Bab 9 Visi Gunung Laut (2)
by Sam Ramsay
09:13,Dec 25,2023
Snape berdiri dan mengatakan,"Pulanglah dan cepat mandi, setelah itu berlatihlah sendiri, beritahu aku kalau kamu sampai pelatihan ‘dasar level 2’."
Arjuna menaikkan tangannya, mengatakan,"Darimana aku tahu kalau aku sudah mencapai pelatihan 'dasar level 2'?"
Snape batuk dua kali, lalu bicara dengan tenang,"Kamu akan tahu waktu sudah saatnya."
"Ingat, di pelatihan tingkat pertama ini, biarkan energi meresap ke setiap inci kulitmu."
"Pertama kaki dan tangan, lalu bdaan, akhirnya setiap bagian tubuh akan ditembus oleh energi."
"Bahkan kelopak matamu tidak boleh turun."
Arjuna mengangguk dan mencatatnya.
Sehabis keluar dari ruang pelatihan, dia berjalan kembali ke asrama.
Di jalan, dia melihat banyak teman sekelasnya yang kembali.
Kebanyakan dari mereka memasang senyum di wajah mereka.
Tentu saja kelas siang itu menyernangkan.
Saat dia tiba di dekat asrama, dia bertatap mata dengan Darren, dan orang itu mengangguk ke arah Arjuna sambil tersenyum.
Agaknya dia sudah lupa masalah tadi pagi.
Arjuna mengacuhkannya, dia berjalann dekat ke dinding, lalu hilang dalam sekejap.
Darren mengalihkan pandangannya, lalu masuk ke asrama.
Kemudian ponselnya berdering.
Ketika itu, pemuda berwajah kekanakan itu masuk.
Darren melihat ke arahnya.
Pemuda itu menamparnya: "Oh, kayanya ada yang ketinggalan."
Dia langsung keluar lagi dan menutup kembali pintu tersebut.
Darren menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat telepon.
Itu telepon dari Daffar.
Darren memanggil "Ayah", tapi tidak terdengar jawaban dari seberang telepon.
Setelah beberapa detik, barulah terdengar suara Daffar.
"Dasar bodoh!"
Darren agak kaget, tapi dia tidak menanggapi apapun.
Daffar melanjutkan: "Kenapa menggangguku, perlu bantuan apa?"
"Kamu cukup belajar dengan rajin saja, itu akan bermanfaat untukku!"
"Bagus sekali, hari pertama masuk, cuma memikirkan rencana untuk menghabisi orang."
"Apa kamu sungguh mengira dengan menghabisi bocah liar dari permukaan itu, bisa mengalahkan Ramma?"
"Kalau dia tidak sulit dikalahkan, dia sudah musnah dari lama."
Setelah mengatakannya.
Daffar kembali diam.
Setelah itu bicara: "Kamu bukan kakakmu, kamu tidak punya sifat dan kehebatannya."
“Jadi aku tidak menaruh harapan besar padamu.”
"Kenapa kamu selalu saja tidak berhasil?"
Muka Darren seketika jadi merah, napasnya tak beraturan, dia menahan emosinya.
Tapi tetap tak mengatakan apa pun.
Daffar lanjut mengatakan: "Sudahlah, kamu sudah dihajar mati-matian, aku tidak tahu harus bicara apa lagi."
"Aku akan berusaha sekuat tenaga memberimu sumber daya, tapi ingat baik-baik, mau kamu tidak bisa menang di atas ring, atau mati."
"Itu pilihanmu sendiri."
"Aku tidak bisa dan tidak mau membalas dendammu sehabis itu."
"Atau."
“Kamu mau aku buat supaya kamu dikeluarkan dari sekolah itu?”
Darren lalu bicara dengan nada tidak senang: "Aku tidak mau keluar dari sini."
"Aku paham kamu terus menerus memandangku rendah."
"Aku akan mengubahnya."
"Di sini!"
Jarinya menunjuk ke lantai dengan kuat.
"Bagus."
Daffar cuma mengatakan kata-kata singkat, lalu menutup teleponnya.
Darren menaruh ponselnya, dia menenangkan ekspresinya.
Saat terdengar ketukan dari pintu, senyum ndah sudah terpasang di mukanya.
"Masuklah."
.......
Besoknya.
Ada kelas pengetahuan umum siangnya.
Kali ini gurunya seorang wanita.
Dia terlihat masih awal tiga puluhan, rambutnya yang panjang dikuncir tinggi.
Ada plaster luka di wajah, memakai rompi, denga kemeja itu dan sabuk di pinggangnya.
Dia juga memakai sarung tangan kerja.
Seperti baru saja dari ruang kerja.
"Namaku Ivena Lurgen, aku akan mengajar kelas pengetahuan Jaeger kalian."
Guru wanita ini menulis beberapa hal di papan tulis.
Kerangka! Persendian! Armor luar! Mesin! Sumber daya!
Sehabis menulis semua itu.
Dia berbalik, dan melempar kapurnya.
Kemudian dia mengatakan.
"Kerangka Jaeger, persis seperti tulang binatang, atau besi kapal."
"Ini sebagai penyangga bentuk Jaeger, ini adalah struktur dalam utama yang mendorong gerakan Jaeger."
"BIsa dibilang, menentukan pergerakan Jaeger."
"Saat bertempur, Pengendali yang berpengalaman akan hati-hati melindungi kerangka Jaeger."
"Masih lebih baik kalau armor luar rusak bahkan hancur, kita harus berusaha sekuat tenaga demi melindungi kerangka jangan sampai rusak, apalagi hancur."
"Karena kalau armor luarnya rusak, cuma tinggal diperbaiki atau diganti dan prosesnya mudah, dan Jaeger akan tetap utuh."
“Tapi kalau kerangkanya rusak, bukan cuma biaya pemeliharaan yang akan jadi benar-benar besar, bahkan seringkali, sangat susah diperbaiki."
"Jadi, para anak bandel, dengarkan aku."
"Kalau sampai ada dari kalian yang berani merusak rangkanya, awas saja, aku pasti akan membunuh kalian!"
Mata Ivena melotot galak.
Arjuna menaikkan tangannya, mengatakan,"Darimana aku tahu kalau aku sudah mencapai pelatihan 'dasar level 2'?"
Snape batuk dua kali, lalu bicara dengan tenang,"Kamu akan tahu waktu sudah saatnya."
"Ingat, di pelatihan tingkat pertama ini, biarkan energi meresap ke setiap inci kulitmu."
"Pertama kaki dan tangan, lalu bdaan, akhirnya setiap bagian tubuh akan ditembus oleh energi."
"Bahkan kelopak matamu tidak boleh turun."
Arjuna mengangguk dan mencatatnya.
Sehabis keluar dari ruang pelatihan, dia berjalan kembali ke asrama.
Di jalan, dia melihat banyak teman sekelasnya yang kembali.
Kebanyakan dari mereka memasang senyum di wajah mereka.
Tentu saja kelas siang itu menyernangkan.
Saat dia tiba di dekat asrama, dia bertatap mata dengan Darren, dan orang itu mengangguk ke arah Arjuna sambil tersenyum.
Agaknya dia sudah lupa masalah tadi pagi.
Arjuna mengacuhkannya, dia berjalann dekat ke dinding, lalu hilang dalam sekejap.
Darren mengalihkan pandangannya, lalu masuk ke asrama.
Kemudian ponselnya berdering.
Ketika itu, pemuda berwajah kekanakan itu masuk.
Darren melihat ke arahnya.
Pemuda itu menamparnya: "Oh, kayanya ada yang ketinggalan."
Dia langsung keluar lagi dan menutup kembali pintu tersebut.
Darren menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat telepon.
Itu telepon dari Daffar.
Darren memanggil "Ayah", tapi tidak terdengar jawaban dari seberang telepon.
Setelah beberapa detik, barulah terdengar suara Daffar.
"Dasar bodoh!"
Darren agak kaget, tapi dia tidak menanggapi apapun.
Daffar melanjutkan: "Kenapa menggangguku, perlu bantuan apa?"
"Kamu cukup belajar dengan rajin saja, itu akan bermanfaat untukku!"
"Bagus sekali, hari pertama masuk, cuma memikirkan rencana untuk menghabisi orang."
"Apa kamu sungguh mengira dengan menghabisi bocah liar dari permukaan itu, bisa mengalahkan Ramma?"
"Kalau dia tidak sulit dikalahkan, dia sudah musnah dari lama."
Setelah mengatakannya.
Daffar kembali diam.
Setelah itu bicara: "Kamu bukan kakakmu, kamu tidak punya sifat dan kehebatannya."
“Jadi aku tidak menaruh harapan besar padamu.”
"Kenapa kamu selalu saja tidak berhasil?"
Muka Darren seketika jadi merah, napasnya tak beraturan, dia menahan emosinya.
Tapi tetap tak mengatakan apa pun.
Daffar lanjut mengatakan: "Sudahlah, kamu sudah dihajar mati-matian, aku tidak tahu harus bicara apa lagi."
"Aku akan berusaha sekuat tenaga memberimu sumber daya, tapi ingat baik-baik, mau kamu tidak bisa menang di atas ring, atau mati."
"Itu pilihanmu sendiri."
"Aku tidak bisa dan tidak mau membalas dendammu sehabis itu."
"Atau."
“Kamu mau aku buat supaya kamu dikeluarkan dari sekolah itu?”
Darren lalu bicara dengan nada tidak senang: "Aku tidak mau keluar dari sini."
"Aku paham kamu terus menerus memandangku rendah."
"Aku akan mengubahnya."
"Di sini!"
Jarinya menunjuk ke lantai dengan kuat.
"Bagus."
Daffar cuma mengatakan kata-kata singkat, lalu menutup teleponnya.
Darren menaruh ponselnya, dia menenangkan ekspresinya.
Saat terdengar ketukan dari pintu, senyum ndah sudah terpasang di mukanya.
"Masuklah."
.......
Besoknya.
Ada kelas pengetahuan umum siangnya.
Kali ini gurunya seorang wanita.
Dia terlihat masih awal tiga puluhan, rambutnya yang panjang dikuncir tinggi.
Ada plaster luka di wajah, memakai rompi, denga kemeja itu dan sabuk di pinggangnya.
Dia juga memakai sarung tangan kerja.
Seperti baru saja dari ruang kerja.
"Namaku Ivena Lurgen, aku akan mengajar kelas pengetahuan Jaeger kalian."
Guru wanita ini menulis beberapa hal di papan tulis.
Kerangka! Persendian! Armor luar! Mesin! Sumber daya!
Sehabis menulis semua itu.
Dia berbalik, dan melempar kapurnya.
Kemudian dia mengatakan.
"Kerangka Jaeger, persis seperti tulang binatang, atau besi kapal."
"Ini sebagai penyangga bentuk Jaeger, ini adalah struktur dalam utama yang mendorong gerakan Jaeger."
"BIsa dibilang, menentukan pergerakan Jaeger."
"Saat bertempur, Pengendali yang berpengalaman akan hati-hati melindungi kerangka Jaeger."
"Masih lebih baik kalau armor luar rusak bahkan hancur, kita harus berusaha sekuat tenaga demi melindungi kerangka jangan sampai rusak, apalagi hancur."
"Karena kalau armor luarnya rusak, cuma tinggal diperbaiki atau diganti dan prosesnya mudah, dan Jaeger akan tetap utuh."
“Tapi kalau kerangkanya rusak, bukan cuma biaya pemeliharaan yang akan jadi benar-benar besar, bahkan seringkali, sangat susah diperbaiki."
"Jadi, para anak bandel, dengarkan aku."
"Kalau sampai ada dari kalian yang berani merusak rangkanya, awas saja, aku pasti akan membunuh kalian!"
Mata Ivena melotot galak.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved