliki perasaan yang seperti itu?



Lunar hanya wanita yang tidak diketahuinya siapa. Orang asing yang tiba-tiba saja muncul dari dalam bagasi mobilnya. Pengantin yang kabur dari pernikahan. Tidak ada yang dia tahu lagi lebih dari itu.



Penampilan? Lunar memang memiliki lekuk tubuh yang menggoda, namun lebih jauh menggoda kekasihnya yang mana adalah seorang model. Untuk perasaan, dia menyukai Raya yang mana adalah kekasihnya. Sedangkan Lunar hanyalah orang asing. Orang asing.



Lalu apa yang membuat wanita di hadapannya saat ini lebih menarik? Dia sama sekali tidak menemukan apa-apa mengenai hal itu. Apa yang dia rasakan saat ini adalah sesuatu yang tidak pernah dirasakannya saat bersama Raya. Tubuhnya seakan ingin berteriak ketika berhadapan dengan Lunar.



Lunar melenguh dan napasnya sesak karena ciuman yang seolah tanpa akhir. Dia berusaha mendorong dada pria yang masih saja sibuk melumat. Sangat sulit karena Arkan semakin mendesaknya berada dekat. Dia yang sempat terbuai sebelum rasa sesak muncul, terpaksa menggigit bibir Arkan. Perjuangan untuk lepas membuahkan hasil karena mereka menjarak setelahnya. Langsung saja dia mengisi kembali oksigen yang telah menipis.



Arkan mengusap bibirnya menahan perih yang menjalar. Dia tidak protes akan apa yang dilakukan Lunar karena memang dia yang memaksa kehendaknya. Semua itu dilakukan untuk mencari tahu bagian mana dari diri Lunar yang membuat hasratnya begitu bergejolak.



Nyatanya dia tidak mendapatkan jawaban apa pun dari itu semua. Dadanya tetap saja berdebar kencang seolah dididihkan secara paksa. Masih saja dia yang memandangi bagaimana wanita tersengal kini tidak bisa mengetahui bagian mana dari dalam diri Lunar yang menumbuhkan gejolak hasratnya.



"Kau hampir membuatku mati karena kehabisan napas," protes Lunar.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

47