Bab 8 Memancing Perasaan

by Renko 11:01,Feb 02,2021
Arkan berdiri tegap menatap sekretaris Ham yang menunduk sambil sesekali mencuri pandang ke arahnya. Apakah benar pikirannya yang mengatakan kalau sekretaris Ham menyukai Lunar? Sampai memberikan gaun tidur yang begitu terbuka itu secara diam-diam. Tidak pernah dia mengetahui bagaimana wanita yang disukai sekretaris Ham selama ini dan dia juga tidak menanyakan apa-apa soal itu. Sepertinya sekretaris Ham memiliki selera yang ekstrem mengenai hubungan asmara.



“Kau membelikan gaun tidur untuk Lunar?”



Sekretaris Ham menegakkan kepala, lalu mengerutkan dahi bingung akan apa yang didengar. Gaun tidur? Apa yang dibicarakan atasannya saat ini? Kerutan dalam itu memudar setelah sadar akan apa yang dibicarakan. Dia memang memasukkan gaun tidur ke dalam koper saat mereka pergi membeli pakaian untuk Lunar.



“Ya, tuan.” Menganggukkan kepala.



Arkan mengernyitkan alisnya dalam-dalam membentuk kata ‘Marah’ di dahi tersebut. “Kenapa? Aku tidak pernah memintamu untuk membelikannya. Apa kau menyukai Lunar dan ingin melihatnya mengenakan gaun tidur itu?” Ucapnya tanpa jeda. Dia ingin mengetahui jawaban secepatnya.



Sekretaris Ham menggelengkan kepala dengan cepat menolak apa yang dituduhkan padanya. Tidak ada niat buruk sama sekali ingin melihat istri atasannya mengenakan gaun tidur. Bahkan dia tidak berani untuk memikirkannya. Jika mereka membahas perihal gaun tidur, bukan dia yang membelikan karena semua yang dibeli dari toko dibayar oleh Arkan sendiri. Gaun tidur itu adalah hadiah dari toko pakaian yang mereka kunjungi sebelum mengantarkan Lunar ke apartemen.



Namun, melihat bagaimana nada meninggi yang bisa dibilang sebagai bentuk kemarahan membuat otaknya bekerja begitu keras. Dia tahu kalau Arkan tidak menginginkan pernikahan yang terjadi. Lantas kenapa sikap itu seolah tidak ingin jika dia melihat Lunar yang mengenakan gaun tidur? Apa sebaliknya Arkan yang menyukai Lunar?



Dibandingkan itu dia ingat saat pintu apartemen tiba-tiba ditutup tanpa sempat dia melangkah masuk. Hanya sekilas saja dia melihat gaun yang sama seperti yang mereka dapatkan dari toko. “Tadi.. nyonya mengenakan gaun tidur?” Tanya sekretaris Ham ingin memastikan kembali mengenai ingatannya.



Arkan mengendurkan alis yang mengernyit marah. Dia berpikir kalau sekretaris Ham tidak melihat apa-apa saat di apartemen tadi, tetapi ternyata dia salah besar. Kedua tangan disentuhkan pada bahu sekretaris Ham. Bahu itu dicengkeram dan diguncang-guncang dengan kuat tanpa melepaskan tatapan dari sekretaris Ham. “Katakan padaku apa yang telah kau lihat saat di apartemen tadi!!”



Sekretaris Ham sebenarnya takut akan kemarahan itu namun dia tidak bisa berhenti berjuang sampai di situ saja. “Nyonya sangat.. cantik.” Ucapnya seolah tercekik sendiri.



Arkan mencengkeram kerah sekretaris Ham dan mendorongnya sampai membentur bagian mobil. Sementara itu orang yang sedang terancam posisinya kewalahan bagaimana harus menenangkan situasi. Bisa-bisa sekretaris Ham habis jika permasalahan gaun tidur itu terus dilanjutkan.



“S-saya tidak terlalu jelas melihatnya ...” Ucap sekretaris Ham sambil memicingkan mata ke arah lain. “Gaun tidur itu adalah hadiah dari salah satu pakaian yang dibeli. Saya berani bersumpah kalau saya tidak pernah berpikir buruk mengenai nyonya Lunar, tuan.” Setelah itu kalimatnya diutarakan secara cepat dan lancar agar waktu yang dia punya untuk menghindari kemarahan lebih efisien.



Arkan mengendurkan cengkeraman dan membiarkan sekretaris Ham lolos. Dia bisa lega kalau sekretaris Ham tidak berpikiran buruk mengenai Lunar, tetapi tetap saja tidak mengubah kemungkinan apa yang dilihat sekretaris Ham di apartemen. “Lalu apa yang kau lihat tadi? Kau benar-benar tidak melihat apa-apa?”



Sekretaris Ham masih menepi tanpa berani beranjak dari tempatnya. Dia hanya menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. Itu pun sambil memicingkan mata. “Saya hanya melihat warna gaun tidur yang sama dengan apa yang didapatkan, tuan. Sebelum saya melihat lebih jelas, pintu apartemen sudah tertutup.”



Arkan mengamati sebentar bagaimana ekspresi yang ditunjukkan sekretaris Ham. Sudah yakin kalau apa yang didengar bukan kebohongan, baru dia menyingkirkan penghalangnya untuk menaiki mobil. Baginya yang sudah mendapatkan jawaban akhirnya menyudahi percakapan.



Tidak begitu rupanya bagi sekretaris Ham yang merasa kalau kedekatan Arkan dan Lunar merupakan celah untuknya. Dia yang mana hanya orang biasa terlalu nekat untuk menyukai kekasih atasannya sendiri. Ya. Sekretaris Ham menyukai Raya yang selama ini dipandangnya sebagai wanita yang paling baik. Perasaannya dipendam secara diam-diam tanpa ingin merusak kebahagiaan Raya di sisi Arkan. Hanya saja perasaan itu sedikit sulit untuk dipendam akhir-akhir ini dan membuatnya sangat ingin memiliki Raya.



Sekretaris Ham membuka pintu kabin depan dan duduk di bangku kemudi sebelum menyalakan mesin. Mobil dilajukan dengan kecepatan sedang. Sudah saatnya mereka untuk pulang ke rumah. Sementara itu Arkan duduk di bangku penumpang sambil menatap ke sembarang arah.



“Apakah nyonya Lunar sangat cocok mengenakan gaun tidur itu, tuan?”



Arkan yang sedaritadi sudah melupakan topik pembahasan gaun tidur seketika terpancing perhatiannya. Untuk apa sekretaris Ham menanyakan penampilan Lunar? Bukankah pembahasan itu telah usai?



Di sisi lain sekretaris Ham yang melihat raut kegelisahan membuat dia harus meluruskan kesalahpahaman yang mungkin saja sedang menggeluti pikiran Arkan saat ini.



“Saya berpikir untuk menggantinya jika menurut tuan tidak cocok.” Memperhatikan bagaimana ekspresi Arkan dari cermin tengah sebentar.



Arkan mengembuskan napas kasar, lalu tatapan yang teralihkan pada sekretaris Ham dibawa kembali ke arah luar jendela. Dia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Walaupun begitu apa yang ditanyakan membuat dia teringat kembali kejadian saat di apartemen. Hanya dia yang melihat bagaimana gaun itu terpasang cocok di tubuh Lunar.



Sekretaris Ham yang mencuri pandang melalui cermin hanya bisa menipiskan bibir. Rona wajah Arkan saat ini berubah merah dan hal itu semakin membuatnya senang. Pertanyaan yang bertujuan memancing perasaan berhasil membuatnya mengetahui bagaimana ketertarikan Arkan terhadap Lunar.



***



Setibanya di tempat tujuan, Arkan menghampiri keberadaan kekasihnya saat ini. Tampak Raya sudah tidur lelap di dalam kamar dengan lampu yang menyala. Dia masuk ke dalam kamar dengan sangat hati-hati, lalu berdiri di samping ranjang sebelum menurunkan tubuhnya agar bisa melihat Raya dengan jelas. Pipi itu diusapnya dengan lembut sambil mengurai sebuah senyuman.



Dia memperhatikan mata yang merah ronanya dan juga bulu mata yang sedikit basah. Bahkan di sudut mata air jatuh mengalir perlahan. Ibu jarinya diusapkan untuk menyingkirkan air mata. Sepertinya sejak tadi Raya tidak berhenti menangisi pernikahannya dengan Lunar.



Lambat-lambat dia beranjak dari sana, lalu keluar dari kamar Raya. Dia menutup pintu dengan rapat sebelum menghela napas berat. Walaupun Lunar sudah tidak lagi tinggal di tempat yang sama dengan mereka, tetap saja tersisa kepedihan yang dirasakan Raya. Jika dia bisa menjauhkan Lunar dari pandangan kekasihnya, kali ini dia tidak bisa menyingkirkan Lunar dari hidupnya. Setidaknya Raya tidak terlalu sakit jika Lunar tinggal bersama mereka saat ini.



Dia beranjak menuju kamarnya, lalu membuka pakaian pernikahannya. Pakaian itu diletakkan di atas ranjang begitu saja. Tangan yang membuka kancing kemeja berhenti saat dia memilih untuk memandangi jas yang sudah lepas. Lantas dia duduk di samping jas tersebut sambil menundukkan kepala. Penyesalan datang bertubi-tubi meramaikan pikiran. Raya yang tersakiti, pernikahan yang tidak diinginkan, dan hubungan mereka yang sudah terjalin lama menjadi rusak karena ketidakmampuannya.



Sekarang pernikahan yang akan mereka langsungkan harus tertunda untuk satu tahun ke depan. Statusnya untuk saat ini juga adalah suaminya Lunar yang mana menjelaskan kalau apa pun yang terjadi, dia harus mendahulukan Lunar. Pasti akan ada banyak kesakitan yang akan diterima Raya nantinya. Bagaimana dia bisa membiarkan wanita yang dicintainya tersakiti? Di sisi lain dia juga tidak rela melepaskan Raya untuk mencari kebahagiaan lain. Kehidupannya terancam berantakan dari segala sisi sejak kehadiran Lunar.



Ponsel yang berdering membuyarkan lamunan dan kemarahan yang terpicu. Dia segera mengangkat panggilan saat mengetahui siapa yang menelepon. Suara ayahnya terdengar sari seberang sana. Terdengar sangat marah saat membahas persoalan Lunar yang tinggal di apartemen. Dia sudah memprediksi sebelumnya kalau sang ayah. Dia sudah memprediksi sebelumnya bagaimana tanggapan ayahnya namun tetap bersikeras memindahkan Lunar.



“Maaf, ayah. Untuk masalah ini aku tidak akan mendengarkan ayah.”



“Apa semua ini karena Raya makanya kau membantahku? Kau juga bersikeras untuk menikahinya, lalu sekarang kau berani mengusir menantu keluarga Grey dari rumah.”



Sebenarnya hubungan dia dengan Raya sama sekali tidak direstui. Di sisi lain juga tidak mendapatkan penolakan. Wajar saja jika posisi Lunar lebih tinggi di mata Damien karena sekarang wanita yang sudah resmi menjadi istrinya adalah menantu di keluarga Grey yang harus diakui posisinya. Berbeda dengan Raya yang hanya dianggap sebagai teman masa kecilnya saja.



“Kenapa kau diam? Cepat kembalikan Lunar ke posisi yang seharusnya. Aku tidak ingin mendengar ada berita buruk mengenaimu.”



“Aku tidak bisa melakukannya, ayah.”



Keinginan ayah dan anak itu bagaikan dua kutub yang berbeda. Satu tidak ingin bisnis terguncang sedikit saja dan terlalu panik untuk mempertahankan kestabilan. Sedangkan satunya lagi tidak ingin Raya berada dalam lingkup suami istri selama pernikahan palsu dijalani. Hal itu hanya akan memunculkan kesakitan lebih nantinya bagi Raya.



“Kau harus melakukannya.”



“Tidak, ayah.”



“Kau harus ...” Suara di seberang sana berhenti sejenak. “Baiklah. Aku tidak akan memaksamu untuk membawa Lunar kembali.”



Arkan melebarkan kedua mata tidak percaya dengan apa yang didengar. Ayahnya mengalah dan hal itu sangat jarang terjadi. Tetapi hal itu mengundang kecurigaan akan sikap yang menurutnya tidak seperti biasa. Apa yang diinginkan sang ayah sebenarnya?



“Sebagai gantinya kau yang harus pindah ke tempat yang Lunar tempati sekarang. Aku tidak ingin mendengar bantahan apa-apa lagi.”



Arkan yang ingin menolak harus terhenti niatnya karena panggilan telepon diputus secara sepihak. Sungguh. Bagaimana dia harus membuat ayahnya mengerti kalau dia tidak ingin melakukan apa yang diminta? Dia sama sekali tidak ingin tinggal bersama Lunar. Tidak bisa dibayangkan akan seperti apa nanti jika dia harus bertemu setiap harinya dengan wanita yang membawa kekacauan ke dalam hidupnya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

47