chapter 2 Kecelakaan Mendadak
by Tanary
17:27,Nov 04,2023
Setelah kedua kendaraan itu bertabrakan, laju truk pun terhenti. Di atas aspal tergambar guratan jejak rem yang panjang, menandakan betapa ngebutnya kendaraan tadi.
Sedangkan BMW merah milik Rahel terbalik dan mendarat di rerumputan pinggir jalan, sebagian besar bagian depan mobil hancur.
Rahel dan Simon sudah ke pinggir jalan.
Sekujur badan Simon terluka dan berlumuran darah karena berusaha menjaga tubuh Rahel dari benturan.
Rahel tercengan melihat lokasi kecelakaan. Pelukan erat yang membungkus tubuhnya sudah menyelamatkannya dari benturan yang dahsyat.
Rahel menggerakkan tubuhnya dan mendapati hanya lengannya saja yang tergores.
Tatapan matanya tertuju pada Simon, dia merasa cemas seketika.
"Simon, apa kamu baik-baik saja? Sadarlah!”
Rahel sangat panik, matanya mulai memerah. Dia teringat saat Simon langsung memeluknya erat begitu tabrakan terjadi. Pria itu sudah mempertaruhkan nyawa untuknya.
"Rahel, aku baik-baik saja."
Simon membuka matanya sambil tersenyum tipis. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Seandainya dia tidak punya kemampuan seni bela diri, dia pasti mati dalam tabrakan maut ini.
“Sst, diam. Bertahanlah.”
Rahel langsung melakukan panggilan darurat dan menghubungi rumah sakit.
Segera, ambulans pun datang dan membawa mereka berdua ke rumah sakit.
Simon langsung dimasukkan ke ruang operasi.
Lengan Rahel hanya diperban karena tidak terluka parah.
Dokter saja heran dengan kondisi Rahel. Bagaimana dia bisa terluka seringan ini dalam kecelakaan mobil yang begitu dahsyat, Rahel sungguh beruntung.
Hanya Rahel yang tahu alasan dibaliknya. Semua ini bisa terjadi karena Simon yang melindunginya. Pelukan pria yang mempertaruhkan nyawanya sendiri yang sudah menyelamatkannya.
Rahel menunggu Simon dengan gelisah di depan ruang operasi.
Setengah jam berlalu.
Pintu ruang operasi dibuka.
Beberapa dokter berjas putih keluar.
"Dokter, bagaimana... kondisinya?"
Rahel sangat heran, kenapa operasi selesai secepat ini?
Para dokter itu membisu.
"Apa dia... jangan-jangan..."
Kaki Rahel langsung terasa lemas, hampir saja dia jatuh terduduk.
Tiba-tiba, Simon yang masih terbaring di ranjang operasi didorong keluar. Dia mengangkat kepalanya, menatap Rahel sambil tersenyum lebar. "Rahel!"
“Ini mukjizat. Luka parah pasien bisa pulih begitu cepat, dia tidak perlu dioperasi, kami hanya melakukan tindakan pengobatan sederhana.”
Dokter yang merawat Simon berujar keheranan lalu pergi bersama dokter dan perawat lainnya.
Rahel sangat gembira, ternyata kecemasannya tidak berarti.
Setelah mengantar Simon ke ruang rawat, Rahel kembali menjadi dingin. Dia bertanya, "Simon, kenapa kamu menyelamatkanku?"
“Karena kamu adalah istriku.” Simon menjawab tanpa ragu.
Entah mengapa, Rahel terharu mendengarnya, tetapi dia tetap menyahut dengan dingin, "Jangan pikir kita batal bercerai karena kamu sudah menyelamatkanku."
“Tadi kamu bilang kamu dipenjara untuk menanggung kesalahan orang lain, 'kan? Kuberi waktu tujuh hari untukmu membuktikan bahawa kamu tidak bersalah."
“Kalau kamu gagal, sampai jumpa di kantor sipil."
Rahel adalah orang yang berpendirian teguh, dia tidak sudi memiliki seorang pemerkosa sebagai suaminya, meski pria itu sudah menyelamatkannya.
Simon mengangguk.
“Rahel! Rahel, kamu tidak apa?”
Dari luar pintu kamar, terdengar teriakan panik seseorang.
Sepasang pria dan wanita paruh baya masuk ke kamar rawat.
Mereka adalah orang tua Rahel, Daniel Xu dan Lanny Liu.
Mereka langsung bergegas datang begitu mendapat kabar Rahel mengalami kecelakaan.
“Bu, aku tidak apa, hanya tergores saja."
Rahel menenangkan orang tuanya.
Lanny menghampiri Rahel dan langsung memeriksa seluruh tubuh putrinya untuk memastikan tidak ada luka serius. Setelah memastikan bahwa Rahel baik-baik saja, barulah mereka menghela napas lega.
Setelah itu, barulah mereka menyadari ada orang lain yang sedang terbaring di kamar itu.
"Simon!"
Lanny sangat terkejut, matanya membelalak. "Kok kamu bisa ada di sini? Bukannya kamu di penjara?"
“Sepertinya masa hukumannya sudah berakhir dan dia dibebaskan hari ini,” sahut Daniel dari sebelahnya.
Bebas dari penjara? Kecelakaan?
Lanny berpikir sejenak lalu menatap Rahel, "Jangan bilang hari ini kamu menjemputnya lalu mengalami kecelakaan?"
Rahel mengangguk.
"Siapa yang menyuruhmu menjemput pemerkosa ini? Masih belum cukup kamu disakiti? Untuk apa menjemputnya, terlantarkan saja."
"Dia itu bukan hanya pria berengsek, dia juga pemanggil malapetaka! Kalau kamu tetap bersamanya, kamu akan celaka."
Lanny langsung mencaci-maki menantunya, raut wajahnya Lanny sangat tidak bersahabat.
“Bu, dia sudah menyelamatkanku. Kalau bukan karenanya, sekarang aku sudah mati."
Rahel mengedipkan mata, memberi isyarat pada ibunya untuk tidak berdebat dengannya.
Bagaimanapun, Simon sudah berjasa karena menyelamatkannya, ibunya tidak pantas mencaci-maki sekarang.
Lanny tertegun, tetapi tetap tutup mulut dan melirik Simon dengan sinis.
“Rahel, apa kamu sudah menyelidiki apa penyebab kecelakaannya?" tanya Lanny.
Tiba-tiba, dua orang polisi masuk ke kamar.
“Nona Rahel, kami datang untuk memberi tahu hasil penyelidikan tentang kecelakaan mobil yang Anda alami," kata seorang polisi.
“Jadi, apa? Apa ada pihak yang sengaja mencoba mencelakai putriku?” sahut Lanny.
“Menurut penyelidikan, kecelakaan itu terjadi karena sopir truk mabuk, tidak ada alasan lain,” jawab salah satu polisi.
Rahel percaya penuh pada hasil penyelidikan polisi, jadi dia tidak menginterogasi lebih lanjut. "Baiklah."
"Bahaya sekali sopir itu? Dia menyetir dalam keadaan mabuk dan hampir membunuh putriku. Pak polisi, sebagai pihak penegak hukum, kalian harus memberinya hukuman berat."
Lanny yang marah berujar dengan tegas.
“Kami akan menanganinya sesuai dengan hukum yang berlaku,” balas kedua polisi itu.
Kemudian, mereka mengangguk kecil dan pergi meninggalkan kamar rawat.
Setelah memastikan putri mereka baik-baik saja, Lanny dan suaminya juga pergi.
Namun sebelum pergi, Lanny dengan tegas berpesan, "Jangan berani-berani membawa pulang pria pemerkosa ini."
Mereka tidak peduli sama sekali dengan keadaan Simon.
Simon hanya diam, dia sedang mencoba mengingat kembali kejadian sebelum kecelakaan mobil terjadi.
Saat mobil mereka saling berpapasan, dia bisa melihat dengan jelas tingkah laku sopir truk tersebut.
Benar, sopir itu memang mabuk karena wajahnya memerah, tetapi Simon menangkap niat membunuh dari sorot mata sopir itu.
Dia sangat yakin, penyebab kecelakaan ini tidak sesederhana karena sopir truk sedang mabuk.
Ini... pembunuhan berencana!
Begitu terpikir akan hal ini, Simon pun bertekad akan mencari tahu kebenarannya.
Akan dia pastikan pelaku yang berani mencoba membunuhnya dan Rahel menerima pembalasan yang setimpal.
Simon pun tersadar dari lamunannya dan kaget saat mendapati Rahel masih bersamanya. "Kenapa kamu tidak pulang?"
“Kalau aku pulang, siapa yang akan menjagamu?” jawab Rahel dengan santai.
"Terima kasih, istriku sayang!"
Simon yang merasa senang pun tersenyum.
Rahel masih merasa bimbang dengan panggilan ini, dia pun berujar dengan nada datar, "Kalau bukan karena kamu sudah menyelamatkanku, mana mungkin aku melakukannya?"
Waktu berlalu cepat, sore hari tiba.
“Rahel, aku mau pulang."
Simon tiba-tiba memecah kesunyian.
Banyak hal yang harus dia lakukan, dia tidak ingin membuang waktu dengan berlama-lama diam di tempat ini.
“Mana bisa, kamu 'kan belum sembuh."
Rahel memberi penghiburan. "Waktu satu minggu yang kuberikan tadi terhitung setelah kamu keluar dari rumah sakit."
Lalu, Simon membuka perban di tubuhnya, "Rahel, lihat. Lukaku sudah sembuh."
Rahel tercengang, tatapannya terpaku pada tangan dan kaki Simon yang diperban.
Benar, semua luka di tubuh Simon benar-benar sudah sembuh dan hanya tersisa bekas luka gores saja.
"Bagaimana kamu bisa sembuh secepat ini?"
“Mungkin karena fisikku berbeda dari orang biasa,” jawab Simon sambil tersenyum.
Rahel yang masih mengkhawatirkan Simon pun memaksa pria untuk diperiksa ulang. Ternyata, hasilnya memang dia sudah sembuh sempurna, jadi mereka langsung mengurus administrasi untuk segera pulang.
Saat mereka tiba di pintu masuk rumah sakit, Rahel berkata, "Ayo, pulang denganku."
Rahel menawarkan dengan santai.
"Tapi tadi ibu bilang, dia tidak mengizinkanku pulang..."
Simon tidak menduga akan mendapat tawaran ini.
“Sebelum kita resmi bercerai, kamu adalah suamiku dan Keluarga Xu adalah rumahmu.”
Rahel berkata dengan tegas, “Sebelum pulang, ayo kita beli pakaian untukmu dulu."
Karena sekarang ini Simon memakai pakaian rumah sakit.
…
Setengah jam kemudian, keduanya sudah tiba di pusat Kota Tua, tempat yang paling ramai pengunjung di kota ini.
Keduanya berjalan beriringan menuju toko yang menjual pakaian pria.
Tiba-tiba, Rahel tertegun.
Matanya menangkap sosok yang tidak asing.
Monika Xu, sepupunya.
Monika sedang menggandeng tangan seorang pria muda berpakaian mewah dan tengah memilih pakaian.
"Hei! Kamu Rahel sepupuku, 'kan?"
Monika juga sangat kaget saat melihat Rahel.
"Ini 'kan toko pakaian pria, kamu membeli pakaian untuk siapa?”
“Suamimu yang pemerkosa itu masih di penjara, 'kan? Jangan-jangan kamu mencari pakaian untuk pacar barumu?”
"Mana orangnya? Aku mau lihat."
Sedangkan BMW merah milik Rahel terbalik dan mendarat di rerumputan pinggir jalan, sebagian besar bagian depan mobil hancur.
Rahel dan Simon sudah ke pinggir jalan.
Sekujur badan Simon terluka dan berlumuran darah karena berusaha menjaga tubuh Rahel dari benturan.
Rahel tercengan melihat lokasi kecelakaan. Pelukan erat yang membungkus tubuhnya sudah menyelamatkannya dari benturan yang dahsyat.
Rahel menggerakkan tubuhnya dan mendapati hanya lengannya saja yang tergores.
Tatapan matanya tertuju pada Simon, dia merasa cemas seketika.
"Simon, apa kamu baik-baik saja? Sadarlah!”
Rahel sangat panik, matanya mulai memerah. Dia teringat saat Simon langsung memeluknya erat begitu tabrakan terjadi. Pria itu sudah mempertaruhkan nyawa untuknya.
"Rahel, aku baik-baik saja."
Simon membuka matanya sambil tersenyum tipis. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Seandainya dia tidak punya kemampuan seni bela diri, dia pasti mati dalam tabrakan maut ini.
“Sst, diam. Bertahanlah.”
Rahel langsung melakukan panggilan darurat dan menghubungi rumah sakit.
Segera, ambulans pun datang dan membawa mereka berdua ke rumah sakit.
Simon langsung dimasukkan ke ruang operasi.
Lengan Rahel hanya diperban karena tidak terluka parah.
Dokter saja heran dengan kondisi Rahel. Bagaimana dia bisa terluka seringan ini dalam kecelakaan mobil yang begitu dahsyat, Rahel sungguh beruntung.
Hanya Rahel yang tahu alasan dibaliknya. Semua ini bisa terjadi karena Simon yang melindunginya. Pelukan pria yang mempertaruhkan nyawanya sendiri yang sudah menyelamatkannya.
Rahel menunggu Simon dengan gelisah di depan ruang operasi.
Setengah jam berlalu.
Pintu ruang operasi dibuka.
Beberapa dokter berjas putih keluar.
"Dokter, bagaimana... kondisinya?"
Rahel sangat heran, kenapa operasi selesai secepat ini?
Para dokter itu membisu.
"Apa dia... jangan-jangan..."
Kaki Rahel langsung terasa lemas, hampir saja dia jatuh terduduk.
Tiba-tiba, Simon yang masih terbaring di ranjang operasi didorong keluar. Dia mengangkat kepalanya, menatap Rahel sambil tersenyum lebar. "Rahel!"
“Ini mukjizat. Luka parah pasien bisa pulih begitu cepat, dia tidak perlu dioperasi, kami hanya melakukan tindakan pengobatan sederhana.”
Dokter yang merawat Simon berujar keheranan lalu pergi bersama dokter dan perawat lainnya.
Rahel sangat gembira, ternyata kecemasannya tidak berarti.
Setelah mengantar Simon ke ruang rawat, Rahel kembali menjadi dingin. Dia bertanya, "Simon, kenapa kamu menyelamatkanku?"
“Karena kamu adalah istriku.” Simon menjawab tanpa ragu.
Entah mengapa, Rahel terharu mendengarnya, tetapi dia tetap menyahut dengan dingin, "Jangan pikir kita batal bercerai karena kamu sudah menyelamatkanku."
“Tadi kamu bilang kamu dipenjara untuk menanggung kesalahan orang lain, 'kan? Kuberi waktu tujuh hari untukmu membuktikan bahawa kamu tidak bersalah."
“Kalau kamu gagal, sampai jumpa di kantor sipil."
Rahel adalah orang yang berpendirian teguh, dia tidak sudi memiliki seorang pemerkosa sebagai suaminya, meski pria itu sudah menyelamatkannya.
Simon mengangguk.
“Rahel! Rahel, kamu tidak apa?”
Dari luar pintu kamar, terdengar teriakan panik seseorang.
Sepasang pria dan wanita paruh baya masuk ke kamar rawat.
Mereka adalah orang tua Rahel, Daniel Xu dan Lanny Liu.
Mereka langsung bergegas datang begitu mendapat kabar Rahel mengalami kecelakaan.
“Bu, aku tidak apa, hanya tergores saja."
Rahel menenangkan orang tuanya.
Lanny menghampiri Rahel dan langsung memeriksa seluruh tubuh putrinya untuk memastikan tidak ada luka serius. Setelah memastikan bahwa Rahel baik-baik saja, barulah mereka menghela napas lega.
Setelah itu, barulah mereka menyadari ada orang lain yang sedang terbaring di kamar itu.
"Simon!"
Lanny sangat terkejut, matanya membelalak. "Kok kamu bisa ada di sini? Bukannya kamu di penjara?"
“Sepertinya masa hukumannya sudah berakhir dan dia dibebaskan hari ini,” sahut Daniel dari sebelahnya.
Bebas dari penjara? Kecelakaan?
Lanny berpikir sejenak lalu menatap Rahel, "Jangan bilang hari ini kamu menjemputnya lalu mengalami kecelakaan?"
Rahel mengangguk.
"Siapa yang menyuruhmu menjemput pemerkosa ini? Masih belum cukup kamu disakiti? Untuk apa menjemputnya, terlantarkan saja."
"Dia itu bukan hanya pria berengsek, dia juga pemanggil malapetaka! Kalau kamu tetap bersamanya, kamu akan celaka."
Lanny langsung mencaci-maki menantunya, raut wajahnya Lanny sangat tidak bersahabat.
“Bu, dia sudah menyelamatkanku. Kalau bukan karenanya, sekarang aku sudah mati."
Rahel mengedipkan mata, memberi isyarat pada ibunya untuk tidak berdebat dengannya.
Bagaimanapun, Simon sudah berjasa karena menyelamatkannya, ibunya tidak pantas mencaci-maki sekarang.
Lanny tertegun, tetapi tetap tutup mulut dan melirik Simon dengan sinis.
“Rahel, apa kamu sudah menyelidiki apa penyebab kecelakaannya?" tanya Lanny.
Tiba-tiba, dua orang polisi masuk ke kamar.
“Nona Rahel, kami datang untuk memberi tahu hasil penyelidikan tentang kecelakaan mobil yang Anda alami," kata seorang polisi.
“Jadi, apa? Apa ada pihak yang sengaja mencoba mencelakai putriku?” sahut Lanny.
“Menurut penyelidikan, kecelakaan itu terjadi karena sopir truk mabuk, tidak ada alasan lain,” jawab salah satu polisi.
Rahel percaya penuh pada hasil penyelidikan polisi, jadi dia tidak menginterogasi lebih lanjut. "Baiklah."
"Bahaya sekali sopir itu? Dia menyetir dalam keadaan mabuk dan hampir membunuh putriku. Pak polisi, sebagai pihak penegak hukum, kalian harus memberinya hukuman berat."
Lanny yang marah berujar dengan tegas.
“Kami akan menanganinya sesuai dengan hukum yang berlaku,” balas kedua polisi itu.
Kemudian, mereka mengangguk kecil dan pergi meninggalkan kamar rawat.
Setelah memastikan putri mereka baik-baik saja, Lanny dan suaminya juga pergi.
Namun sebelum pergi, Lanny dengan tegas berpesan, "Jangan berani-berani membawa pulang pria pemerkosa ini."
Mereka tidak peduli sama sekali dengan keadaan Simon.
Simon hanya diam, dia sedang mencoba mengingat kembali kejadian sebelum kecelakaan mobil terjadi.
Saat mobil mereka saling berpapasan, dia bisa melihat dengan jelas tingkah laku sopir truk tersebut.
Benar, sopir itu memang mabuk karena wajahnya memerah, tetapi Simon menangkap niat membunuh dari sorot mata sopir itu.
Dia sangat yakin, penyebab kecelakaan ini tidak sesederhana karena sopir truk sedang mabuk.
Ini... pembunuhan berencana!
Begitu terpikir akan hal ini, Simon pun bertekad akan mencari tahu kebenarannya.
Akan dia pastikan pelaku yang berani mencoba membunuhnya dan Rahel menerima pembalasan yang setimpal.
Simon pun tersadar dari lamunannya dan kaget saat mendapati Rahel masih bersamanya. "Kenapa kamu tidak pulang?"
“Kalau aku pulang, siapa yang akan menjagamu?” jawab Rahel dengan santai.
"Terima kasih, istriku sayang!"
Simon yang merasa senang pun tersenyum.
Rahel masih merasa bimbang dengan panggilan ini, dia pun berujar dengan nada datar, "Kalau bukan karena kamu sudah menyelamatkanku, mana mungkin aku melakukannya?"
Waktu berlalu cepat, sore hari tiba.
“Rahel, aku mau pulang."
Simon tiba-tiba memecah kesunyian.
Banyak hal yang harus dia lakukan, dia tidak ingin membuang waktu dengan berlama-lama diam di tempat ini.
“Mana bisa, kamu 'kan belum sembuh."
Rahel memberi penghiburan. "Waktu satu minggu yang kuberikan tadi terhitung setelah kamu keluar dari rumah sakit."
Lalu, Simon membuka perban di tubuhnya, "Rahel, lihat. Lukaku sudah sembuh."
Rahel tercengang, tatapannya terpaku pada tangan dan kaki Simon yang diperban.
Benar, semua luka di tubuh Simon benar-benar sudah sembuh dan hanya tersisa bekas luka gores saja.
"Bagaimana kamu bisa sembuh secepat ini?"
“Mungkin karena fisikku berbeda dari orang biasa,” jawab Simon sambil tersenyum.
Rahel yang masih mengkhawatirkan Simon pun memaksa pria untuk diperiksa ulang. Ternyata, hasilnya memang dia sudah sembuh sempurna, jadi mereka langsung mengurus administrasi untuk segera pulang.
Saat mereka tiba di pintu masuk rumah sakit, Rahel berkata, "Ayo, pulang denganku."
Rahel menawarkan dengan santai.
"Tapi tadi ibu bilang, dia tidak mengizinkanku pulang..."
Simon tidak menduga akan mendapat tawaran ini.
“Sebelum kita resmi bercerai, kamu adalah suamiku dan Keluarga Xu adalah rumahmu.”
Rahel berkata dengan tegas, “Sebelum pulang, ayo kita beli pakaian untukmu dulu."
Karena sekarang ini Simon memakai pakaian rumah sakit.
…
Setengah jam kemudian, keduanya sudah tiba di pusat Kota Tua, tempat yang paling ramai pengunjung di kota ini.
Keduanya berjalan beriringan menuju toko yang menjual pakaian pria.
Tiba-tiba, Rahel tertegun.
Matanya menangkap sosok yang tidak asing.
Monika Xu, sepupunya.
Monika sedang menggandeng tangan seorang pria muda berpakaian mewah dan tengah memilih pakaian.
"Hei! Kamu Rahel sepupuku, 'kan?"
Monika juga sangat kaget saat melihat Rahel.
"Ini 'kan toko pakaian pria, kamu membeli pakaian untuk siapa?”
“Suamimu yang pemerkosa itu masih di penjara, 'kan? Jangan-jangan kamu mencari pakaian untuk pacar barumu?”
"Mana orangnya? Aku mau lihat."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved