Bab 4 Perubahan

by Afifah Maulida 09:55,Sep 07,2023
"Tak ada kata 'tidak' di sini, Sheina," ujar wanita cantik itu padaku. Wanita paruh baya berlesung pipit yang mamiliki karisma sangat tinggi. Tentu saja itu dalam pandangan mataku.

Akasma.

Ya, wanita cantik itu memperkenalkan dirinya dengan nama Akasma. Dia bibi dari Perdana Mentri Anka. Pantas saja kalau dia memiliki pesona kecantikan yang luar biasa. Karena memang garis darah yang mengalir di tubuhnya, telah memberi warna keindahan fisik.

Dan dia bukan hanya sekedar berkerabat dengan Perdana Mentri Anka. Tapi dia juga menduduki jabatan sekunder di istana ini. Sebagai istri ke 38 Sang Raja. Setiap istri di dalam istana ini memiliki tugas masing-masing. Dan Akasma memiliki tugas untuk menjaga penampilan setiap istri Sang Raja.

Di dalam dinding kamarnya, aku melihat sebuah daftar panjang yang disematkan di sana. Termaktub nama-nama perempuan dengan nama hari-hari yang berjajar menurun di kolom samping kanan.

"Apakah itu jadwal para istri Sang Raja?" tanyaku dengan telunjuk mengarah ke dinding.

Akasma mengangguk seraya tersenyum. "Aku harus menempelkannya di sana karena aku tidak hafal jadwal setiap istri selir Sang Raja. Menghafal 100 nama bukanlah hal yang mudah, Sheina." Akasma menjelaskan sembari tangannya menyisir rambutku dengan lembut. Aku merasa diperlakukan bak anaknya sendiri.

Suara ketukan di pintu, membuat Akasma segera menghentikan kegiatannya dan segera memutar badannya hingga menghadap ke arah pintu kamar. Sementara tiga orang pelayan wanita yang menemani Akasma, bergegas berlari untuk membuka pintu.

Pintu dibuka dengan meninggalkan bunyi berdecit. Seperti suara tikus kecil yang hendak menemui ajalnya. Aku menoleh ke arah pintu, ingin mengetahui siapa yang datang.

Seorang wanita sepantaran Akasma, muncul dari balik pintu. Mataku membola sempurna. Kupikir Akasma sudah yang paling cantik, tapi ternyata ada yang jauh melebihi kecantikannya. Dan wanita paruh baya yang muncul dari balik pintu itulah yang memiliki kecantikan paripurna.

"Halo, Sheina. Cantik sekali wajahmu. Kulitmu halus seperti kapas," puji wanita itu ketika telah berdiri di depanku. Tangannya meraih lembut tanganku dan dielusnya dengan perlahan. "Selamat datang di dunia harem Kesultanan Altan. Ada beberapa peraturan yang telah ditetapkan dalam dunia harem di kerajaan ini. Besok selir Gucin yang akan menjelaskannya padamu. Termasuk apa saja yang menjadi tugasmu." Begitu lembut tutur kata wanita itu. Kecantikan paripurnanya setara dengan kelembutan budi bahasanya.

"Sheina, beliau adalah Ratu Kayla. Istri permaisuri Raja Altan. Berikan penghormatanmu, Sheina," perintah Akasma padaku. Tergeragap aku mendengar perintah Akasma itu.

Ratu Kayla? Oh, ternyata seperti ini sosoknya. Pantaslah jika kecantikan, kecerdasan, dan keluhuran sikapnya begitu kesohor. Ternyata segala berita itu bukan sekedar isapan jempol. Nyatanya memang seperti itu.

"Sheina, sebutkan apa yang menjadi keinginan dan cita-citamu saat ini," ujar Ratu Kayla perlahan. Masih tetap dengan menggenggam tanganku.

Aku menunduk pilu mendengar pertanyaannya. "Aku ingin pulang, Ratu Kayla. Desa Panagiota adalah nafasku."

Embusan nafas Sang Ratu dapat kudengar dan kurasakan. Nafasnya yang berembus pelan itu menyisakan aroma yang sangat wangi. Selaksa aroma bunga cengkih berbaur dengan melati.

"Bisakah kamu sebutkan yang selain itu? Karena untuk saat ini, kami belum bisa mengabulkannya, Anak Cantik." Ujung jari lentik telunjuk Ratu Kayla itu mencolek ujung hidungku. Orang bilang bahwa hidungku ini sangat indah. Bentuk runcing yang proporsional karena ditimpa oleh badan hidung yang tidak terlalu besar.

"Bolehkah aku meminta kesejahteraan hidup untuk ibu dan keluargaku?" Aku yakin Ratu Kayla pasti memahami maksudku.

Ratu cantik itu menjentikkan jemarinya. "Besok apa yang kamu inginkan itu akan terlaksana. Tidak inginkah menulis surat untuk keluargamu?"

Oh, bahagia sekali hatiku. Ratu Kayla sungguh baik.

Ibu, tunggulah besok sore. Aku baik-baik saja di sini, Ibu.

*****











Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

55