Bab 1 Istana Megah
by Afifah Maulida
09:55,Sep 07,2023
"Cantik," gumam Raja Altan. Pandangannya lekat mengarah ke sosok wanita muda yang ada di hadapannya itu. Bibirnya sedikit mencebik. "Tapi sungguh lusuh, dekil, dan ... iissh! Jika bukan karena ramalan Pak Tua itu,tidak akan sudi aku mengambilnya sebagai selir."
Perdana Mentri Anka yang mendapat tugas berkeliling penjuru negri untuk mencari wanita yang sesuai dengan ramalan Pak Tua tersebut, hanya bisa mendengus kesal. Setelah tiga bulan perjalanan melelahkan, dan ternyata hanya seperti itu tanggapan Sang Raja.
***
Aku. Sheina. Umurku lebih kurang 18 tahun. Aku tidak pernah dapat memahami, untuk apa aku dibawa paksa ke istana megah ini. Selama ini aku tidak pernah mengenal dunia luar. Dunia selain desaku yang penuh kedamaian. Desa Panagiota. Desa yang makmur, dengan hasil bumi yang selalu berlimpah.
Kala itu aku tengah menumbuk gandum di belakang rumah. Ibuku, wanita bertubuh subur, tergopoh-gopoh menghampiriku dengan nafas tersengal-sengal. Adik bayiku yang berada dalam gendongan Ibu, menangis keras sekali seraya meronta-ronta.
"Sheina, ada utusan kerajaan datang kemari. Mereka mengatakan bahwa ada titah raja yang menyuruhmu agar pergi menghadap ke istana. Kesalahan apa yang sudah kamu lakukan, anakku?" Mata Ibu berair. Dia tidak memedulikan tangisan Beyza, adik bayiku itu.
Aku hanya bisa bengong menatap Ibu dengan keheranan. "Kesalahan apa, Ibu? Sedangkan setiap hari aku tak pernah keluar rumah, apalagi keluar desa. Tambah lagi berhubungan dengan orang istana. Apakah mungkin?"
Ibu menggelengkan kepala kuat-kuat. "Ibu tidak paham, Sheina. Sementara kakakmu juga belum pulang berdagang dari luar kota. Apa yang harus Ibu lakukan?"
Ah, kasihan ibuku. Hidupnya sangat berantakan setelah Ayah meninggal. Orang desa mengatakan bahwa ayahku terkena penyakit kutukan.
Ladang yang kami miliki akhirnya terbengkalai. Karena ibuku tak sanggup mengerjakan ladang sembari mengasuh lima orang adikku yang masih kecil. Sementara kakak laki-lakiku sibuk berdagabg ke luar kota. Karena memang hasil berdagang jauh lebih banyak daripada berladang.
Tak ada pilihan lain bagiku selain mengerjakan ladang milik mendiang ayahku sendirian saja. Sebisaku. Tanpa meminta bantuan dari siapa pun.
"Mereka harus membawamu ke istana. Lantas siapa yang akan membantu dan menjaga Ibu? Dan bagaimana nasibmu di sana nanti?" Ibu tergugu sambil meraih tubuhku, agar mendekat karena dia ingin memelukku. Dan Beyza makin keras menangis.
"Sheina! Bergegaslah! Keluar kau!" Teriakan itu sangat keras terdengar. Aku menghela nafas panjang. Kulepaskan tubuh ibuku perlahan. Kucium pipi gembilnya.
Langkahku terayun berat saat menuju ke pintu depan. Lima orang utusan kerajaan berdiri gagah di depan pintu. Di belakang mereka, aku melihat kerumunan warga desa yang melihat ke arahku dengan aneka tatapan yang sulit kuartikan.
"Kesalahan apa yang telah saya perbuat, Tuan, hingga saya harus menghadap ke istana?" Pertanyaan itu kulontarkan setelah menata debar jantung agar tidak berisik memukul dinding rongga dadaku.
Lelaki muda bertubuh gempal dengan senyum ramah itu membuka mulutnya. "Aku, Perdana Mentri Anka, mendapat tugas untuk membawamu ke istana saat ini juga atas perintah Raja Altan, untuk menjadikanmu sebagai istri selir beliau."
Hah?
Mulutku ternganga. Apa-apaan ini? Mengapa aku yang dijadikan istri selir? Apakah lelaki tampan yang mengaku sebagai perdana mentri istana ini tidak salah alamat?
"Apakah ... apakah saya ... tidak salah dengar, Tuan?" tanyaku tergeragap.
"Tidak, Sheina. Semua informasi tentang dirimu sudah sempurna kami dapatkan. Bergegaslah. Karena Sang Raja memerintahkan untuk bergegas."
"Apakah ... aku boleh menolak, Tuan Perdana Mentri?"
Pertanyaan konyol.
****
Perdana Mentri Anka yang mendapat tugas berkeliling penjuru negri untuk mencari wanita yang sesuai dengan ramalan Pak Tua tersebut, hanya bisa mendengus kesal. Setelah tiga bulan perjalanan melelahkan, dan ternyata hanya seperti itu tanggapan Sang Raja.
***
Aku. Sheina. Umurku lebih kurang 18 tahun. Aku tidak pernah dapat memahami, untuk apa aku dibawa paksa ke istana megah ini. Selama ini aku tidak pernah mengenal dunia luar. Dunia selain desaku yang penuh kedamaian. Desa Panagiota. Desa yang makmur, dengan hasil bumi yang selalu berlimpah.
Kala itu aku tengah menumbuk gandum di belakang rumah. Ibuku, wanita bertubuh subur, tergopoh-gopoh menghampiriku dengan nafas tersengal-sengal. Adik bayiku yang berada dalam gendongan Ibu, menangis keras sekali seraya meronta-ronta.
"Sheina, ada utusan kerajaan datang kemari. Mereka mengatakan bahwa ada titah raja yang menyuruhmu agar pergi menghadap ke istana. Kesalahan apa yang sudah kamu lakukan, anakku?" Mata Ibu berair. Dia tidak memedulikan tangisan Beyza, adik bayiku itu.
Aku hanya bisa bengong menatap Ibu dengan keheranan. "Kesalahan apa, Ibu? Sedangkan setiap hari aku tak pernah keluar rumah, apalagi keluar desa. Tambah lagi berhubungan dengan orang istana. Apakah mungkin?"
Ibu menggelengkan kepala kuat-kuat. "Ibu tidak paham, Sheina. Sementara kakakmu juga belum pulang berdagang dari luar kota. Apa yang harus Ibu lakukan?"
Ah, kasihan ibuku. Hidupnya sangat berantakan setelah Ayah meninggal. Orang desa mengatakan bahwa ayahku terkena penyakit kutukan.
Ladang yang kami miliki akhirnya terbengkalai. Karena ibuku tak sanggup mengerjakan ladang sembari mengasuh lima orang adikku yang masih kecil. Sementara kakak laki-lakiku sibuk berdagabg ke luar kota. Karena memang hasil berdagang jauh lebih banyak daripada berladang.
Tak ada pilihan lain bagiku selain mengerjakan ladang milik mendiang ayahku sendirian saja. Sebisaku. Tanpa meminta bantuan dari siapa pun.
"Mereka harus membawamu ke istana. Lantas siapa yang akan membantu dan menjaga Ibu? Dan bagaimana nasibmu di sana nanti?" Ibu tergugu sambil meraih tubuhku, agar mendekat karena dia ingin memelukku. Dan Beyza makin keras menangis.
"Sheina! Bergegaslah! Keluar kau!" Teriakan itu sangat keras terdengar. Aku menghela nafas panjang. Kulepaskan tubuh ibuku perlahan. Kucium pipi gembilnya.
Langkahku terayun berat saat menuju ke pintu depan. Lima orang utusan kerajaan berdiri gagah di depan pintu. Di belakang mereka, aku melihat kerumunan warga desa yang melihat ke arahku dengan aneka tatapan yang sulit kuartikan.
"Kesalahan apa yang telah saya perbuat, Tuan, hingga saya harus menghadap ke istana?" Pertanyaan itu kulontarkan setelah menata debar jantung agar tidak berisik memukul dinding rongga dadaku.
Lelaki muda bertubuh gempal dengan senyum ramah itu membuka mulutnya. "Aku, Perdana Mentri Anka, mendapat tugas untuk membawamu ke istana saat ini juga atas perintah Raja Altan, untuk menjadikanmu sebagai istri selir beliau."
Hah?
Mulutku ternganga. Apa-apaan ini? Mengapa aku yang dijadikan istri selir? Apakah lelaki tampan yang mengaku sebagai perdana mentri istana ini tidak salah alamat?
"Apakah ... apakah saya ... tidak salah dengar, Tuan?" tanyaku tergeragap.
"Tidak, Sheina. Semua informasi tentang dirimu sudah sempurna kami dapatkan. Bergegaslah. Karena Sang Raja memerintahkan untuk bergegas."
"Apakah ... aku boleh menolak, Tuan Perdana Mentri?"
Pertanyaan konyol.
****
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved