Bab 6 Penglihatan Prediksi (2)

by Sam Ramsay 17:36,Dec 24,2023

Arjuna sampai lagi di asrama dengan tas tambahan lain.

Dia menukar kreditnya dengan satu sebotol obat pereda 'Enzim Cacar', dan berbagai macam barang seperti kawat baja dan mesin amplas portabel di Divisi Logistik.

Barang yang pertama seharga 2 kredit.

Di sisi lain, berbagai barang terakhir cuma berharga 1 kredit.

Pereda itu mampu menundukkan 'Enzim Cacar', agar tidak memburuk dan kejang.

Tapi dampaknya cum bisa bertahan selama sebulan.

Dengan 2 kredit setiap bulan, itu sudah cukup bagus untuk 'Enzim Cacar', pikir Arjuna.

Kembali ke asrama.

Menutup pintu di belakangnya, Arjuna mulai bekerja.

Dia menggunakan mesin amplas portabel itu, mulai memproses kawat baja, mengasah ujung-ujungnya.

Ini adalah proses yang membosankan, namun selama 3 tahun di Permukaan, Arjuna telah melakukan pekerjaan yang lebih membosankan dibanding ini.

Selama bisa bertahan hidup, Arjuna rela melakukan apa saja.

Waktu berlalu dengan pengulangan pekerjaan.

Tidak tahu apakah ini menyebabkan matanya berhalusinasi.

Arjuna seketika menyadari kalau di sepotong kawat baja yang sedang dipoles, satu set angka muncul: 86.

Dan saat ujung-ujung kawat baja memerah, menipis serta menajam, angka ini terus naik.

90...94...100.

Arjuna buru-buru menghentikan yang dia lakukan.

Dia memalingkan wajahnya.

Saat tatapannya tertuju pada jendela dari lantai ke langit-langit, dia seketika mendapat ukuran lebar 5 meter dan tinggi 2 meter.

Lalu Arjuna melihat perabotan lainnya.

Angka di mata Arjuna muncul semakin banyak.

Selain ukuran panjang serta lebar, ada juga tinggi, kemiringan dan ketebalan.

Entah dari mana datangnya data yang begitu banyak itu, itu menyebabkan matanya terasa panas dan tidak nyaman.

Arjuna buru-buru memejamkan matanya.

Setelah beberapa saat.

Matanya dia buka lagi.

Menyapu sekelilingnya, angka-angka tidak terlihat lagi.

Ini....

Arjuna coba untuk mengaktifkan ‘Mata Cakra’.

Tidak lama, matanya sangat panas seperti sedang terbakar.
Semua yang dia lihat jadi tembus pandang, cuma ada beberapa garis yang terlihat dan beragam data terlihat lagi di sekitar garis-garis itu, menjadi gambaran dari semua hal.

Arjuna kaget sekaligus gembira.

Dia yakin jika 'Mata Cakra' miliknya pasti telah menghasilkan suatu perubahan.

Tapi Arjuna tidak tahu dari mana asal perubahan ini.

Mendadak.

Arjuna ingat dengan pola Taichi barusan.

Dia buru-buru mencari cermin.

Sekali melihat.

Sebuah lingkaran titik-titik cahaya berwarna perak muncul di matanya yang merah.

Anomali seperti ini, baru sekarang munculnya.

Dan ketika dia menatap dirinya sendiri pada cermin.

Arjuna pun melihat napas kehidupannya dengan warna abu-abu.

Tapi tidak seperti biasanya.

Dalam napas kehidupan manusia itu, terlihat warna lain.

Lingkaran merah dan lingkaran kuning terang.

2 ragam cahaya.

Saat Arjuna melihat ke lingkaran cahaya merah terang itu, satu set angkat muncul di dekatnya: 108.

Dan saat Arjuna menatap lingkaran cahaya kuning terang, dia melihat satu set angka lain: 97.

Apa arti angka-angka ini?

Atau lebih tepatnya, dua jenis cahaya, cahaya merah terang dan cahaya kuning terang.

Apa artinya ini?

Arjuna memejamkan matanya, mematikan 'Mata Cakra'.

Saat ini, Arjuna tidak ragu lagi jika, jurus mata sudah tidak sama lagi.

Sambil menahan fungsi yang tadi, dia juga menambahkan tembus penghalang dan penglihatan prediksi.

Khususnya yang terakhir.

Ini mampu mendapatkan angka yang detail dan akurat.

TIdak cuma itu, cahaya abu-abu napas kehidupan saat ini punya dua warna yang berbeda.

Ini pasti artinya penting.

Oke, dia akan mencari saran dari guru sesudah kelas besok.

Namun.......

Giok putih berbentuk berlian pada pola Taichi dan perubahan jurus mata.

Di antara 3 itu, harusnya ada hubungannya.

Dalam hal ini, sepertinya alasan kenapa jurus mata bermutasi berhubungan dengan batu giok putih berbentuk berlian.

Sebenarnya benda apa itu?

Arjuna menggeleng, seperti biasa, mengacuhkan berbagai pertanyaan yang tidak bisa dia pahami.

Dia pasang kawat baja yang sudah dia poles dan asah di sebelah jendela dari lantai ke langit-langit.

Lalu menyiapkan ‘langkah-langkah keamanan’ lain.

Begitulah seterusnya hingga malam.

Saat ini sudah larut malam.

Triman, Juami dan Clerik meninggalkan asrama dengan mengendap-endap.

Mereka berkeliaran.

Saat di dekat asrama Arjuna.

Menatap jendela dari lantai ke langit-langit dari kejauhan, Triman mengeluarkan sebotol anggur.

Meneguknya ke dalam mulut, kemudian dia tuangkan sisanya ke tubuhnya.

Dia langsung diliputi oleh bau alkohol.

"Menurutmu, mungkinkah idemu ini berhasil?” Triman melirk ke arah teman sekamarnya dengan perasaan ragu.

Juami bicara sambil terkekeh, "Kujamin tak akan ada masalah."

"Sesudah kamu masuk dan membunuhnya, Kami akan muncul 'tepat waktu'."

Clerik menganggukkan kepalanya, "Kami akan bilang kalau kamu mabuk, tidak berniat menyakiti siapa pun."

Mendengar ucapan mereka, Triman menganggukkan kepalanya, mengaluarkan sebuah belati.

itu merupakan belati yang dikirimDarren.

Begitu tajam.

Cuma satu goresan di leher.

Tamatlah.

Setelah penjelasan itu, Triman bau penuh alkohol.

Menyentuh dekat jendela dari lantai ke langit-langit.

Sambil menahan emosi, dia bergegas maju.

Menubruk jendela!

Seketika terdengar suara kaca pecah.

Triman telah menabrak bagian dalam.

Namun ketika memasuki ruangan.

Dia mendadak merasa hawa dingin di lehernya.

Seperti disapu oleh sesuatu.

Tak terlalu memikirkan hal itu.

Dia langsung menjatuhkan dirinya ke ranjang di samping jendela.

Lalu Triman mengambil belatinya, mau menikam ke ranjang.

Tapi waktu itu.

Dia melihat ke bawah.

Segera setelah itu.

Dia menatap ke lantai, ke bawah tempat tidur.

Lalu.

Melihat sepasang mata.

Mata berwarna merah.

Arjuna tidak ada di atas tempat tidur, namun di bawahnya!

Kulit kepala Triman langsung mati rasa, ingin menjerit.

Tapi sama sekali tidak menyebabkan suara sedikit pun.

Tatapannya juga seolah membeku, lalu perlahan melemah.

Dan tak terlihat kilauan apa pun.

Di asrama murid, satu persatu lampu menyala.

Langkah kaki bergema di koridor.

Di luar, Juami dan Clerik, buru-buru merangkak ke jendela yang terbuka dari lantai ke langit-langit.

Tidak lupa menjerit.

"Triman, kamu baik-baik saja? Aku udah bilang tahu diri kalau minum, namun kamu tidak nurut, sekarang kamu mabuk kan?"

Mereka injak kaca di seluruh lantai, dengan penerangan lampu jalan yang ada di luar.

Melihat sosok Triman yang di depan mereka.

Lalu, badan gemuk itu jatuh ke tanah dengan keras.

Mendadak, air mancur darah yang deras menyembur keluar, melapisi kipas berwarna merah darah.

Lalu detik berikutnya, Juami dan temannya melihat kepala Triman jatuh di sisi ranjang.

Pandangan mereka langsung tertuju ke dasar ranjang.

Di hadapan mereka berdua.

Terdapat kawat baja tipis melintang di atas.

Terlihat tetesan darah dari kawat itu.

Beberapa saat kemudian.

Suara jeritan melengking terdengar dari kamar Arjuna!

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

34