Bab 10: Kebingungan
by Leon Graves
20:40,Mar 07,2025
Meskipun rasa tidak nyaman di tubuhnya belum juga mereda, Ferdinan tidak bisa terus memikirkannya.
Dia berusaha bangkit dari lantai, lalu menatap Sean sambil bertanya, "Om Sean, sebenarnya apa yang terjadi?"
Namun, Sean tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Santai saja dulu. Nanti aku akan memberitahumu semuanya."
"Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Makan dulu dan setelah itu baru kita bicara."
Saat mendengar jawaban tersebut, barulah Ferdinan menyadari betapa kosong perutnya dan dia benar-benar kelaparan.
Dia hampir saja mengiyakan, tetapi tiba-tiba teringat sesuatu yang sangat penting.
"Om Sean, barusan kamu bilang aku sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari?"
Ferdinan terkejut.
Kalau itu benar, maka ini benar-benar gawat.
Ujian masuk perguruan tinggal kurang dari sebulan lagi dan dia benar-benar merasa sangat cemas.
Sekarang dia malah kehilangan tiga hari begitu saja karena tidak sadarkan diri?
Berapa banyak pelajaran yang sudah dia lewatkan? Sejauh mana keterlambatannya dalam mengejar materi?
Yang lebih merepotkan lagi, sekolahnya memiliki aturan ketat soal kehadiran.
Jika bolos tanpa alasan yang jelas, nilai akademiknya akan turun dan hal tersebut tentu saja akan berdampak besar pada hasil ujian masuk perguruan tinggi.
Aturan ini berlaku di Institut Teknologi maupun Akademi Militer!
Saat melihat ekspresi Ferdinan yang cemas, Sean hanya bisa tertawa dan menepuk pundaknya. "Santai saja, Nak! Aku sudah mengurus izinmu, jadi kamu tidak perlu khawatir soal nilai akademikmu."
"Soal pelajaran yang tertinggal ... yah, mau bagaimana lagi? Kamu harus bekerja lebih keras dalam beberapa hari ke depan untuk mengejar semuanya!"
Sejak malam ketika Ferdinan jatuh pingsan, Sean sudah memperkirakan bahwa pemuda itu tidak akan segera sadar.
Setelah membuat perhitungan singkat, dia memperkirakan butuh beberapa hari agar Ferdinan bisa pulih. Jadi. dia langsung meminta izin selama lima hari dari SMA Yelwin untuknya.
Namun, yang tidak dia duga adalah betapa cepatnya Ferdinan bisa pulih.
Awalnya, dia mengira anak itu butuh waktu setidaknya empat atau lima hari. Namun, baru tiga hari berlalu, Ferdinan sudah bangun dan terlihat segar bugar seolah tidak terjadi apa-apa.
Namun, situasi ini bukan masalah.
Kembali ke sekolah lebih awal justru lebih bagus, sedangkan jika harus memperpanjang izin, itu ákan lebih sulit.
Lagi pula, di kota Yelwin, tidak ada yang tahu identitas asli Sean.
Sebagai seorang guru biasa di sebuah SMP, dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan izin lima hari bagi Ferdinan.
Namun, jika harus meminta lebih dari itu, dia tidak punya wewenang untuk melakukannya.
Setelah mendengar penjelasan Sean, Ferdinan merasa lebih tenang.
Setiap murid memang memiliki hak untuk mengajukan izin selama satu semester dan jika sudah disetujui, nilai akademik mereka tidak akan terpengaruh.
Sebagai seseorang yang dikenal memiliki "garis keturunan yang biasa saja", Ferdinan percaya bahwa kerja keras bisa menutupi kekurangannya. Itulah sebabnya dia hampir tidak pernah mengambil izin sebelumnya.
Jadi, lima hari izin masih dalam batas wajar dalam aturan akademi.
Lagi pula, jika tidak ada kendala lain, besok dia sudah bisa kembali ke sekolah.
Saat matahari mulai condong ke barat, Ferdinan menghabiskan makanannya dengan lahap. Baru setelah itu, rasa pusing yang sejak tadi menyelimutinya mulai mereda.
Sebelum menelan suapan terakhirnya, Ferdinan sudah bertanya dengan suara tidak jelas, "Om Sean, sebenarnya kamu ini siapa?"
Ferdinan tahu bahwa menanyakan identitas seseorang yang telah hidup bersamanya selama lebih dari sepuluh tahun adalah hal yang bodoh dan aneh. Namun, rasa penasarannya terlalu besar untuk diabaikan.
Sejauh yang dia ingat, Om Sean hanyalah pria paruh baya biasa yang terjebak di Tahap Pemurnian Tubuh tingkat kedua selama bertahun-tahun.
Namun, dalam pertarungan tadi malam, saat berhadapan dengan monster kuat itu, Om Sean justru menunjukkan kekuatan bertarung yang luar biasa.
Ferdinan tidak tahu pasti seberapa tinggi level kultivasi Om Sean, tetapi yang jelas kekuatan itu jauh di atas Tahap Pemurnian Tubuh tingkat kedua!
Dengan sorot mata penuh harapan, dia menatap Sean dan berharap mendapatkan jawaban.
Jika Om Sean memang seorang ahli hebat yang menyembunyikan kekuatannya, maka itu adalah berita besar bagi Ferdinan.
Itu bisa berarti bahwa garis keturunannya sendiri juga bukan sesuatu yang biasa!
Namun, Sean hanya bisa menggelengkan kepala dan menolak untuk menjelaskan. "Aku tidak bisa memberitahumu."
Ferdinan tertegun sejenak, lalu berkata dengan nada kesal, "Bukannya kamu bilang akan menjawab pertanyaanku?"
Saat melihat senyum licik di bibir Om Sean, Ferdinan baru sadar bahwa dia telah ditipu!
"Aku hanya bilang akan memberitahumu apa yang perlu kamu ketahui."
"Pertanyaan yang barusan kamu ajukan itu, kamu tidak perlu mengetahui jawabannya."
Dasar rubah tua licik!
Meskipun agak kesal, Ferdinan masih memiliki banyak sekali pertanyaan di kepalanya.
Tanpa membuang waktu, dia pun langsung menembakkan pertanyaan-pertanyaan seperti rentetan peluru. "Apa yang sebenarnya terjadi malam itu?"
"Makhluk aneh itu sebenarnya apa?"
"Apa yang istimewa dari darahku? Kenapa dia begitu menginginkannya?"
"Selain itu ... siapa sebenarnya orang tuaku?"
Rentetan pertanyaan itu membuat Ferdinan hampir kehilangan kendali.
Namun, siapa yang bisa menyalahkannya?
Usia delapan belas tahun adalah masa di mana rasa ingin tahu seorang anak berada di puncaknya.
Terlebih lagi, dia baru saja mengalami peristiwa besar yang mengguncang hidupnya.
Jika dia tidak merasa penasaran sama sekali, justru hal itu yang akan terasa aneh.
Saat melihat Ferdinan hampir kehilangan kesabarannya, Sean hanya bisa menghela napas panjang. "Hei, Ferdi, aku tahu kamu punya banyak pertanyaan. Tapi, berhentilah bertanya dan dengarkan aku baik-baik."
Sean paham bahwa ada beberapa hal yang memang harus diketahui oleh Ferdinan.
Bagaimanapun, terlalu banyak menyembunyikan kebenaran hanya akan membuat anak itu dalam bahaya.
Setidaknya, dia harus membuat Ferdinan mengerti situasinya saat ini.
"Aku juga tidak tahu pasti apa identitas atau ras dari makhluk itu."
"Sepertinya dia bukan bagian dari kategori mana pun dan lebih mirip seperti makhluk mutasi."
Itu memang kenyataannya.
Meskipun Sean memiliki pengetahuan luas dan pengalaman yang banyak, bukan berarti dia mengetahui segalanya.
Makhluk mengerikan yang menyerupai iblis mimpi buruk itu adalah sesuatu yang belum pernah dia temui sebelumnya.
Kemampuannya yang aneh dan mengerikan bahkan tidak tercatat dalam literatur mana pun.
"Garis keturunanmu memang tidak biasa ... "
Namun, sebelum Sean bisa menyelesaikan kalimatnya, Ferdinan sudah hampir melompat dari kursinya karena terlalu bersemangat.
Bagaimanapun, memiliki garis keturunan yang biasa-biasa saja telah menjadi masalah yang menghantuinya selama delapan belas tahun penuh.
Bahkan, hal itu memaksanya untuk menyerah pada mimpinya masuk ke Akademi Militer dan membalaskan dendam orang tuanya.
Sekarang, setelah mengetahui bahwa darahnya ternyata memiliki sesuatu yang luar biasa, Ferdinan pun langsung merasa sangat gembira.
Dia mengepalkan tinjunya dengan semangat dan bertanya dengan penuh antusias, "Benarkah? Apa itu artinya aku bisa ... "
Namun, Sean tiba-tiba berteriak dengan ekspresi serius, "Diam!"
Tanggapan Sean itu seperti seember air es yang langsung menyiram kepalanya dan memadamkan sebagian besar kegembiraannya dalam sekejap.
Selama bertahun-tahun, Sean selalu bersikap lembut padanya dan bahkan jarang sekali berteriak padanya.
Ferdinan hampir tidak pernah melihat Sean setegas ini sebelumnya.
Dari situ saja, dia langsung menyadari betapa seriusnya situasi yang sedang terjadi.
Tanpa banyak bicara lagi, dia segera menenangkan diri, diam dengan patuh, dan menunggu Sean berbicara.
Dia berusaha bangkit dari lantai, lalu menatap Sean sambil bertanya, "Om Sean, sebenarnya apa yang terjadi?"
Namun, Sean tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Santai saja dulu. Nanti aku akan memberitahumu semuanya."
"Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Makan dulu dan setelah itu baru kita bicara."
Saat mendengar jawaban tersebut, barulah Ferdinan menyadari betapa kosong perutnya dan dia benar-benar kelaparan.
Dia hampir saja mengiyakan, tetapi tiba-tiba teringat sesuatu yang sangat penting.
"Om Sean, barusan kamu bilang aku sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari?"
Ferdinan terkejut.
Kalau itu benar, maka ini benar-benar gawat.
Ujian masuk perguruan tinggal kurang dari sebulan lagi dan dia benar-benar merasa sangat cemas.
Sekarang dia malah kehilangan tiga hari begitu saja karena tidak sadarkan diri?
Berapa banyak pelajaran yang sudah dia lewatkan? Sejauh mana keterlambatannya dalam mengejar materi?
Yang lebih merepotkan lagi, sekolahnya memiliki aturan ketat soal kehadiran.
Jika bolos tanpa alasan yang jelas, nilai akademiknya akan turun dan hal tersebut tentu saja akan berdampak besar pada hasil ujian masuk perguruan tinggi.
Aturan ini berlaku di Institut Teknologi maupun Akademi Militer!
Saat melihat ekspresi Ferdinan yang cemas, Sean hanya bisa tertawa dan menepuk pundaknya. "Santai saja, Nak! Aku sudah mengurus izinmu, jadi kamu tidak perlu khawatir soal nilai akademikmu."
"Soal pelajaran yang tertinggal ... yah, mau bagaimana lagi? Kamu harus bekerja lebih keras dalam beberapa hari ke depan untuk mengejar semuanya!"
Sejak malam ketika Ferdinan jatuh pingsan, Sean sudah memperkirakan bahwa pemuda itu tidak akan segera sadar.
Setelah membuat perhitungan singkat, dia memperkirakan butuh beberapa hari agar Ferdinan bisa pulih. Jadi. dia langsung meminta izin selama lima hari dari SMA Yelwin untuknya.
Namun, yang tidak dia duga adalah betapa cepatnya Ferdinan bisa pulih.
Awalnya, dia mengira anak itu butuh waktu setidaknya empat atau lima hari. Namun, baru tiga hari berlalu, Ferdinan sudah bangun dan terlihat segar bugar seolah tidak terjadi apa-apa.
Namun, situasi ini bukan masalah.
Kembali ke sekolah lebih awal justru lebih bagus, sedangkan jika harus memperpanjang izin, itu ákan lebih sulit.
Lagi pula, di kota Yelwin, tidak ada yang tahu identitas asli Sean.
Sebagai seorang guru biasa di sebuah SMP, dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan izin lima hari bagi Ferdinan.
Namun, jika harus meminta lebih dari itu, dia tidak punya wewenang untuk melakukannya.
Setelah mendengar penjelasan Sean, Ferdinan merasa lebih tenang.
Setiap murid memang memiliki hak untuk mengajukan izin selama satu semester dan jika sudah disetujui, nilai akademik mereka tidak akan terpengaruh.
Sebagai seseorang yang dikenal memiliki "garis keturunan yang biasa saja", Ferdinan percaya bahwa kerja keras bisa menutupi kekurangannya. Itulah sebabnya dia hampir tidak pernah mengambil izin sebelumnya.
Jadi, lima hari izin masih dalam batas wajar dalam aturan akademi.
Lagi pula, jika tidak ada kendala lain, besok dia sudah bisa kembali ke sekolah.
Saat matahari mulai condong ke barat, Ferdinan menghabiskan makanannya dengan lahap. Baru setelah itu, rasa pusing yang sejak tadi menyelimutinya mulai mereda.
Sebelum menelan suapan terakhirnya, Ferdinan sudah bertanya dengan suara tidak jelas, "Om Sean, sebenarnya kamu ini siapa?"
Ferdinan tahu bahwa menanyakan identitas seseorang yang telah hidup bersamanya selama lebih dari sepuluh tahun adalah hal yang bodoh dan aneh. Namun, rasa penasarannya terlalu besar untuk diabaikan.
Sejauh yang dia ingat, Om Sean hanyalah pria paruh baya biasa yang terjebak di Tahap Pemurnian Tubuh tingkat kedua selama bertahun-tahun.
Namun, dalam pertarungan tadi malam, saat berhadapan dengan monster kuat itu, Om Sean justru menunjukkan kekuatan bertarung yang luar biasa.
Ferdinan tidak tahu pasti seberapa tinggi level kultivasi Om Sean, tetapi yang jelas kekuatan itu jauh di atas Tahap Pemurnian Tubuh tingkat kedua!
Dengan sorot mata penuh harapan, dia menatap Sean dan berharap mendapatkan jawaban.
Jika Om Sean memang seorang ahli hebat yang menyembunyikan kekuatannya, maka itu adalah berita besar bagi Ferdinan.
Itu bisa berarti bahwa garis keturunannya sendiri juga bukan sesuatu yang biasa!
Namun, Sean hanya bisa menggelengkan kepala dan menolak untuk menjelaskan. "Aku tidak bisa memberitahumu."
Ferdinan tertegun sejenak, lalu berkata dengan nada kesal, "Bukannya kamu bilang akan menjawab pertanyaanku?"
Saat melihat senyum licik di bibir Om Sean, Ferdinan baru sadar bahwa dia telah ditipu!
"Aku hanya bilang akan memberitahumu apa yang perlu kamu ketahui."
"Pertanyaan yang barusan kamu ajukan itu, kamu tidak perlu mengetahui jawabannya."
Dasar rubah tua licik!
Meskipun agak kesal, Ferdinan masih memiliki banyak sekali pertanyaan di kepalanya.
Tanpa membuang waktu, dia pun langsung menembakkan pertanyaan-pertanyaan seperti rentetan peluru. "Apa yang sebenarnya terjadi malam itu?"
"Makhluk aneh itu sebenarnya apa?"
"Apa yang istimewa dari darahku? Kenapa dia begitu menginginkannya?"
"Selain itu ... siapa sebenarnya orang tuaku?"
Rentetan pertanyaan itu membuat Ferdinan hampir kehilangan kendali.
Namun, siapa yang bisa menyalahkannya?
Usia delapan belas tahun adalah masa di mana rasa ingin tahu seorang anak berada di puncaknya.
Terlebih lagi, dia baru saja mengalami peristiwa besar yang mengguncang hidupnya.
Jika dia tidak merasa penasaran sama sekali, justru hal itu yang akan terasa aneh.
Saat melihat Ferdinan hampir kehilangan kesabarannya, Sean hanya bisa menghela napas panjang. "Hei, Ferdi, aku tahu kamu punya banyak pertanyaan. Tapi, berhentilah bertanya dan dengarkan aku baik-baik."
Sean paham bahwa ada beberapa hal yang memang harus diketahui oleh Ferdinan.
Bagaimanapun, terlalu banyak menyembunyikan kebenaran hanya akan membuat anak itu dalam bahaya.
Setidaknya, dia harus membuat Ferdinan mengerti situasinya saat ini.
"Aku juga tidak tahu pasti apa identitas atau ras dari makhluk itu."
"Sepertinya dia bukan bagian dari kategori mana pun dan lebih mirip seperti makhluk mutasi."
Itu memang kenyataannya.
Meskipun Sean memiliki pengetahuan luas dan pengalaman yang banyak, bukan berarti dia mengetahui segalanya.
Makhluk mengerikan yang menyerupai iblis mimpi buruk itu adalah sesuatu yang belum pernah dia temui sebelumnya.
Kemampuannya yang aneh dan mengerikan bahkan tidak tercatat dalam literatur mana pun.
"Garis keturunanmu memang tidak biasa ... "
Namun, sebelum Sean bisa menyelesaikan kalimatnya, Ferdinan sudah hampir melompat dari kursinya karena terlalu bersemangat.
Bagaimanapun, memiliki garis keturunan yang biasa-biasa saja telah menjadi masalah yang menghantuinya selama delapan belas tahun penuh.
Bahkan, hal itu memaksanya untuk menyerah pada mimpinya masuk ke Akademi Militer dan membalaskan dendam orang tuanya.
Sekarang, setelah mengetahui bahwa darahnya ternyata memiliki sesuatu yang luar biasa, Ferdinan pun langsung merasa sangat gembira.
Dia mengepalkan tinjunya dengan semangat dan bertanya dengan penuh antusias, "Benarkah? Apa itu artinya aku bisa ... "
Namun, Sean tiba-tiba berteriak dengan ekspresi serius, "Diam!"
Tanggapan Sean itu seperti seember air es yang langsung menyiram kepalanya dan memadamkan sebagian besar kegembiraannya dalam sekejap.
Selama bertahun-tahun, Sean selalu bersikap lembut padanya dan bahkan jarang sekali berteriak padanya.
Ferdinan hampir tidak pernah melihat Sean setegas ini sebelumnya.
Dari situ saja, dia langsung menyadari betapa seriusnya situasi yang sedang terjadi.
Tanpa banyak bicara lagi, dia segera menenangkan diri, diam dengan patuh, dan menunggu Sean berbicara.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved