Bab 19 Perjodohankah Ini? (2)

by Lucy Liestiyo 12:10,Jan 17,2021
“Dengar nih, Ra! Mereka sudah memiliki ratusan gerai sekarang. Terus seperti yang kita semua tahu, akhir-akhir ini, Om Wira membuka usaha es krim juga usulan dari Elbi. Keren ya, otak bisnisnya! Kalau nggak salah, namanya ‘Es Krim Kekinian’ atau semacamnya gitu deh. Varian rasanya juga kabarnya digandrungi anak muda,” mulut Venus sampai monyong-monyong membanggakan Elbi. Tanpa diminta, ia membantu kedua Orang tuanya untuk meyakinkan Ezra. Kalimat-kalimatnya itu ampuh merusak lamunan indah Ezra tentang Pino barusan.
“Eh, kamu juga tahu kan Ra? Kamu sadari atau nggak, kalian berdua tuh cocok satu sama lain! Aku yakin berat, kalian berdua bakalan menjadi Pasangan yang sepadan dan seimbang. Sama-sama pintar, sama-sama punya banyak ide cemerlang di kepala kalian. Sudah begitu, kalian berdua masih memiliki kesempatan besar untuk lebih meningkat ke depannya. Dan ini yang paling penting nih, Ra! Elbi itu Sosok yang sungguh baik. Dia memperlakukan semua karyawannya dengan sangat baik. Ya apalagi sama Calon Istrinya nanti! Pastinya, hidup kamu akan sangat menyenangkan di masa depan dengan menjadi pendamping hidupnya Elbi. Kamu akan bahagia, bersamanya. Aku jamin itu!” tambah Venus berapi-api.
"Venus, Sayang! Kamu bukannya lagi membandingkan aku sama Cowok lain, kan?" bisikan Frans di telinga Venus langsung direspon oleh gerakan telunjuk Venus di bibirnya dan wajah yang disetel agak mengencang. Sebuah isyarat supaya Frans tidak bercanda di tengah pembicaraan serius begini.
Frans yang baru setahun menggeluti bisnis barunya itu hanya tersenyum kecut dan terdiam menanggapi Istrinya.

Tersadar akan sikap Sang Kakak yang gemar memonopoli pembicaraan, Ezra mengambil kesempatan tersebut untuk bicara.
Hm. Selagi dia fokus sama Suaminya, pikir Ezra.
"Ma, Pa, maafkan Ara karena Ara harus mengatakan ini. Ara nggak mau dijodohkan. Titik." Ezra memotong percakapan dengan suaranya yang dingin dan datar. Dia langsung melirik arlojinya, sebagai tanda bahwa inilah saatnya untuk membawa pulang orang tuanya dari rumah Sang Kakak. Ezra menyilangkan kedua tangannya ke dada, mewakili sikap defensifnya.
Bu Meta yang tak menyangka bahwa Ezra akan bicara sefrontal itu terdiam beberapa saat. Ia memperhatikan reaksi Ezra. Kemudian dia mencoba untuk berbicara lebih lembut kepada Putri Bungsunya itu. Meskipun dia telah memperkirakan kemungkinan penolakan dari Sang Putri Bungsu, tetap saja sangat sulit baginya untuk menepis kekecewaan yang datang. Awalnya dia berpikir, perkataan Ezra tidak akan setegas dan semantap ini.
“Yeee..., nggak mau dijodohkan gimana, maksudnya? Jangan ngawur kamu, Ra.” Venuslah yang menyahut.
Ezra menatap tak suka.
“Kamu nggak boleh begitu dong Ra. Orang Tua tuh sudah memikirkan yang terbaik buat Anak-anaknya,” tambah Venus sok tahu. Mendadak saja dia berinisiatif menjadi juru bicara bagi Orang Tuanya.
“Apa sih Kak Ve! Nggak usah sok tahu deh!” dumal Ezra menahan sebal.
Namun bagi Venus, itu sama saja menentang dirinya, melawan Papa dan Mama mereka. Ia tak terima penolakan Sang Adik.
Segera, pertengkaran kecil pun langsung berkembang menjadi perdebatan sengit dalam waktu relatif singkat. Alasannya tak lain karena Ezra terusik dengan sikap Venus yang dirasa terlalu dominan sementara Venus merasa sikap Ezra keliru dan merupakan pembangkangan. Sementara Ibu mereka mencoba berbicara dengan baik kepada Ezra, Venus masih saja dengan sikap negatifnya, mendesak Sang Adik.
Lalu pada klimaksnya, Ezra secara mengejutkan melontarkan kalimat pertanyaan dengan nada tinggi, "Apa maksudnya? Kenapa harus aku? Kenapa aku yang saat ini disudutkan sama semua orang? Apa salahku coba?”
Andai saja Ezra tidak bisa menahan diri, kalimat yang keras dan menyakitkan ini akan keluar pula dari mulutnya, "Apakah kita memiliki hutang budi atau bahkan hutang nyawa kepada keluarga mereka? Jika ya, mengapa aku yang harus membayarnya? Tolong deh, ini kan sebatas hal persahabatan antara Papa sama Om Wira. Ya oke, tentang persahabatan keluarga kita sama keluarga mereka. Itu saja, kan? Kenapa harus melebar kemana-mana?”
Hening sejenak. Tampaknya aura hangat dan nyaman di ruang keluarga kediaman Arya tidak mampu meredam ketegangan yang dirasakan oleh mereka semua. Semua orang terkejut dalam waktu yang sama. Mereka tidak menduga bahwa Ezra dapat mengatakan kalimat berbalut amarah dan kekecewaan yang mendalam seperti itu. Di detik ini, kalaupun ada jarum yang jatuh, mungkin bakal terdengar nyaring.
Venus sudah memperlihatkan gelagat hendak membuka mulutnya dan berbicara lagi. Untunglah kali ini Frans dengan sigap menegurnya lewat matanya juga gelengan kepalanya. Tumben, kali ini Venus memprlihatkan reaksi berbeda. Meski dirinya tidak suka 'ditegur' macam itu, tapi dalam waktu bersamaan dia juga takut Frans akan marah padanya lantaran tak dapat menjaga wibawanya sebagai Suami, maka Venus mengambil 'jalan tengah'. Walau tak rela, ia menutup mulutnya sembari mengerutkan dahi.
“Bisa kita pulang sekarang, Ma? Pa?" pertanyaan Ezra memecah kebisuan di ruang keluarga itu.
Pak Aswin dan Bu Meta saling memandang, sebagai reaksi atas pertanyaan Ezra.
Ia lantas menatap Putri bungsunya dengan penuh kasih kesabaran.
“Sebentar , Ara sayang! Oke? Nah, tolong tenangkan dirimu dulu! Kita lanjutkan percakapan kecil ini, ya? " Pinta Pak Aswin dengan kalimat persuasif. Nada suaranya sangat lembut, penuh kebapakan.
Ezra mengangkat bahu, membuat Sang Ibu berharap kemarahan Ezra mulai mereda.
"Ara sayang, jangan salah paham ya. Jadi begini. Niat kami untuk mendekatkan kalian berdua satu sama lain sebenarnya sudah lama, kok. Bukan sekarang-sekang saja. Makanya Tante Yola mengingatkan Om Wira sebelum detik-detik kepergiannya untuk selamanya,” ucap Bu Meta, jauh lebih hati-hati dari sebelumnya.
Ezra mendengkus kesal. Ia memejam matanya sambil menggelengkan kepalanya.
Bu Meta bahkan melihat Ezra kembali melipat tangan di depan dada, tanda yang jelas dari sikap defensifnya yang beberapa saat lalu diperlihatkan ke mereka.
Namun dasar Venus keras kepala, dia mengabaikan bahasa tubuh Ezra.
Seperti mendapatkan umpan, tiba-tiba Venus ikut campur lagi. Sayangnya, sekali ini Frans tidak sempat mencegahnya. Suasana di ruangan keluarga kembali memanas.
Betapa Ezra ingin menutup telinganya. Apalagi saat Venus mengungkit kedekatan keluarganya dengan keluarga Pak Wira. Entah dari mana, Venus menegaskan, Ezra seharusnya tidak bereaksi sekeras itu. Merasa dirinya berada di atas angin karena diamnya Ezra yang mati-matian menahan agar mulutnya tidak mengucapkan kata-kata yagn menyakitkan, Venus justru mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan perjodohan bahkan di zaman modern seperti sekarang ini.
“Aku tuh nggak habis pikir deh, Ra. Kenapa kamu harus ngotot menolak perjodohan ini, Ara? Enggak ada yang salah dengan perjodohan, apalagi di jaman sekarang. Sudah sangat jelas, perjodohan lebih diperlukan sekarang ini. Kamu tahu kenapa kan? Bahkan dalam hatimu sendiri juga sudah mendapatkan jawabannya! ” ujar Venus penuh keyakinan.
Sebenarnya Ezra tidak ingin mengetahui alasannya. Bagi Gadis belia, tidak terlalu penting untuk mendengarkan pendapat Venus. Namun nyatanya, Venus melanjutkan perkataannya yang sengaja ia jeda beberapa detik sebelumnya. Dan yang mengejutkan, yang lain di ruang keluarga Arya juga diam, seolah memberinya kesempatan untuk terus mendominasi perbincangan malam ini.
“Karena generasi sekarang terlalu sibuk membenamkan diri dengan berbagai macam hal dan bekerja memuaskan ambisi dan aktivitas mengejar materi semata. Enggak heran, kalian-kalian itu lebih suka menghabiskan waktu di belakang komputer atau lingkaran pertemanan yng itu-itu saja. Akibatnya, hubungan sosial jadi terabaikan," layaknya seorang Motivator hebat, suara Venus berapi-api saat mengungkapkan opininya.
Ezra menahan napas untuk mendengarnya. Meski di dalam hatinya ia mengakui bahwa perkataan Venus memang ada benarnya, namun toh hal itu tidak serta-merta membuatnya setuju dengan tindakan Kakak perempuannya yang menurutnya kelewat batas.

Apa-apaan ini? Bagaimana bisa jadi seperti ini? Memang siapa yang menunjuk dia sebagai juru bicara keluarga, terutama malam ini? Terlebih lagi, untuk hal penting yang menyangkut diri aku. Ini nggak adil, dan sangat konyol! Pikir Ezra dalam gempuran rasa sebalnya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

84