Bab 2 Di Luar Dugaan (2)
by Lucy Liestiyo
13:09,Jan 16,2021
Pekerja itu sendiri rupanya cukup gesit. Seiring teriakan nyaringnya, badannya sekaligua bergerak refleks, lekas berpindah ke sisi lain demi menyelamatkan dirinya sendiri. Lalu jari telunjuknya tertuju ke arah tiang yang agak jauh dari jangkauannya. Kecemasan yang nyata terlihat di wajahnya. Pasalnya, posisi Pino serta dua Orang yang tengah bercakap-cakap dengannya tak seberapa jauh dari tiang yang ia tunjuk.
Alhasil, Pino tersentak mendengar teriakan sang Pekerja. Dia semakin terkaget begitu tersadar akan bahaya yang mengancam mereka bertiga. Tanpa diduga, gerakan refleks yang dilakukan oleh Pino adalah mendorong Elbi dan Ezra yang berada tepat di hadapannya. Seakan-akan dirinya mempunyai tenga dalam, Pino terkesan menumpukan segenap tenaga dan kekuatannya kepada kedua telapak tangannya selagi mendorong kuat Elbi dan Ezra dan berseru lantang, "Awas, menjauh!" Persis seperti adegan film aksi, dimana sang Pahlawan menunjukkan kewaspadaannya terhadap kondisi kritis yang muncul tidak terduga.
Elbi dan Ezra yang tidak siap menahan gerakan mendadak Pino, terjatuh dan terlempar hingga sejauh dua meter dari tempat berpijak yang semula.
Mujurnya, di dalam situasi genting macam itu, sepotong kesadaran masih dimiliki oleh Elbi. Dia segera merentangkan tangannya secara refleks, jelas bermaksud untuk melindungi kepala Ezra agar jangan terantuk ubin yang keras. Elbi membiarkan punggung dan lengannya sendiri menghantam keras lantai ubin, sementara tubuh Ezra terlindungi dalam pelukannya. Seperti yang diduga, tubuh langsing Ezra tidak langsung berbenturan dengan ubin, melainkan terjatuh di dada Elbi. Ada sebuah seruan tertahan dari salah satu Pekerja saat menyaksikan adegan romantis yang sejatinya amat layak untuk dijadikan video klip lagu cinta itu.
Tapi tidak demikian dengan Ezra. Gadis itu tersentak. Dan akal sehatnya segera menyadarkannya akan potensi bahaya yang mengancam Elbi.
"Bi, Elbi! Kamu baik-baik saja?" itu adalah hal pertama yang ditanyakan Ezra secepat kesadaran yang menyapanya. Kecemasan terlihat jelas di wajahnya yang cantik. Tidak pikir panjang, Gadis ini segera menyingkir dari tubuh Elbi yang menumpunya. Ezra berusaha untuk duduk, kemudian berjuang membantu Elbi untuk bangun juga.
Sembari meringis menanggung rasa sakit tak terperi yang menghantam punggung serta salah satu lengannya, Elbi segera menggelengkan kepalanya. Jelas betapa dia melakukan hal itu demi menenangkan perasaan Ezra.
“Ra, kamu baik-baik saja? Yang mana yang terasa sakit? Kasih tahu aku!" selanjutnya Elbi bahkan balik menanyai Ezra. Padahal sesungguhnya ia tengah mengabaikan rasa sakit yang hebat di lengan kirinya. Rasa sakit yang makin bertambah dan seperti mendesak perhatian darinya. Perlahan, Elbi mengusap wajah, lengan dan siku Ezra. Tampaknya ia sengaja hendak memastikan keadaan Ezra baik-baik saja.
"Trust me, Bi. Aku tuh baik-baik saja, Bi. Cuma ya, aku akui tadi lumayan kaget. Terus, lututku sedikit beradu sama lantai. Agak sakit memang, tapi aku yakin sakitnya akan segera lenyap. Nggak ada yang harus dikhawatirkan. Justru kamu Elbi, yang harus memeriksakan kondisimu ke dokter. Ya? Aku khawatir banget sama keadaanmu,” cetus Ezra seiring gelengan kepalanya.
Elbi menyahuti Ezra dengan sebuah gelengan, membuat Ezra sontak protes keras dan berkata, “Lihat ini! Lenganmu kok jadi nggak bisa lurus begitu. Kelihatannya kaku sekali. Kita harus cepat, Elbi. Ayo, aku bawa kamu ke rumah sakit yang terdekat dari sini!"
“Ara, jangan secemas itu. Aku baik-baik saja. Semuanya akan semakin membaik kok sebentar lagi. Tadi itu posisi jatuhku salah, itu saja penyebabnya. Ini dia efeknya. Sekarang tenanglah, Ara. Aku jamin, nggak ada yang serius kok," kata Elbi secara persuasif pada Ezra. Seakan-akan dia melakukannya semata untuk ketenangan perasaan Ezra seorang.
Padahal sejatinya, Elbi melakukannya sekaligus sebagai afirmasi untuk meredakan perasaan khawatirnya sendiri. Dia tak dapat menyangkal, alangkah ia ngeri membayangkan bahwa apa yang barusan menimpanya berpotensi mengganggu persiapan untuk hari besarnya dengan Ezra, yang mana akan diselenggarakan dalam hitungan bulan saja dari sekarang.
Ezra tidak serta merta percaya akan apa yang Elbi katakan. Ia menggeleng tegas.
“Bi, aku takut kalau ada tulang yang retak atau kenapa-napa. Tadi itu jatuhnya lumayan kencang. Sudah, pokoknya kamu harus secepatnya diperiksa secara menyeluruh untuk memastikannya dan mencegah hal-hal buruk lain terjadi,” tegas Ezra.
Elbi menggelengkan kepala lagi untuk membantah Ezra. Dengan satu tangannya yang terluput dari kecelakaan barusan, Elbi membelai wajah Ezra. Dia benar-benar tidak ingin Ezra mengkhawatirkan keadaannya.
"Please, Ra. Jangan terlalu khawatir begini dong. Aku sudah bilang bahwa baik-baik saja, kan? Sebentar lagi akan sembuh. Percaya sama aku, oke? Anggap deh, kalau sampai besok efek rasa sakitnya mungkin masih mengganggu, minimal bakal sedikit lebih baik. Dan bagaimana dengan lutut kamu? Sakit banget, nggak, Ra?" Elbi bertanya dengan mimik muka sangat serius sambil menyentuh lutut Ezra sehati-hati mungkin.
"Enggak! Enggak sesakit tadi, kok! Tinggal sedikit saja rasa sakitnya. Sebentar lagi pasti hilang sepenuhnya. Nah, ayo kita ke rumah sakit sekarang juga. Nggak ada tawar-menawar deh, soal ini!" ucap Ezra sambil menjauhkan jangkauan tangan Elbi dari lututnya.
Dasar Elbi. Dia masih saja membandel.
"Nggak! Nggak! Ara, kamu harus memeriksa lutut kamu. Jangan meremehkannya. Ra, sorry banget, tadi itu aku nggak cukup sigap buat melindungi kamu," bantah Elbi dalam nada sesal yang kental.
Ezra menahan rasa kesal mendengarnya.
“Kamu tuh, ngomong apa sih, Bi? Aku sudah bilang berkali-kali deh dari tadi, bahwa keadaan aku baik-baik saja. Serius, aku malah nggak merasakan sakit lagi kok. Sudah, kita berhenti berdebat nggak penting begini. Cuma buang waktu saja. Sekarang, ayo aku bantu kamu untuk bangun. Kondisi kamu yang mengkhawatirkan, tahu!" omel Ezra.
Seperti lupa usia dan kurang peduli akan keadaan sekitar, dua orang itu masih saja saling mencemaskan keadaan pasangannya. Baik Elbi maupun Ezra sibuk mempertahankan pendapat masing-masing. hingga akhirnya mereka menyadari kepanikan yang terjadi tak jauh dari mereka.
"Pak! Paak! Pak Pino! Bangun Pak! Pak Pino!" Terdengar suara dari seorang Pekerja. Tangannya dengan lembut mengguncang bahu Pino yang jatuh setengah tertelungkup di lantai. Pekerja ini tampak kaget melihat pelipis Pino yang tak hanya memar namun juga berlumuran darah. Situasi yang membuat dirinya terfokus sepenuhnya pada luka tersebut, sampai-sampai tak sadar bahwa ada luka lain yang lebih serius. Ya, satu tiang panggung yang menimpa kaki Pino, masih tetap di sana. Dan itu malah terluput dari perhatiannya.
Tidak ada reaksi sama sekali dari Pino saat sang Pekerja mengguncang bahunya. Betapa hal ini menakutkan bagi Pekerja tersebut. Saking panik, pikirannya sudah melayang kemana-mana. Segala pemikiran buruk hinggap di kepalanya. Alih-alih segera menolong, Pekerja ini justru membiarkan kebingungan menguasainya. Ia meletakkan punggung telapak tangannya ke leher Pino untuk merasakan ‘masih adakah kehidupan’ di raga Pino. Seakan tak puas kala mendapati leher itu masih ada hawa hangatnya, ia menaruh tangannya di dekat hidung Pino untuk merasakan embusan napas Pino. Wajah sang Pekerja tampak memucat.
