Bab 6 Barang Orang Keji, Jangan Kita Terima
by Roy
10:30,Jun 01,2021
Ketika mendekati petang hari, Erick Ling tak kunjung datang.
Semua orang memaki Erick Ling adalah preman yang tidak tahu malu. Tetapi karena Winda Su kembali menduduki jabatannya, Rany Zhou sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum.
Setelah smeuanya bubar, Winda Su memegangi dokumen itu dengan erat. Dalam hatinya memiliki perasaan yang tidak dapat dijelaskan, dia bahkan mulai merindukan Erick Ling.
“Nak, kamu lihat, begitu Tuan Muda Dylan Chen turun tangan, langsung menyelesaikan kesulitan terbesar kamu, entah berapa kali lipat lebih baik daripada sampah tak berguna itu. jika bisa menikah dengan Dylan Chen, sisa kehidupan sekeluarga kita juga tidak perlu dikhawatirkan lagi. Nenek Su juga akan melihat pada muka Dylan Chen dan menerima kita kembali.” Rany Zhou girang sekali.
Dalam benak Winda Su teringat akan surat tadi, dia selalu merasa ada yang tidak beres, “Benarkah ini adalah bantuan dari Dylan Chen?”
Mata Rany Zhou pun berbunga, “Tentu saja Dylan Chen, memangnya Erick Ling si manusia sampah itu? meski dia berjuang lima puluh tahun lagi, juga tidak akan memiliki kemampuan seperti ini.”
Teringat akan Erick Ling yang hanya bermalas-malasan, Winda Su mendesah.
Rany Zhou berpesan padanya, “Anak bodohku, kenapa kamu masih bengong di sini, cepat telepon Dylan Chen, ajak dia baik-baik untuk makan. Dia begitu baik padamu, kita juga tidak boleh terkesan tidak sopan.”
Dylan Chen dan Winda Su adalah teman SMA, mereka memiliki nomor masing-masing, hanya saja jarang berkomunikasi pada biasanya.”
Winda Su mengangguk dengan datar, dia mencari nomor Dylan Chen, tetapi lama tidak menekan tombol panggilan.
“Bengong apaan, cepat telepon.” Rany Zhou langsung merebut ponselnya dan menekan tombol panggilan, lalu dia menempelkan ponsel di telinga Winda Su, “Bicara baik-baik.”
Di ujung telepon sebelah sana, terdengar suara Dylan Chen yang sengaja direndahkan menjadi suara bass, “Winda, kenapa tiba-tiba terpikirkan olehmu untuk menelepon aku?”
Winda Su merasa sangat canggung, namun dia tetap berkata dengan sopan, “Masalah tadi, terima kasih ya.”
“Ah? Masalah apa?” Dylan Chen terbengong, meski dia mendambakan kecantikan Winda Su, tetapi dia juga tidak melakukan apa-apa.
Rany Zhou mengira Dylan Chen sengaja bersikap rendah hati, dia mendesak Winda Su untuk berbicara baik-baik.
Maka Winda Su menceritakan masalah tadi.
“Ah… masalah ini, benar, aku yang meminta ayahku untuk membantu. Bagaimanapun kamu juga adalah teman sekelas aku di SMA, hubungan kita juga sangat lumayan pada saat itu. Melihat kamu diturunkan dari jabatan, dalam hatiku terasa tidak enak, tak disangka ayahku begitu cepat sekali mengurusnya.”
Benar itu adalah Dylan Chen.
Dalam hati Winda Su memiliki sedikit perasaan kecewa yang tak terucapkan.
“Terima kasih ya teman lama, kapan kamu punya waktu kosong, aku traktir kamu makan saja.”
“Sekarang aku sedang membahas bisnis besar dengan klien, tidak bisa meluangkan waktu di hari ini. Besok saja, aku akan pergi menjemput kamu di depan Rumah Sakit Husada setelah pulang kerja.” Saat ini Dylan Chen masih sedang minum bir dengan beberapa wanita cantik di dalam klub, bagaimana mungkin dia bisa menarik dia?
“Baik, sampai jumpa besok.”
Setelah menutup telepon, raut wajah Winda Su tidaklah terlihat bagus.
Namun Rany Zhou yang menguping di samping justru sangat bergairah, “Dylan Chen masih akan pergi ke perusahaan untuk menjemputmu, benar-benar menaruh hati padamu. Kelihatannya masalah kalian pun akan berhasil. Sekarang yang paling utama adalah secepat mungkin bercerai dengan Erick Ling. Selain itu, besok kamu harus berdandan dengan baik sebelum keluar.”
….
Di Gunung Myrina di Kecamatan Mawar.
Tempat ini adalah sebuah taman pemakaman, Kakek Su tepat dimakamkan di sini.
Pada tanggal enam bulan Juni setiap tahunnya, Erick Ling akan membawa dua botol arak putih, lalu minum dengan Kakek Su di depan makamnya.
Dia menuangkan sebotol untuk Kakek Su, lalu meneguk sendiri satu botol.
Hari ini adalah hari kematian Kakek Su. Erick Ling tidak pergi mengurusi perceraian, melainkan datang ke sini.
“Kakek, aku datang menengokmu.”
“Delapan belas tahun yang lalu, aku baru berusia enam tahun. Pada tahun itu, aku dibuang dari keluarga dan mengemis di jalanan. Ketika aku sedang sekarat karena ditindas oleh para pengemis yang lain, kamu yang mengulurkan tangan kasih padaku, memberi aku makan, memberi aku minum, dan memberi aku pakaian.”
“Kamu yang mengajarkan aku membaca dan menulis, menyekolahkan aku di sekolah terbaik di Kota Zhonghai. Ketika prestasi aku sedang terbang tinggi, juga kamu yang menyarankan aku untuk berpaling dari jalur akademi dan bergabung dalam militer. Kamu pernah katakan, orang yang tidak melewati medan perang, tidak pantas untuk menjadi sang pahlawan.”
“Kakek, mungkin kamu tidak tahu. Dalam hatiku, kamu bahkan lebih dekat daripada ayah kandung aku. Aku hanya ingin membawa pangkat jenderal kehormatan itu pulang dan membalas budi kamu. Betapa aku ingin kamu tahu, kamu akan merasa bangga padaku di hari kelak.”
“Tetapi ketika aku mendapatkan surat peninggalanmu, aku sedang bertempur di Gunung Lanos. Di pertempuran Gunung Lanos kali itu, aku… dijebak dan kalah perang, lima ratus ribu pasukan terkubur di lahan salju itu, Letnan Peter Zhang juga sudah gugur demi melindungi aku pergi.”
“Ketika aku bertemu denganmu lagi, kamu sudah tidak ada.”
“Kakek, maaf, aku tidak dapat menjagamu dengan baik, tidak dapat menjaga Keluarga Su.”
Erick Ling duduk di depan batu nisan, minum seteguk arak setiap menuturkan satu kalimat. Pada akhirnya, matanya sedikit berair, “Tetapi, karena aku masih hidup, maka semua ini masih belum berakhir. Semua yang hilang pada sebelumnya, aku akan mengambilnya kembali satu per satu.”
Guntur menggelegar di langit malam, awan hitam mencurahkan hujan dan angin.
Sosok cantik berpakaian merah membawa payung, berjalan kemari dengan pelan.
Bloody Mary berdiri di samping, berkali-kali dia ingin memberikan payung pada Erick Ling, tetapi dia selalu menahannya. Dengan hening Bloody Mary menatap pemuda yang hanya berumur dua puluh empat tahun ini.
Sesaat kemudian, terdengar sebuah suara langkah kaki.
Seorang gadis tinggi yang mengenakan kaos putih dan celana berkaki sempit, berjalan kemari dengan pelan sambil memegangi payung, di tangan lainnya memeluk seikat bunga.
Melihat Erick Ling di tengah hujan, gadis itu sedikit terkejut, “Erick Ling, kenapa kamu datang ke sini?”
Itu adalah Marlene Su.
Marlene Su adalah adik kandung dari Daniel Su, merupakan nona kesayangan yang paling bersinar cerah di Keluarga Su. Keluarga Su mengerahkan segenap tenaga untuk membinanya menjadi seorang nona cendikiawan, agar kelak dapat menikah ke dalam keluarga kaya papan atas. Marlene Su adalah harapan dari penantian dari Keluarga Su.
Raut wajah dan auranya sungguh luar biasa, reputasinya di dunia luar juga sangat bagus, ada banyak sekali pria yang mengejarnya. Karena memiliki kelahiran yang baik, tentu Marlene Su memiliki posisi yang lebih tinggi di atas Winda Su di dalam Keluarga Su.
“Aku datang menengok Ka… Kakek Su.” Erick Ling meneguk tetes arak terakhir, dengan rapi dia meletakkan botol arak di depan batu nisan, lalu dia bangkit berdiri dan berpamitan.
Pada tanggal enam bulan Juni tiga tahun yang lalu, Kakek Su meninggal atas ketidakadilan.
Pada tanggal enam bulan Juni delapan belas tahun yang lalu, Kakek Su membawa pulang Erick Ling yang terlantar di jalanan.
Delapan belas tahun, adalah satu putaran reinkarnasi.
“Eh, aura Erick Ling ini unik sekali, seperti raja penguasa di langit sembilan, sama sekali tidak seperti menantu sampah yang bermalas-malasan itu.”
Melihat bayangan punggung Erick Ling yang berjalan pergi, Marlene Su merasa kaget sekali.
“Eh, bukankah gadis ini adalah gadis yang Erick Ling peluk di dalam foto itu… menantu sampah ini, beraninya membawa pelakor datang menyembah di depan makam Kakek?”
“Tetapi juga memiliki niat, hujan badai begini, masih ingat untuk datang menengok Kakek.” Marlene Su bergeleng dan membuang pikiran kacau lainnya, lalu dia meletakkan bunga dengan pelan, “Kakek, aku datang menengokmu.”
….
Keesokan harinya, Winda Su kembali duduk di dalam ruangan kantor General Manager Rumah Sakit Husada.
Selang satu hari, dia kembali menduduki posisinya.
Naik dan turunnya perputaran roda kehidupan, memanglah seperti ini.
Terhadap pekerjaan ini, Winda Su sangat menyayanginya. Pada hari ini, Winda Su mengerjakan setiap hal dengan sangat cermat.
Namun ketika membaca laporan keuangan dari rumah sakit, Winda Su menyadari suatu masalah yang sangat serius. Larry Chen mengeluarkan dana sebesar dua puluh juta Yuan untuk membeli empat puluh persen saham rumah sakit, secara logika, seharusnya dua puluh juta Yuan ini berada di dalam rekening rumah sakit. Namun sekarang, dana itu dialihkan ke Perusahaan Su.
Selain itu, uang tunai sebesar lima juta Yuan yang ada di dalam rekening rumah sakit, juga sudah dipindahkan oleh Perusahaan Su.
Maka itu berarti, sekarang sama sekali tidak ada sepeser uang di dalam rekening rumah sakit. Pengembalian dana terdekat juga masih ada sepuluh hari lagi, gaji karyawan beberapa hari nanti juga tidak mampu dibayarkan.
Perintah pengalihan dana, diturunkan oleh Daniel Su.
Ini berarti, meski Winda Su sudah kembali menduduki posisi General Manager, tetapi yang dia dapatkan adalah pot panas, adalah jebakan besar.
Jika tidak dapat membayarkan gaji karyawan dan para karyawan rumah sakit berbuat onar, pada saatnya nanti yang memikul nama buruk adalah Winda Su.
“Keluarga Su benar-benar sangat membenci aku, secara muka memulihkan jabatanku, tetapi di balik sana justru mengalihkan seluruh dana. Apakah mereka sedang memaksa aku untuk bercerai dengan Erick Ling, lalu menikah dengan Dylan Chen?”
Kondisi mental Winda Su hampir frustasi, dia bahkan ingin pasrah saja, tetapi ada sebuah aliran energi yang menyerbu ke atas kepala, membuatnya menggertakkan gigi dan ingin berjuang lagi.
Winda Su langsung menelepon ratusan telepon pada seluruh temannya, tak diragukan lagi adalah untuk meminjam uang pada mereka, berharap mereka dapat membantunya melewati krisis Rumah Sakit Husada pada kali ini.
Namun akhirnya… satu per satu mengeluhkan kemalangan mereka.
Entah membeli rumah, membeli mobil, ditipu dalam membeli saham, bahkan ada uang mengatakan orangtuanya mengidap penyakit akut….
Hanya sahabat baiknya, Lulu Zhang, yang bersedia meminjamkan lima ratus ribu Yuan.
Lima ratus ribu… bagaikan ingin memadamkan api besar dengan segelas air.
Pada tanggal sepuluh di setiap bulan, adalah waktu pembagian gaji karyawan di Rumah Sakit Husada, pengeluaran minimumnya sebesar dua juta Yuan, ditambah lagi dengan biaya pengoperasian lainnya, setidaknya juga memerlukan empat juta Yuan agar rumah sakit dapat dioperasikan dengan normal.
Winda Su merebah di meja kerja, berkali-kali menarik rambutnya sendiri dengan dua tangan.
Ketika mendekati jam delapan, barulah Winda Su meninggalkan ruangan kantor.
Begitu turun ke bawah, dia melihat ada sebuah mobil Porsche 911 warna putih di depan pintu rumah sakit.
Dylan Chen yang mengenakan setelan jas putih sedang bersandar di depan mobil sambil memegangi sebuah kotak hadiah yang sangat berharga, tampak gentleman dan tampan, mengundang banyak tatapan dari orang-orang.
“Winda, ini adalah hadiah pertemuan untukmu.” Dylan Chen membuka kotak di tangannya lalu menyodorkannya pada Winda Su.
Winda Su menunduk melihatnya, dia langsung terkejut.
Di dalam kotak itu, ada seuntai kalung Van Cleef & Arpels dengan motif daun klover warna biru.
Kalung daun klover merek Van Cleef & Arpels adalah kalung bermerek mewah yang paling klasik, sangat disukai oleh para wanita fashion. Pada biasanya, harga kalung itu berkisar pada dua puluhan ribu Yuan.
Namun kalung ini berukirkan angka 1314. Ini adalah produk edisi terbatas yang dipasarkan secara global oleh Van Cleef & Arpels, hanya diproduksi sebanyak 1.314, melambangkan cinta sejati yang hanya satu dalam seumur hidup. Kalung tersebut dijual dengan harga seratus lima puluh ribu Yuan, serta belum tentu bisa dibeli meski memiliki uang.
Akhir-akhir ini, para nona keluarga kaya di Kota Zhonghai pun menjadikan kalung model ini sebagai kehormatan.
Winda Su tentu juga sangat menginginkan kalung ini, namun dia tetap menolaknya, “Hadiah ini terlalu berharga, aku tidak bisa terima.”
Dylan Chen menampakkan senyuman yang dia kira sangat mempesona, “Kalung ini aku beli dengan jaringan koneksi temanku. Sudah lama disimpan di rumah aku, selama ini tidak pernah ditemukan pemiliknya. hanya wanita cantik seperti kamu, Winda, yang pantas untuk memakai kalung ini. Selain itu, angka di atasnya juga adalah isi hatiku.”
Hari ini Winda Su berdandan dengan sangat cantik.
Pakaian pekerja kerah putih yang berwarna hitam, kakinya yang panjang di bawah rok ketat tepat terbalut di dalam stocking hitam, serta sepasang sepatu hak tinggi, lekukan tubuhnya tampak sempurna. Ditambah lagi dengan rambutnya yang bergelombang, dan raut wajah yang indah menawan, sungguh mempesona sekali.
Dylan Chen meneteskan air liur melihatnya.
Namun Winda Su tetap menolaknya, dia langsung berkata, “Jika kamu benar-benar berniat, pinjamkan saja empat juta Yuan padaku.”
Ketika mengatakannya, tiba-tiba Winda Su memiliki rasa pasrah terhadap nasib.
Bagi Dylan Chen, empat juta Yuan hanya sekedar angka saja.
Dylan Chen langsung mengiyakan, “Jika kamu menikah denganku, jangankan empat juta Yuan, empat puluh juta Yuan juga bukan masalah.”
Tepat ketika itu, Erick Ling yang entah muncul dari mana, langsung merebut kotak di tangan Dylan Chen dan membuangnya ke lantai, “Istri, barang orang keji, jangan kita terima!”
Semua orang memaki Erick Ling adalah preman yang tidak tahu malu. Tetapi karena Winda Su kembali menduduki jabatannya, Rany Zhou sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum.
Setelah smeuanya bubar, Winda Su memegangi dokumen itu dengan erat. Dalam hatinya memiliki perasaan yang tidak dapat dijelaskan, dia bahkan mulai merindukan Erick Ling.
“Nak, kamu lihat, begitu Tuan Muda Dylan Chen turun tangan, langsung menyelesaikan kesulitan terbesar kamu, entah berapa kali lipat lebih baik daripada sampah tak berguna itu. jika bisa menikah dengan Dylan Chen, sisa kehidupan sekeluarga kita juga tidak perlu dikhawatirkan lagi. Nenek Su juga akan melihat pada muka Dylan Chen dan menerima kita kembali.” Rany Zhou girang sekali.
Dalam benak Winda Su teringat akan surat tadi, dia selalu merasa ada yang tidak beres, “Benarkah ini adalah bantuan dari Dylan Chen?”
Mata Rany Zhou pun berbunga, “Tentu saja Dylan Chen, memangnya Erick Ling si manusia sampah itu? meski dia berjuang lima puluh tahun lagi, juga tidak akan memiliki kemampuan seperti ini.”
Teringat akan Erick Ling yang hanya bermalas-malasan, Winda Su mendesah.
Rany Zhou berpesan padanya, “Anak bodohku, kenapa kamu masih bengong di sini, cepat telepon Dylan Chen, ajak dia baik-baik untuk makan. Dia begitu baik padamu, kita juga tidak boleh terkesan tidak sopan.”
Dylan Chen dan Winda Su adalah teman SMA, mereka memiliki nomor masing-masing, hanya saja jarang berkomunikasi pada biasanya.”
Winda Su mengangguk dengan datar, dia mencari nomor Dylan Chen, tetapi lama tidak menekan tombol panggilan.
“Bengong apaan, cepat telepon.” Rany Zhou langsung merebut ponselnya dan menekan tombol panggilan, lalu dia menempelkan ponsel di telinga Winda Su, “Bicara baik-baik.”
Di ujung telepon sebelah sana, terdengar suara Dylan Chen yang sengaja direndahkan menjadi suara bass, “Winda, kenapa tiba-tiba terpikirkan olehmu untuk menelepon aku?”
Winda Su merasa sangat canggung, namun dia tetap berkata dengan sopan, “Masalah tadi, terima kasih ya.”
“Ah? Masalah apa?” Dylan Chen terbengong, meski dia mendambakan kecantikan Winda Su, tetapi dia juga tidak melakukan apa-apa.
Rany Zhou mengira Dylan Chen sengaja bersikap rendah hati, dia mendesak Winda Su untuk berbicara baik-baik.
Maka Winda Su menceritakan masalah tadi.
“Ah… masalah ini, benar, aku yang meminta ayahku untuk membantu. Bagaimanapun kamu juga adalah teman sekelas aku di SMA, hubungan kita juga sangat lumayan pada saat itu. Melihat kamu diturunkan dari jabatan, dalam hatiku terasa tidak enak, tak disangka ayahku begitu cepat sekali mengurusnya.”
Benar itu adalah Dylan Chen.
Dalam hati Winda Su memiliki sedikit perasaan kecewa yang tak terucapkan.
“Terima kasih ya teman lama, kapan kamu punya waktu kosong, aku traktir kamu makan saja.”
“Sekarang aku sedang membahas bisnis besar dengan klien, tidak bisa meluangkan waktu di hari ini. Besok saja, aku akan pergi menjemput kamu di depan Rumah Sakit Husada setelah pulang kerja.” Saat ini Dylan Chen masih sedang minum bir dengan beberapa wanita cantik di dalam klub, bagaimana mungkin dia bisa menarik dia?
“Baik, sampai jumpa besok.”
Setelah menutup telepon, raut wajah Winda Su tidaklah terlihat bagus.
Namun Rany Zhou yang menguping di samping justru sangat bergairah, “Dylan Chen masih akan pergi ke perusahaan untuk menjemputmu, benar-benar menaruh hati padamu. Kelihatannya masalah kalian pun akan berhasil. Sekarang yang paling utama adalah secepat mungkin bercerai dengan Erick Ling. Selain itu, besok kamu harus berdandan dengan baik sebelum keluar.”
….
Di Gunung Myrina di Kecamatan Mawar.
Tempat ini adalah sebuah taman pemakaman, Kakek Su tepat dimakamkan di sini.
Pada tanggal enam bulan Juni setiap tahunnya, Erick Ling akan membawa dua botol arak putih, lalu minum dengan Kakek Su di depan makamnya.
Dia menuangkan sebotol untuk Kakek Su, lalu meneguk sendiri satu botol.
Hari ini adalah hari kematian Kakek Su. Erick Ling tidak pergi mengurusi perceraian, melainkan datang ke sini.
“Kakek, aku datang menengokmu.”
“Delapan belas tahun yang lalu, aku baru berusia enam tahun. Pada tahun itu, aku dibuang dari keluarga dan mengemis di jalanan. Ketika aku sedang sekarat karena ditindas oleh para pengemis yang lain, kamu yang mengulurkan tangan kasih padaku, memberi aku makan, memberi aku minum, dan memberi aku pakaian.”
“Kamu yang mengajarkan aku membaca dan menulis, menyekolahkan aku di sekolah terbaik di Kota Zhonghai. Ketika prestasi aku sedang terbang tinggi, juga kamu yang menyarankan aku untuk berpaling dari jalur akademi dan bergabung dalam militer. Kamu pernah katakan, orang yang tidak melewati medan perang, tidak pantas untuk menjadi sang pahlawan.”
“Kakek, mungkin kamu tidak tahu. Dalam hatiku, kamu bahkan lebih dekat daripada ayah kandung aku. Aku hanya ingin membawa pangkat jenderal kehormatan itu pulang dan membalas budi kamu. Betapa aku ingin kamu tahu, kamu akan merasa bangga padaku di hari kelak.”
“Tetapi ketika aku mendapatkan surat peninggalanmu, aku sedang bertempur di Gunung Lanos. Di pertempuran Gunung Lanos kali itu, aku… dijebak dan kalah perang, lima ratus ribu pasukan terkubur di lahan salju itu, Letnan Peter Zhang juga sudah gugur demi melindungi aku pergi.”
“Ketika aku bertemu denganmu lagi, kamu sudah tidak ada.”
“Kakek, maaf, aku tidak dapat menjagamu dengan baik, tidak dapat menjaga Keluarga Su.”
Erick Ling duduk di depan batu nisan, minum seteguk arak setiap menuturkan satu kalimat. Pada akhirnya, matanya sedikit berair, “Tetapi, karena aku masih hidup, maka semua ini masih belum berakhir. Semua yang hilang pada sebelumnya, aku akan mengambilnya kembali satu per satu.”
Guntur menggelegar di langit malam, awan hitam mencurahkan hujan dan angin.
Sosok cantik berpakaian merah membawa payung, berjalan kemari dengan pelan.
Bloody Mary berdiri di samping, berkali-kali dia ingin memberikan payung pada Erick Ling, tetapi dia selalu menahannya. Dengan hening Bloody Mary menatap pemuda yang hanya berumur dua puluh empat tahun ini.
Sesaat kemudian, terdengar sebuah suara langkah kaki.
Seorang gadis tinggi yang mengenakan kaos putih dan celana berkaki sempit, berjalan kemari dengan pelan sambil memegangi payung, di tangan lainnya memeluk seikat bunga.
Melihat Erick Ling di tengah hujan, gadis itu sedikit terkejut, “Erick Ling, kenapa kamu datang ke sini?”
Itu adalah Marlene Su.
Marlene Su adalah adik kandung dari Daniel Su, merupakan nona kesayangan yang paling bersinar cerah di Keluarga Su. Keluarga Su mengerahkan segenap tenaga untuk membinanya menjadi seorang nona cendikiawan, agar kelak dapat menikah ke dalam keluarga kaya papan atas. Marlene Su adalah harapan dari penantian dari Keluarga Su.
Raut wajah dan auranya sungguh luar biasa, reputasinya di dunia luar juga sangat bagus, ada banyak sekali pria yang mengejarnya. Karena memiliki kelahiran yang baik, tentu Marlene Su memiliki posisi yang lebih tinggi di atas Winda Su di dalam Keluarga Su.
“Aku datang menengok Ka… Kakek Su.” Erick Ling meneguk tetes arak terakhir, dengan rapi dia meletakkan botol arak di depan batu nisan, lalu dia bangkit berdiri dan berpamitan.
Pada tanggal enam bulan Juni tiga tahun yang lalu, Kakek Su meninggal atas ketidakadilan.
Pada tanggal enam bulan Juni delapan belas tahun yang lalu, Kakek Su membawa pulang Erick Ling yang terlantar di jalanan.
Delapan belas tahun, adalah satu putaran reinkarnasi.
“Eh, aura Erick Ling ini unik sekali, seperti raja penguasa di langit sembilan, sama sekali tidak seperti menantu sampah yang bermalas-malasan itu.”
Melihat bayangan punggung Erick Ling yang berjalan pergi, Marlene Su merasa kaget sekali.
“Eh, bukankah gadis ini adalah gadis yang Erick Ling peluk di dalam foto itu… menantu sampah ini, beraninya membawa pelakor datang menyembah di depan makam Kakek?”
“Tetapi juga memiliki niat, hujan badai begini, masih ingat untuk datang menengok Kakek.” Marlene Su bergeleng dan membuang pikiran kacau lainnya, lalu dia meletakkan bunga dengan pelan, “Kakek, aku datang menengokmu.”
….
Keesokan harinya, Winda Su kembali duduk di dalam ruangan kantor General Manager Rumah Sakit Husada.
Selang satu hari, dia kembali menduduki posisinya.
Naik dan turunnya perputaran roda kehidupan, memanglah seperti ini.
Terhadap pekerjaan ini, Winda Su sangat menyayanginya. Pada hari ini, Winda Su mengerjakan setiap hal dengan sangat cermat.
Namun ketika membaca laporan keuangan dari rumah sakit, Winda Su menyadari suatu masalah yang sangat serius. Larry Chen mengeluarkan dana sebesar dua puluh juta Yuan untuk membeli empat puluh persen saham rumah sakit, secara logika, seharusnya dua puluh juta Yuan ini berada di dalam rekening rumah sakit. Namun sekarang, dana itu dialihkan ke Perusahaan Su.
Selain itu, uang tunai sebesar lima juta Yuan yang ada di dalam rekening rumah sakit, juga sudah dipindahkan oleh Perusahaan Su.
Maka itu berarti, sekarang sama sekali tidak ada sepeser uang di dalam rekening rumah sakit. Pengembalian dana terdekat juga masih ada sepuluh hari lagi, gaji karyawan beberapa hari nanti juga tidak mampu dibayarkan.
Perintah pengalihan dana, diturunkan oleh Daniel Su.
Ini berarti, meski Winda Su sudah kembali menduduki posisi General Manager, tetapi yang dia dapatkan adalah pot panas, adalah jebakan besar.
Jika tidak dapat membayarkan gaji karyawan dan para karyawan rumah sakit berbuat onar, pada saatnya nanti yang memikul nama buruk adalah Winda Su.
“Keluarga Su benar-benar sangat membenci aku, secara muka memulihkan jabatanku, tetapi di balik sana justru mengalihkan seluruh dana. Apakah mereka sedang memaksa aku untuk bercerai dengan Erick Ling, lalu menikah dengan Dylan Chen?”
Kondisi mental Winda Su hampir frustasi, dia bahkan ingin pasrah saja, tetapi ada sebuah aliran energi yang menyerbu ke atas kepala, membuatnya menggertakkan gigi dan ingin berjuang lagi.
Winda Su langsung menelepon ratusan telepon pada seluruh temannya, tak diragukan lagi adalah untuk meminjam uang pada mereka, berharap mereka dapat membantunya melewati krisis Rumah Sakit Husada pada kali ini.
Namun akhirnya… satu per satu mengeluhkan kemalangan mereka.
Entah membeli rumah, membeli mobil, ditipu dalam membeli saham, bahkan ada uang mengatakan orangtuanya mengidap penyakit akut….
Hanya sahabat baiknya, Lulu Zhang, yang bersedia meminjamkan lima ratus ribu Yuan.
Lima ratus ribu… bagaikan ingin memadamkan api besar dengan segelas air.
Pada tanggal sepuluh di setiap bulan, adalah waktu pembagian gaji karyawan di Rumah Sakit Husada, pengeluaran minimumnya sebesar dua juta Yuan, ditambah lagi dengan biaya pengoperasian lainnya, setidaknya juga memerlukan empat juta Yuan agar rumah sakit dapat dioperasikan dengan normal.
Winda Su merebah di meja kerja, berkali-kali menarik rambutnya sendiri dengan dua tangan.
Ketika mendekati jam delapan, barulah Winda Su meninggalkan ruangan kantor.
Begitu turun ke bawah, dia melihat ada sebuah mobil Porsche 911 warna putih di depan pintu rumah sakit.
Dylan Chen yang mengenakan setelan jas putih sedang bersandar di depan mobil sambil memegangi sebuah kotak hadiah yang sangat berharga, tampak gentleman dan tampan, mengundang banyak tatapan dari orang-orang.
“Winda, ini adalah hadiah pertemuan untukmu.” Dylan Chen membuka kotak di tangannya lalu menyodorkannya pada Winda Su.
Winda Su menunduk melihatnya, dia langsung terkejut.
Di dalam kotak itu, ada seuntai kalung Van Cleef & Arpels dengan motif daun klover warna biru.
Kalung daun klover merek Van Cleef & Arpels adalah kalung bermerek mewah yang paling klasik, sangat disukai oleh para wanita fashion. Pada biasanya, harga kalung itu berkisar pada dua puluhan ribu Yuan.
Namun kalung ini berukirkan angka 1314. Ini adalah produk edisi terbatas yang dipasarkan secara global oleh Van Cleef & Arpels, hanya diproduksi sebanyak 1.314, melambangkan cinta sejati yang hanya satu dalam seumur hidup. Kalung tersebut dijual dengan harga seratus lima puluh ribu Yuan, serta belum tentu bisa dibeli meski memiliki uang.
Akhir-akhir ini, para nona keluarga kaya di Kota Zhonghai pun menjadikan kalung model ini sebagai kehormatan.
Winda Su tentu juga sangat menginginkan kalung ini, namun dia tetap menolaknya, “Hadiah ini terlalu berharga, aku tidak bisa terima.”
Dylan Chen menampakkan senyuman yang dia kira sangat mempesona, “Kalung ini aku beli dengan jaringan koneksi temanku. Sudah lama disimpan di rumah aku, selama ini tidak pernah ditemukan pemiliknya. hanya wanita cantik seperti kamu, Winda, yang pantas untuk memakai kalung ini. Selain itu, angka di atasnya juga adalah isi hatiku.”
Hari ini Winda Su berdandan dengan sangat cantik.
Pakaian pekerja kerah putih yang berwarna hitam, kakinya yang panjang di bawah rok ketat tepat terbalut di dalam stocking hitam, serta sepasang sepatu hak tinggi, lekukan tubuhnya tampak sempurna. Ditambah lagi dengan rambutnya yang bergelombang, dan raut wajah yang indah menawan, sungguh mempesona sekali.
Dylan Chen meneteskan air liur melihatnya.
Namun Winda Su tetap menolaknya, dia langsung berkata, “Jika kamu benar-benar berniat, pinjamkan saja empat juta Yuan padaku.”
Ketika mengatakannya, tiba-tiba Winda Su memiliki rasa pasrah terhadap nasib.
Bagi Dylan Chen, empat juta Yuan hanya sekedar angka saja.
Dylan Chen langsung mengiyakan, “Jika kamu menikah denganku, jangankan empat juta Yuan, empat puluh juta Yuan juga bukan masalah.”
Tepat ketika itu, Erick Ling yang entah muncul dari mana, langsung merebut kotak di tangan Dylan Chen dan membuangnya ke lantai, “Istri, barang orang keji, jangan kita terima!”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved