Chapter 8 Aroma Daging Babi Bakar Yang Sangar Sedap
by 福言乱语
13:43,Dec 22,2023
"Ssst!” Brantis Leon memberi isyarat untuk diam, dengan mengarahkan jari telunjuknya di depan bibir. "Akhir-akhir ini, Tianma jadi lebih berharga daripada dua ekor babi hutan."
“Astaga, babi ini besar sekali!” Ucap Eva Zi sembari mengambil satu ekor babi dengan santai. Dengan susah payah, digendongnya babi itu di atas bahunya layaknya sebuah karung beras.
“Gila! Ini benar-benar gila! Aku tidak pernah membayangkan bisa menangkap babi ini dengan tangan kosong!”
“Aku juga tidak menyangka jika orang bodoh sepertiku bisa mendapat keberuntungan seperti ini.”
“Bahkan, ku dengar penduduk desa ini belum pernah menangkap babi hutan sebesar ini sebelumnya.”
“Jika babi ini dibawa ke kota, kita pasti menjualnya dengan harga tiga hingga empat ribu!”
Sebenarnya, di sepanjang perjalanan ketika mereka menuju rumah, ada banyak sekali warga desa yang menatap mereka iri. Sorot mata mereka sangat tajam, seolah ingin merebut babi hutan tersebut dari kedua tangannya. Namun, Brantis Leon sama sekali tidak memperdulikan itu semua, dengan acuh dia membawa masuk babi hutan itu ke dalam rumahnya.
“Ibu, tolong masak babi ini untuk makan malam nanti, dan berikan porsi lebih untuk adik ketiga.” Ucapnya santai sambil menaruh babi hutan itu di hadapan ibunya. Lantas, ia mengikat babi tersebut dengan tali sembari berkata, "Daging babi hutan ini pasti akan sangat wangi jika dipanggang."
Sang ibu, Melinda Guo, hanya terdiam menatap babi hutan di hadapannya. Sebenarnya, ia ingin menyuruh Brantis Leon untuk menjual saja babi itu, tapi sayangnya kata-kata tersebut terhenti di bibirnya. Melinda Guo merasa bahwa anaknya ini memiliki perasaan yang tulus terhadap adik ketiganya. Hal inilah yang membuat dia merasa kesulitan untuk menolak permintaan Brantis Leon. “Baiklah, aku akan menuruti ucapanmu dan memasak daging ini untuk makan malam nanti.” Ujarnya sembari menatap Brantis Leon dengan tersenyum.
“Oh iya ibu, bolehkah aku meminta tolong untuk menyiapkan dua jajanan ringan dan makan malam lebih awal? Aku ingin pergi ke kota sebentar untuk menjual Tianma.” Ucap Brantis Leon sembari mencuci tangannya. Setelah itu, dengan pelan ia berjalan menuju kamar di mana ayahnya tengah terbaring sakit, pandangannya tertuju pada sang ayah yang saat ini tengah menatapnya.
“Bagaimana keadaan ayah?”
“Jangan khawatir. Ayah baik-baik saja, tadi ayah bahkan bisa menggerakkan kaki ayah.” Ujar Sasranto Leon sambil memegang tangan anaknya. "Aku sudah mendengar kabar tentang permasalahan babi hutan itu."
"Sudahlah, jangan mencoba meyakinkannya lagi ayah. Kakakku ini sangat berbakat, uang sedikit bukanlah masalah besar baginya. Yang terpenting adalah, kita bisa memasaknya menjadi makanan yang enak," kata Eva Zi saat ia memasuki kamar. Dia langsung duduk di kursi sebelah ayahnya, sambil menjelaskan semua yang dia tahu tentang Tianma, “Tadi, kakak mengatakan padaku jika kita bisa menjual Tianma ini dengan harga yang cukup mahal.”
“Brantis Leon, kau ini hebat sekali! Banyak sekali orang di luar sana yang mencoba masuk ke gunung, untuk mencari Tianma liar itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menemukannya.” Dengan ekspresi terkejut Sasranto Leon menatap anaknya tidak percaya, “Ini benar-benar tidak mungkin. Apakah kau punya kemampuan meramal?”
“Ayah, tolong jangan bercanda. Jika aku benar-benar memiliki kemampuan yang luar biasa seperti itu, aku pasti sudah jadi orang kaya, yang memiliki banyak uang.” Sambil memijat tubuh ayahnya, Brantis Leon mengubah topik pembicaraan mereka, "Itu hanya suatu kebetulan. Aku hanya sedang beruntung saat itu.”
"Kau ini orang yang tidak jujur ya kak!" Ucap Eva Zi sinis. "Lihatlah rambutku dan rambut ibu. Sama-sama hitam berkilau, kan? Apa menurutmu itu hanya suatu kebetulan?" Sembari menyentuh rambutnya yang indah, ia melanjutkan ucapannya, "Ini semua berkat ular air kuning tua. Menurut cerita yang kudengar, ular ini membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun untuk mencapai ukuran sebesar ini."
Brantis Leon hanya bisa tertawa ketika mendengar apa yang dikatakan adik perempuannya itu. Tanpa sadar tangannya mengusap rambut hitam legam adiknya sembari berkata mengejek. "Jika suasana hatimu sedang baik, rambut menjadi hitam itu hal yang wajar."
"Ayah, lihatlah! Kakak selalu saja berbicara omong kosong. Bahkan, anak kecil juga tidak percaya akan hal yang ajaib seperti ini." Kesal Eva Zi sambil menghentakkan kedua kaki kecilnya. “Kita ini kan keluarga. Jadi, kita harus berbagi setiap masalah apapun itu. Tidak perlu rahasia-rahasiaan lagi!”
“Sudahlah Eva, jangan ganggu kakakmu. Ayo cepat bantu dia bersiap. Bukankah setelah makan nanti dia ingin pergi ke kota?” Tegur sang ayah pelan.
"Kau ini sudah cukup besar. Kau harus bisa bertanggung jawab dengan urusanmu sendiri." Teriak Melinda Guo keras yang terdengar dari dalam dapur.
“Huh! Dasar pilih kasih!” Eva Zi menggelengkan kepala dan memutar kedua matanya kesal. Hingga pada akhirnya ia pergi meninggalkan tempat dengan amarah yang memuncak, "Lihat saja! Aku pasti akan membongkar semua rahasia yang kau sembunyikan." Hal itu, tanpa sadar membuat Brantis Leon yang terdiam di samping ayahnya terkekeh geli. “Pikiran anak ini benar-benar sempit.”
Sasranto Leon hanya bisa menghela nafas berat ketika melihat tingkah laku kedua anaknya, "Brantis, tolong maafkan adikmu, ya? Dia hanya merasa jika tidak ada satupun yang percaya padanya. Jadi, ayah mohon tolong ikuti keinginannya." Dengan tenang Brantis Leon menjawab, “Ayah tenang saja, aku tahu persis apa yang harus kulakukan.”
Ruangan itu seketika hening, mereka berdua terlihat sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenarnya, ada hal yang ingin Brantis Leon katakan kepada ayahnya, tapi ia sedikit ragu. Akhirnya, setelah keduanya terdiam cukup lama, Brantis Leon memutuskan mengatakan hal yang dia pendam. "Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi mereka, ayah."
Mendengar hal itu, Sasranto Leon meneteskan air matanya sambil menganggukkan kepala tanpa henti. “Anakku, kau benar-benar sudah tumbuh dewasa, dan paham betul apa yang adikmu rasakan. Kau bahkan tetap diam mendengarkan semua yang dikatakan adikmu.” Isak Sasranto Leon pelan. “Mari kita mencobanya, jika nanti ada kesempatan.”
“Aku akan mencari cara untuk membiayai kuliah mereka, dari hasil menjual Tianma ini. Semoga nanti mereka berdua bisa berkuliah di universitas terbaik.” Ucap Brantis Leon lantang dengan penuh keyakinan.
“Ayah, sebenarnya mereka berdua telah terdaftar di universitas terkenal. Tapi biaya di sana cukup besar. Setidaknya membutuhkan jumlah lebih sepuluh ribu per tahun.”
"Tapi, Brantis, pasti itu akan sangat melelahkan bagimu." Ucap Sasranto Leon pelan dengan nada prihatin.
“Ayah, jangan khawatir. Dulu, segalanya memang bergantung pada kemampuan fisik. Tapi sekarang, yang terpenting adalah bakat dan keahlian. Jumlah yang banyak itu tidak akan jadi masalah bagiku.” Brantis Leon menyeringai, "Mari kita rahasiakan hal ini sementara, dan lihat berapa banyak uang yang bisa kita kumpulkan setelah berhasil menjual Tianma itu.”