“Pak Pino!” panggil Pekerja itu lagi setelahnya. Kali ini ada sedikit nada putus asa yang mencuat dalam suaranya.
Alhasil, Pino tersentak mendengar teriakan sang Pekerja. Dia semakin terkaget begitu tersadar akan bahaya yang mengancam mereka bertiga. Tanpa diduga, gerakan refleks yang dilakukan oleh Pino adalah mendorong Elbi dan Ezra yang berada tepat di hadapannya. Seakan-akan dirinya mempunyai tenga dalam, Pino terkesan menumpukan segenap tenaga dan kekuatannya kepada kedua telapak tangannya selagi mendorong kuat Elbi dan Ezra dan berseru lantang, "Awas, menjauh!" Persis seperti adegan film aksi, dimana sang Pahlawan menunjukkan kewaspadaannya terhadap kondisi kritis yang muncul tidak terduga.
Elbi dan Ezra yang tidak siap menahan gerakan mendadak Pino, terjatuh dan terlempar hingga sejauh dua meter dari tempat berpijak yang semula.
Mujurnya, di dalam situasi genting macam itu, sepotong kesadaran masih dimiliki oleh Elbi. Dia segera merentangkan tangannya secara refleks, jelas bermaksud untuk melindungi kepala Ezra agar jangan terantuk ubin yang keras. Elbi membiarkan punggung dan lengannya sendiri menghantam keras lantai ubin, sementara tubuh Ezra terlindungi dalam pelukannya. Seperti yang diduga, tubuh langsing Ezra tidak langsung berbenturan dengan ubin, melainkan terjatuh di dada Elbi. Ada sebuah seruan tertahan dari salah satu Pekerja saat menyaksikan adegan romantis yang sejatinya amat layak untuk dijadikan video klip lagu cinta itu.
Tapi tidak demikian dengan Ezra. Gadis itu tersentak. Dan akal sehatnya segera menyadarkannya akan potensi bahaya yang mengancam Elbi.
"Bi, Elbi! Kamu baik-baik saja?" itu adalah hal pertama yang ditanyakan Ezra secepat kesadaran yang menyapanya. Kecemasan terlihat jelas di wajahnya yang cantik. Tidak pikir panjang, Gadis ini segera menyingkir dari tubuh Elbi yang menumpunya. Ezra berusaha untuk duduk, kemudian berjuang membantu Elbi untuk bangun juga.
Sembari meringis menanggung rasa sakit tak terperi yang menghantam punggung serta salah satu lengannya, Elbi segera menggelengkan kepalanya. Jelas betapa dia melakukan hal itu demi menenangkan perasaan Ezra.
“Ra, kamu baik-baik saja? Yang mana yang terasa sakit? Kasih tahu aku!" selanjutnya Elbi bahkan balik menanyai Ezra. Padahal sesungguhnya ia tengah mengabaikan rasa sakit yang hebat di lengan kirinya. Rasa sakit yang makin bertambah dan seperti mendesak perhatian darinya. Perlahan, Elbi mengusap wajah, lengan dan siku Ezra. Tampaknya ia sengaja hendak memastikan keadaan Ezra baik-baik saja.
"Trust me, Bi. Aku tuh baik-baik saja, Bi. Cuma ya, aku akui tadi lumayan kaget. Terus, lututku sedikit beradu sama lantai. Agak sakit memang, tapi aku yakin sakitnya akan segera lenyap. Nggak ada yang harus dikhawatirkan. Justru kamu Elbi, yang harus memeriksakan kondisimu ke dokter. Ya? Aku khawatir banget sama keadaanmu,” cetus Ezra seiring gelengan kepalanya.
Elbi menyahuti Ezra dengan sebuah gelengan, membuat Ezra sontak protes keras dan berkata, “Lihat ini! Lenganmu kok jadi nggak bisa lurus begitu. Kelihatannya kaku sekali. Kita harus cepat, Elbi. Ayo, aku bawa kamu ke rumah sakit yang terdekat dari sini!"
“Ara, jangan secemas itu. Aku baik-baik saja. Semuanya akan semakin membaik kok sebentar lagi. Tadi itu posisi jatuhku salah, itu saja penyebabnya. Ini dia efeknya. Sekarang tenanglah, Ara. Aku jamin, nggak ada yang serius kok," kata Elbi secara persuasif pada Ezra. Seakan-akan dia melakukannya semata untuk ketenangan perasaan Ezra seorang.
Padahal sejatinya, Elbi melakukannya sekaligus sebagai afirmasi untuk meredakan perasaan khawatirnya sendiri. Dia tak dapat menyangkal, alangkah ia ngeri membayangkan bahwa apa yang barusan menimpanya berpotensi mengganggu persiapan untuk hari besarnya dengan Ezra, yang mana akan diselenggarakan dalam hitungan bulan saja dari sekarang.
Ezra tidak serta merta percaya akan apa yang Elbi katakan. Ia menggeleng tegas.
“Bi, aku takut kalau ada tulang yang retak atau kenapa-napa. Tadi itu jatuhnya lumayan kencang. Sudah, pokoknya kamu harus secepatnya diperiksa secara menyeluruh untuk memastikannya dan mencegah hal-hal buruk lain terjadi,” tegas Ezra.
Elbi menggelengkan kepala lagi untuk membantah Ezra. Dengan satu tangannya yang terluput dari kecelakaan barusan, Elbi membelai wajah Ezra. Dia benar-benar tidak ingin Ezra mengkhawatirkan keadaannya.
"Please, Ra. Jangan terlalu khawatir begini dong. Aku sudah bilang bahwa baik-baik saja, kan? Sebentar lagi akan sembuh. Percaya sama aku, oke? Anggap deh, kalau sampai besok efek rasa sakitnya mungkin masih mengganggu, minimal bakal sedikit lebih baik. Dan bagaimana dengan lutut kamu? Sakit banget, nggak, Ra?" Elbi bertanya dengan mimik muka sangat serius sambil menyentuh lutut Ezra sehati-hati mungkin.
"Enggak! Enggak sesakit tadi, kok! Tinggal sedikit saja rasa sakitnya. Sebentar lagi pasti hilang sepenuhnya. Nah, ayo kita ke rumah sakit sekarang juga. Nggak ada tawar-menawar deh, soal ini!" ucap Ezra sambil menjauhkan jangkauan tangan Elbi dari lututnya.
Dasar Elbi. Dia masih saja membandel.
"Nggak! Nggak! Ara, kamu harus memeriksa lutut kamu. Jangan meremehkannya. Ra, sorry banget, tadi itu aku nggak cukup sigap buat melindungi kamu," bantah Elbi dalam nada sesal yang kental.
Ezra menahan rasa kesal mendengarnya.
“Kamu tuh, ngomong apa sih, Bi? Aku sudah bilang berkali-kali deh dari tadi, bahwa keadaan aku baik-baik saja. Serius, aku malah nggak merasakan sakit lagi kok. Sudah, kita berhenti berdebat nggak penting begini. Cuma buang waktu saja. Sekarang, ayo aku bantu kamu untuk bangun. Kondisi kamu yang mengkhawatirkan, tahu!" omel Ezra.
Seperti lupa usia dan kurang peduli akan keadaan sekitar, dua orang itu masih saja saling mencemaskan keadaan pasangannya. Baik Elbi maupun Ezra sibuk mempertahankan pendapat masing-masing. hingga akhirnya mereka menyadari kepanikan yang terjadi tak jauh dari mereka.
"Pak! Paak! Pak Pino! Bangun Pak! Pak Pino!" Terdengar suara dari seorang Pekerja. Tangannya dengan lembut mengguncang bahu Pino yang jatuh setengah tertelungkup di lantai. Pekerja ini tampak kaget melihat pelipis Pino yang tak hanya memar namun juga berlumuran darah. Situasi yang membuat dirinya terfokus sepenuhnya pada luka tersebut, sampai-sampai tak sadar bahwa ada luka lain yang lebih serius. Ya, satu tiang panggung yang menimpa kaki Pino, masih tetap di sana. Dan itu malah terluput dari perhatiannya.
Tidak ada reaksi sama sekali dari Pino saat sang Pekerja mengguncang bahunya. Betapa hal ini menakutkan bagi Pekerja tersebut. Saking panik, pikirannya sudah melayang kemana-mana. Segala pemikiran buruk hinggap di kepalanya. Alih-alih segera menolong, Pekerja ini justru membiarkan kebingungan menguasainya. Ia meletakkan punggung telapak tangannya ke leher Pino untuk merasakan ‘masih adakah kehidupan’ di raga Pino. Seakan tak puas kala mendapati leher itu masih ada hawa hangatnya, ia menaruh tangannya di dekat hidung Pino untuk merasakan embusan napas Pino. Wajah sang Pekerja tampak memucat.
“Pak Pino!” panggil Pekerja itu lagi setelahnya. Kali ini ada sedikit nada putus asa yang mencuat dalam suaranya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved