chapter 9 Gadis yang Malang

by Tanary 17:27,Nov 04,2023
Simon tidak menunjukkan ekspresi apa pun, lalu dia bertanya dengan nada datar, "Kenapa kamu mau menghabisiku?"

"Kenapa?"

Yanuar juga menjawab dengan nada dingin, "Kamu tidak sadar dengan perbuatanmu sendiri?"

"Aku memang tidak bisa menyentuhmu saat kamu berada di penjara, aku harus menunggu sampai kamu bebas."

"Salahnya, aku tidak memperhitungkan pria bodoh itu tidak menabrakmu sampai mati malah membiarkamu hidup sampai hari ini."

"Sebenarnya aku sudah berencana akan membereskanmu nanti, tapi karena kamu yang datang sendiri, baiklah. Kuhabisi kamu hari ini juga."

Segera setelah dia menyelesaikan kalimatnya, pengawal berbadan kekar yang tadi membukakan pintu beserta sepuluh orang temannya langsung mengepung Simon.

"Enyahkan dia!"

Terdengar perintah Yanuar Zhou.

Sepuluh orang ini secara serempak mengeroyok Simon.

Seketika itu juga amarah Simon langsung berkobar.

Sejak kecil dia belum pernah melakukan hal-hal yang merugikan orang lain, apalagi melukai orang lain.

Sekarang semua orang memusuhinya.

Apa mereka memang berniat membuatnya menderita atau dia korban karena kelalaian orang lain.

Kalaupun dia yang salah, apa mereka tidak bisa mengajaknya bicara duduk persoalan dan mencari jalan keluar bersama?

Yang membuatnya tidak habis pikir, mereka yang tidak puas dengan dirinya, mengutus orang untuk mencelakainya dan nyaris membunuh Rahel. Inilah yang mengundangnya untuk balas dendam.

Saat dia akan melakukan serangan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang berlari panik.

"Tolong, jangan sentuh aku, jangan sentuh aku ..."

Seorang gadis berlari turun dari lantai dua sambil berteriak.

Dia sangat cantik, tetapi sekujur badannya penuh luka, wajahnya pucat dan kuyu dan sepertinya dia mengalami gangguan mental.

"Nona, Nona ..."

Seorang pelayan mengejarnya dari belakang.

Semua orang yang tadi sudah bersiap untuk saling serang, serempak diam.

Yanuar juga buru-buru berlari ke arah gadis muda itu dan memeluknya, "Quenni, tenanglah, ayah di sini, tidak apa-apa, tidak ada yang bisa menyakitimu ..."

Aura wajah Yanuar penuh kasih sayang, sangat bertolak belakang dengan sebelumnya saat berhadapan dengan Simon.

Sebenarnya dalam tatapannya itu lebih terlihat dirinya banyak menyimpan luka dan kepedihan.

Dalam pelukan penuh sayang dari Yanuar, tangis gadis itu perlahan mulai reda, tetapi tatapan matanya tetap kosong.

Yanuar menatap tajam ke arah Simon, lalu katanya, "Kamu yang sudah melukai putriku sampai jadi begini, apa salah kalau aku membunuhmu?"

Simon masih belum paham.

Yanuar kembali melanjutkan, "Tiga tahun lalu, kamu mencoba memperkosa putriku. Kejadian itu sudah meninggalkan trauma yang sangat mendalam baginya."

"Sejak saat itu, putriku mengalami ganguan jiwa, hidupnya sangat menyedihkan."

"Putriku sudah tidak punya ibu sejak masih kecil, dia hanya bergantung padaku. Sebagai seorang ayah, aku sangat sedih!"

"Buatku tidak cukup kalau kamu hanya dipenjara selama tiga tahun, itu tidak sebanding dengan penderitaan yang kamu torehkan pada kami. Bahkan, mengambil nyawamu saja tidak cukup untuk menebusnya!"

Simon tercengang mendengarnya.

Ternyata ini gadis yang diperkosa Glen tiga tahun lalu.

Sesudah kejadian itu, banyak kepedihan yang gadis cantik ini alami.

Wajar kalau Yanuar ingin membalaskan dendam putrinya.

Akhirnya Simon mulai paham akan duduk perkaranya.

Karena mengalami gangguan mental, gadis ini pasti tidak mampu mengingat wajah orang yang mencoba mencelakainya.

Tiba-tiba, bola mata gadis itu berputar dan dia jatuh pingsan.

"Quenni, Quenni!"

Yanuar pun panik, "Cepat panggil Pak Tanu, cepat!"

Quenni langsung dibawa ke kamar tidurnya dan Yanuar berjaga disampingnya, dia tidak meninggalkan putrinya barang sedetik pun.

Simon masih di ruang tamu dan diawasi oleh para pengawal.

Setengah jam kemudian.

Seorang pria paruh baya berjubah putih bergegas ke kamar Quenni sambil membawa kotak medis.

"Pak Tanu, akhirnya kamu datang juga. Tolong selamatkan putriku!"

Yanuar berujar dengan cemas, matanya memerah.

Meski dia sangat terkenal di Kota Tua sebagai pria hebat, dia juga punya kelemahan.

Putrinya adalah satu-satunya kelemahannya.

Tanu Lin sepertinya mengerti kondisi pasien sedang kritis, dia langsung mengeluarkan jarum perak dari kotak medis yang dibawanya dan mulai memeriksa Quenni.

Dengan cermat dia menusukkan jarum pada titik yang tepat.

Yanuar memperhatikan dari dekat, dalam tiap tarikan napasnya dia terus berharap anaknya bisa diselamatkan di tangan Tanu yang keahliannya sangat terkenal Kota Tua.

Dia pasti bisa menyelamatkan putrinya.

Dua puluh menit berlalu, tetapi Quenni masih belum sadar.

Tanu mencabut jarumnya dan menghela napas, "Pak Yanuar, mohon maaf ternyata aku tidak sanggup memenuhi permintaanmu. Sakit Nona Quenni terlalu parah, bahkan dewa saja tidak akan sanggup menyembuhkannya."

"Dia hanya punya waktu paling lama tiga hari lagi, gunakan waktu ini sebaik-baiknya untuk menemaninya."

"Tidak, tidak ..."

Yanuar tidak sanggup menerima kenyataan, dengan lunglai dia berlutut memohon, "Pak Tanu, tolong selamatkan putriku, dia satu-satunya keluarga yang kumiliki. Aku akan memberikan apa pun yang kamu minta, ambil saja semua hartaku, bahkan nyawaku juga. Apa pun itu asal dia bisa selamat!"

"Hahh ..."

Tanu melanjutkan, "Pak Yanuar, Nona Quenni sudah koma berkali-kali dalam tiga tahun terakhir. Dia bisa sadar karena kondisinya masih berada dalam batas kemampuanku."

"Setiap kali sadar dari koma, kesehatannya terus merosot. Sekarang kemampuanku tidak cukup hebat untuk mengobatinya, kalau aku saja tidak mampu, sepertinya tidak ada orang di seluruh Nusantara ini yang bisa menolongnya, maaf."

"Tidak mungkin! Ini mustahil, putriku akan mati? Dia masih sangat belia dan dia anak yang manis. Kenapa dunia begitu kejam!"

Sorot mata Yanuar meredup, hatinya hancur, semangat juangnya sirna. Sontak, dia terlihat dua puluh tahun lebih tua.

Tiba-tiba, terdengar suara dari pintu, "Siapa bilang tidak ada harapan? Aku bisa menyembuhkannya."

Yanuar seakan mendapatkan kembali jiwanya yang melayang saat mendengar perkataan ini. Dia menoleh ke pintu dan melihat ada seorang pemuda masuk.

Pemuda itu adalah Simon.

Yanuar tertegun beberapa saat.

"Apa-apaan ini? Siapa yang menyuruhmu naik dan membuat keadaan makin rumit di sini? Sana ke bawah!"

"Pak Yanuar, maafkan aku karena sudah lengah jadi dia bisa kabur ke sini."

Seorang pengawal dari belakang berusaha mengejarnya, hendak menarik Simon kembali ke bawah.

"Tunggu!"

Yanuar berdiri dan menghampiri Simon, "Katamu kamu bisa menyelamatkan putriku? Kamu tidak sedang main-main denganku, 'kan?"

Awalnya, Yanuar sama sekali tidak percaya.

Namun, dia tidak punya pilihan. Meski kemungkinan di depan mata hanya sekecil lubang jarum, dia tetap ingin mencobanya.

"Kalau kubilang bisa, ya bisa."

Simon berkata sambil melirik Quenni, dia ingin menganalisa kondisi gadis itu.

Guru Kedua sudah banyak sekali menurunkan ilmu padanya yang bisa digunakan untuk menyembuhkan segala macam penyakit mulai dari tipus dan pilek, hingga banyak penyakit langka yang saat ini belum ditemukan obatnya.

Simon juga diajari beberapa teknik akupunktur kuno dan langka yang sangat hebat.

Ini adalah modal yang membuatnya percaya diri.

Sedangkan alasan kenapa Simon mau menyembuhkan Quenni adalah karena dia terharu dengan kasih sayang Yanuar sebagai ayah pada putrinya.

Apalagi, masalah ini berhubungan dengannya.

"Omong kosong!"

Saat Simon menyanggupi, terdengar seseorang membentaknya, "Aku belum pernah melihatmu terlibat di lingkup medis Kota Tua. Mana mungkin kamu bisa mengobati penyakit yang aku saja tidak mampu menyembuhkan?"

Orang yang berbicara adalah Tanu Lin.

"Kalau kamu tidak bisa, bukan berarti orang lain juga pasti tidak bisa!"

Simon menimpali dengan tenang.

Kata-katanya yang kurang sopan ini membuat Tanu Lin sangat marah, "Aku sudah berkecimpung di dunia medis dengan teknik ini selama tiga puluh tahun dan telah menyembuhkan ribuan pasien. Aku yang sudah menyembuhkan penyakit kaki kronis Pak Dani di Kota Laskar, aku juga yang menyembuhkan penyakit jantung Pak Mario di Kota Wiska."

"Sekarang, aku mau tanya siapa saja yang sudah kamu obati? Pencapaian apa yang sudah kamu buat sampai berani menyombongkan diri di depanku?"

Simon menjawab dengan jujur, "Tidak ada."

Tanu tampak lega dan menghinanya, "Cih. Kamu saja belum menyembuhkan siapa pun. Pak Yanuar, apa kamu bisa mempercayai orang sepertinya mengobati Nona Quenni?"

"Nona Quenni paling lama hanya bisa bertahan selama tiga hari, kalau dia sampai memperburuk kondisinya, bisa-bisa Nona Quenni langsung meninggal hari ini."

Yanuar kembali gamang dan terdiam.

Beberapa saat kemudian, dia menatap Simon dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Katakan, apa kamu benar-benar bisa menyembuhkan putriku? Aku mau kamu berjanji padaku!"

"Setidaknya kalau aku tidak bisa menyembuhkannya, aku akan berusaha membuatnya tetap hidup."

Simon menjawab dengan mantap.

Yanuar mengangguk dan berkata, "Baiklah!"

Dia melihat kesungguhan yang tulus dari jawaban Simon.

Dia akan mempertaruhkan tiga hari hidup putrinya untuk kemungkinan yang amat kecil ini.

"Tidak boleh!"

Tanu langsung melangkah ke depan kasur Quenni dan menghalangi, "Sebagai seorang dokter, aku berusaha menolong nyawa semua orang, aku tidak ingin melihat ada pasien yang mati karena ulah dokter palsu."

Tanu terlihat serius dan keberatan.

Simon mengernyit.

Reaksi Tanu Lin agak berlebihan.

Dia 'kan sudah tidak mampu menyembuhkan, kenapa orang lain tidak boleh mencoba dengan cara berbeda?

Ayahnya saja sudah mengijinkan, kenapa dia berusaha keras menghalangi?

Simon pun mengamati Quenni dengan seksama dan tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Minggir!"

Dia mendorong Tanu menjauh dan berkata, "Pak Yanuar, jangan biarkan dia mengganggu konsentrasiku."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

250