Bab 5 Ikut masuk

by AM.assekop 16:30,Aug 07,2023
System 5

Di beranda game.
[Tuan Henzo diberi nyawa sepuluh Koin selama mengikuti game. Jika nyawamu habis, Tuan otomatis akan keluar dari game, dan System akan hilang dengan sendirinya. Nah, jika fisik aslimu lapar, Tuan bisa log out dari game. Mudah sekali, Tuan Henzo.]
“Baiklah kalau begitu.”

Klik!
Dep!
Tiba-tiba Henzo berada pas di depan bak sampah.
“System, apa aku harus berada di sini ketika masuk dan keluar permainan?”
[Hanya kemarin dan hari ini saja, Tuan Henzo. Untuk ke depannya Tuan tidak perlu lagi payah-payah ke sini karena System sudah menyatu dengan Tuan. Tinggal panggil saja jika ingin kembali bermain.]
Dep!
Layar hologram di hadapan Henzo hilang.
Saldo milik Henzo hanya 30 dollar. Pas-pasan untuk keperluannya saat ini. Henzo pun berjalan dengan riangnya meskipun suasana hatinya masih merasakan kepedihan.
Clara tadi siang sepulang dari sekolah mengintip dan mengawasi Henzo dari jendela. Gadis itu mendengar Henzo seperti mengatakan sesuatu di depan bak sampah miliknya. Dan tidak lama setelah itu Henzo pun menghilang tiba-tiba. Kecurigaan Clara terhadap Henzo mulai ada sejak kemarin, dan ditambah lagi hari ini.
Selama lebih dari dua jam Clara terus mengawasi situasi di sekitar bak sampah dan tidak ada Henzo di sana. Karena penasaran, tadi sempat dibukanya tutup bak sampah tersebut, dan tidak menemukan hal aneh di dalamnya. Isinya tetap sama. Barang yang tidak berguna.
Mengherankan, baru saja tiba-tiba dia melihat Henzo muncul di sekitar bak sampah itu. Clara kaget sekali. Bagaimana bisa? Kapan Henzo datang ke sana? Tiba-tiba ada. Ingin rasanya Clara keluar rumah, lalu meneriaki Henzo. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba dia yang malu?
Sudahlah, lagi pula masih ada hari esok. Dia pikir, besok Henzo pasti ke sini lagi. Clara masih belum puas berterima kasih kepadanya lantaran peristiwa kemarin itu. Clara ingin berteman dekat dengan Henzo, sosok pahlawan gagah berani di matanya.
“Mas, ceraikan aku sekarang!” jerit seorang wanita dari dalam rumah. Nada bicaranya seperti melampiaskan sebuah emosi terpendam.
Tak! Tak! Tak!
Suara hentakan sepatu terdengar jelas di sekitar tangga.
Seorang pria keluar dari pintu kamar lantai dua. “Vionny, aku tidak mau bercerai darimu. Kasihan Clara. Dia masih kecil dan butuh kasih sayang kita berdua.” Marco menatap nanar. Raut mukanya diselimuti kecemasan. Matanya sayu.
“Kalau kau sayang sama anakmu, kenapa kau malah berhubungan dengan wanita lain ha?” mata Vionny berkaca-kaca. Dia menghempaskan tubuh di atas sofa ruang keluarga.
Marco tak bisa menjawab pertanyaan istrinya, malah mengalihkan pembicaraan. “Vionny, kenapa ruang kerjaku sangat berantakan? Ke mana barang-barang milikku? Smartphone, laptop, dan berkas pekerjaanku?”
“Terserah! Aku tidak peduli lagi sama kau!” ketus wanita itu. Matanya memerah. “Gara-gara kau juga, rumah kita hampir dibobol maling, dan anakku hampir mati.”
Selama dua hari kemarin Vionny pergi keluar kota. Bukan maksud sengaja menelantarkan anak, tapi dia pergi jauh hanya untuk membongkar rahasia besar suaminya. Sudah banyak info yang dia dapatkan dari beberapa kerabat dan teman dekat.
Kabar tersebut sudah lama, namun Vionny butuh waktu untuk memastikannya. Tepat satu minggu yang lalu Vionny secara diam-diam mengambil ponsel milik suaminya dan mencari banyak informasi di sana.
Setelah tidak ada keraguan dan Vionny tahu lokasi tempat tinggal sang pelakor, barulah dua hari yang lalu dia memutuskan untuk pergi ke sana. Benar saja, Marco yang katanya ada tugas di luar kota, rupanya ada main di belakang istrinya.
Vionny menggerebek Marco dan wanita simpanannya di sebuah rumah yang cukup mewah. Tentu rumah pemberian Marco. Secara suaminya merupakan salah satu manager di sebuah perusahaan game ternama dengan penghasilan yang sangat besar.
Marco berdiri tegap sambil berkacak pinggang. “Ke mana barang-barang milikku, Vionny? Kau mengacaukan pekerjaanku! Bagaimana nanti aku akan menafkahi kalian di sini?”
Vionny mendengus marah. Matanya yang basah makin menyipit. “Urusi saja pelakor itu!” semburnya gusar.
“Semua karena fitnah dari teman-temanmu itu! Kalau saja mereka tidak membuat cerita palsu, gosip murahan itu, rumah tangga kita akan tetap aman!” Marco terus membela diri.
Vionny melengos. “Mentang-mentang kau sudah kasih kami segalanya, lantas kau sekehendaknya bertingkah. Pikirkan perasaanku sebagai istri. Dan pikirkan juga nasib anakku itu. Kau itu egois!” Vionny menatap dinding. Malas dia melihat wajah suaminya.
Clara yang sedang tertegun di sofa ruang tamu, mendengar jelas percakapan kedua orang tuanya. Di usia empat belas tahun tentu remaja itu mulai paham persoalan rumah tangga.
Malang sekali nasibnya, kebahagiaannya bersama keluarga berada di tepi jurang. Disekanya air mata yang jatuh di pipi mulusnya. Hidungnya sulit menghisap udara. Relung hatinya mulai terguncang.
“Besok pagi aku dan Clara akan pergi dari rumah ini!” tegas Vionny. Kali ini matanya berani menatap mata Marco. Ada seringai di wajah cantiknya.
“Kau mau tinggal di mana? Balik ke rumah orang tuamu yang miskin itu ha?! Kau ingih hidup susah lagi, Vionny? Kau bahkan tidak punya uang untuk bisa hidup!” cecar Marco menyulut api emosi.
Malam harinya Vionny dan Clara mengemasi pakaian, perlengkapan, dan barang-barang penting mereka. Niat Vionny untuk pisah sangat kuat karena dia sudah terlanjur sakit hati dibuatnya.
Apalagi ketika dia tahu bahwa hubungan Marco dan wanita simpanan itu sudah berlangsung dua tahun lamanya. Jadi selama ini suaminya berhasil menutupi semua boroknya.
“Aku benci sama Papa!” omel Clara geram.
“Tidak usah lagi kamu bicara sama dia, Nak. Dia bukan lagi orang tuamu. Dia jahat sekali sama kita,” keluh Vionny sembari memasukkan barang-barang di koper.
“Aku tidak menyangka Papa sejahat itu sama kita.”
Setelah selesai membantu mamanya, Clara masih saja penasaran apa sebenarnya yang ada di dalam bak sampah itu. Clara pun memutuskan keluar rumah jam delapan malam ini.
Dibukanya tutupnya lambat-lambat. Disenterinya pakai smartphonenya. Isi di dalamnya tidak berubah. Dikais-kaisnya tumpukan-tumpukan berkas milik papanya dan dibolak-balikkannya pecahan-pecahan laptop dan smartphone yang habis dibanting oleh mamanya tempo lalu.
Clara menghela napas lemah. Tidak ada yang aneh di dalam sini, batinnya. Namun, Clara tiba-tiba teringat sesuatu, ketika memperhatikan Henzo dari dalam rumah hari ini dan kemarin, dia ingat Henzo mengatakan sesuatu.
“System!”
Drrtt...
Dep!
Mengagetkan, Clara terperanjat dan sampai termundur sedikit badannya ke belakang. Putih matanya melebar dan mulutnya perlahan menganga heran.
Tiba-tiba muncul layar hologram 2D dari dalam sana.
[Clara, gadis malang. System telah memindai dirimu. Kau termasuk orang terpilih. Bukankah kau hobi bermain game battle royale? Bukankah kau terobsesi dengan senjata dan peperangan?]
“Betul. Tapi, aku hanya ingin bertemu dengan Henzo. Bawa aku ke sana agar bisa menemui dia.”
[Dia sama sepertimu. Kau akan bertemu dengan dia di dalam dunia game nantinya. Sepertinya kau ingin membalas budi padanya. Dan kau juga butuh uang dan ingin kaya raya untuk bisa membahagiakan mamamu.]
“Oke. Aku setuju.”
Grrggaarr!!!
Suara petir pecah membahana.
[Sepertinya hujan sebentar lagi akan turun. System akan mempercepat proses penyatuan dengan dirimu.”

Clara menyodorkan lima jemari tangan kanannya.


{10% ...}
{35% ...}
{50% ...}
{80 % ...}
{100 % ...}


Nama : Clara
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pendidikan : Siswa SMP
Status keluarga : Anak kandung
Hobi : Membaca, bermain game battle royale
Cita-cita : Ibu rumah tangga





Dep!
Layar hologram di bak sampah mati.
Timbul di hadapan pandangan Clara.
“Terima kasih.”
System : [Kill to be rich!]

Dan rintik hujan perlahan turun, makin lama makin deras. Air berhamburan jatuh dari langit.
Clara segera masuk ke rumah.
Grggaarr!
Sebuah petir dahsyat menyambar bak sampah. Semua isi di dalamnya terbakar hangus, apinya langsung padam terkena air hujan.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

46