“Baiklah.” Di dalam lubuk hatinya, Sasranto Leon tentu saja memahami kekhawatiran anaknya itu. Ia berharap anaknya tidak akan mengalami kebahagiaan yang hanya berlangsung sesaat, karena ia tahu hal itu akan berakhir dengan kekecewaan dan membuatnya marah.
Keesokan harinya, setelah dirinya beristirahat semalaman, Brantis Leon merasa jika saat ini kemampuannya telah meningkat. Dia merasa jauh lebih baik, dan lebih bersemangat. Padahal, teknik dan waktu yang ia gunakan hampir sama seperti hari sebelumnya. Tapi, entah mengapa hari ini ia merasa jika teknik yang ia lakukan tidak semelelahkan sebelumnya, dan hasilnya pun jauh lebih baik.
“Apa ayah mau mencoba berjalan?”
Dengan lembut, Brantis Leon segera membantu ayahnya bangun dari tempat tidur. Dengan penuh ketelatenan, ditopangnya tubuh ayahnya itu, dan dituntunnya sang ayah untuk berjalan perlahan. "Ayo ayah, pelan-pelan saja jalannya, jangan terburu-buru."
Sasranto Leon menggerakkan kakinya dengan sangat hati-hati. Dia sangat tidak menyangka jika ternyata dia mampu berjalan. "Kau sangat luar biasa, Brantis." Ucapnya sembari menatap Brantis Leon dengan tersenyum.
“Aku akan membeli set jarum perak, lalu melakukan akupuntur pada tubuh ayah. Setelah itu, ayah bisa beristirahat selama beberapa hari, agar bisa berjalan lagi.”
Perlahan, dibawanya tubuh sang ayah memasuki dapur. Seketika, ia langsung tersenyum tatkala melihat Ibu dan Eva Zi yang saat itu berada di sana. “Lihatlah, siapa yang datang?” Ucapnya penuh semangat.
“Prang!” Suara benturan keras benda jatuh, bergema ke seluruh ruangan. Tubuh Melinda Guo membatu, sedangkan tangannya bergetar kencang sampai ia tidak bisa mengendalikannya. Alhasil, tanpa sengaja ia menjatuhkan pisau dapur yang sedari tadi ia genggam. Mata lembutnya terkunci pada sang suami yang tengah berdiri di depannya. “A-apa aku tidak salah lihat? K-kau sudah bisa berjalan sekarang?” tanya Melinda Guo dengan suara bergetar.
“Ya. Tapi aku masih memerlukan bantuan dari orang lain.” Ucap Sasranto Leon terharu. Tanpa ia sadari, air mata itu mengalir di wajahnya saat dia berbicara, "Anak tertua kita benar-benar telah berkembang, ia menunjukkan kemampuan yang luar biasa padaku."
Lain halnya dengan sang ibu yang diam terpaku menatap Sasranto Leon, Eva Zi yang kala itu berada di sana pun tanpa ragu berlari menghambur ke dalam pelukan ayahnya dan Brantis Leon. “Selamat ayah! Akhirnya tidak lama lagi ayah bisa bebas bergerak semau ayah!” Ucapnya tak kuasa menahan tangis. “Kakak, kau benar-benar hebat!”
“Terima kasih, anakku." Ucapan itu terlontar dari bibir Sasranto Leon dengan penuh rasa syukur.
Tanpa memedulikan pisau yang ada di tangannya, Melinda Guo langsung berlari menyusul mereka bertiga. Dipeluknya suami, anak laki-laki, dan anak perempuannya dengan erat.
“Eva Zi, bisakah kau membelikan minuman nanti? Adik ketiga akan pulang malam ini, jadi malam ini kita akan menikmati makanan dan minuman spesial.”
“Iya, ibu.” Ucap Eva Zi pelan disela pelukan itu.
Dalam pelukan istri dan anak-anaknya, Sasranto Leon menangis tersedu-sedu. “Tak ku sangka, langit juga memiliki kemampuan untuk mengamati segala hal.”
“Bu, jika ada seseorang yang ingin membeli babi hutan, tolong jangan pernah menjualnya, tidak peduli berapa banyak uang yang mereka tawarkan.” Ujar Brantis Leon pelan.
Sejak dia pulang membawa babi hutan itu, ia tahu jika Hanma Zhao terus mengawasinya. Hanma Zhao adalah orang yang penuh nafsu dan sangat serakah, dia tidak akan mudah menyerah jika menginginkan sesuatu yang diinginkannya. Babi yang didapatkannya adalah termasuk hewan yang sangat mahal. Jika babi hutan itu bawa ke kota untuk dijual, sangat mungkin bisa laku terjual dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itulah, Hanma Zhao tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkannya.
“Ibu mengerti.” Meskipun dengan sedikit enggan, Melinda Guo akhirnya melepaskan dirinya dan mengambil pisau sayur yang sebelumnya terjatuh itu, lalu kembali melanjutkan kegiatan masaknya dengan senyuman bahagia.
Keesokan harinya, setelah selesai sarapan. Eva Zi yang saat itu duduk di meja belajarnya merasa sedikit bosan, lalu tanpa pikir panjang ia membuka buku pelajaran lamanya. Tak disangka, hanya dengan membacanya sekali, ia dapat mengingat semua hal yang sebelumnya tidak bisa dipahaminya. Soal-soal yang sebelumnya sulit, sekarang terlihat mudah, bahkan ia merasa jika soal itu seperti soal latihan sekolah menengah. Dengan berbagai upaya yang dilakukannya, Eva Zi akhirnya menyadari bahwa semua masalah yang ada tidak hanya sekedar khayalan atau masalah yang terpisah, melainkan semuanya memiliki keterkaitan.
Penemuan ini membuatnya terkejut, tanpa pikir panjang dia langsung berteriak memberitahu Brantis Leon. "Kak, cepat kemari!"
“Apa yang sedang terjadi?”
Brantis membantu ayahnya duduk dan berjalan keluar dari ruang utama menuju halaman: " kamu ingin mengulang pelajaran?"
“Bukan itu yang aku maksud.”
"Apa kau yang bawa ini sup belut kuning tua lagi?" bisik Eva Zi.
“Benar, sekarang kau kan tambah setahun lebih tua, lagipula suasana hatimu sedang baik, ini ambillah." Brantis Leon mengucapkan beberapa kata singkat sebelum mengambil ramuan Tianma dan pergi dengan terburu-buru. “Aku akan berangkat pergi ke kota sekarang.”
Dengan meminjam skuter listrik dari Salya Miao, dia meninggalkan desanya dan langsung pergi menuju kota. Sesampainya di sana, Brantis Leon tidak langsung mengarahkan dirinya pergi ke pasar ataupun pergi ke apotek sama seperti yang biasa ia lakukan. Melainkan, kali ini ia langsung menuju hotel dan klub.
Sayangnya, ketika ia sampai di sana semua orang yang ada di hotel dan klub tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang barang-barang berkualitas, sehingga semua orang yang berada di sana menganggap Tianma yang dia bawa adalah palsu. Mereka semua tidak percaya, karena mereka belum pernah melihat Tianma yang sebesar ini sebelumnya.
“Tianma ini adalah Tianma yang terbesar yang pernah ada. Aku sangat berharap ada seseorang yang mengenal barang berkualitas ini, dan dapat menjualnya dengan harga yang pantas.”
Dengan mengendarai sepeda listrik, Brantis Leon tanpa pikir panjang melajukan sepedanya menuju Paris Dream, sebuah klub terbesar di kota. Namun, begitu dia sampai di sana, belum sempat ia memasuki klub itu, tiba-tiba tubuhnya dihadang oleh petugas keamanan yang saat itu berada di sana. “Di klub ini, hanya anggota yang diperbolehkan masuk, dan orang-orang yang tidak penting sepertimu tidak diizinkan masuk ke dalam. Cepat pergi dari sini!”
“Bisakah aku bertemu dengan bosmu sebentar saja? Kebetulan aku membawa Tianma yang cukup besar.”
“Jika tidak percaya kau bisa melihatnya sendiri. Ini, beratnya lebih dari tiga ratus gram," ujar Brantis Leon dengan tegas.
Mendengar hal itu, beberapa penjaga keamanan yang ada di sana saling bertatapan satu sama lain. “Kau ini bercanda ya.” Kekeh salah satu penjaga keamanan pelan.
Di tengah situasi itu, seorang wanita cantik tiba-tiba muncul dengan mengenakan setelan jas putih yang memancarkan aroma dan tampilan yang memikat. Wanita itu berjalan pelan, tak lupa tatapan dinginnya yang mengarah menuju Brantis Leon. “Jika apa yang kau katakan itu benar, aku akan mengambil semuanya, tidak masalah berapa banyak Tianma yang kau miliki.”
“Astaga, babi ini besar sekali!” Ucap Eva Zi sembari mengambil satu ekor babi dengan santai. Dengan susah payah, digendongnya babi itu di atas bahunya layaknya sebuah karung beras.
“Gila! Ini benar-benar gila! Aku tidak pernah membayangkan bisa menangkap babi ini dengan tangan kosong!”
“Aku juga tidak menyangka jika orang bodoh sepertiku bisa mendapat keberuntungan seperti ini.”
“Bahkan, ku dengar penduduk desa ini belum pernah menangkap babi hutan sebesar ini sebelumnya.”
“Jika babi ini dibawa ke kota, kita pasti menjualnya dengan harga tiga hingga empat ribu!”
Sebenarnya, di sepanjang perjalanan ketika mereka menuju rumah, ada banyak sekali warga desa yang menatap mereka iri. Sorot mata mereka sangat tajam, seolah ingin merebut babi hutan tersebut dari kedua tangannya. Namun, Brantis Leon sama sekali tidak memperdulikan itu semua, dengan acuh dia membawa masuk babi hutan itu ke dalam rumahnya.
“Ibu, tolong masak babi ini untuk makan malam nanti, dan berikan porsi lebih untuk adik ketiga.” Ucapnya santai sambil menaruh babi hutan itu di hadapan ibunya. Lantas, ia mengikat babi tersebut dengan tali sembari berkata, "Daging babi hutan ini pasti akan sangat wangi jika dipanggang."
Sang ibu, Melinda Guo, hanya terdiam menatap babi hutan di hadapannya. Sebenarnya, ia ingin menyuruh Brantis Leon untuk menjual saja babi itu, tapi sayangnya kata-kata tersebut terhenti di bibirnya. Melinda Guo merasa bahwa anaknya ini memiliki perasaan yang tulus terhadap adik ketiganya. Hal inilah yang membuat dia merasa kesulitan untuk menolak permintaan Brantis Leon. “Baiklah, aku akan menuruti ucapanmu dan memasak daging ini untuk makan malam nanti.” Ujarnya sembari menatap Brantis Leon dengan tersenyum.
“Oh iya ibu, bolehkah aku meminta tolong untuk menyiapkan dua jajanan ringan dan makan malam lebih awal? Aku ingin pergi ke kota sebentar untuk menjual Tianma.” Ucap Brantis Leon sembari mencuci tangannya. Setelah itu, dengan pelan ia berjalan menuju kamar di mana ayahnya tengah terbaring sakit, pandangannya tertuju pada sang ayah yang saat ini tengah menatapnya.
“Bagaimana keadaan ayah?”
“Jangan khawatir. Ayah baik-baik saja, tadi ayah bahkan bisa menggerakkan kaki ayah.” Ujar Sasranto Leon sambil memegang tangan anaknya. "Aku sudah mendengar kabar tentang permasalahan babi hutan itu."
"Sudahlah, jangan mencoba meyakinkannya lagi ayah. Kakakku ini sangat berbakat, uang sedikit bukanlah masalah besar baginya. Yang terpenting adalah, kita bisa memasaknya menjadi makanan yang enak," kata Eva Zi saat ia memasuki kamar. Dia langsung duduk di kursi sebelah ayahnya, sambil menjelaskan semua yang dia tahu tentang Tianma, “Tadi, kakak mengatakan padaku jika kita bisa menjual Tianma ini dengan harga yang cukup mahal.”
“Brantis Leon, kau ini hebat sekali! Banyak sekali orang di luar sana yang mencoba masuk ke gunung, untuk mencari Tianma liar itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menemukannya.” Dengan ekspresi terkejut Sasranto Leon menatap anaknya tidak percaya, “Ini benar-benar tidak mungkin. Apakah kau punya kemampuan meramal?”
“Ayah, tolong jangan bercanda. Jika aku benar-benar memiliki kemampuan yang luar biasa seperti itu, aku pasti sudah jadi orang kaya, yang memiliki banyak uang.” Sambil memijat tubuh ayahnya, Brantis Leon mengubah topik pembicaraan mereka, "Itu hanya suatu kebetulan. Aku hanya sedang beruntung saat itu.”
"Kau ini orang yang tidak jujur ya kak!" Ucap Eva Zi sinis. "Lihatlah rambutku dan rambut ibu. Sama-sama hitam berkilau, kan? Apa menurutmu itu hanya suatu kebetulan?" Sembari menyentuh rambutnya yang indah, ia melanjutkan ucapannya, "Ini semua berkat ular air kuning tua. Menurut cerita yang kudengar, ular ini membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun untuk mencapai ukuran sebesar ini."
Brantis Leon hanya bisa tertawa ketika mendengar apa yang dikatakan adik perempuannya itu. Tanpa sadar tangannya mengusap rambut hitam legam adiknya sembari berkata mengejek. "Jika suasana hatimu sedang baik, rambut menjadi hitam itu hal yang wajar."
"Ayah, lihatlah! Kakak selalu saja berbicara omong kosong. Bahkan, anak kecil juga tidak percaya akan hal yang ajaib seperti ini." Kesal Eva Zi sambil menghentakkan kedua kaki kecilnya. “Kita ini kan keluarga. Jadi, kita harus berbagi setiap masalah apapun itu. Tidak perlu rahasia-rahasiaan lagi!”
“Sudahlah Eva, jangan ganggu kakakmu. Ayo cepat bantu dia bersiap. Bukankah setelah makan nanti dia ingin pergi ke kota?” Tegur sang ayah pelan.
"Kau ini sudah cukup besar. Kau harus bisa bertanggung jawab dengan urusanmu sendiri." Teriak Melinda Guo keras yang terdengar dari dalam dapur.
“Huh! Dasar pilih kasih!” Eva Zi menggelengkan kepala dan memutar kedua matanya kesal. Hingga pada akhirnya ia pergi meninggalkan tempat dengan amarah yang memuncak, "Lihat saja! Aku pasti akan membongkar semua rahasia yang kau sembunyikan." Hal itu, tanpa sadar membuat Brantis Leon yang terdiam di samping ayahnya terkekeh geli. “Pikiran anak ini benar-benar sempit.”
Sasranto Leon hanya bisa menghela nafas berat ketika melihat tingkah laku kedua anaknya, "Brantis, tolong maafkan adikmu, ya? Dia hanya merasa jika tidak ada satupun yang percaya padanya. Jadi, ayah mohon tolong ikuti keinginannya." Dengan tenang Brantis Leon menjawab, “Ayah tenang saja, aku tahu persis apa yang harus kulakukan.”
Ruangan itu seketika hening, mereka berdua terlihat sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenarnya, ada hal yang ingin Brantis Leon katakan kepada ayahnya, tapi ia sedikit ragu. Akhirnya, setelah keduanya terdiam cukup lama, Brantis Leon memutuskan mengatakan hal yang dia pendam. "Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi mereka, ayah."
Mendengar hal itu, Sasranto Leon meneteskan air matanya sambil menganggukkan kepala tanpa henti. “Anakku, kau benar-benar sudah tumbuh dewasa, dan paham betul apa yang adikmu rasakan. Kau bahkan tetap diam mendengarkan semua yang dikatakan adikmu.” Isak Sasranto Leon pelan. “Mari kita mencobanya, jika nanti ada kesempatan.”
“Aku akan mencari cara untuk membiayai kuliah mereka, dari hasil menjual Tianma ini. Semoga nanti mereka berdua bisa berkuliah di universitas terbaik.” Ucap Brantis Leon lantang dengan penuh keyakinan.
“Ayah, sebenarnya mereka berdua telah terdaftar di universitas terkenal. Tapi biaya di sana cukup besar. Setidaknya membutuhkan jumlah lebih sepuluh ribu per tahun.”
"Tapi, Brantis, pasti itu akan sangat melelahkan bagimu." Ucap Sasranto Leon pelan dengan nada prihatin.
“Ayah, jangan khawatir. Dulu, segalanya memang bergantung pada kemampuan fisik. Tapi sekarang, yang terpenting adalah bakat dan keahlian. Jumlah yang banyak itu tidak akan jadi masalah bagiku.” Brantis Leon menyeringai, "Mari kita rahasiakan hal ini sementara, dan lihat berapa banyak uang yang bisa kita kumpulkan setelah berhasil menjual Tianma itu.”
“Baiklah.” Di dalam lubuk hatinya, Sasranto Leon tentu saja memahami kekhawatiran anaknya itu. Ia berharap anaknya tidak akan mengalami kebahagiaan yang hanya berlangsung sesaat, karena ia tahu hal itu akan berakhir dengan kekecewaan dan membuatnya marah.
Keesokan harinya, setelah dirinya beristirahat semalaman, Brantis Leon merasa jika saat ini kemampuannya telah meningkat. Dia merasa jauh lebih baik, dan lebih bersemangat. Padahal, teknik dan waktu yang ia gunakan hampir sama seperti hari sebelumnya. Tapi, entah mengapa hari ini ia merasa jika teknik yang ia lakukan tidak semelelahkan sebelumnya, dan hasilnya pun jauh lebih baik.
“Apa ayah mau mencoba berjalan?”
Dengan lembut, Brantis Leon segera membantu ayahnya bangun dari tempat tidur. Dengan penuh ketelatenan, ditopangnya tubuh ayahnya itu, dan dituntunnya sang ayah untuk berjalan perlahan. "Ayo ayah, pelan-pelan saja jalannya, jangan terburu-buru."
Sasranto Leon menggerakkan kakinya dengan sangat hati-hati. Dia sangat tidak menyangka jika ternyata dia mampu berjalan. "Kau sangat luar biasa, Brantis." Ucapnya sembari menatap Brantis Leon dengan tersenyum.
“Aku akan membeli set jarum perak, lalu melakukan akupuntur pada tubuh ayah. Setelah itu, ayah bisa beristirahat selama beberapa hari, agar bisa berjalan lagi.”
Perlahan, dibawanya tubuh sang ayah memasuki dapur. Seketika, ia langsung tersenyum tatkala melihat Ibu dan Eva Zi yang saat itu berada di sana. “Lihatlah, siapa yang datang?” Ucapnya penuh semangat.
“Prang!” Suara benturan keras benda jatuh, bergema ke seluruh ruangan. Tubuh Melinda Guo membatu, sedangkan tangannya bergetar kencang sampai ia tidak bisa mengendalikannya. Alhasil, tanpa sengaja ia menjatuhkan pisau dapur yang sedari tadi ia genggam. Mata lembutnya terkunci pada sang suami yang tengah berdiri di depannya. “A-apa aku tidak salah lihat? K-kau sudah bisa berjalan sekarang?” tanya Melinda Guo dengan suara bergetar.
“Ya. Tapi aku masih memerlukan bantuan dari orang lain.” Ucap Sasranto Leon terharu. Tanpa ia sadari, air mata itu mengalir di wajahnya saat dia berbicara, "Anak tertua kita benar-benar telah berkembang, ia menunjukkan kemampuan yang luar biasa padaku."
Lain halnya dengan sang ibu yang diam terpaku menatap Sasranto Leon, Eva Zi yang kala itu berada di sana pun tanpa ragu berlari menghambur ke dalam pelukan ayahnya dan Brantis Leon. “Selamat ayah! Akhirnya tidak lama lagi ayah bisa bebas bergerak semau ayah!” Ucapnya tak kuasa menahan tangis. “Kakak, kau benar-benar hebat!”
“Terima kasih, anakku." Ucapan itu terlontar dari bibir Sasranto Leon dengan penuh rasa syukur.
Tanpa memedulikan pisau yang ada di tangannya, Melinda Guo langsung berlari menyusul mereka bertiga. Dipeluknya suami, anak laki-laki, dan anak perempuannya dengan erat.
“Eva Zi, bisakah kau membelikan minuman nanti? Adik ketiga akan pulang malam ini, jadi malam ini kita akan menikmati makanan dan minuman spesial.”
“Iya, ibu.” Ucap Eva Zi pelan disela pelukan itu.
Dalam pelukan istri dan anak-anaknya, Sasranto Leon menangis tersedu-sedu. “Tak ku sangka, langit juga memiliki kemampuan untuk mengamati segala hal.”
“Bu, jika ada seseorang yang ingin membeli babi hutan, tolong jangan pernah menjualnya, tidak peduli berapa banyak uang yang mereka tawarkan.” Ujar Brantis Leon pelan.
Sejak dia pulang membawa babi hutan itu, ia tahu jika Hanma Zhao terus mengawasinya. Hanma Zhao adalah orang yang penuh nafsu dan sangat serakah, dia tidak akan mudah menyerah jika menginginkan sesuatu yang diinginkannya. Babi yang didapatkannya adalah termasuk hewan yang sangat mahal. Jika babi hutan itu bawa ke kota untuk dijual, sangat mungkin bisa laku terjual dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itulah, Hanma Zhao tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkannya.
“Ibu mengerti.” Meskipun dengan sedikit enggan, Melinda Guo akhirnya melepaskan dirinya dan mengambil pisau sayur yang sebelumnya terjatuh itu, lalu kembali melanjutkan kegiatan masaknya dengan senyuman bahagia.
Keesokan harinya, setelah selesai sarapan. Eva Zi yang saat itu duduk di meja belajarnya merasa sedikit bosan, lalu tanpa pikir panjang ia membuka buku pelajaran lamanya. Tak disangka, hanya dengan membacanya sekali, ia dapat mengingat semua hal yang sebelumnya tidak bisa dipahaminya. Soal-soal yang sebelumnya sulit, sekarang terlihat mudah, bahkan ia merasa jika soal itu seperti soal latihan sekolah menengah. Dengan berbagai upaya yang dilakukannya, Eva Zi akhirnya menyadari bahwa semua masalah yang ada tidak hanya sekedar khayalan atau masalah yang terpisah, melainkan semuanya memiliki keterkaitan.
Penemuan ini membuatnya terkejut, tanpa pikir panjang dia langsung berteriak memberitahu Brantis Leon. "Kak, cepat kemari!"
“Apa yang sedang terjadi?”
Brantis membantu ayahnya duduk dan berjalan keluar dari ruang utama menuju halaman: " kamu ingin mengulang pelajaran?"
“Bukan itu yang aku maksud.”
"Apa kau yang bawa ini sup belut kuning tua lagi?" bisik Eva Zi.
“Benar, sekarang kau kan tambah setahun lebih tua, lagipula suasana hatimu sedang baik, ini ambillah." Brantis Leon mengucapkan beberapa kata singkat sebelum mengambil ramuan Tianma dan pergi dengan terburu-buru. “Aku akan berangkat pergi ke kota sekarang.”
Dengan meminjam skuter listrik dari Salya Miao, dia meninggalkan desanya dan langsung pergi menuju kota. Sesampainya di sana, Brantis Leon tidak langsung mengarahkan dirinya pergi ke pasar ataupun pergi ke apotek sama seperti yang biasa ia lakukan. Melainkan, kali ini ia langsung menuju hotel dan klub.
Sayangnya, ketika ia sampai di sana semua orang yang ada di hotel dan klub tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang barang-barang berkualitas, sehingga semua orang yang berada di sana menganggap Tianma yang dia bawa adalah palsu. Mereka semua tidak percaya, karena mereka belum pernah melihat Tianma yang sebesar ini sebelumnya.
“Tianma ini adalah Tianma yang terbesar yang pernah ada. Aku sangat berharap ada seseorang yang mengenal barang berkualitas ini, dan dapat menjualnya dengan harga yang pantas.”
Dengan mengendarai sepeda listrik, Brantis Leon tanpa pikir panjang melajukan sepedanya menuju Paris Dream, sebuah klub terbesar di kota. Namun, begitu dia sampai di sana, belum sempat ia memasuki klub itu, tiba-tiba tubuhnya dihadang oleh petugas keamanan yang saat itu berada di sana. “Di klub ini, hanya anggota yang diperbolehkan masuk, dan orang-orang yang tidak penting sepertimu tidak diizinkan masuk ke dalam. Cepat pergi dari sini!”
“Bisakah aku bertemu dengan bosmu sebentar saja? Kebetulan aku membawa Tianma yang cukup besar.”
“Jika tidak percaya kau bisa melihatnya sendiri. Ini, beratnya lebih dari tiga ratus gram," ujar Brantis Leon dengan tegas.
Mendengar hal itu, beberapa penjaga keamanan yang ada di sana saling bertatapan satu sama lain. “Kau ini bercanda ya.” Kekeh salah satu penjaga keamanan pelan.
Di tengah situasi itu, seorang wanita cantik tiba-tiba muncul dengan mengenakan setelan jas putih yang memancarkan aroma dan tampilan yang memikat. Wanita itu berjalan pelan, tak lupa tatapan dinginnya yang mengarah menuju Brantis Leon. “Jika apa yang kau katakan itu benar, aku akan mengambil semuanya, tidak masalah berapa banyak Tianma yang kau miliki.”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved