chapter 5 Batas Waktu Tujuh Hari

by Tanary 17:27,Nov 04,2023
"Mustahil, ini mustahil! Mana mungkin kamu jadi sekuat ini!"

Lukas menganga, tidak sanggup berkata-kata saat melihat kenyataan di depannya.

Sebelum menjadikan Simon kambing hitam, mereka sudah menelusuri asal usulnya. Dia hanya pria biasa yang menumpang hidup pada pihak wanita, tidak punya keahlian dan dukungan dari pihak mana pun.

Jadi, bagaimana sekarang dia bisa melumpuhkan pensiunan tentara bayaran ini dengan begitu mudah? Ada apa ini?

Lukas tidak bisa memahami situasi ini.

Saat dia masih keheranan, Simon sudah berdiri di depannya, merenggut kerah bajunya dan mengangkatnya.

"Aku semut katamu? Bukannya kamu yang semut?"

Simon menatap lawannya dengan tajam.

Lukas pucat pasi, dia bahkan tidak ingat untuk mengeluarkan tinjunya.

Lukas bisa melihat aura pembunuh dari sorot mata Simon.

Aura pembunuh ini berlipat ganda lebih mengerikan daripada pensiunan tentara bayaran yang sudah malang melintang di medan perang.

"Suruh Glen ke sini!" bentak Simon dengan lebih lantang.

"Pak Glen sedang tidak di kantor, dia sedang dalam perjalanan dinas. Dia baru kembali besok."

Lukas menjawab dengan suara bergetar.

"Kamu mencoba membohongiku?"

Simon menatap dengan dingin seakan ingin menelan hidup-hidup musuhnya.

Tubuh Lukas gemetar hebat, bahkan nyaris ngompol karena ketakutan. "A... aku tidak bohong, sungguh!"

Melihat kondisi lawannya yang gemetaran, Simon pun yakin dia memang berkata sebenarnya.

"Waktu dia pulang besok, suruh dia datang ke Keluarga Xu untuk minta maaf dan mengatakan kejadian yang sebenarnya, kalau tidak..."

Simon menarik napas. "Akan kubuat perhitungan sampai Keluarga Song lenyap menjadi debu!"

Kemudian, dia melirik Nadia. "Kalau bukan karena kamu adalah teman sekelas istriku, kamu pasti bernasib sama dengan mereka."

Nadia tidak mampu berkata-kata, tubuhnya lemas dan mati rasa saat melihat ketangguhan Simon.

Setelah itu, Simon langsung angkat kaki.

Butuh waktu lama bagi semua orang yang dilumpuhkan Simon untuk bangun kembali.

Lukas langsung menghubungi Glen untuk melaporkan kejadian barusan.

"Lancang sekali bajingan ini menunjukkan kehebatannya di kantorku. Tunggu aku pulang, akan kubuat perhitungan agar dia tahu siapa yang lebih berkuasa!"

Kemarahan Glen terdengar jelas di telpon.



Satu jam berlalu.

Simon sudah sampai di vila dua lantai.

Ini adalah kediaman Keluarga Xu.

Emosi bergejolak di hati Simon saat melihat tempat yang pernah dia tinggali.

Tiga tahun berlalu, Keluarga Xu tetaplah Keluarga Xu, tetapi dia bukan lagi Simon yang dulu.

"Tok. Tok. Tok."

Dia mengetuk pintu rumah Keluarga Xu.

Daun pintu terbuka, Lanni, ibu mertuanya yang membukakan pintu.

"Simon? Bukannya sudah kubilang kamu tidak boleh kembali ke sini?Dasar tidak tahu malu, masih berani menginjakkan kaki di sini?"

"Kamu itu mantan narapidana. Keluarga kami tidak bisa menerima menantu sepertimu."

Lanni sangat keberatan dengan kepulangan Simon dan hendak menutup pintu.

Tiba-tiba, Rahel datang menghampiri, "Bu, aku yang menyuruhnya pulang."

"Bukannya sudah kubilang aku tidak mengizinkannya pulang?"

Amarah Lanni meluap. "Apa masih belum cukup dia merusak nama baik keluarga kita? Kamu akan membiarkannya mempermalukan kita terus-menerus?"

"Jangan lupa, dia sudah dicap sebagai seorang pemerkosa. Kalau kita menampung orang seperti dia, apa tanggapan orang luar tentang kita?"

Lanni pun melangkah ke depan dan berdiri di antara Simon dan Rahel, "Selama ada aku di sini, dia tidak akan menginjakkan kaki di dalam Keluarga Xu. Selain itu, kamu harus secepatnya berpisah secara hukum dengannya."

"Ibu!"

Rahel berkata lirih, "Tiga tahun lalu, perusahaan mengalami masalah. Simon bertekad membantuku dengan membuat perjanjian dengan orang lain. Dia rela dijadikan kambing hitam dan harus mendekam dalam penjara."

"Aku memberinya waktu tujuh hari untuk membuktikan ucapannya. Kalau dia tidak gagal, aku akan menceraikannya."

"Sebelum batas waktu tiba, dia masih suamiku. Lagi pula, kalau dia tidak pulang ke sini, dia harus pergi ke mana?"

Lanni mendengus dingin, "Menolongmu? Haha, bisa-bisanya kamu percaya alasan seperti ini? Kalau begitu jelaskan mengapa masalah perusahaan tidak beres? Kenapa nenek memecatmu?"

"Simon, kamu sungguh bajingan. Licik sekali kamu mengarang cerita yang tidak masuk akal hanya demi bisa kembali ke Keluarga Xu."

Simon berusaha menerangkan, "Bu, orang yang awalnya berjanji membantuku malah ingkar janji. Dalam tujuh hari ini, aku akan membuktikan bahwa aku tidak bersalah dan akan membuat perhitungan dengan para penjahat itu untuk menutup kerugian Rahel..."

Lanni langsung menyela dan berkata, "Siapa yang butuh buktimu? Cepat pergi sana!"

"Bu, aku 'kan sudah bilang akan memberinya waktu."

"Kalau ibu tidak setuju, aku saja yang pergi!"

Rahel memutuskan dengan tegas.

Kalau bukan karena Simon sudah memperlihatkan ketulusan untuk melindunginya saat kecelakaan mobil tadi, Rahel tidak mungkin memberi Simon kesempatan.

Rahel selalu menepati janji.

Hati Simon tersentuh menyaksikan ini.

Rahel tahu bagaimana cara membalas budi, itu sebabnya dia bersedia membuka peluang ini.

Rahel selalu memegang ucapannya, bahkan sekarang dia rela melawan balik keluarganya untuk memenuhi janji.

Inilah salah satu alasan mengapa Simon jatuh hati pada gadis ini.

"Kamu!"

Wajah Lanni merah padam karena marah, dia berteriak ke arah ruang tamu, "Daniel, putrimu sudah gila! Apa tetap kamu biarkan?"

Daniel yang berada di ruang tamu, pura-pura tidak mendengar dan tidak menjawab terikan istrinya.

"Kamu ini memang tidak becus menyelesaikan hal semacam ini, makanya pura-pura tuli. Kalau kamu hebat, keluarga kita tidak akan tertindas. Kamu saja tidak bisa mengendalikan putrimu!"

Lanni meluapkan kekesalannya.

Akhirnya Lanni berkata, "Rahel, aku mengizinkannya masuk, tapi hanya selama tujuh hari seperti yang kamu janjikan. Hari ini kuhitung sebagai hari pertama!"

Dia paham dengan tabiat putrinya yang berpendirian teguh, delapan dewa datang ke bumi pun tidak mampu membuatnya mengubah keputusannya.

Tidak ada jalan lain, Lanni hanya bisa mengalah.

"Bu, hari ini itu dia baru saja keluar dari rumah sakit." Rahel yang tidak puas menyahut.

"Bu, aku akan segera membuktikannya." Simon buru-buru menyambung.

"Ya sudah kalau begitu."

Lanni menyudahi pembicaraan dan langsung masuk.

Rahel kesal.

Dia berusaha mengulur waktu, memberi kelonggaran satu hari lebih lama lagi untuk Simon, tetapi Simon tidak menghargai usahanya.

"Kamu urus saja sendiri, toh kamu sendiri yang setuju."

Rahel menyahut kesal lalu masuk ke rumah.

Di sebelah kamar Rahel ada sebuah kamar serbaguna.

Di kamar inilah Simon tinggal sejak menjadi suami Rahel.

Semua masih sama seperti semula.

Sambil mengenang masa lalu, dia merebahkan badannya di kasur hingga terlelap.

Matahari sudah lama tenggelam saat dia terbangun.

Simon berjalan keluar kamar dan melihat seseorang yang tengah berada di ruang tamu.

Orang itu adalah istrinya, Rahel.

Wanita itu mengenakan pakaian tidur berbahan sutra berwarna putih, membuat kulitnya makin terlihat seputih salju.

Segelas anggur merah menemaninya malam ini.

Wajahnya merah, sepertinya itu gelas anggur yang kesekian kali dia minum.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Simon sambil menghampiri Rahel.

"Tidak ada."

Rahel menatap Simon curiga dan menjawab dengan nada datar.

"Jangan-jangan karena kejadian dengan Monika hari ini?"

Simon merenung sejenak dan berkata, "Aku tahu semua penderitaan dan tekanan hidupmu dalam tiga tahun terakhir ini terjadi karena aku, kamu pasti tidak bahagia. Maafkan aku."

Simon bisa merasakan kekecewaan dan kesedihan di hati Rahel dalam menghadapi Keluarga Xu.

Dulu dirinyalah pemimpin muda Keluarga Xu, tetapi sekarang siapa pun di Keluarga Xu bisa menginjaknya, mana mungkin dia baik-baik saja?

"Simon, kamu tidak mungkin paham karena kamu tidak berada di posisiku."

Rahel tersenyum pilu. "Dari dulu nenek lebih menjunjung tinggi posisi laki-laki daripada perempuan. Dia tidak pernah menyayangiku, sebaliknya, dia amat menyayangi Yulius yang tidak becus dalam semua hal."

"Sekian lama, aku berusaha keras membuktikan diri dengan banyak pencapaian untuk perusahaan dan akhirnya nenek tidak punya alasan lagi selain memercayakan kendali perusahaan padaku."

"Hanya karena satu kegagalan, dia mencabut wewenangku. Dia bahkan menjadikan kasusmu sebagai alasan untuk memecatku."

"Sebenarnya, aku tahu perkaramu hanya alasan nenek, sebenarnya dia tidak rela aku memimpin Keluarga Xu karena takut akan mengancam kedudukan Yulius sebagai kepala keluarga."

"Sejak aku dipecat, siapa pun di Keluarga Xu meremehkanku. Bahkan saat seorang pelayan bisa menghinaku dan nenek hanya tutup mata, tutup telinga."

"Dengan kerja keras, prestasi serta pengorbananku yang sedemikan besar untuk Keluarga Xu selama bertahun-tahun tanpa menuntut apapun, bukankah wajar kalau aku kecewa diperlakukan seperti ini?"

Mata Rahel memerah, ada genangan air mata disudut matanya. Bibirnya dikatupkan erat-erat berusaha menahan isak tangis kesedihan.

Simon maju selangkah, mengulurkan tangan untuk menghapus air mata istrinya, sambil berkata, "Aku hanya bisa minta maaf untuk apa yang sudah berlalu. Mulai hari ini, sejak aku sudah bebas, akan kubuat perhitungan dengan siapa pun yang meremehkan dan menyakitimu!"



Keesokan harinya.

"Rahel, cepat bangun! Ada masalah!"

Pagi-pagi sekali, Lanni sudah membuka pintu kamar Rahel.

Karena semalam mabuk, Rahel tidur nyenyak. Sekarang, dia perlu beberapa menit untuk menyesuaikan matanya.

"Bu, ada apa?" tanya Rahel yang belum sepenuhnya bangun.

"Nenek membuat pengumuman, dia meminta kita hadir dalam pertemuan keluarga, Simon juga diundang!"

"Pasti nenek sudah mendengar kabar bahwa Simon sudah bebas dari penjara dan tinggal di rumah kita. Siapa yang yang melaporkan pada nenek?"

"Sial, sial! Harusnya masalah ini sudah terpikir dari kemarin. Sekarang tidak ada harapan untuk selamat dari kemarahan nenek karena kita sudah menampung pria bejat itu."

Lanni kebingungan.

Gara-gara putrinya kehilangan kekuasaan, baginya masalah sekecil apa pun jadi sulit ditangani.

Rahel tahu, orang yang melapor pada nenek pasti Monika.

Jadi, dia pun bersiap-siap. "Bu, cepat atau lambat nenek akan tahu, Biar aku yang menjelaskan, semoga nenek bisa mengerti keputusanku."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

250