Bab 14 Rasa Cemburu di Pesta Ulang Tahun Sam (2)

by Lucy Liestiyo 13:33,Jan 16,2021
Venus memasang wajah serius bak orang dewasa yang sedang menasehati Anaknya. Lalu dia membantah Arya dengan berkata, "Sejauh yang aku tahu, enggak ada batasan antara mainan untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Nggak ada aturan bahwa bermain boneka hanya untuk anak perempuan atau merakit robot dan mobil-mobilan adalah permainan untuk anak laki-laki saja. Lagi pula masa aku harus main sama Mbak Ecih? Aku kan punya Kakak?"
Maka dengan wajah yang masam karena tak dapat membalas perkataan Venus yang ajaib untuk anak seusianya, juga karena enggan berselisih, Arya terpaksa menuruti saja kemauan Venus. Namun ada kalanya dia begitu bosan dan secara terang-terangan menunjukkan wajah cemberut dan menggerutu.
Kalau sudah begitu, Venus tidak pernah ragu untuk melakukan protes dengan mogok makan, agar orang tuanya memihak padanya dan tergerak untuk membela Gadis kecil yang manja itu. Dan biasanya, karena Arya yang lebih tua terpaksalah dia mengalah.
Tapi persoalan tak selesai sampai di sana. Banyak saat ketika Venus merasa Arya dengan setengah hati menemaninya bermain, Venus tersinggung. Venus kecil tampaknya memiliki kemampuan untuk memanipulasi keadaan. Entah belajar dari menonton drama orang dewasa di televisi atau di mana lagi, dia akan memasang gestur serta raut wajah yang menggurui. Katanya kepada Arya, “Kak Arya ini kan Kakak laki-laki. Semestinya selalu melindungi dan memprioritaskan Adiknya, dong. Bukannya malah cuekin aku begini. Gimana sih! Kak Arya ini nggak peka perasaan Adiknya!”
Tentu saja, lagi-lagi Arya hanya tercengang dan mati gaya.
Kemudian, ketika Nyonya Meta mulai mengandung Ezra, entah bagaimana, hati kecil Venus langsung berkata, dia akan menghadapi persaingan yang ketat. Venus pun semakin dekat dan lebih manja kepada Arya dan Pak Aswin. Selama masa itu, ia sering berbohong, bahwa di sekolah ada yang membuatnya takut.
“Kak Arya, tahu nggak? Sepertinya ada yang jahil sama aku deh di kelas. Belakangan ini aku tuh sering menemukan ada kecoak atau semut rang-rang yang merah besar itu di dalam tas sekolahku. Tapi aku sendiri nggak tahu siapa yang menaruh itu semua di sana dan kapan. Terus kadang-kadang nih, alat tulis aku suka hilang sebentar, terus tahu-tahu bebrapa hari kemudian eh, balik lagi. Misterius banget Kak. Ngeri tahu nggak,” tutur Venus dengan wajah yang disetel memelas dan minta diperhatikan.
“Masa sih, Ve? Kamu lupa kali, mungkin nyelip saja. Coba mulai sekarang kamu lebih teliti lagi menyimpan alat-alat tulismu,” sahut Arya dengan jemu.
“Ih Kak Arya! Nggak percayaan. Okelah anggap soal itu aku lupa. Terus, soal kecoak? Semut rang-rang? Masa aku keisengan sih taruh serangga menjijikkan itu ke tas sekolahku sendiri? Nggak mungkin, kan? memangnya aku kurang kerjaan?” protes Venus.
Merasa malas menanggapi, Arya hanya menyahut, “Kamu lebih berhati-hati saja. Jaga tas sekolah kamu. Jangan ditinggal-tinggal dong.”
Untuk sementara kedudukan 1-1.
Beberapa hari kemudian, Venus seperti mendapat ide baru. Suatu malam ia kembali mengadu pada Arya. Kali ini bukan hanya rasa takut yang terpancar di wajahnya, tetapi juga kesedihan.
“Kak Arya, Kakak tahu nggak? Aku merasa terancam dan takut. Soalnya aku merasa ada yang diam-diam mengawasi aku saat keluar dari sekolah dan masuk ke mobil jemputan. Tapi kalau aku penasaran dan menoleh, aku lihat sekelabat ada yang sembunyi di balik pohon. Tadi ya Kak, aku samperin biarpun takut. Tapi nggak ada siapa-siapa di balik pohon itu,” ujar Venus pada Arya.
Seolah-olah dia sedang memamerkan bakatnya sebagai 'ratu drama', Venus menggayuti lengan Arya dan menuntut agar mulai esok harinya sang Kakak harus mengantar dirinya sampai ke dalam kelas. Dan Arya menyerah untuk meluangkan waktu membujuk dan menenangkan sang Adik agar bisa tetap belajar di kelas dengan tenang sebelum dia menuju ke kelasnya sendiri. Terlebih lagi, Venus juga tak mau meninggalkan kelasnya meskipun pelajaran terakhir sudah selesai, jika dia belum melihat Arya menjemputnya di depan pintu kelasnya.
Kali ini dia beralasan bahwa dia sangat takut diculik dan kemudian disekap oleh orang asing.
"Kalau penculikan itu benar-benar terjadi padaku, aku pasti nggak akan bertemu lagi sama Papa, Mama, dan Kak Arya. Aku nggak mau! Uuuh Kak Arya! Ayo, sekarang ngomong yang jujur, Kak Arya nggak suka punya Adik perempuan sepertiku, kan? Sudah, nggak usah dijawab! Aku tahu! Kak Arya itu Cuma sayang sama Ara. Semenjak ada Ara, nggak ada yang sayang sama aku,” rengek Venus.
“Siapa bilang? Ya sudah, nanti Kak Arya bilang ke Papa sama Mama bahwa ada yang membuat kamu takut di Sekolah,” kata Arya.
Alih-alih merasa senang dan mengatakan setuju, Venus justru mulai menangis.
“Kalau Kak Arya bilang ke Papa sama Mama, berarti benaran kan, Kak Arya nggak sayang sama aku! Aku benci sama Kak Arya! Aku nggak mau ngomong sama Kak Arya lagi! Biarin aku diculik saja. Percuma punya Kakak laki-laki tapi nggak sayang sama Adiknya,” kecam Venus.
Arya terbengong. Otaknya yang masih standard otak anak kecil belum dapat menjangkau apa yang ada di pikiran Venus.
“Eh, jangan nangis dong Venus. Nanti Mama pikir aku yang buat kamu nangis,” kata Arya.
“Biarin! Kalau Kak Arya bilang ke Papa sama Mama, aku mau nangis lebih kencang nih!” ancam Venus.
Arya menggeleng-gelengkan kepala dan lagi-lagi takluk. Dirangkulnya sang Adik.
“Sudah, jangan nangis. Kasihan Mama lagi repot ngurusin Ara. Tenang saja, kalau ada yang jahatin kamu di sekolah, biar aku marahi besok,” janji Arya akhirnya.
Venus menghentikan tangisannya. Namun satu menit kemudian, diam-diam dia tersenyum geli. Dan senyum gelinya terluput dari pengamatan Arya yang menarik napas lega karena sang Adik berhenti menangis.
Seperti itulah. Venus kecil sudah pandai membuat semacam kesepakatan bahkan pada saat dirinya baru duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Dia seperti memonopoli sang Kakak, agar tidak dekat dengan Adik mereka. Padahal saat itu Ezra sedang lucu-lucunya, sudah mulai bisa berjalan dan berbicara.
Tidak ada yang tahu dari mana dia mendapatkan idenya, tetapi nyatanya, si kecil Venus memiliki akting yang sangat alami untuk memposisikan dirinya, dan ‘playing like a victims’ hanya untuk menarik perhatian Orang yang dia cintai.
Lambat laun Venus bahkan menjadi pelajar yang nakal dan sulit ditangani di kelas. Dan alhasil tentunya Pak Aswin dan Bu Meta harus beberapa kali datang memenuhi panggilan wali kelas Venus.
Walau sebenarnya Venus menyesal karena telah membuat repot kedua orang tuanya, tetapi dia juga merasa kalau dirinya tak sepenuhnya salah. Menurutnya, yang salah itu adalah Ezra. Kehadirannya mengacak-acak semua tatanan yang semula begitu indah. Itulah yang Venus ungkapkan ketika ada seorang Tante yang dipanggilnya Tante Maureen. Sosok baru ini hadir dalam hidup Venus, seperti embun di padang gersang. Venus suka dengan sikap Tante Maureen yang ramah. Venus suka dengan kesabaran yang diperlihatkan oleh Wanita yang selalu berpembawaan tenang itu. Di tengah rasa jengkelnya, sempat Venus berpikir untuk menukar tambah saja Tante Maureen dengan sang Mama, yang menurutnya kelihatan jelas lebih sayang kepada Ezra.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

84