chapter 3 Sayang, Aku Rindu

by Tanary 17:27,Nov 04,2023
Raut wajah Rahel langsung menjadi kelam.

Monika adalah putri dari pamannya, meski keduanya adalah sepupu, mereka tidak berhubungan baik dan selalu berselisih.

Dulu waktu Rahel berkuasa, Monika tidak berani bersikap semena-mena padanya.

Namun, sejak nenek mencabut kekuasaan Rahel karena perkara tiga tahun yang lalu, Monika selalu menindasnya.

Pemuda di sebelah Monika juga menatap Rahel dengan penuh nafsu.

Pria itu bernama Dion Liang dan keluarganya menjalankan bisnis perhiasan.

Di Kota Tua, bisa dibilang Keluarga Liang lebih kuat daripada Keluarga Xu.

Rahel dan Monika adalah dua gadis cantik kebanggaan Keluarga Xu.

Baik dilihat dari sisi kecantikan maupun kelakuannya, Rahel tetap lebih unggul dibanding Monika.

Kalau bukan karena Rahel begitu keras kepala dan sudah menikah, Dion pasti akan menikahi Rahel.

Di sisi lain, Simon yang berjalan di belakang Rahel mengernyit.

Apa Rahel sebegitu menderitanya selama tiga tahun terakhir?

Bahkan seorang Monika memperlakukan Rahel seperti ini?

"Kamu? Simon, ternyata kamu sudah bebas?" Monika memekik kaget.

Dia menatap Rahel dengan heran,"Kamu masih berani bersamanya? Kamu yakin sanggupkah menghadapi kemarahan nenek?"

Monika sangat heran. Orang yang paling dirugikan dalam kasus Simon adalah Rahel, harusnya dia sangat membenci Simon.

Bagaimana bisa dia masih mau menerima pria pemerkosa berengsek ini?

Kasus itu sudah mencoreng nama baik dan merugikan Keluarga Xu, nenek pasti sangat membencinya, dia tidak mungkin mengizinkan Simon menginjakkan kaki di Keluarga Xu.

Rahel tidak mungkin tidak terpikir akan hal ini.

Apa yang ada dihadapan Monika sangat membingungkannya.

Apa Rahel sudah tidak waras?

“Aku sendiri yang akan menjelaskan pada nenek, kamu tidak perlu ikut campur.”

Rahel menjawab dengan suara dalam.

Selesai bicara, Rahel langsung meraih tangan Simon untuk menjauh dari Monika dan mulai mencari pakaian.

Monika sangat tidak senang diperlakukan seperti ini, dia berteriak, "Pelayan!"

Seorang pelayan wanita muda pun menghampiri.

"Bisa-bisanya orang seperti dia bisa membeli pakaian di tokomu?"

Monika menunjuk ke arah Simon. "Dia ini pria berengsek, dia pemerkosa yang baru saja bebas dari penjara. Kalau orang lain tahu toko kalian menjual pakaian pada pria seperti ini, aku yakin nantinya tidak akan ada orang yang sudi berbelanja di sini."

“Monika, kamu...!”

Rahel sangat marah, seluruh tubuhnya gemetar.

Setelah mendengar kata pemerkosa, pelayan itu berjalan menghampiri Simon, lalu berkata, "Pak, pergilah. Kamu sudah mengganggu pelanggan lain."

Monika pun menyombongkan diri dan mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

Dion tersenyum tipis, dia juga merasa puas dengan perbuatan Monika.

Di mata Dion, meski Rahel sangat cantik, dia memang pantas dihina karena sudah begitu bodoh memilih suami yang tidak sepadan.

Kalau Rahel segera menyadari kekeliruannya dan menceraikan pria tidak berguna ini, dia akan langsung membuang Monika dan berpaling pada Rahel.

Rahel menatap pelayan itu dengan tidak senang hati dan bertanya, "Suamiku memang baru bebas dari penjara, tapi apa hubungannya dengan dia datang sebagai pelanggan? Coba tunjukan padaku aturan di tokomu yang melarang mantan narapidana dilarang berbelanja di sini. Sekalian panggil manajermu supaya aku bisa langsung bertanya."

Pelayan itu membisu.

Tadi, dia bersikap seperti itu karena emosi personal.

Ini adalah toko pakaian orang kaya. Kalau sampai tersebar kabar salah satu pelanggan mereka adalah pemerkosa, nama baik toko ini pasti tercoreng.

Faktanya memang tidak ada aturan seperti itu.

Pelayan itu memutuskan untuk tidak terlibat dalam hal ini, kalau manajer sampai tahu, bisa-bisa dia dipecat.

Jadi, dia memilih untuk menjauh.

Melihat Rahel berusaha membela diri dari perselisihan ini, Monika bertekad tidak akan mengalah.

Bagaimanapun caranya, Monika bertekad akan mempermalukan Rahel.

“Kak Dion, coba lihat kemeja ini, bagus tidak?" tanya Monika sambil meraih sebuah kemeja dari rak.

"Sempurna."

Dion mengangguk setuju.

"Pelayan, ini. Langsung bungkus."

Pelayan mengambil kemeja itu sambil bertanya, "Pak, harga kemeja ini 250 juta. Anda mau bayar dengan kartu kredit atau tunai?"

Dengan sigap Dion menyerahkan kartu kreditnya.

“Simon, apa kamu mampu membelinya?”

Monika menatap Simon dengan tatapan merendahkan.

"Tidak."

Simon menjawab jujur.

"Hah, dasar manusia tidak berguna! Bisa-bisanya seorang pria dewasa sepertimu tidak mampu membeli sehelai kemeja, pecundang!"

Monika mundur selangkah dan mengipasi hidungnya dengan tangannya, seolah udara di tempat Simon berdiri sangat bau.

"Rahel, kamu buta ya? Bisa-bisanya kamu mau bersama pecundang seperti ini, apa yang bisa dia lakukan selain jadi pembantu di rumah?"

Kemudian dengan pongahnya Monika melanjutkan, "Lihat Kak Dionku, dia punya perusahaan besar. Keluarganya tidak usah ditanya lagi, apalagi dia punya kemampuan yang luar biasa."

Napas Rahel memburu, dia berusaha keras menahan mulutnya agar tetap diam.

Dia tidak membenci Simon yang bukan orang kaya, dia hanya merasa muak karena terus dihina Monika.

Dion tidak kuasa menahan senyum liciknya untuk mengejek Rahel, seakan memberitahunya inilah akibat dari seleranya yang buruk.

"Aku tidak terlalu paham apa istriku punya selera yang tinggi atau tidak, yang jelas aku tahu persis kalau dia lebih baik daripada nona di sampingmu."

Tiba-tiba, terdengar seseorang angkat bicara.

Jelas, Simonlah yang berbicara.

Sedangkan lawan bicaranya tentu saja Dion.

Semua orang terpana.

“Bedebah, apa maksudmu?”

Monika menyahut kesal.

"Dia bisa berhubungan dengan siapa saja yang dia mau dalam waktu bersamaan. Bukankah itu berarti ada masalah dengan seleranya? Apa kamu sangat suka berselingkuh?"

Simon berkata tanpa beban.

Di antara sembilan gurunya, Guru Ketiga adalah ahli hipnotis.

Guru ketiga tidak mengajari banyak hal, tetapi salah satunya adalah Teknik Penerawangan.

Semua benda di dunia ini memiliki "energi" yang tidak terlihat oleh kasat mata. Misalnya ada energi yang melambangkan kekayaan, ada energi yang melambangkan jabatan, ada energi yang melambangkan pernikahan dan masih banyak energi lainnya.

Siapa pun yang menguasai Teknik Penerawangan, mereka bisa melihat energi apa yang tersimpan di semua benda.

Barusan Simon menerawang Monika dan mendapati ada dua aliran energi merah muda yang memenuhi sekujur badan Monika.

Aliran energi berwarna merah muda ini adalah energi pernikahan. Kalau Monika menyimpan dua buah energi, artinya dia sedang menjalin asmara dengan dua pria.

Bukankah ini berarti dia menyukai dua orang pria secara bersamaan?

Dasar pelacur!

Monika panik sesaat, tetapi dia bisa dengan cepat menenangkan diri.

Dia berkata dengan nada marah, “Hei pecundang! Kamu bilang aku selingkuh? Lancang sekali, kurobek mulutmu!"

“Berengsek! Nekad sekali, apa kamu sudah mempertimbangkan akibatnya?”

Dion menatap tajam dan mengancam Simon.

Rahel berbisik dan menambahkan,"Simon, jangan menuduh sembarangan tanpa bukti."

Dia sangat paham dengan sifat Monika, wanita ini pasti akan mengadu kepada nenek untuk mendapat pembelaan.

Simon tidak menanggapinya, dia malah menyahut sambil tersenyum, "Mau kubuktikan? Coba buka ponselnya, dengar-dengar isi ponsel wanita panggilan itu banyak rahasianya."

Dengan Teknik Penerawangan, Simon melihat ada aura hitam yang terpancar dari ponselnya, artinya ada hal buruk tersimpan di sana.

Dengan kata lain, ponsel Monika akan membawa kesialan baginya saat ini.

Dilihat dari situasi sekarang, bukti hubungan asmaranya dengan kedua pria itu pasti tersimpan di ponselnya.

“Berengsek! Sembarangan saja bicara!"

Monika memelototi Simon dan terlihat panik.

Dia tidak mengerti bagaimana Simon bisa membongkar sisi kelam hidupnya.

Dia tidak memiliki kemampuan lain selain menggaet pria tampan dan kaya. Namun, hal seperti ini tidak mungkin dia umbar pada Dion. Jadi, Monika selalu melakukan secara diam-diam.

Namun, semua ini tidak pernah dia ceritakan pada orang lain. Dia memendam semua hal ini rapat-rapat dalam hatinya sendiri.

Gelagatnya terlihat oleh semua orang.

Rahel saja bisa melihat sepupunya ini mulai panik.

Apa perkataan Simon itu benar?

"Ting!"

Terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Monika.

"Jangan-jangan Itu pesan dari pelangganmu yang lain!"

Simon mencibir.

"Mana ponselmu!"

Dion mengulurkan tangan dengan wajahnya yang memerah.

Saat ini, Dion sedang berusaha keras mengendalikan kemarahannya.

Begitu banyak pasang mata yang memperhatikan, jika dia tidak bertindak, artinya dia rela diduakan.

“Kak Dion, perasaanku padamu itu tulus, Apa kamu curiga padaku?”

Mata Monika mulai memerah dan spontan menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Dion yang sigap langsung merampas ponsel itu.

Pesan yang masuk adalah pesan suara yang berasal dari kekasih cadangan Monika.

Wajah Dion langsung merah padam setelah mendengarkan pesan itu.

"Sayang, aku rindu!"

Suara seorang pria terdengar jelas dari pengeras suara ponsel.

Karena Dion mengaktifkan tombol pengeras suara, semua orang pun bisa mendengar pesan itu juga.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

250