chapter 4 Aku, Simon, Datang Menagih Utang

by Tanary 17:27,Nov 04,2023
"Plak!"

Dion melayangkan tamparan ke wajah Monika tanpa ragu. "Dasar perempuan jalang!"

Dia sangat marah. Padahal awalnya dia ingin mempermalukan Rahel dan Simon, alhasil malah dia sendiri yang kehilangan muka.

Dion yang mati kutu pun langsung berlalu dari tempat itu.

Dia merasa harga dirinya sudah terkoyak hingga tidak sanggup lagi tetap tinggal di sana.

"Kak Dion, dengar dulu penjelasanku!"

Monika berlari mengejarnya.

Sebelum pergi, Monika menatap Simon dengan penuh kebencian seolah ingin menguliti pria itu.

"Simon, Rahel, tunggu saja pembalasanku! Aku akan membuat perhitungan dengan kalian!"

Rahel terhibur melihat keduanya pergi membawa malu.

Ini pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir dia bisa melampiaskan perasaan yang mengganjal hatinya.

Yang tidak dia sangka, orang yang membuka kesempatan itu adalah Simon.

Kejadian ini membuatnya merasa bahwa suaminya adalah seorang pahlawan.

Kemudian, dia bertanya dengan penasaran, "Simon, bagaimana kamu tahu Monika selingkuh?"

"Di penjara, aku belajar banyak ilmu baru, salah satunya adalah menerawang kehidupan," jawab Simon sambil tersenyum.

Kata "penjara" membuat Rahel teringat akan hal buruk sehingga dia langsung mengambil jarak.

Dia tidak ingin melanjutkan pembicaran jadi dia langsung pergi melihat-lihat pakaian untuk Simon.

Setelah mendapatkan dua stel kemeja dan celana panjang yang kiranya cocok, dia mengajak Simon pulang.

"Rahel, aku masih ada urusan, kamu pulang duluan saja," sahut Simon begitu keluar dari toko.

Dia ingin menemui Glen untuk menagih janjinya.

Kalau Glen menepati janjinya, tidak mungkin kehidupan Rahel akan menyedihkan seperti sekarang.

"Apa kamu ingat jalan pulang?" tanya Rahel.

"Tentu saja."

Simon menjawab sambil tersenyum.

Rahel tidak menanggapi dan pergi meninggalkannya.



Setengah jam kemudian.

Simon sampai di depan pintu sebuah perusahaan.

Ini adalah kantor perusahaan milik Glen, Grup Song.

Simon masuk dan menemui resepsionis. "Aku mau bertemu dengan Glen."

Resepsionis itu adalah seorang gadis yang masih muda, mungkin usianya sekitar 20 tahunan. Wajahnya terbilang cantik dan penampilannya cukup seksi. Gadis ini mengenakan rok ketat selutut yang memperlihatkan kakinya yang mulus, dia juga memakai riasan tipis di wajahnya.

Senyum resepsionis itu terlihat kurang bersahabat.

Siapa tamu yang tidak sopan ini? Berani sekali memanggil Pak Glen hanya dengan nama panggilan?

Resepsionis pun mendongak, menatap Simon dan terkesiap,"Simon, kamu!"

Ternyata Simon juga mengenal wanita ini.

Dia adalah teman sekelas Rahel, Nadia Zhang.

Rahel sering bermain dengan Nadia, otomatis Simon juga pernah beberapa kali bertemu dengannya. Dari dulu, Nadia sudah merendahkan dan sering menghina Simon.

"Hei Simon, harusnya kamu berkaca! Siapa kamu? Lancang sekali kamu memanggil Pak Glen hanya dengan nama panggilan? Beliau itu seorang direktur, sedangkan kamu bukan siapa-siapa," ujar Nadia dengan nada tinggi.

Simon enggan meladeni, dia langsung mengatakan tujuan kedatangannya, "Katakan padanya, Simon datang untuk menagih utang."

Utang?

Putra sulung Keluarga Song adalah sosok yang bermartabat, mana mungkin punya utang?

Sangat tidak masuk akal.

Jadi, Nadia menjawab dengan sinis, "Bercanda, Pak Glen itu orang yang bermartabat, mana mungkin dia sudi berutang dengan pria yang hanya bisa menumpang hidup sepertimu? Seingatku tiga tahun lalu kamu dipenjara karena kasus pemerkosaan, 'kan? Jadi sekarang kamu baru bebas ya? Apa otakmu jadi tidak waras karena tinggal di penjara? Cepat enyah dari hadapanku, jangan sampai kupanggil satpam untuk menyeretmu keluar." Nadia mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

"Plak!"

Tanpa basa-basi, Simon kembali melayangkan sebuah tamparan keras di wajah wanita itu dan berkata dengan tegas, "Suruh Glen keluar. Aku tidak akan mengulang dua kali."

"Beraninya kamu menamparku!"

Nadia menutupi wajahnya, perasaan kaget, marah, malu bercampur aduk di hatinya. Dia pun berteriak, "Dasar tukang cari masalah! Tolong, ada seseorang membuat keributan di sini!"

Beberapa satpam yang mendengar teriakannya pun bergegas datang.

"Barusan pria ini menamparku, hajar dia!"

Perintah Nadia pada satpam.

"Wah, nekat sekali kamu membuat keributan di Grup Song. Nyalimu besar juga. Hari ini aku akan memberimu pelajaran!"

Setelah kepala satpam memberi izin bertindak, anak buahnya pun berani maju.

Simon mulai bergerak.

Hanya dengan sebuah tinju, seorang satpam dipukulnya sampai terbang melayang keluar pintu.

Kemudian Simon melayangkan tendangan, dua orang satpam lainnya pun ikut terpental.

Simon menyapu barisan satpam secepat kilat, semua orang yang masih bertahan akhirnya jatuh.

Di lobi hanya terdengar rintih kesakitan.

"Katakan, sekarang bagaimana caranya kamu mencelakai aku?" tanya Simon sambil menatap tajam Nadia.

Bagaimana pecundang ini bisa begitu tangguh?

Nadia sangat terkejut dengan kemampuan bela diri Simon.

Nadia pun buru-buru mengangkat gagang telepon. "Simon, jangan sombong dulu, kupastikan hari ini kamu tidak akan meninggalkan tempat ini!"

Ketika panggilan terhubung, dia berteriak pada orang di seberang telepon, "Pak Lukas, ada seseorang datang membuat keributan di lobi dan sudah melukai banyak satpam, cepat kirim bala bantuan!"

Simon tidak menghentikan Nadia, dia hanya mengamati dan memperhitungkan kekuatan lawan.

Kedatangannya hari ini adalah untuk menunjukkan kekuatannya pada Glen, untuk itu dia harus mengukur kekuatan lawan supaya bisa mengalahkan dan menciutkan nyali lawan.

Beberapa menit kemudian.

Sekelompok orang berdatangan ke lobi.

Gerombolan itu dipimpin oleh seorang pria berumur tiga puluhan. Dia memakai setelan jas dan sepatu kulit, serta kacamata berbingkai emas.

Lukas Yue, orang kepercayaan Glen.

Di belakangnya, berdirilah beberapa pria berbadan kekar dengan sorot mata yang tajam.

Sepintas, mereka terlihat sangat beringas.

Lukas tidak senang hati melihat beberapa satpam terkapar di lantai begini. "Siapa yang lancang membuat keributan di kantor Grup Song?"

"Pak Lukas, dia pelakunya!"

Nadia menunjuk Simon dan berkata "Tadi kamu bertanya bagaimana aku akan mencelakaimu, 'kan? Kamu akan tahu jawabannya!"

Lukas menatap Simon lalu mendengus dingin. "Oh, kamu? Bukannya kamu baru bebas dari penjara."

Simon hanya diam.

Dia pernah bertemu pria ini saat Glen mendatanginya untuk menjadikannya kambing hitam. Pria ini berdiri tepat di belakang Glen.

"Aku tahu tujuan kedatanganmu."

Lukas melanjutkan,"Sekarang kamu pasti sangat marah."

Dia mulai memojokkan dan berujar dengan nada menghina, "Meski kamu tidak terima, kamu harus ikhlas karena Tuan Muda Glen adalah sosok yang harus kamu hormati!"

"Ibaratnya, Tuan Muda Glen adalah naga raksasa di langit, sementara kamu hanyalah seekor semut di tanah! Memusnahkanmu adalah hal yang sangat gampang."

Mata Simon memicing, "Maksudmu? Jadi orang seperti dia boleh ingkar janji?"

"Hahahaha!"

Lukas tertawa puas. "Kamu itu polos atau bodoh? Bahkan kalau dari awal kamu tidak setuju pun, Tuan Muda Glen pasti punya jalan membuatmu setuju."

"Kamu mau Tuan Muda Glen melakukan janjinya? Boleh, tapi kamu harus punya kedudukan yang setara. Lihat dirimu sekarang, siapa kamu? Orang sepertimu sama sekali tidak pantas berunding dengannya."

Lukas pun mulai terlihat galak. "Kalau kamu cerdas, pulang dan nasehatku tadi, tidak perlu datang lagi, tidak ada yang akan menolongmu."

"Tetapi sebelum itu, tanganmu yang sudah melukai staf perusahaan kami itu harus bertanggung jawab!"

"Potong tangannya!"

Begitu Lukas memberi perintah, beberapa orang berbadan kekar menghampiri Simon.

Lukas mendengus geli.

Menurutnya, meski Simon bisa melumpuhkan beberapa orang satpam, dia tidak akan mampu menghadapi orang-orang ini.

Karena gerombolan orang yang dibawanya bukan serendah satpam. Mereka adalah pengawal pilihan dari Grup Song yang dipilih dari para tentara bayaran yang sudah pensiun dari medan perang.

Mereka ini kawanan yang haus darah dan gemar membunuh orang!

Nadia mulai meremehkan dan memandang Simon sebelah mata.

Simon, sekarang kamu pasti mati!

Di sisi lain, Simon dengan tenang bergerak menyusup dalam barisan mereka, seperti serigala di antara domba.

"Buk! Duak!"

Tinjunya kuat, mantap dan tepat sasaran. Gerakannya gesit seperti bayangan.

Tidak ada yang sempat memberinya perlawanan.

Hanya sekejap, semua orang sudah terkapar tak berdaya di tanah.

Sontak, lobi itu pun sunyi senyap.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

250