Bab 7 Malam Pernikahan

by Renko 11:01,Feb 02,2021
Untuk yang ke-dua kalinya Lunar mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Dibandingkan gaun pernikahannya saat bersama Nico, gaun yang sekarang lebih tertutup. Jika dia kabur dengan menggunakan gaun yang dipakai tampaknya akan sulit karena dia tidak bisa melangkah cepat. Berjalan saja dia harus hati-hati supaya tidak terjatuh. Itu pun dia berjalan dipandu oleh bridesmaid.



Lunar menerima tawaran tangan yang menunggu setelah tiba di dekat Arkan. Dia dibawa ke hadapan pendeta dengan sangat hati-hati. Hingga di depan saksi mereka bisa berdiri tegap secara berdampingan. Baru setelah itu tangan Lunar lepas dari genggaman tangan Arkan yang begitu lembut. Dia berpikir kalau Arkan adalah pria yang cuek dan juga sombong, tetapi ada sisi perhatian yang bisa dia lihat untuk hari ini. Seperti tadi Arkan menunggu gerakan lambatnya dengan penuh kesabaran. Mungkin anggapannya salah. Dia hampir lupa kalau pernikahan mereka bertujuan untuk mengelabui semua orang. Sudah pasti Arkan akan bersikap demikian.



Janji pernikahan telah diikrarkan di depan saksi. Sorak kegembiraan langsung terdengar riuh di ruangan terbuka itu. Mereka sudah menikah. Mereka benar-benar sudah menikah. Tampaknya semua berhasil dikelabui dengan baik.



Tiba-tiba pundak Lunar diputar hingga bisa menghadap Arkan. Dia membeliak saat wajah pria itu mendekati wajahnya. Tidak bisa berkata apa-apa karena jarak mereka sangatlah dekat. Bahkan pinggangnya juga dirangkul dan dibawa dekat dengan tubuh Arkan. Mereka berciuman.



“Tetap seperti ini sampai sepuluh detik ke depan.”



Ciuman itu adalah sesuatu yang palsu juga. Mereka hanya membuat jarak dekat dan membuat bibir seolah saling menyentuh. Padahal sebenarnya tidak ada ciuman. Walaupun begitu dia bisa merasakan bagaimana napas Arkan berdesir lembut menggelitik bibirnya. Ada apa dengan jantungnya yang berdetak sangat kencang ini?



Sepuluh detik berlalu dan jarak mereka kembali jauh. Dia hanya melihat bagaimana Arkan tersenyum setelah ciuman palsu itu padanya seolah mereka tadi hanyut dalam perasaan yang juga dibuat-buat. Tatapannya dibawa turun hingga tampak bagaimana tangannya saat ini. Genggaman tangan mereka tidak lepas sejak mereka tidak lagi berciuman. Palsu.



Setelah acara usai mereka kembali pulang dengan Lunar yang satu mobil dengan Arkan. Memang mereka yang sudah menikah seharusnya pulang ke tempat yang sama. Selama perjalanan mereka diam tidak berbicara seolah sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga mobil tiba di tempat tujuan, mereka turun dan beranjak masuk ke dalam gedung apartemen.



Lunar mengernyitkan alis begitu heran kenapa mereka belum juga berpisah. Bahkan kini Arkan juga masuk ke dalam apartemen yang sama dengannya. Hal itu membuat lidahnya gatal untuk mendapat jawaban secepat mungkin, “Apa hari ini kau akan menginap?”



Arkan menghempaskan tubuh di atas sofa merasa lelah dengan kepura-puraan yang dijalaninya tadi di tempat acara pernikahan. Dia melepaskan dasinya sambil berkata, “Tentu saja tidak. Aku akan tetap di sini sampai sekretaris Ham datang kembali dan mengatakan kalau keadaan di luar sudah aman untuk dilewati.”



“Kalau begitu apa kau ingin aku buatkan minuman sambil menunggu kedatangan sekretaris Ham?”



“Kau tidak perlu repot. Aku akan mengambilnya sendiri. Cukup lakukan apa yang ingin kau lakukan. Anggap saja aku tidak ada di sini.” Tegas Arkan tidak ingin ambil pusing dengan keberadaan Lunar di sekitarnya.



Lunar mengerucutkan bibir. Hanya mengambilkan minuman seharusnya tidak ada yang salah mengenai hal itu. Dia mengangkat gaunnya ke atas supaya bisa berjalan namun sepertinya akan sulit jika menaiki tangga. Tadi dia dibantu oleh sekretaris Ham saat berjalan memasuki gedung. Sekarang tidak ada yang bisa dia minta bantuan kecuali pria yang duduk menengadahkan kepala sambil menutup mata di sofa itu.



“Bisakah kau membantuku untuk menaiki tangga? Aku tidak bisa berjalan dengan bebas menggunakan gaun ini.” Bahkan untuk mengangkat gaun ke atas saja dia kesulitan.



Arkan yang tidak lagi menutup mata, melihat gaun pengantin yang dipakai membuat dia menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa membantu Lunar kecuali dia di sana. Mau tidak mau dia harus bangkit dan menghampiri wanita yang sedang mengalami kesulitan saat ini. Sungguh. Tidak ada yang paling mengesalkan kecuali membantu orang yang sudah membuatnya terjebak dalam pernikahan yang tidak pernah direncanakan. Dia mengangkat tubuh Lunar dengan malas dan seketika pekikan terdengar.



Lunar yang digendong tiba-tiba membuat tangannya harus melingkar di leher Arkan agar tidak terjatuh. “K-kenapa kau menggendongku? Cukup bantu aku berjalan saja seperti sekretaris Ham tadi.”



Arkan melangkah menuju tangga sembari berkata, “Lama. Aku tidak punya banyak waktu untuk memapahmu seperti tadi.”



Lunar mengerutkan dahi mencerna apa yang didengar barusan. Tidak punya banyak waktu? Arkan memiliki banyak waktu sampai sekretaris Ham nanti tiba. Pria itu jelas hanya berbicara asal-asalan. Dia yang masih larut dalam pikirannya sendiri mendadak dibuat terkejut saat tubuhnya dihempaskan di atas ranjang.



“Apa yang kau lakukan?” Tanya Lunar bercampur ringis saat dia duduk di sana.



“Aku sudah membantumu.”



Setelah itu Lunar hanya memandangi bagaimana Arkan pergi dari hadapan. Entah apa yang membuat dia harus dibantu seperti itu. Menyingkirkan sikap aneh Arkan, dia perlahan turun dari ranjang. Gaun pengantinnya dibuka agar dia bisa masuk ke dalam kamar mandi tanpa kesulitan. Di kamar mandi dia membasuh tubuh dengan air hangat. Otot-ototnya seakan mendapatkan pijatan VIP yang sangat dibutuhkannya pada saat itu.



***



Arkan melirik jam tangan dan ponselnya secara bergantian. Tidak ada kabar dari sekretaris Ham menandakan kalau belum waktunya bagi dia untuk pulang ke rumah. Selain itu juga tidak ada kabar yang dia terima dari Raya sejak mereka terakhir bertemu. Mungkin kekasihnya itu masih menangis dan hal itu membuatnya sangat sedih. Dia ingin bertemu dengan Raya secepatnya dan menenangkan wanita itu.



Lamunannya buyar saat Lunar melintas di hadapannya. Dia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. “Bagaimana bisa kau berpakaian seperti itu saat seorang pria masih berada di dalam rumah ini?”



Lunar yang mengambil minuman di dapur sedikit melambat gerakannya. Dia memperhatikan penampilan saat ini yang mana mengenakan pakaian tidur. Lebih tepatnya gaun tidur. Lantas apa yang salah dengan itu? Dia juga sudah memadukannya dengan baju luar sehingga apa yang dikenakan tidak terlalu terbuka.



“Jangan kemari!” Seru Arkan berusaha menyingkirkan pemandangan yang ada di hadapan dengan tangan.



“Kau yang membelikan pakaian ini untukku. Aku hanya memakai apa yang kau berikan.”



Arkan melirik Lunar yang meneguk isi gelas sebelum mengalihkan perhatian kembali. “Kau mendapatkan gaun tidur itu dari dalam koper?”



Lunar menganggukkan kepala sambil bergumam. Dia ingat pada malam itu Arkan mengatakan kalau dia bisa memakai pakaian yang ada di dalam koper. Awalnya dia tidak menyangka jika dia akan dibelikan gaun tidur, tetapi mengingat koper yang ada di dalam bagasi mobil membuatnya berpikir kalau Arkan adalah seorang maniak pakaian dalam wanita.



Mungkin Arkan sudah mati rasa soal memilih pakaian yang cocok untuk seorang wanita. Dia berharap kalau Raya tidak mengalami hal yang sama karena bisa saja Arkan dianggap sebagai pria mesum. Beruntung hubungan mereka hanya sebagai orang asing sehingga tidak masalah besar baginya mengetahui sifat asli seorang Arkan.



“Aku tidak pernah membelikanmu....”



Tiba-tiba Arkan teringat saat malam dia pulang setelah menemani klien penting bisnis ayahnya. Padahal malam itu adalah waktu di mana dia akan mengantarkan Lunar pindah ke apartemen. Dia terlambat. Untungnya Lunar masih terjaga ketika dia sampai di rumah.



Sebelumnya saat perjalanan pulang sekretaris Ham mengingatkan soal pakaian untuk Lunar. Pada saat itu juga mereka mencari toko pakaian namun sayang hanya beberapa toko yang masih buka. Dia yang tidak mengerti soal pakaian wanita menyerahkan semua urusan pada sekretaris Ham. Setelah itu dia tidak melihat pakaian apa saja yang dibelikan. Tidak pernah dikira jika sekretaris Ham akan memasukkan gaun tidur.



Kenapa sekretaris Ham membelikan gaun tidur untuk Lunar? Apa sekretaris Ham memikirkan sesuatu yang buruk terhadap Lunar? Kenapa Arkan sangat risau akan hal itu? Dan kenapa dia tidak terpikirkan betapa perhatiannya sekretaris Ham pada Lunar? Pasti ada saja mengenai kenyamanan Lunar yang sekretaris Ham adukan padanya.



Bunyi bel membuyarkan lamunan mereka berdua. Perhatian mereka teralihkan dan saat itu pula Lunar beranjak menghampiri pintu. Sementara Arkan hanya melihat dari kejauhan bagaimana pintu apartemen dibuka. Tampak tamu yang datang adalah sekretaris Ham dan membuat Arkan bergegas datang menyusul.



Arkan langsung membuat Lunar memunggungi tamu yang masih berada di luar secepat mungkin. Tidak membiarkan sekretaris Ham melihat apa yang dihalangi dari pandangan tadi. Pintu yang sudah terbuka lebar ditutup kembali setelahnya. Dia mendorong tangannya hingga mencapai pintu agar sekretaris Ham tidak dapat menerobos masuk ke dalam apartemen.



Lunar yang harus menepi sampai punggung membentur pintu sangat terkejut. Dia bertanya-tanya kenapa Arkan tiba-tiba bertindak aneh? Keterkejutan lebih besar dari keberanian untuk menanyakan tindakan Arkan. Alhasil dia hanya bisa diam mematung sambil menatap lurus pada bola mata yang dekat itu.



“Biarkan aku yang membuka pintunya. Lebih baik kau beristirahat di dalam kamar.” Baru sadar kalau mereka terlalu dekat, Arkan menjauhkan tangan dari pintu. “Dan ingat untuk tidak sembarangan membuka pintu. Apalagi dengan pakaian yang seperti sekarang.” Dia mengoceh kesal.



Arkan membuka pintu hanya sampai dia bisa keluar dari apartemen. Dia menutup pintu rapat-rapat setelahnya. Berdiam diri sebentar di sana dengan harapan Lunar tidak menyusul. Di jarak satu meter darinya sekretaris Ham berdiri menampilkan ekspresi keheranan. Sepertinya dia berhasil menghindarkan Lunar dari pikiran buruk sekretaris Ham.



“Kita harus bicara.” Ucap Arkan dengan nada serius. “Empat mata.” Dia menekankan sekali lagi bagaimana keseriusannya saat ini.



Sekretaris Ham masih menampilkan ekspresi yang sama sambil memandangi atasannya menjauh pergi. Terlebih dari itu melihat bagaimana Arkan berbicara sepertinya yang akan dibicarakan dengannya adalah hal serius. Apa dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai mereka harus berbicara secara empat mata? Masih diliputi kegelisahan dia menyusul langkah Arkan keluar dari gedung apartemen.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

47