Bab 4 Mendapatkan Lokasi Yang Diidamkan (1)
by Lucy Liestiyo
13:12,Jan 16,2021
Sekitar satu setengah jam sebelumnya ...
“Gimana, Ara? Kamu suka sama tempatnya kan?” tanya Elbi kepada Gadis cantik pujaan hatinya, yang berdiri di sampingnya. Disebutnya nama panggilan Ezra. Elbi segera menanyakan hal tersebut, setelah menyempatkan memberikan isyarat kepada Tere, Staf Manajemen Area resor ‘The Bright Side’ yang telah menemani keduanya melihat-lihat lokasi, agar untuk meninggalkannya dirinya berdua saja dengan Ezra.
Terbiasa menangani klien, tentunya Tere lekas memahami isyarat Elbi yang dikirimkan padanya. Jadinya Elbi tidak perlu lagi untuk mengatakannya secara lisan. Senyuman mengiringi anggukan sopan Tere sementara dia mohon diri dan meninggalkan keduanya.
Elbi membalas senyum ramah Tere. Lalu di tengah euforia rasa bangganya, ia memandangi wajah Ezra, seolah-olah meminta konfirmasi atas pertanyaannya yang belum terjawab secara verbal.
Bukannya langsung menjawab pertanyaan Elbi, Ezra malah mengalihkan pandangannya ke sekelilingnya. Pada langit yang begitu bersih, lalu ke hamparan rumput hijau yang bak karpet raksasa. Dua hal yang langsung memikat hatinya. Sejatinya, tanpa harus berpikir dulu, ia bisa mengatakan YA dengan mantap dan mudah atas pertanyaan yang diajukan oleh Elbi.
“Udaranya masih segar ya di sini. Sudah pasti tingkat pencemaran udara di sini jauh lebih rendah dari pencemaran udara di kota metropolitan. Dan mataharinya juga cukup bersahabat,” kata Ezra samar. Apa yang ia katakan memang telah mengirimkan perasaan tenang yang membuatnya bergairah. Ezra sangat paham, sinar matahari yang bersahabat itu tak sekadar menghangatkan tubuhnya, namun akan sangat berperan dalam menghasilkan deretan foto terbaik. Dan itu penting baginya.
Belum lagi deretan pohon pinus yang berjejer rapi, baik di sisi kanan maupun kiri, di sepanjang jalan menuju ke balai pertemuan di kawasan resor yang tengah ‘naik daun’ ini. Sudah pasti akan menjadi latar belakang yang ciamik untuk berfoto.
“He eh. Ini baru namanya back to nature,” komentar Elbi tatkala mendengar kicau merdu burung yang bersahutan, bagaikan sebuah simfoni yang indah.
Angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membelai pipi Ezra. Ia merasakan kedamaian menyelinap ke dalam hatinya. Selagi meresapi nuansa indah ini, ingin rasanya Ezra menghentikan roda waktu, hanya agar dia dapat memeluk dan memiliki semua kenyamanan ini selama mungkin.
Setelah terdiam beberapa saat untuk memberikan waktu pada dirinya sendiri untuk menyerap pesona luar biasa yang terpampang di sekelilingnya, Ezra tersenyum ceria dan menganggukkan kepalanya. Seperti dalam kesehariannya, dalam balutan busana kasualnya, penggemar flat shoes yang semakin memikat saja di mata Elbi, menyenyumi Elbi.
“Wah, anginnya bikin rambut kamu berantakan. Sini kurapiin,” ucap Elbi sembari menyentuh rambut Ezra lantas mendaratkan kecupan lembut di pipi Gadis itu.
Aku senang Ra, karena bisa mengajakmu kemari dan melihat secara langsung lokasi resor yang lebih dari sekali kamu sebutkan ini. Dan cukup melihat ekspresimu saja, rasanya aku nggak terlalu memerlukan jawaban secara verbal, pikir Elbi puas.
Tidak ada yang bisa menyaingi perasaan Elbi saat ini. Dia jelas lega sekaligus bangga, melihat wajah Ezra yang senantiasa berdandan minimalis itu terlihat begitu berseri-seri, melebihi ekspresi seorang anak yang diliputi oleh kegembiraan yang besar lantaran mendapatkan mainan impiannya yang jelas merupakan edisi terbatas.
Dengan mata berbinar, Ezra melihat ke sekelilingnya. Sekitar tiga hingga empat meter dari tempat mereka berdiri, sebuah danau buatan yang amat ciamik menarik perhatiannya. Hamparan hijaunya rerumputan di sekitar danau seakan berebut perhatian dengan warna-warni bunga yang menyejukkan mata. Lalu tatapnya beralih ke objek lain yang terlihat olehnya, yaitu dua ekor angsa putih di tengah danau.
"Wow! Serius, itu romantis banget! Ternyata resor ini lebih dari sekadar tempat buat tetirah dan escape sejenak dari hiruk pikuk kota. Cocok buat refreshing, liburan keluarga atau menggelar berbagai acara penting perusahaan. Sudah begitu, tempat ini juga memiliki banyak spot menarik sebagai latar belakang foto. Ya pastinya dengan catatan, diperuntukkan buat mereka yang enggan segan-segan menyiapkan anggaran yang sepadan juga,” Ezra setengah bergumam dan melangkah perlahan.
"Hei! Kenapa, Ra?" tanya Elbi yang mengikutinya dari belakang, lantaran dia tidak bisa mendengar kata-kata Ezra secara jelas.
Ezra berbalik sejenak dan menghentikan langkahnya. Hampir saja badan mereka berbenturan kalau Elbi berjalan sedikit di belakangnya tidak gesit mengerem langkahnya pula dan spontan melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Ezra. Sepertinya aura romantis resor The Bright Side menggoda Elbi untuk mendaratkan sebuah kecupan di pundak Ezra sebelum mengurai kedua tangannya yang saling bertaut.
Ezra tersenyum tipis lalu berkata singkat, "Hm .., nggak kok, Bi. Nggak ada apa-apa."
“Beneran?” tanya Elbi untuk memastikan.
Ezra hanya mengangguk singkat.
Kini pandangan Ezra bergeser ke sisi lain, yaitu ke sebuah bangunan yang sengaja dibentuk menyerupai mercusuar. Warna-warna pastel di dinding luarnya menunjukkan kelembutan dan optimisme. Ezra takjub menemukan apa yang ditangkap oleh indra penglihatannya. Di atas sana, ada sepasang anak muda yang nampaknya anti mainstream dan tengah melakukan sesi foto pre-wedding.
Elbi tersenyum simpul dan berkata singkat, “Wah!”
Tentu saja dia segera menyambungnya dalam hati, “Aku janji, Ra, bakal kasih kamu kenangan foto pranikah yang lebih dari itu. Pasti.”
Ezra memerhatikan betapa Sang Lelaki, yang terlihat amat peduli akan kesulitan pasangannya, hingga kerap terlihat ikut-ikutan membantu merapikan gaun pengantin yang dikenakan oleh sang Calon Pengantin Wanita. Ezra tidak hanya membiarkan rasa salutnya akan usaha serta keseriusan Pasangan muda tersebut untuk mendapatkan foto terindah dengan sebatas memuji di dalam hati saja. Dibiarkannya rasa takjubnya terwakili oleh decakan kagumnya.
“Itu gimana coba tadi naiknya. Pasti super ribet deh,” kata Ezra yang tahu pasti bahwa tidak mudah bagi sang Calon Pengantin Wanita untuk menaiki tangga mercusuar yang tentunya sempit dan berbentuk melingkar, selagi mengenakan gaun pengantin yang design-nya sesimpel apapun. Tetap saja terdapat risiko tergelincir dan gaun indah tersebut juga rawan rusak.
Elbi manggut dan mengusap dagunya.
“Iya, ya. Tapi kelihatannya mereka enjoy saja tuh. Enggak terlalu memusingkannya. Atau bisa jadi, sudah mempertimbangkan setiap detailnya secermat mungkin,” komentar Elbi.
“Pastinya. Atau jangan-jangan, malah sebaliknya. Namanya juga Anak Muda. Suka tantangan,” sahut Ezra pula, dengan menekan suaranya pada ujung kalimatnya. Ya, itu pendapatnya pribadi. Yang jelas, Ezra teramat yakin bahwa kedua Anak Muda tersebut rela merogoh kocek cukup dalam demi mendapatkan foto yang spektakuler. Baru saja dia memikirkannya, Elbi yang sudah terlebih dulu mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.
Pun begitu, tetap saja Elbi mendengar apa yang dikatakan Ezra. Ia tertawa lepas dan membenarkan pemikiran Ezra, walau tak diungkapkannya.
“Wah, mereka berdua memang niat banget untuk mendapatkan hasil foto yang terbaik. Lihat saja, fotografer yang mengabadikan momen mereka berdua sampai tiga orang begitu. Sudah seperti resepsi pernikahan di hari 'H” saja,” ucap Elbi sangat pelan, seolah ditujukan pada dirinya sendiri.
Apa yang dikatakan Elbi tidak berlebihan. Entahkah boros, ataukah sebab lainnya, sebab memang ada tiga fotografer yang mengabadikan setiap pose yang mereka buat dari sudut berbeda. Satu orang fotografer mengambil foto dari bangunan mercusuar, sementara dua lainnya mengambil foto yang sama dari dua sisi lain, di luar gedung mercusuar.
Kalau kamu mau Ra, aku pasti akan mewujudkan keinginan kamu. Apa yang ada di benak kamu. Tapi terus terang saja, aku nggak rela kalau kamu harus seribet mereka. Nggak boleh, batin Elbi penuh tekad.
Tetapi Ezra tidak mendengarkan ucapan Elbi. Gadis itu tampak tengah terhanyut dalam pikirannya sendiri.
“Gimana, Ara? Kamu suka sama tempatnya kan?” tanya Elbi kepada Gadis cantik pujaan hatinya, yang berdiri di sampingnya. Disebutnya nama panggilan Ezra. Elbi segera menanyakan hal tersebut, setelah menyempatkan memberikan isyarat kepada Tere, Staf Manajemen Area resor ‘The Bright Side’ yang telah menemani keduanya melihat-lihat lokasi, agar untuk meninggalkannya dirinya berdua saja dengan Ezra.
Terbiasa menangani klien, tentunya Tere lekas memahami isyarat Elbi yang dikirimkan padanya. Jadinya Elbi tidak perlu lagi untuk mengatakannya secara lisan. Senyuman mengiringi anggukan sopan Tere sementara dia mohon diri dan meninggalkan keduanya.
Elbi membalas senyum ramah Tere. Lalu di tengah euforia rasa bangganya, ia memandangi wajah Ezra, seolah-olah meminta konfirmasi atas pertanyaannya yang belum terjawab secara verbal.
Bukannya langsung menjawab pertanyaan Elbi, Ezra malah mengalihkan pandangannya ke sekelilingnya. Pada langit yang begitu bersih, lalu ke hamparan rumput hijau yang bak karpet raksasa. Dua hal yang langsung memikat hatinya. Sejatinya, tanpa harus berpikir dulu, ia bisa mengatakan YA dengan mantap dan mudah atas pertanyaan yang diajukan oleh Elbi.
“Udaranya masih segar ya di sini. Sudah pasti tingkat pencemaran udara di sini jauh lebih rendah dari pencemaran udara di kota metropolitan. Dan mataharinya juga cukup bersahabat,” kata Ezra samar. Apa yang ia katakan memang telah mengirimkan perasaan tenang yang membuatnya bergairah. Ezra sangat paham, sinar matahari yang bersahabat itu tak sekadar menghangatkan tubuhnya, namun akan sangat berperan dalam menghasilkan deretan foto terbaik. Dan itu penting baginya.
Belum lagi deretan pohon pinus yang berjejer rapi, baik di sisi kanan maupun kiri, di sepanjang jalan menuju ke balai pertemuan di kawasan resor yang tengah ‘naik daun’ ini. Sudah pasti akan menjadi latar belakang yang ciamik untuk berfoto.
“He eh. Ini baru namanya back to nature,” komentar Elbi tatkala mendengar kicau merdu burung yang bersahutan, bagaikan sebuah simfoni yang indah.
Angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membelai pipi Ezra. Ia merasakan kedamaian menyelinap ke dalam hatinya. Selagi meresapi nuansa indah ini, ingin rasanya Ezra menghentikan roda waktu, hanya agar dia dapat memeluk dan memiliki semua kenyamanan ini selama mungkin.
Setelah terdiam beberapa saat untuk memberikan waktu pada dirinya sendiri untuk menyerap pesona luar biasa yang terpampang di sekelilingnya, Ezra tersenyum ceria dan menganggukkan kepalanya. Seperti dalam kesehariannya, dalam balutan busana kasualnya, penggemar flat shoes yang semakin memikat saja di mata Elbi, menyenyumi Elbi.
“Wah, anginnya bikin rambut kamu berantakan. Sini kurapiin,” ucap Elbi sembari menyentuh rambut Ezra lantas mendaratkan kecupan lembut di pipi Gadis itu.
Aku senang Ra, karena bisa mengajakmu kemari dan melihat secara langsung lokasi resor yang lebih dari sekali kamu sebutkan ini. Dan cukup melihat ekspresimu saja, rasanya aku nggak terlalu memerlukan jawaban secara verbal, pikir Elbi puas.
Tidak ada yang bisa menyaingi perasaan Elbi saat ini. Dia jelas lega sekaligus bangga, melihat wajah Ezra yang senantiasa berdandan minimalis itu terlihat begitu berseri-seri, melebihi ekspresi seorang anak yang diliputi oleh kegembiraan yang besar lantaran mendapatkan mainan impiannya yang jelas merupakan edisi terbatas.
Dengan mata berbinar, Ezra melihat ke sekelilingnya. Sekitar tiga hingga empat meter dari tempat mereka berdiri, sebuah danau buatan yang amat ciamik menarik perhatiannya. Hamparan hijaunya rerumputan di sekitar danau seakan berebut perhatian dengan warna-warni bunga yang menyejukkan mata. Lalu tatapnya beralih ke objek lain yang terlihat olehnya, yaitu dua ekor angsa putih di tengah danau.
"Wow! Serius, itu romantis banget! Ternyata resor ini lebih dari sekadar tempat buat tetirah dan escape sejenak dari hiruk pikuk kota. Cocok buat refreshing, liburan keluarga atau menggelar berbagai acara penting perusahaan. Sudah begitu, tempat ini juga memiliki banyak spot menarik sebagai latar belakang foto. Ya pastinya dengan catatan, diperuntukkan buat mereka yang enggan segan-segan menyiapkan anggaran yang sepadan juga,” Ezra setengah bergumam dan melangkah perlahan.
"Hei! Kenapa, Ra?" tanya Elbi yang mengikutinya dari belakang, lantaran dia tidak bisa mendengar kata-kata Ezra secara jelas.
Ezra berbalik sejenak dan menghentikan langkahnya. Hampir saja badan mereka berbenturan kalau Elbi berjalan sedikit di belakangnya tidak gesit mengerem langkahnya pula dan spontan melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Ezra. Sepertinya aura romantis resor The Bright Side menggoda Elbi untuk mendaratkan sebuah kecupan di pundak Ezra sebelum mengurai kedua tangannya yang saling bertaut.
Ezra tersenyum tipis lalu berkata singkat, "Hm .., nggak kok, Bi. Nggak ada apa-apa."
“Beneran?” tanya Elbi untuk memastikan.
Ezra hanya mengangguk singkat.
Kini pandangan Ezra bergeser ke sisi lain, yaitu ke sebuah bangunan yang sengaja dibentuk menyerupai mercusuar. Warna-warna pastel di dinding luarnya menunjukkan kelembutan dan optimisme. Ezra takjub menemukan apa yang ditangkap oleh indra penglihatannya. Di atas sana, ada sepasang anak muda yang nampaknya anti mainstream dan tengah melakukan sesi foto pre-wedding.
Elbi tersenyum simpul dan berkata singkat, “Wah!”
Tentu saja dia segera menyambungnya dalam hati, “Aku janji, Ra, bakal kasih kamu kenangan foto pranikah yang lebih dari itu. Pasti.”
Ezra memerhatikan betapa Sang Lelaki, yang terlihat amat peduli akan kesulitan pasangannya, hingga kerap terlihat ikut-ikutan membantu merapikan gaun pengantin yang dikenakan oleh sang Calon Pengantin Wanita. Ezra tidak hanya membiarkan rasa salutnya akan usaha serta keseriusan Pasangan muda tersebut untuk mendapatkan foto terindah dengan sebatas memuji di dalam hati saja. Dibiarkannya rasa takjubnya terwakili oleh decakan kagumnya.
“Itu gimana coba tadi naiknya. Pasti super ribet deh,” kata Ezra yang tahu pasti bahwa tidak mudah bagi sang Calon Pengantin Wanita untuk menaiki tangga mercusuar yang tentunya sempit dan berbentuk melingkar, selagi mengenakan gaun pengantin yang design-nya sesimpel apapun. Tetap saja terdapat risiko tergelincir dan gaun indah tersebut juga rawan rusak.
Elbi manggut dan mengusap dagunya.
“Iya, ya. Tapi kelihatannya mereka enjoy saja tuh. Enggak terlalu memusingkannya. Atau bisa jadi, sudah mempertimbangkan setiap detailnya secermat mungkin,” komentar Elbi.
“Pastinya. Atau jangan-jangan, malah sebaliknya. Namanya juga Anak Muda. Suka tantangan,” sahut Ezra pula, dengan menekan suaranya pada ujung kalimatnya. Ya, itu pendapatnya pribadi. Yang jelas, Ezra teramat yakin bahwa kedua Anak Muda tersebut rela merogoh kocek cukup dalam demi mendapatkan foto yang spektakuler. Baru saja dia memikirkannya, Elbi yang sudah terlebih dulu mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.
Pun begitu, tetap saja Elbi mendengar apa yang dikatakan Ezra. Ia tertawa lepas dan membenarkan pemikiran Ezra, walau tak diungkapkannya.
“Wah, mereka berdua memang niat banget untuk mendapatkan hasil foto yang terbaik. Lihat saja, fotografer yang mengabadikan momen mereka berdua sampai tiga orang begitu. Sudah seperti resepsi pernikahan di hari 'H” saja,” ucap Elbi sangat pelan, seolah ditujukan pada dirinya sendiri.
Apa yang dikatakan Elbi tidak berlebihan. Entahkah boros, ataukah sebab lainnya, sebab memang ada tiga fotografer yang mengabadikan setiap pose yang mereka buat dari sudut berbeda. Satu orang fotografer mengambil foto dari bangunan mercusuar, sementara dua lainnya mengambil foto yang sama dari dua sisi lain, di luar gedung mercusuar.
Kalau kamu mau Ra, aku pasti akan mewujudkan keinginan kamu. Apa yang ada di benak kamu. Tapi terus terang saja, aku nggak rela kalau kamu harus seribet mereka. Nggak boleh, batin Elbi penuh tekad.
Tetapi Ezra tidak mendengarkan ucapan Elbi. Gadis itu tampak tengah terhanyut dalam pikirannya sendiri.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved