Bab 1: Ferdinan Lowen
by Leon Graves
20:39,Mar 07,2025
Tahun 1856 masehi, di sebuah SMA di kota Yelwin, provinsi Quenndor, negara Zyvaria.
Ferdinan Lowen baru saja menyelesaikan pelajarannya hari itu dan sedang membereskan tasnya untuk bersiap meninggalkan kelas.
Tiba-tiba, sebuah tangan besar menepuk pundaknya.
"Ferdi, kurang dari sebulan lagi kita akan mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi. Apa kamu sudah memutuskan mau masuk ke perguruan tinggi mana?"
Orang yang berbicara adalah Leon Hale, teman masa kecil Ferdinan.
"Bisa masuk Institut Teknologi Quenndor saja sudah bagus. Apa kamu pikir aku bisa memilih yang lain?"
Ferdinan melirik Leon dengan malas dan menjawab dengan nada kesal.
Perguruan tinggi di negara Zyvaria terbagi menjadi dua yaitu Institut Teknologi dan Akademi Militer.
Seperti namanya, Institut Teknologi berfokus pada riset dan pengembangan teknologi.
Sementara Akademi Militer berperan melatih para genius dari ras manusia menjadi prajurit elite agar mereka siap dikirim ke medan perang yang penuh bahaya.
Sekilas, Institut Teknologi terdengar lebih bergengsi.
Bagaimanapun, para ilmuwan berwawasan luas tentu terlihat lebih terhormat dibandingkan para petarung yang hanya mengandalkan otot. Namun, kenyataannya tidak seperti itu.
Era ketika para petarung terkuat dari berbagai ras hidup berdampingan di zaman kuno sudah berlalu ribuan tahun yang lalu.
Saat ini, hampir tidak ada lagi petarung hebat di dunia manusia.
Dengan makin menipisnya energi spiritual di benua Dravendor, ras manusia yang sejak awal memang tidak terlalu unggul dalam hal kultivasi pun makin cepat mengalami kemunduran.
Hanya segelintir orang dengan garis keturunan istimewa dan bakat luar biasa saja yang masih bisa berkultivasi.
Bagi seseorang seperti Ferdinan yang memiliki garis keturunan biasa dan bakat yang tidak menonjol, menyerap energi spiritual yang makin langka saja hampir mustahil.
Meskipun dia selalu giat dalam belajar maupun berlatih, sampai saat ini dia hanya mampu mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat.
Ras manusia memang secara alami tidak unggul dalam kultivasi dan Tahap Pembukaan Meridian hanyalah tahap permulaan dari perjalanan itu.
Seseorang harus membuka seluruh jalur energi dalam tubuhnya yang ada di seratus tulang, sembilan lubang energi, dan enam organ utama agar bisa mulai menyerap energi spiritual dari alam untuk memperkuat tubuhnya dan mencapai Tahap Pemurnian Tubuh serta Tahap Pemurnian Jiwa yang menandai awal dari jalan seorang kultivator sejati.
Bagi kebanyakan orang, mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat di usia Ferdinan sebenarnya bukanlah pencapaian buruk. Pencapaian tersebut masih dalam batas normal.
Namun, Akademi Militer tidak menerima orang yang biasa-biasa saja.
Memasukkan orang-orang yang tidak berbakat dalam bidang kultivasi hanya akan membuang-buang sumber daya Zyvaria dan ras manusia.
Selain itu, mengirim mereka ke medan perang tanpa kemampuan yang cukup bukan hanya tidak berguna, tetapi juga sama saja dengan mengirim mereka menuju kematian yang sia-sia.
Contohnya adalah SMA Yelwin tempat Ferdinan belajar. Di kelas persiapan masuk perguruan tinggi, terdapat sepuluh kelas dengan total 800 siswa.
Dari jumlah itu, setidaknya 400 siswa telah mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat, sementara puluhan lainnya bahkan telah melewati tingkat kedelapan.
Beberapa genius dari keluarga bangsawan bahkan sudah memasuki Tahap Pemurnian Jiwa.
Tahap tersebut merupakan tahap yang dua tingkat lebih tinggi dibandingkan Ferdinan.
Berdasarkan rasio penerimaan mahasiswa Akademi Militer di tahun-tahun sebelumnya di SMA Yelwin, kemungkinan besar hanya akan menerima kurang dari 50 siswa tahun ini.
Dengan kekuatan Ferdinan yang masih di Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat, masuk ke Akademi Militer di tingkat paling lemah sekalipun hampir mustahil.
Sebaliknya, memilih Institut Teknologi adalah pilihan yang jauh lebih realistis.
Memang benar bahwa belajar tetap membutuhkan kecerdasan dan faktor lainnya yang membuat hasilnya berbeda bagi setiap orang.
Namun, dibandingkan dengan kultivasi, kemampuan akademik tidak terlalu bergantung pada bakat bawaan. Selama seseorang mau berusaha, pasti ada hasil yang bisa didapat.
Berbeda dengan kultivasi yang sepenuhnya ditentukan oleh bakat dan garis keturunan. Jadi, tidak peduli seberapa keras seseorang berlatih, dia tetap tidak akan bisa menutupi kesenjangan yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut.
Itulah sebabnya para kultivator adalah sumber daya yang sangat berharga. Siapa pun yang bisa masuk ke Akademi Militer jelas memiliki masa depan yang jauh lebih cerah dibandingkan mereka yang masuk ke Institut Teknologi.
Menjadi seorang kultivator adalah impian setiap pemuda di Zyvaria karena hal tersebut melambangkan kekuatan dan kehormatan. Ferdinan pun tentu tidak terkecuali.
Sayangnya, dengan garis keturunan dan bakat yang dia miliki, kemungkinan besar dia tidak akan pernah bisa masuk Akademi Militer seumur hidupnya.
Ketika melihat ekspresi kesal di wajah Ferdinan, Leon segera sadar bahwa dia sudah salah bicara. Jadi, dia pun hanya tertawa canggung.
Mereka berdua sudah tumbuh bersama sejak kecil. Jadi, mana mungkin Leon tidak memahami dilema yang dihadapi Ferdinan?
Kebanyakan anak laki-laki ingin masuk Akademi Militer demi meningkatkan status sosial mereka dan mendapatkan hak istimewa dalam memilih pasangan.
Namun, Ferdinan memiliki tujuan yang berbeda. Dia ingin menjadi lebih kuat agar bisa bertempur di medan perang dan membalaskan dendamnya.
Bagaimanapun, orang tuanya telah tewas di tangan ras-ras purba yang perkasa.
Sayangnya, meskipun memiliki tekad yang membara, Ferdinan tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke Akademi Militer.
"Hei, Institut Teknologi Quenndor juga bagus, kok!"
"Kamu bisa menjadi seorang akademisi yang berwibawa, membaca puisi, menikmati musik, dan bahkan minum anggur setiap hari. Bukankah itu lebih baik daripada masuk Akademi Militer dan menjalani hidup sengsara sebagai seorang kultivator yang babak belur karena harus terus bertarung?"
Leon mencoba mengalihkan pembicaraan agar Ferdinan tidak merasa tersinggung dengan ucapannya barusan.
Ferdinan tentu saja paham maksud Leon. Jadi, dia hanya bisa tersenyum dan berkata dengan santai, "Sudahlah, jangan menggodaku lagi. Kamu sendiri juga harus berusaha lebih keras supaya bisa masuk ke Akademi Militer Quenndor!"
Berbeda dengan Ferdinan, keluarga Leon memang bukan dari kalangan bangsawan, tetapi di kota Yelwin, mereka setidaknya tergolong kelas menengah ke atas.
Orang tua Leon adalah pejabat tingkat menengah di Pasukan Macan Tutul, sebuah unit elite yang langsung berada di bawah komando penguasa kota. Status mereka tentu tidak bisa dianggap remeh.
Ditambah lagi, Leon sendiri sudah mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat kedelapan.
Masih ada waktu hampir satu bulan sebelum ujian seleksi. Jika dia berusaha sedikit lebih keras, meskipun tidak bisa masuk Akademi Militer Quenndor, setidaknya Akademi Militer biasa pasti bisa dia dapatkan.
Saat mendengar kata-kata Ferdinan, Leon tertawa lepas. "Hahaha, Aku tidak berani bermimpi masuk Akademi Militer Quenndor! Bisa masuk Akademi Militer mana saja sudah cukup buatku!"
Sambil berbincang santai, keduanya berjalan keluar dari gedung sekolah. Saat itu barulah mereka sadar bahwa langit di luar telah lama dipenuhi awan gelap. Gerimis turun terus-menerus, seolah membentuk tirai hujan yang tidak berujung.
Selang beberapa saat, hujan pun mulai turun dengan deras.
"Ferdinan, hujannya lumayan deras. Bagaimana kalau kamu ikut naik mobil orang tuaku saja?"
"Kita searah, kok. Sekalian saja aku antar kamu pulang!"
Leon kembali menepuk bahu Ferdinan, tetapi Ferdinan terdiam sebelum akhirnya menggeleng.
"Tidak usah, Leon. Aku bawa payung. Aku juga tidak mau merepotkan orang tuamu."
Meskipun rumah mereka tidak jauh, Ferdinan tidak ingin merepotkan orang tua Leon hanya karena hal kecil seperti ini.
Selama bertahun-tahun, keluarga Leon sudah banyak membantunya. Ferdinan tidak ingin terus-terusan berutang budi.
Sebelum Leon sempat membalas, Ferdinan sudah membuka payungnya dan berlari kecil menembus hujan. Kemudian, dia pun menghilang dari pandangan.
Saat sampai di gerbang sekolah, Ferdinan melihat para orang tua berdesakan di sana dan berdiri rapat menunggu anak-anak mereka pulang.
Jalan di sekitar sekolah pun sudah penuh sesak dengan mobil dan nyaris tidak ada celah untuk bergerak.
Di era ini, orang-orang biasa sudah tidak lagi memiliki hubungan dengan kekuatan supernatural.
Hanya segelintir keluarga kuat saja yang masih memiliki tunggangan berupa binatang spiritual. Sementara sebagian besar lainnya tetap bergantung pada mobil sebagai alat transportasi. Itulah alasan mengapa Institut Teknologi masih memiliki tempatnya di dunia ini.
Sejak awal, melakukan kultivasi memang bukan keahlian ras manusia. Ketika manusia makin sulit untuk maju di jalur kultivasi, mereka pun harus mengandalkan teknologi untuk menutupi kesenjangan antara mereka dan ras lainnya. Jika tidak, mereka pasti sudah punah sejak lama dan tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.
Saat ini, Ferdinan hanya bisa mempercepat langkahnya saat melihat teman-teman sekelasnya satu per satu masuk ke dalam mobil di bawah perlindungan orang tua atau sopir mereka.
Satu-satunya keluarga yang masih hidup dan tersisa bagi Ferdinan hanyalah omnya yang bernama Sean Halstead.
Namun, Sean bekerja di sebuah SMP di kota Yelwin dan terlalu sibuk untuk menjemputnya setelah sekolah.
Saat Ferdinan sedang terhanyut dalam pikirannya, sebuah Lamborghini berwarna kuning cerah melaju kencang melewatinya.
Lamborghini Aventador tersebut merupakan sebuah mobil dengan tenaga dan kecepatan luar biasa, dan bahkan beberapa binatang spiritual tingkat rendah pun tidak bisa menandinginya.
Mobil mewah berperforma tinggi seperti itu sudah bisa dipastikan memiliki harga yang sangat mahal.
Kota Yelwin hanyalah kota kecil yang tidak menonjol di provinsi Quenndor dan hanya ada segelintir keluarga yang memiliki kekuatan finansial untuk membeli mobil semacam itu.
Ketika Aventador itu melaju melewati Ferdinan, ban yang berputar cepat mencipratkan air dari pinggir jalan dan membasahi dirinya dari ujung kepala hingga kaki.
Tak lama kemudian, mobil Lamborghini Aventador itu berhenti tidak terlalu jauh darinya.
Jendela mobil perlahan turun dan memperlihatkan wajah seorang pemuda yang seumuran dengannya. Namun, ekspresi pemuda itu terlihat sangat sombong.
"Heh, Ferdinan, apa kamu buta? Berani-beraninya kamu menghalangi jalanku! Harusnya kamu bersyukur aku tidak menabrakmu!"
Pemuda itu mengacungkan jari tengah ke arah Ferdinan, sementara mulutnya mengucapkan kata-kata kasar.
Pemuda itu adalah Gavin Pierce, teman sekelas Ferdinan sekaligus putra keluarga Pierce.
Keluarga Pierce adalah salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Yelwin dan mereka tentu tidak kekurangan binatang spiritual sebagai alat transportasi.
Namun, Gu Peng memilih mobil mewah Lamborghini Aventador sebagai alat transportasinya karena ada dua alasan. Pertama, karena dia belum cukup kuat untuk mengendarai binatang spiritual.
Kedua, dia hanya ingin pamer kekayaan keluarganya.
Bagaimanapun, tidak sembarang keluarga mampu membeli mobil mahal yang sebenarnya tidak terlalu berguna ini.
Ferdinan yang sekarang basah kuyup seperti tikus yang tercebur di got pun hanya bisa mengernyitkan dahinya. Kemudian, dia kembali berjalan di trotoar seperti yang dia lakukan sejak tadi.
Gavin memang sengaja mempermalukannya. Selain tidak meminta maaf padanya, saat ini dia justru menyalahkan Ferdinan seolah-olah dia yang bersalah.
Jalanan begitu lebar, tetapi Gavin sengaja mengemudi di pinggir trotoar hanya untuk menyiramnya dengan air. Tindakannya ini sudah keterlaluan!
Karena pengaruh keluarganya yang besar, Gavin dikenal sebagai sosok pengganggu di SMA Yelwin.
Dia sering menindas orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Hampir semua siswa pun tahu seberapa besar pengaruh keluarga Pierce di kota ini.
Oleh karena itu, meskipun mereka tidak tunduk padanya, mereka setidaknya memilih untuk menghindar setiap kali melihatnya karena takut tanpa sengaja memicu kemarahan bocah sombong ini.
Namun, Ferdinan berbeda. Sikapnya yang pantang menyerah membuatnya tidak bisa begitu saja menundukkan kepala di hadapan si brengsek ini.
Itulah sebabnya Gavin tidak menyukainya dan sering mencari masalah dengannya.
Hari ini hanyalah salah satu dari sekian banyak hari penuh masalah yang sudah dia hadapi.
Seperti biasa, Ferdinan tidak gentar menghadapi ketidakadilan. Dengan suara tegas, dia membalas, "Gavin, kendarai mobilmu dengan benar dan biarkan aku jalan dengan tenang!"
"Kamu sudah membuat bajuku basah. Bukannya minta maaf, malah menghinaku! Kenapa kamu keterlaluan sekali?"
Begitu mendengar kata-kata tersebut, Gavin langsung tersenyum mencibir. Kemudian, dia langsung membuka pintu mobil dan melangkah mendekati Ferdinan dengan penuh kesombongan.
Reaksi Ferdinan tepat seperti yang dia harapkan.
Alasan Gavin mengucapkan kata-kata kasar barusan memang untuk memprovokasi Ferdinan agar dia memiliki alasan untuk memberinya pelajaran dan membuktikan bahwa nama besar putra keluarga Pierce bukan sekadar omong kosong.
"Heh, aku memang sengaja cari gara-gara sama kamu. Terus, maumu apa?"
Setelah berkata demikian, Gavin tidak lupa melirik Ferdinan dari atas ke bawah dan memperhatikan tubuhnya yang basah kuyup dengan tatapan penuh penghinaan.
Dengan kekuatan keluarga Pierce, dia bisa berbuat sesuka hati di kota Yelwin.
Tidak banyak keluarga di kota ini yang berani menentang keluarga Pierce.
Terlebih lagi, Gavin adalah putra kandung Edric Pierce yang merupakan kepala keluarga Pierce. Itulah sebabnya dia memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan teman-teman sebayanya.
Di usianya yang baru delapan belas tahun, Gavin sudah mencapai Tahap Pemurnian Jiwa tingkat kedelapan. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya di beberapa kota besar, pencapaiannya tersebut sudah cukup untuk membuatnya dianggap sebagai seorang genius.
Sebagai teman sekelas Ferdinan, Gavin paham seluk-beluk tentangnya.
Dia tahu betul bahwa Ferdinan adalah anak yatim piatu. Sekalipun Ferdinan masih memiliki orang tua, dia hanyalah anak muda yang berada di Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat.
Dengan garis keturunan yang begitu lemah, dia akan kesulitan menembus Tahap Pemurnian Tubuh sepanjang hidupnya, apalagi sampai melawan Gavin yang sudah berada di Tahap Pemurnian Jiwa tingkat tinggi.
Jika mereka berdua bertarung, tidaklah berlebihan jika Gavin bisa menghabisi Ferdinan hanya dengan satu serangan saja tanpa ada perlawanan sama sekali.
Bagaimanapun, selisih tingkatan kekuatan mereka bukan sesuatu yang bisa disepelekan.
Gavin memang memiliki modal yang besar untuk bersikap arogan.
Ferdinan Lowen baru saja menyelesaikan pelajarannya hari itu dan sedang membereskan tasnya untuk bersiap meninggalkan kelas.
Tiba-tiba, sebuah tangan besar menepuk pundaknya.
"Ferdi, kurang dari sebulan lagi kita akan mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi. Apa kamu sudah memutuskan mau masuk ke perguruan tinggi mana?"
Orang yang berbicara adalah Leon Hale, teman masa kecil Ferdinan.
"Bisa masuk Institut Teknologi Quenndor saja sudah bagus. Apa kamu pikir aku bisa memilih yang lain?"
Ferdinan melirik Leon dengan malas dan menjawab dengan nada kesal.
Perguruan tinggi di negara Zyvaria terbagi menjadi dua yaitu Institut Teknologi dan Akademi Militer.
Seperti namanya, Institut Teknologi berfokus pada riset dan pengembangan teknologi.
Sementara Akademi Militer berperan melatih para genius dari ras manusia menjadi prajurit elite agar mereka siap dikirim ke medan perang yang penuh bahaya.
Sekilas, Institut Teknologi terdengar lebih bergengsi.
Bagaimanapun, para ilmuwan berwawasan luas tentu terlihat lebih terhormat dibandingkan para petarung yang hanya mengandalkan otot. Namun, kenyataannya tidak seperti itu.
Era ketika para petarung terkuat dari berbagai ras hidup berdampingan di zaman kuno sudah berlalu ribuan tahun yang lalu.
Saat ini, hampir tidak ada lagi petarung hebat di dunia manusia.
Dengan makin menipisnya energi spiritual di benua Dravendor, ras manusia yang sejak awal memang tidak terlalu unggul dalam hal kultivasi pun makin cepat mengalami kemunduran.
Hanya segelintir orang dengan garis keturunan istimewa dan bakat luar biasa saja yang masih bisa berkultivasi.
Bagi seseorang seperti Ferdinan yang memiliki garis keturunan biasa dan bakat yang tidak menonjol, menyerap energi spiritual yang makin langka saja hampir mustahil.
Meskipun dia selalu giat dalam belajar maupun berlatih, sampai saat ini dia hanya mampu mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat.
Ras manusia memang secara alami tidak unggul dalam kultivasi dan Tahap Pembukaan Meridian hanyalah tahap permulaan dari perjalanan itu.
Seseorang harus membuka seluruh jalur energi dalam tubuhnya yang ada di seratus tulang, sembilan lubang energi, dan enam organ utama agar bisa mulai menyerap energi spiritual dari alam untuk memperkuat tubuhnya dan mencapai Tahap Pemurnian Tubuh serta Tahap Pemurnian Jiwa yang menandai awal dari jalan seorang kultivator sejati.
Bagi kebanyakan orang, mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat di usia Ferdinan sebenarnya bukanlah pencapaian buruk. Pencapaian tersebut masih dalam batas normal.
Namun, Akademi Militer tidak menerima orang yang biasa-biasa saja.
Memasukkan orang-orang yang tidak berbakat dalam bidang kultivasi hanya akan membuang-buang sumber daya Zyvaria dan ras manusia.
Selain itu, mengirim mereka ke medan perang tanpa kemampuan yang cukup bukan hanya tidak berguna, tetapi juga sama saja dengan mengirim mereka menuju kematian yang sia-sia.
Contohnya adalah SMA Yelwin tempat Ferdinan belajar. Di kelas persiapan masuk perguruan tinggi, terdapat sepuluh kelas dengan total 800 siswa.
Dari jumlah itu, setidaknya 400 siswa telah mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat, sementara puluhan lainnya bahkan telah melewati tingkat kedelapan.
Beberapa genius dari keluarga bangsawan bahkan sudah memasuki Tahap Pemurnian Jiwa.
Tahap tersebut merupakan tahap yang dua tingkat lebih tinggi dibandingkan Ferdinan.
Berdasarkan rasio penerimaan mahasiswa Akademi Militer di tahun-tahun sebelumnya di SMA Yelwin, kemungkinan besar hanya akan menerima kurang dari 50 siswa tahun ini.
Dengan kekuatan Ferdinan yang masih di Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat, masuk ke Akademi Militer di tingkat paling lemah sekalipun hampir mustahil.
Sebaliknya, memilih Institut Teknologi adalah pilihan yang jauh lebih realistis.
Memang benar bahwa belajar tetap membutuhkan kecerdasan dan faktor lainnya yang membuat hasilnya berbeda bagi setiap orang.
Namun, dibandingkan dengan kultivasi, kemampuan akademik tidak terlalu bergantung pada bakat bawaan. Selama seseorang mau berusaha, pasti ada hasil yang bisa didapat.
Berbeda dengan kultivasi yang sepenuhnya ditentukan oleh bakat dan garis keturunan. Jadi, tidak peduli seberapa keras seseorang berlatih, dia tetap tidak akan bisa menutupi kesenjangan yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut.
Itulah sebabnya para kultivator adalah sumber daya yang sangat berharga. Siapa pun yang bisa masuk ke Akademi Militer jelas memiliki masa depan yang jauh lebih cerah dibandingkan mereka yang masuk ke Institut Teknologi.
Menjadi seorang kultivator adalah impian setiap pemuda di Zyvaria karena hal tersebut melambangkan kekuatan dan kehormatan. Ferdinan pun tentu tidak terkecuali.
Sayangnya, dengan garis keturunan dan bakat yang dia miliki, kemungkinan besar dia tidak akan pernah bisa masuk Akademi Militer seumur hidupnya.
Ketika melihat ekspresi kesal di wajah Ferdinan, Leon segera sadar bahwa dia sudah salah bicara. Jadi, dia pun hanya tertawa canggung.
Mereka berdua sudah tumbuh bersama sejak kecil. Jadi, mana mungkin Leon tidak memahami dilema yang dihadapi Ferdinan?
Kebanyakan anak laki-laki ingin masuk Akademi Militer demi meningkatkan status sosial mereka dan mendapatkan hak istimewa dalam memilih pasangan.
Namun, Ferdinan memiliki tujuan yang berbeda. Dia ingin menjadi lebih kuat agar bisa bertempur di medan perang dan membalaskan dendamnya.
Bagaimanapun, orang tuanya telah tewas di tangan ras-ras purba yang perkasa.
Sayangnya, meskipun memiliki tekad yang membara, Ferdinan tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke Akademi Militer.
"Hei, Institut Teknologi Quenndor juga bagus, kok!"
"Kamu bisa menjadi seorang akademisi yang berwibawa, membaca puisi, menikmati musik, dan bahkan minum anggur setiap hari. Bukankah itu lebih baik daripada masuk Akademi Militer dan menjalani hidup sengsara sebagai seorang kultivator yang babak belur karena harus terus bertarung?"
Leon mencoba mengalihkan pembicaraan agar Ferdinan tidak merasa tersinggung dengan ucapannya barusan.
Ferdinan tentu saja paham maksud Leon. Jadi, dia hanya bisa tersenyum dan berkata dengan santai, "Sudahlah, jangan menggodaku lagi. Kamu sendiri juga harus berusaha lebih keras supaya bisa masuk ke Akademi Militer Quenndor!"
Berbeda dengan Ferdinan, keluarga Leon memang bukan dari kalangan bangsawan, tetapi di kota Yelwin, mereka setidaknya tergolong kelas menengah ke atas.
Orang tua Leon adalah pejabat tingkat menengah di Pasukan Macan Tutul, sebuah unit elite yang langsung berada di bawah komando penguasa kota. Status mereka tentu tidak bisa dianggap remeh.
Ditambah lagi, Leon sendiri sudah mencapai Tahap Pembukaan Meridian tingkat kedelapan.
Masih ada waktu hampir satu bulan sebelum ujian seleksi. Jika dia berusaha sedikit lebih keras, meskipun tidak bisa masuk Akademi Militer Quenndor, setidaknya Akademi Militer biasa pasti bisa dia dapatkan.
Saat mendengar kata-kata Ferdinan, Leon tertawa lepas. "Hahaha, Aku tidak berani bermimpi masuk Akademi Militer Quenndor! Bisa masuk Akademi Militer mana saja sudah cukup buatku!"
Sambil berbincang santai, keduanya berjalan keluar dari gedung sekolah. Saat itu barulah mereka sadar bahwa langit di luar telah lama dipenuhi awan gelap. Gerimis turun terus-menerus, seolah membentuk tirai hujan yang tidak berujung.
Selang beberapa saat, hujan pun mulai turun dengan deras.
"Ferdinan, hujannya lumayan deras. Bagaimana kalau kamu ikut naik mobil orang tuaku saja?"
"Kita searah, kok. Sekalian saja aku antar kamu pulang!"
Leon kembali menepuk bahu Ferdinan, tetapi Ferdinan terdiam sebelum akhirnya menggeleng.
"Tidak usah, Leon. Aku bawa payung. Aku juga tidak mau merepotkan orang tuamu."
Meskipun rumah mereka tidak jauh, Ferdinan tidak ingin merepotkan orang tua Leon hanya karena hal kecil seperti ini.
Selama bertahun-tahun, keluarga Leon sudah banyak membantunya. Ferdinan tidak ingin terus-terusan berutang budi.
Sebelum Leon sempat membalas, Ferdinan sudah membuka payungnya dan berlari kecil menembus hujan. Kemudian, dia pun menghilang dari pandangan.
Saat sampai di gerbang sekolah, Ferdinan melihat para orang tua berdesakan di sana dan berdiri rapat menunggu anak-anak mereka pulang.
Jalan di sekitar sekolah pun sudah penuh sesak dengan mobil dan nyaris tidak ada celah untuk bergerak.
Di era ini, orang-orang biasa sudah tidak lagi memiliki hubungan dengan kekuatan supernatural.
Hanya segelintir keluarga kuat saja yang masih memiliki tunggangan berupa binatang spiritual. Sementara sebagian besar lainnya tetap bergantung pada mobil sebagai alat transportasi. Itulah alasan mengapa Institut Teknologi masih memiliki tempatnya di dunia ini.
Sejak awal, melakukan kultivasi memang bukan keahlian ras manusia. Ketika manusia makin sulit untuk maju di jalur kultivasi, mereka pun harus mengandalkan teknologi untuk menutupi kesenjangan antara mereka dan ras lainnya. Jika tidak, mereka pasti sudah punah sejak lama dan tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.
Saat ini, Ferdinan hanya bisa mempercepat langkahnya saat melihat teman-teman sekelasnya satu per satu masuk ke dalam mobil di bawah perlindungan orang tua atau sopir mereka.
Satu-satunya keluarga yang masih hidup dan tersisa bagi Ferdinan hanyalah omnya yang bernama Sean Halstead.
Namun, Sean bekerja di sebuah SMP di kota Yelwin dan terlalu sibuk untuk menjemputnya setelah sekolah.
Saat Ferdinan sedang terhanyut dalam pikirannya, sebuah Lamborghini berwarna kuning cerah melaju kencang melewatinya.
Lamborghini Aventador tersebut merupakan sebuah mobil dengan tenaga dan kecepatan luar biasa, dan bahkan beberapa binatang spiritual tingkat rendah pun tidak bisa menandinginya.
Mobil mewah berperforma tinggi seperti itu sudah bisa dipastikan memiliki harga yang sangat mahal.
Kota Yelwin hanyalah kota kecil yang tidak menonjol di provinsi Quenndor dan hanya ada segelintir keluarga yang memiliki kekuatan finansial untuk membeli mobil semacam itu.
Ketika Aventador itu melaju melewati Ferdinan, ban yang berputar cepat mencipratkan air dari pinggir jalan dan membasahi dirinya dari ujung kepala hingga kaki.
Tak lama kemudian, mobil Lamborghini Aventador itu berhenti tidak terlalu jauh darinya.
Jendela mobil perlahan turun dan memperlihatkan wajah seorang pemuda yang seumuran dengannya. Namun, ekspresi pemuda itu terlihat sangat sombong.
"Heh, Ferdinan, apa kamu buta? Berani-beraninya kamu menghalangi jalanku! Harusnya kamu bersyukur aku tidak menabrakmu!"
Pemuda itu mengacungkan jari tengah ke arah Ferdinan, sementara mulutnya mengucapkan kata-kata kasar.
Pemuda itu adalah Gavin Pierce, teman sekelas Ferdinan sekaligus putra keluarga Pierce.
Keluarga Pierce adalah salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Yelwin dan mereka tentu tidak kekurangan binatang spiritual sebagai alat transportasi.
Namun, Gu Peng memilih mobil mewah Lamborghini Aventador sebagai alat transportasinya karena ada dua alasan. Pertama, karena dia belum cukup kuat untuk mengendarai binatang spiritual.
Kedua, dia hanya ingin pamer kekayaan keluarganya.
Bagaimanapun, tidak sembarang keluarga mampu membeli mobil mahal yang sebenarnya tidak terlalu berguna ini.
Ferdinan yang sekarang basah kuyup seperti tikus yang tercebur di got pun hanya bisa mengernyitkan dahinya. Kemudian, dia kembali berjalan di trotoar seperti yang dia lakukan sejak tadi.
Gavin memang sengaja mempermalukannya. Selain tidak meminta maaf padanya, saat ini dia justru menyalahkan Ferdinan seolah-olah dia yang bersalah.
Jalanan begitu lebar, tetapi Gavin sengaja mengemudi di pinggir trotoar hanya untuk menyiramnya dengan air. Tindakannya ini sudah keterlaluan!
Karena pengaruh keluarganya yang besar, Gavin dikenal sebagai sosok pengganggu di SMA Yelwin.
Dia sering menindas orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Hampir semua siswa pun tahu seberapa besar pengaruh keluarga Pierce di kota ini.
Oleh karena itu, meskipun mereka tidak tunduk padanya, mereka setidaknya memilih untuk menghindar setiap kali melihatnya karena takut tanpa sengaja memicu kemarahan bocah sombong ini.
Namun, Ferdinan berbeda. Sikapnya yang pantang menyerah membuatnya tidak bisa begitu saja menundukkan kepala di hadapan si brengsek ini.
Itulah sebabnya Gavin tidak menyukainya dan sering mencari masalah dengannya.
Hari ini hanyalah salah satu dari sekian banyak hari penuh masalah yang sudah dia hadapi.
Seperti biasa, Ferdinan tidak gentar menghadapi ketidakadilan. Dengan suara tegas, dia membalas, "Gavin, kendarai mobilmu dengan benar dan biarkan aku jalan dengan tenang!"
"Kamu sudah membuat bajuku basah. Bukannya minta maaf, malah menghinaku! Kenapa kamu keterlaluan sekali?"
Begitu mendengar kata-kata tersebut, Gavin langsung tersenyum mencibir. Kemudian, dia langsung membuka pintu mobil dan melangkah mendekati Ferdinan dengan penuh kesombongan.
Reaksi Ferdinan tepat seperti yang dia harapkan.
Alasan Gavin mengucapkan kata-kata kasar barusan memang untuk memprovokasi Ferdinan agar dia memiliki alasan untuk memberinya pelajaran dan membuktikan bahwa nama besar putra keluarga Pierce bukan sekadar omong kosong.
"Heh, aku memang sengaja cari gara-gara sama kamu. Terus, maumu apa?"
Setelah berkata demikian, Gavin tidak lupa melirik Ferdinan dari atas ke bawah dan memperhatikan tubuhnya yang basah kuyup dengan tatapan penuh penghinaan.
Dengan kekuatan keluarga Pierce, dia bisa berbuat sesuka hati di kota Yelwin.
Tidak banyak keluarga di kota ini yang berani menentang keluarga Pierce.
Terlebih lagi, Gavin adalah putra kandung Edric Pierce yang merupakan kepala keluarga Pierce. Itulah sebabnya dia memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan teman-teman sebayanya.
Di usianya yang baru delapan belas tahun, Gavin sudah mencapai Tahap Pemurnian Jiwa tingkat kedelapan. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya di beberapa kota besar, pencapaiannya tersebut sudah cukup untuk membuatnya dianggap sebagai seorang genius.
Sebagai teman sekelas Ferdinan, Gavin paham seluk-beluk tentangnya.
Dia tahu betul bahwa Ferdinan adalah anak yatim piatu. Sekalipun Ferdinan masih memiliki orang tua, dia hanyalah anak muda yang berada di Tahap Pembukaan Meridian tingkat keempat.
Dengan garis keturunan yang begitu lemah, dia akan kesulitan menembus Tahap Pemurnian Tubuh sepanjang hidupnya, apalagi sampai melawan Gavin yang sudah berada di Tahap Pemurnian Jiwa tingkat tinggi.
Jika mereka berdua bertarung, tidaklah berlebihan jika Gavin bisa menghabisi Ferdinan hanya dengan satu serangan saja tanpa ada perlawanan sama sekali.
Bagaimanapun, selisih tingkatan kekuatan mereka bukan sesuatu yang bisa disepelekan.
Gavin memang memiliki modal yang besar untuk bersikap arogan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved