Bab 4 Part 4

by Neng Gemoy 18:51,Oct 28,2024
Aku bangun lebih pagi dari biasanya entah karena apa aku pun tak tahu. Kulihat jam dinding yang berdetak mengikuti kegundahan hatiku menunjukan jam 4 pagi. Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi, ketika kakiku mendarat di pijakan terakhir kuarah kepalaku menoleh ke arah kamarorang tuaku. Sunyi senyap, membuat darahku membeku ketakutan. Secepatnya aku masuk kamar mandi, mencoba menghapus semua kejadian dimalam kemarin dengan guyuran air, Segaaaaaaar!.

Dengan hanya mengenakan handuk yang aku lilitkan pada pinggangku, aku keluar dari kamar mandi. Tak lupa aku mengarahkan kedua mata ini ke arah kamar orang tuaku lagi tapi tetap sunyi yang membuat aku semakin takut untuk mengingat apa yang terjadi semalam. Segera aku naik untuk berganti pakaian, menata semua pakaianku, kumasukan dalam koper, ya aku harus pergi dari rumah ini, aku telah bertindak bodoh semalam, dan jujur saja aku malu bagaimana cara menatap Ibu.

Jam berdetak menunjukan 05.30, tak biasanya sesepi ini. Dihari-hari sebelumnya selalu terdengar kesibukan dibawah sana, kadang suara air mengalir ditempat cucian piring, kadang suara sesuatu yang digoreng tetapi hari ini hilang semua karena logikaku yang tertutup birahi. Bagaimana kalau Romo tahu apa yang aku lakukan? Mungkin sekarang aku sudah menjadi seonggok tulang berbalut daging. Kumerenung dan merenungi semua kesalahanku.

Tik tik tik tik tik kulihat jam dinding dikamarku, tepat jam setengah tujuh, aku langkahkan kakiku turun ke lantai bawah. Tak kulihat lagi wanita paruh baya nan cantik dan rupawan yang biasa menyapaku dengan senyuman dan parahnya tidak ada makanan yang tersedia di meja makan. Ibu dimana?Ibu….maafkan aku. Kulihat pintu kamar Ibuku masih tertutup kuangkat kakiku satu per satu menuju kamar Ibu.

Tok Tok Tok…..ku ketuk pintu kamar Ibuku.

Bu……

Ibu…… suaraku lirih

Bu, Arya berangkat kuliah dulu, sekalian Arya mau pamit mencari tempat kos. Maafin Arya bu….sekali lagi maafin Arya bu, Arya minta maaf hiks kataku dengan mata yang menggenang dan kemudian melncur deras.

Kleeeeek…..pintu kamar Ibu terbuka. Dan…..

Cantik sekali, sangat cantik seorang wanita dengan kebaya wanta putih dan jarit berwarna putih serasi dengan kulitnya. Riasan yang sederhana tapi tidak menor, dengan rambut yang digelung kebagian belakang tanpa sanggul. Kulit yang putih sangat serasi. Ku usap air mataku yang mengalir, dan ku perlihatkan senyum kepada ibu. Tapi tak kulihat senyuman itu. Hufttt……

Kamu boleh ngekos, dan mulai besok kamu bisa temui Ibu kamu di Pemakaman terdekat sini jawab Ibuku dengan mata sembab , mungkin karena menangis semalaman. Ibu kemudian membuang pandangannya. Jawaban yang menakutkan, mengerikan, membekukan darahku, membuatku tertegun dan kebingungan.

Bu, jangan bilang kaya gitu to….

Arya menyesal sudah melakukan hal bodoh terhadap Ibu dan….. kataku terhenti

kono mangkato ora usah balik maneh, tinggal sesuke nyekar ning kuburan, gampang to? (sana berangkat saja tidak perlu pulang lagi, tinggal besuk ziarah kekuburan, gampangkan?) jawab ibu sambil tetap tidak memandangku. Aku hanya tertunduk dihadapan Ibu.

apa yang bisa Arya lakukanagar Ibu benar-benar memaafkan Arya? tanyaku lirih dengan tetap sambil menundukan kepala

Ibu akan maafkan Arya asal Arya mau tetap dirumah tidak ngekos dan menemani Ibu, Ibu tahu itu adalah sebuah kesalahan tapi itu semua karena rasa sayang Arya ke Ibu lanjut Ibu

Dan Jika memang Arya sayang Ibu, dan Arya ingin Ibu memaafkan Arya….. jawab Ibu berhenti suasana kembali hening. Ibu kemudian masuk kamar, terlihat ibu mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuatu. Ibu kembali dihadapanku tapi tetap saja tidak memandangku padahal biasanya aku selalu mendapatkan senyuman darinya.

disitu sudah Ibu tulis ukuran jari Ibu. Ibu ingin kamu belikan cincin itu saja tapi dengan uangmu sendiri, ukurannya harus pas ibu memotong perkataanku dengan penjang lebar sama dengan Luas. Sambil menyerahkan gambar cincin emas kepadaku.

Bu….ta ta tapi untuk Apa? jawabku heran

Ibu kepengen saja, katanya pengen dimaafkan jawab Ibu ketus sekali, aku hanya mengangguk.

sudah lama Ibu tidak mendapatkan hadiah dari orang yang sayang sama Ibu bahkan anak sendiri juga tidak pernah memberikannya ke Ibu jawab Ibuku ketus yang membuat aku tertegun dan malu.

Baik bu…. jawabku sambil menunduk.

Ibu harap kamu benar-benar membelikannya ucap Ibuku yang kujawab hanya dengan anggukan yang penuh dengan rasa takut. Aku bergegas pergi meninggalkan Ibu, tanpa kusadari koper yang aku pegang masih ditangan kananku.

kamu mau letakan koper itu? Atau nanti malam meletakan Ibu didalam liang kubur ucap Ibuku, kulihat tanganku memegang koper bodohnya aku ini dan kemudian menoleh ke arah Ibu. Tetap dan masih saja Ibuku membuang mukanya. Huh andai saja aku bisa menangkap mukannya.

Kuletakan koper dan aku bergegas menuju garasi, mempersiapkan Revi dan melesat tanpa batas menuju kampus. Dasar ibu, oke aku tahu aku salah, tapi kalau disuruh beli cincin, uang darimana coba? Belum lagi harga cincin ini berapa? Ya sudahlah, aku tidak mau Ibuku kenapa-napa. Cuma ibu yang sering mendengar keluh kesahku selama ini. Romo? SIBUK!

Dalam perjalanan berangkat pun pikiranku terus terbayang-bayang kejadian semalam dan ketakutan. Ketakutan dengan kata kuburan, kenapa juga namanya kuburan mbok yaho diganti? Lha wong Kuburan band saja sudah ganti nama. Lamunanku terhenti ketika aku sudah sampai di tempat kuliah. Untungnya aku masih bisa mengendarai Revi sampai tempat kuliah.

Woi…… teriak rahman melambaikan tangan, manusia berkulit gelap, yang selalu memotong rambutnya seperti bola sepak alias potong 1 cm dan hidung khas orang Arab-India seperti paruh burung kakak tua. Tinggi kira-kira 178 cm karena memang jika berdekatan denganku hampir sama walau tinggi aku sedikit. Jangan sekali-kali membandingkan aku dengan rahman karena jika didekatkan akan tampak seperti Zebra Cross, perlu dicatat kulitku lebih putih dari si Rahman (NO SARA-just for imagination).

Sini Ar…….

Oh…. aku kaget mungkin karena banyak pikiran.

Iya……. aku kesana teriakku.

Kuhampiri Rahman dan tos tos tos biasalah tos persahabatan yang memang jarang aku lakukan. Perkuliahan dengan Rahman dimulai jam setengah sembilan, kali ini kuliah 5 SKS. 3 SKS dari jam setengah sembilan sampai jam 12 dan yang kedua 2 SKS dari jam setengah satu sampai jam dua lebih 10 menit. Aku mengambil tempat duduk paling belakang, tepatnya di belakang teman kuliahku yang memiliku postur yang lebih besar (baca : Gemuk NO SARA-just for imagination) dari aku. Perkuliahan kali ini aku benar-benar tidak konsen dengan apa yang diajarkan oleh dosenku. Bayanganku masih melayang dengan apa yang terjadi semalam. Putih bersih ah…..lamunanku hingga membuatku otakku menolak semua materi dari dosen. Dua setengah jam telah terlewati, terlampaui dengan berbagai bayang-bayang adegan kotor semalam. Dosen kok mboseni (membosankan), ya itulah dosenku yang sekarang sedang mengajar, Dosen yang hanya duduk dan membaca buku paket perkuliahan. Seperti orang yang mendongengkan cerita ke anak-anak TK agar lekas tidur.

Ar….mbolos yuk Ar, ane males kuliah jam setengah satu, isinya Cuma ngantuk ngantuk dan ngaaaaaaaaaaaaaaaaaaantuk…. ajak Rahman ketika kita berjalan meninggalkan kelas.

hmm….hoaaaaam….makan dulu lah sebelum bolos, memang mau bolos dimana kang? jawabku sambil merenggangkan kedua tanganku.

ya gak kemana-mana Ar, Cuma stay di warung aja, gimana menurut ente? lanjut Rahman

ayo…Markike (Mari Kita Kemon) ….dah lapar aku kang, tadi pagi Ibu bangun kesiangan jawabku sambil beranjak dari tempat duduk.

Ibu?bangun kesiangan?gara-gara aku membuatnya menangis, melakukan hal bodoh yang seharusnya tidak aku lakukan. Tapi jika mengingat Ibu tadi pagi, Ibu tampak lebih cantik dari tadi malam, tumben-tumbenan Ibu berdandan seperti tadi pagi. Pikiran ini terus bergerak ke otak dan berputar-putar terus terus dan terus sepanjang aku berjalan bersama Rahman menuju warung di seberang kampus.

Mbok… Nasi rames ayam goreng dua, es jeruk satu, jeruk adem satu, kasih sambel trasinya bu jangan lupa teriak Rahman ketika memasuki warung. Kami pun memilih bangku yang dekat dengan pintu keluar.

Ora nganggo suwi Mbok, selak meh modar rasane (tidak pakai lama Mbok, hampir mau mati rasanya) teriakku setelah Rahman. Kami langganan di warung si mbok, jad ya sudah biasa kalau kita selalu bercanda di warung.

Koyo-koyo wong sing ora tahu mangan wae to le, yo kosek sedelok (seperti orang yang tidak pernah makan saja to nak, ya tunggu sebentar) jawab Si Mbok Warung. Tempat kami duduk adalah tempat paling nyaman di warung ini, pojok dekat dengan pintu dan sangat privasi. Ya maksudnya tempatnya mojoklah enak dibuat ngobrol.

Ssst….ane punya film bagus, ente mau lihat gak? bisik Rahman

apa kang? jawabku

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

177