Bab 6 Pelajaran Moral 01
by AM.assekop
16:32,Aug 07,2023
Henzo tengah duduk di sebuah bangku taman sambil menikmati makan malamnya. Sembari memikirkan, kira-kira malam ini dia akan tidur di mana. Sementara duit di sakunya 25 dollar saja, habis semua ditarik.
“System!”
Ding!
[Ada apa, Tuan? Apa ingin bermain malam ini?]
“Tidak. Aku ingin tempat tinggal sekarang, sebuah rumah mewah!”
Uing! Buk!
Sebuah botol minuman melayang di udara dan terkena bangku semen, hampir terkena kepala. Henzo menoleh ke belakang. Sepasang kekasih sedang asyik bercinta. Salah satu dari mereka yang melempar botol barusan.
“Dasar gila!” ejek si wanita ketus.
“Lari sana, gembel!” usir si pria menyalak seperti anjing.
Henzo membalik lagi badannya dan terus menikmati makanannya sembari bicara sama System.
[Tuan Henzo, maaf System tidak bisa mengabulkan permohonan Tuan karena kami hanyalah System, bukanlah Tuhan. System hanya memfasilitasi agar Tuan bisa menjadi kaya dan itu pun System tidak bisa menjamin kalau Tuan akan pasti menjadi kaya.]
“Jadi aku harus menyelesaikan misi dulu baru dapat permintaan? Oke kalau begitu!” desis Henzo sambil mengunyah.
Dep!
Setelah itu, Henzo dengan setelan pemulung, baju compang-camping dan lusuh, berjalan di sekitar kota dan mencari-cari hotel yang paling murah. Agak lama kemudian Henzo berhasil menemukannya.
“Betul cuma lima dollar sehari semalam?” tanya Henzo sambil memijit keningnya.
Wanita si resepsionis menyoroti sekujur tubuh Henzo, mengawasi dari atas kepala sampai kaki, berkali-kali. Jidatnya berkerut dua. Bibirnya perlahan mencebik. Wanita itu duduk lagi dan menghilang dari pandangan Henzo.
“Mbak? Aku mau menginap di hotel ini sehari semalam saja. Besok malam atau sorenya aku akan keluar. Baiklah akan aku tambah lima dollar lagi kalau begitu, bonus untuk Mbak!” rayu Henzo berharap-harap.
Wanita blonde berkuncir itu berdiri lagi. “Lima dollar untukku?”
Henzo mengangguk cepat. “Iya betul. Aku sudah mengantuk.”
“Security, usir gembel ini!”
Dua orang pria berseragam pun langsung menyeret Henzo keluar hotel. Namun, remaja kotor dan norak ini tak tinggal diam, karena niatnya baik meskipun penampilannya sangat tidak oke, tapi kan dia punya duit, bahkan kasih lebih.
Henzo meronta-ronta. Dimasukannya tangannya ke dalam tas selempang murahannya dan mengambil uang sepuluh dollar. Dilemparkannya uang itu ke lantai.
“Itu ambil! Aku hanya ingin tidur di sini!”
Tak peduli, dua security terus menggeret paksa bocah ini sampai kakinya terseok-seok menahan tarikan. Mereka berdua melempar tubuh Henzo ke rumput taman. Henzo pun terjerembap, kaosnya jadi bertambah jelek karena kena tanah becek.
“Pergi dari sini, gembel!”
Henzo bangkit. “Aku sudah bayar dua kali lipat. Izinkan aku tinggal di hotel, untuk malam ini saja, besok pagi aku pasti akan pergi.”
“Kau tidak pantas tidur di hotel. Lari dari sini. Bocah rongsok!”
Henzo berjalan gagah membela harga dirinya. “Ya sudah, kembalikan duitku!”
Dua pria itu berpura-pura tolol, sok tidak tahu menahu soal duit yang tadi dilemparkan oleh Henzo.
“Kau ini sudah gila!” dampratnya marah.
Bug!
Henzo kena pukul punggungnya.
“Lari sana!” ketus pria itu.
Belum sempat mengambil ketapel dari tasnya, Henzo diterjang sampai terjengkang, lalu dipukuli berkali-kali.
Orang-orang yang lewat, termasuk pengunjung hotel, tak peduli sama sekali, karena bagaimana pun keadaannya, si gembel pasti salah di mata mereka.
Henzo pun menutupi kepalanya dari tonjokan dan sepakan. “Ampun! Baiklah aku akan pergi dari sini!” Henzo bangkit dan berjalan terhuyung-huyung ke arah jalan.
Lampu kuning di tepi jalan membias. Udara malam yang dingin menusuk-nusuk pori-pori kulit badan Henzo. Dia memeluk badannya sendiri untuk menambah kehangatan.
Seharusnya tadi dia membeli baju, malah sibuk membeli berbagai macam makanan dari sore sampai malam. Tak ada opsi lain, Henzo memutuskan untuk tidur di bangku taman tadi.
Sisa duit di saku 15 dollar. Cukuplah untuk beli makan dan pakaian besok pagi. Henzo menelentangkan tubuh kecilnya yang kotor, karena belum mandi. Tidak nyaman, dia baringkan ke kiri sambil meringkuk. Henzo tertidur pulas.
Pagi harinya, Henzo pun terbangun. Sembari duduk dan mengumpulkan nyawanya, dikucek-kuceknya kelopak matanya yang mengatup, direntangkannya kedua tanganya, dan diregangkannya otot-ototnya.
Henzo mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Sebuah wajah hitam manis. Kulit tubuhnya sawo matang, tapi karena terlalu lama berada di jalanan, jadi lebih hitam dan tidak eskotis sebab bukan kena sinar mentari pantai melainkan sengatan ultraviolet yang panas bedengkang.
Manik matanya cokelat, bukan karena bawaan lahir, tapi itu tadi, karena terlalu sering berada di bawah terik panas matahari. Tapi, matanya bagus. Setajam tatapan elang. Alasannya karena Henzo terlalu sering membidik sasaran.
Sepertinya pesona Henzo hanya ada pada matanya. Sementara hidungnya, memang tidak pesek, tapi juga tidak mancung. Bibirnya pecah-pecah karena terlalu sering menahan haus. Dan tubuhnya agak kurus tapi tidak pantas juga diejek dengan sebutan ‘ceking’.
Henzo berhenti di sebuah toko baju. Baru saja membuka pintu, sang punya toko terperangah hebat, melihat ada bocah busuk masuk ke tokonya.
“Woi! Pergi dari sini! Kau mau maling ya?!” seru pria itu menyeringai. Matanya yang melotot bentrok dengan mata Henzo yang sayu.
Henzo justru santai karena niat dia baik masuk ke toko ini. Dia tidak tertekan dan takut mendengar ocehan si pemilik toko. Dilihat-lihatnya baju dan celana yang menurutnya pas.
“Hm, oke, yang ini,” desisnya yakin. Kaos bergambar senapan dan celana loreng, plus satu celana dalam. Total belanjaanya dua belas dollar. Jadi sisa tiga dollar untuk beli sarapan.
“Dasar gembel! Taruh lagi baju itu!” lolong si pemilik toko makin gusar. Darahnya mulai panas.
Henzo tersenyum renyah. Dia masuk ke dalam ruang ganti dan menjajal semuanya. Karena malas membukanya lagi, dia pun keluar dengan semua pakaian tersebut lalu mendekat ke meja kasir.
“Aku beli. Bukan mau maling,” tutur Henzo santai sambil merogoh tas selempangnya.
Si pemilik toko melipat tangan di dada sambil menatap remeh. Dipelototinya bocah tidak jelas ini. Tidak pernah sebelumnya ada gembel yang masuk ke tokonya dan membeli sesuatu.
“Cepat bayar! Katanya kau mau beli!” sergahnya.
Henzo menatap nanar ke arah tas selempangnya. Kedua tangannya masih saja merogoh, bahkan sampai membalik isi tasnya. Kosong!
“Hei! Cepat bayar!”
Sekelebat Henzo melirik si pemilik toko. Dilihatnya barusan sebuah raut muka seperti seorang yang sedang kerasukan setan ganas. Asli, si pemilik toko akan marah besar kalau Henzo tidak mampu bayar.
“Sebentar,” desis Henzo mulai panik.
Si pemilik toko naik pitam. Darahnya tidak lagi mendidih, tapi menguap.
“Dasar gembel gila!” sentaknya. Lantas digocohnya kepala Henzo cukup keras. Bug!
Henzo terjatuh berdebam di lantai, memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut.
Tak puas pria itu menyepak perut Henzo berkali-kali. “Lepaskan semua pakaian itu sekarang juga!”
Henzo bangkit, mengambil pakaian bekas miliknya tadi yang berada di dalam kresek hitam, lalu bergegas kembali ke ruang ganti.
Dilepaskannya semua pakaian anyar ini, kemudian menggantinya dengan pakaian kumal dan bau miliknya. Henzo keluar sambil berjalan menunduk, karena memang salah dirinya, jadi tidak berani melihat wajah si pemilik toko.
“Maafkan aku, Pak,” lirinya lemah dan parau.
“Sini!” Pria itu merampasnya dari tangan Henzo. “Terpaksa aku harus bawa ini ke laundry. Asli rugi aku gara-gara kau ini, gembel! Sudah, pergi sana!” bentaknya.
Henzo makin tertunduk. Dibukanya pintu toko, terus menyeret kakinya sendiri yang terasa berat rasanya. Napas dan detak jantungnya tidak singkron. Getaran di dadanya lebih ganas daripada dengusan hidung dan mulutnya.
Remaja malang ini berjalan gontai di jalanan kota. Dilewatinya lagi hotel semalam. Tiba-tiba dua security yang mengusirnya baru saja pulang kerja dari shift malam. Henzo buru-buru sembunyi di balik pohon.
“Sepuluh ditambah lima belas lagi.”
“Dua puluh lima dollar. Kita bagi dua, Bro!”
“Sering-sering saja gembel seperti itu bertemu dengan kita!”
“Lumayan buat modal judi malam nanti.”
Henzo menahan napas hingga mereka berdua sudah jauh dari pandangan mata. Sekarang Henzo tidak punya duit sepeser pun. Sementara dia belum juga sarapan.
#Pelajaran Moral 01 : Kalau punya duit, harus dijaga baik-baik.
“System!”
Dep!
[Ada apa Tuan Henzo? Mau bermain sekarang? Apa kau butuh uang?]
“Ya aku butuh uang yang sangat banyak. Aku ingin kaya. Kasih aku akses masuk sekarang!”
[Maaf, Tuan Henzo, tidak bisa sekarang.]
“Hah? Ada masalah apa?” Henzo kaget.
[Di sini banyak orang. Tuan tidak bisa langsung berpindah tempat jika dilihat oleh orang. Jadi, Tuan harus mencari lokasi sepi yang tidak terlihat oleh orang.]
“Baiklah kalau begitu.”
Setelah melewati kawasan hotel dan taman, Henzo berhenti di sebuah gedung kosong bekas bioskop. Sepertinya di sini sepi, pikir Henzo.
Klik!
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved