Bab 7: Menghukum Pramuniaga Wanita!
by Marco Lowenson
13:57,Feb 13,2025
"Ya, memang benar. Aku mau membeli pakaian dalam wanita!"
Xavier hanya melirik pramuniaga wanita itu dan menjawab dengan serius.
Namun, dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang pakaian dalam wanita, apalagi ukuran adiknya, yang membuatnya sedikit canggung.
Dan tentu saja, Xavier tidak bisa bertanya langsung kepada adiknya, itu hanya akan membuat keduanya malu.
"Oh begitu. Kalau begitu bolehkah aku tahu untuk siapa Anda membelinya, Tuan?"
"Dan berapa ukurannya? Tolong beritahu saya."
Gadis itu bertanya lagi setelah mendengar jawabannya.
"Aku beli untuk adikku. Aku tidak tahu ukurannya, tapi tubuhnya mirip denganmu ..."
"Bagaimana kalau kamu mencobanya?"
Saat itu, Xavier menatap pramuniaga wanita itu.
Doa menyadari bahwa bentuk tubuh gadis itu tampaknya hampir sama dengan adiknya, jadi dia berbicara dengan sangat sopan.
Namun, tatapannya justru membuat pramuniaga wanita itu salah paham.
"Dasar mesum! Berani-beraninya kau menggodaku!"
"Kau pria dewasa, tidakkah kau punya rasa malu? Datang ke toko pakaian dalam dan memintaku mencobanya untukmu. Apa kamu sakit jiwa?"
"Melihat dari pakaianmu saja, sepertinya kau tidak mampu membelinya. Pergi dari sini sekarang, atau aku panggil keamanan untuk mengusirmu!"
Pramuniaga itu merasa Xavier menatap dadanya dan bagian belakang tubuhnya.
Hal itu membuatnya semakin muak dan marah.
Dia langsung menunjuk Xavier dan memakinya di tempat.
"Sudahlah, bicara denganmu hanya buang-buang waktu."
"Kemas saja semua yang ukuran all-size, semua warna dan model. Berapa totalnya?"
Xavier tidak mau repot-repot menjelaskan dan terlalu malas berdebat dengan wanita seperti itu.
"Haha, masih berusaha pamer, ya? Baiklah, aku akan mengambil semua model untukmu sekarang. Kalau kau tidak bisa membayarnya, aku pastikan kau harus bertanggung jawab!"
Pramuniaga itu mendengus sinis, lalu mengambil alat komunikasi dan berbicara dengan nada kesal.
"Pak John, ada orang yang membuat masalah di sini. Tolong datang ke toko!"
Setelah itu …
Pramuniaga itu mulai memilih berbagai model pakaian dalam ukuran all-size, lalu mengemasnya ke dalam lebih dari selusin kotak hadiah mewah dan meletakkannya di depan Xavier.
Saat Xavier mulai memasukkan kotak-kotak itu ke dalam troli dan bersiap membayar, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar toko.
Kemudian, sekelompok petugas keamanan masuk dengan sikap garang, dipimpin oleh seorang pria botak yang memegang tongkat karet.
"Alena, mana bajingan yang membuat masalah itu?"
"Lihat saja, aku akan memberinya pelajaran!"
Begitu pria botak itu masuk, dia langsung berteriak lantang.
Hal itu menarik perhatian para pelanggan di luar toko yang mulai mendekat untuk menonton.
"Tunggu sebentar, Kak John!"
Mendengar itu, pramuniaga yang dipanggil Alena segera mendekat dan berbicara pelan di samping pria botak itu.
"Orang mesum itu! Dia terus menatapku dengan tatapan cabul dan memilih pakaian dalam paling mahal di toko ini. Semua ini totalnya setidaknya enam puluh sampai delapan puluh juta!"
"Kalau dia tidak bisa bayar dan mencoba kabur, tolong tangkap dia, Kak John. Pukuli dia sampai babak belur!"
Alena mengedipkan matanya dengan manja, membuat pria botak itu langsung terpikat.
Tatapannya melekat pada dada Alena yang membusung.
"Jangan khawatir, serahkan padaku!"
"Kalau dia berani keluar, aku pastikan dia tidak akan bisa berjalan dengan kedua kakinya lagi!"
Ketua tim keamanan yang dipanggil Kak John itu menjilat bibirnya dan menggosok tangannya, suaranya terdengar kejam.
"Oke, Kak John!"
Alena tersenyum puas, lalu berbalik dengan wajah penuh kemenangan dan berjalan ke arah Xavier.
"Totalnya enam puluh empat juta. Silakan bayar, Tuan!"
"Pakainya kartu atau tunai?"
Alena menyilangkan tangannya di dada dengan angkuh, tatapannya penuh kepercayaan diri. Dia yakin Xavier tidak akan mampu membayar.
"Kartu!"
Xavier mengabaikan para petugas keamanan yang menatapnya dengan waspada. Dia mengeluarkan kartu bank yang diberikan Bianca kepadanya dan menyerahkannya kepada Alena.
"Kau ini miskin, sampai kapan kau mau berpura-pura?"
Alena mengambil kartu itu sambil mengejek, lalu memasukkan kartu ke dalam mesin pembayaran.
"Ting!"
Transaksi berhasil.
Wajah Alena langsung menunjukkan ekspresi tidak percaya.
"Selesaikan transaksi ini dan berikan semua barangnya padaku!"
Xavier melihat struk yang keluar dari mesin dan tahu pembayaran telah berhasil.
Dia lalu menunjuk sisa pakaian dalam yang belum dikemas.
Pada saat yang bersamaan, matanya tertuju pada sebuah kotak kecil berwarna hitam di meja di dekatnya. Dia perlahan mendekat dan siap mengambilnya kapan saja.
Kemudian, sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman jahil!
"Oh, aku akan segera mengemasnya, Tuan ... tunggu sebentar!"
Saat itu, Alena akhirnya tersadar.
Dia benar-benar terkejut!
Ternyata benar, jangan menilai seseorang hanya dari penampilannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa Xavier begitu kaya dan membeli semuanya!
Dengan tergesa-gesa, Alena mulai memasukkan pakaian dalam ke dalam troli belanja. Namun, setiap kali dia membungkuk, napasnya menjadi berat.
Kakinya refleks merapat.
Tubuhnya gemetar hebat.
Tidak lama kemudian ...
Kakinya yang dibalut stoking hitam tampak lemas dan nyaris jatuh.
"Cepatlah, aku sedang buru-buru."
Xavier mendesak, sambil kembali menekan tombol di kotak kecil hitam di tangannya.
Saat itu, Alena baru saja berdiri tegak, mengusap keringat di dahinya, wajahnya sudah memerah padam.
"Ah, baik ... segera aku bereskan, Tuan ..."
Gerakannya semakin kikuk, seolah-olah ada sesuatu yang menggelitik tubuhnya.
Para petugas keamanan yang melihat itu hanya bisa kebingungan. Mereka merasa ada yang aneh dengan Alena.
Hanya Xavier yang tersenyum nakal.
Matanya sempat bersinar dengan cahaya keemasan sebelum kembali normal.
Alena berdiri membelakanginya, tetapi ... pakaiannya perlahan menghilang.
Tubuhnya benar-benar indah!
Ya, benar!
Xavier memiliki kemampuan melihat tembus pandang, emampuan aneh yang diberikan oleh liontin naga miliknya!
Sejak pertama kali masuk ke toko, dia sudah menyadari rahasia kecil Alena.
Awalnya, dia hanya terkejut, tetapi tidak terlalu memikirkannya.
Namun, karena sikap Alena yang buruk dan malah memanggil petugas keamanan untuk menindasnya.
Hal ini membuat Xavier merasa kesal. Jadi, dia menggunakan alat kecil itu untuk "menghukum" wanita itu.
Akan tetapi, apa yang dia pikir sebagai hukuman, ternyata justru menjadi …
Sensasi yang menyenangkan bagi Alena?
"Sudah ... selesai, Tuan ..."
Akhirnya, Alena duduk di lantai dengan napas terengah-engah, seolah-olah baru selesai berlari maraton sejauh tiga kilometer.
Para petugas keamanan melongo. Alena hanya mengemas beberapa pakaian dalam, tetapi kenapa sampai kelelahan seperti itu?
Xavier menarik troli belanja keluar dari toko dan melemparkan kotak kecil hitam itu ke lantai.
"Ternyata kau suka bermain seperti itu."
"Haha..."
Setelah itu …
Xavier langsung mendorong troli belanja dan pergi dengan santai. Para petugas keamanan juga langsung minggir untuk memberi jalan.
Pada saat yang sama, Alena tiba-tiba tersadar. Dengan mata terbelalak, dia buru-buru mengambil kotak kecil itu dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"Bagaimana mungkin dia tahu!"
Alena langsung menundukkan kepalanya. Saat ini, rasa malu menyelimutinya, dia seakan ingin mencari lubang untuk bersembunyi.
Ketakutan semakin menyergapnya. Dia tak pernah membayangkan bahwa rahasianya bisa diketahui orang lain.
Sementara itu, Xavier mendorong troli belanja dan berhenti sejenak saat melewati sebuah toko ponsel.
"Adikku masih memakai ponsel lama. Terlalu membosankan. Beli yang lebih bagus saja untuknya."
Xavier berbisik pelan, lalu melangkah menuju toko ponsel.
"Berhenti!"
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan penuh amarah!
Xavier mengernyitkan dahi, berbalik, dan melihat petugas keamanan botak itu datang bersama anak buahnya!
Mereka berdiri menghadang jalan Xavier!
Xavier hanya melirik pramuniaga wanita itu dan menjawab dengan serius.
Namun, dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang pakaian dalam wanita, apalagi ukuran adiknya, yang membuatnya sedikit canggung.
Dan tentu saja, Xavier tidak bisa bertanya langsung kepada adiknya, itu hanya akan membuat keduanya malu.
"Oh begitu. Kalau begitu bolehkah aku tahu untuk siapa Anda membelinya, Tuan?"
"Dan berapa ukurannya? Tolong beritahu saya."
Gadis itu bertanya lagi setelah mendengar jawabannya.
"Aku beli untuk adikku. Aku tidak tahu ukurannya, tapi tubuhnya mirip denganmu ..."
"Bagaimana kalau kamu mencobanya?"
Saat itu, Xavier menatap pramuniaga wanita itu.
Doa menyadari bahwa bentuk tubuh gadis itu tampaknya hampir sama dengan adiknya, jadi dia berbicara dengan sangat sopan.
Namun, tatapannya justru membuat pramuniaga wanita itu salah paham.
"Dasar mesum! Berani-beraninya kau menggodaku!"
"Kau pria dewasa, tidakkah kau punya rasa malu? Datang ke toko pakaian dalam dan memintaku mencobanya untukmu. Apa kamu sakit jiwa?"
"Melihat dari pakaianmu saja, sepertinya kau tidak mampu membelinya. Pergi dari sini sekarang, atau aku panggil keamanan untuk mengusirmu!"
Pramuniaga itu merasa Xavier menatap dadanya dan bagian belakang tubuhnya.
Hal itu membuatnya semakin muak dan marah.
Dia langsung menunjuk Xavier dan memakinya di tempat.
"Sudahlah, bicara denganmu hanya buang-buang waktu."
"Kemas saja semua yang ukuran all-size, semua warna dan model. Berapa totalnya?"
Xavier tidak mau repot-repot menjelaskan dan terlalu malas berdebat dengan wanita seperti itu.
"Haha, masih berusaha pamer, ya? Baiklah, aku akan mengambil semua model untukmu sekarang. Kalau kau tidak bisa membayarnya, aku pastikan kau harus bertanggung jawab!"
Pramuniaga itu mendengus sinis, lalu mengambil alat komunikasi dan berbicara dengan nada kesal.
"Pak John, ada orang yang membuat masalah di sini. Tolong datang ke toko!"
Setelah itu …
Pramuniaga itu mulai memilih berbagai model pakaian dalam ukuran all-size, lalu mengemasnya ke dalam lebih dari selusin kotak hadiah mewah dan meletakkannya di depan Xavier.
Saat Xavier mulai memasukkan kotak-kotak itu ke dalam troli dan bersiap membayar, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar toko.
Kemudian, sekelompok petugas keamanan masuk dengan sikap garang, dipimpin oleh seorang pria botak yang memegang tongkat karet.
"Alena, mana bajingan yang membuat masalah itu?"
"Lihat saja, aku akan memberinya pelajaran!"
Begitu pria botak itu masuk, dia langsung berteriak lantang.
Hal itu menarik perhatian para pelanggan di luar toko yang mulai mendekat untuk menonton.
"Tunggu sebentar, Kak John!"
Mendengar itu, pramuniaga yang dipanggil Alena segera mendekat dan berbicara pelan di samping pria botak itu.
"Orang mesum itu! Dia terus menatapku dengan tatapan cabul dan memilih pakaian dalam paling mahal di toko ini. Semua ini totalnya setidaknya enam puluh sampai delapan puluh juta!"
"Kalau dia tidak bisa bayar dan mencoba kabur, tolong tangkap dia, Kak John. Pukuli dia sampai babak belur!"
Alena mengedipkan matanya dengan manja, membuat pria botak itu langsung terpikat.
Tatapannya melekat pada dada Alena yang membusung.
"Jangan khawatir, serahkan padaku!"
"Kalau dia berani keluar, aku pastikan dia tidak akan bisa berjalan dengan kedua kakinya lagi!"
Ketua tim keamanan yang dipanggil Kak John itu menjilat bibirnya dan menggosok tangannya, suaranya terdengar kejam.
"Oke, Kak John!"
Alena tersenyum puas, lalu berbalik dengan wajah penuh kemenangan dan berjalan ke arah Xavier.
"Totalnya enam puluh empat juta. Silakan bayar, Tuan!"
"Pakainya kartu atau tunai?"
Alena menyilangkan tangannya di dada dengan angkuh, tatapannya penuh kepercayaan diri. Dia yakin Xavier tidak akan mampu membayar.
"Kartu!"
Xavier mengabaikan para petugas keamanan yang menatapnya dengan waspada. Dia mengeluarkan kartu bank yang diberikan Bianca kepadanya dan menyerahkannya kepada Alena.
"Kau ini miskin, sampai kapan kau mau berpura-pura?"
Alena mengambil kartu itu sambil mengejek, lalu memasukkan kartu ke dalam mesin pembayaran.
"Ting!"
Transaksi berhasil.
Wajah Alena langsung menunjukkan ekspresi tidak percaya.
"Selesaikan transaksi ini dan berikan semua barangnya padaku!"
Xavier melihat struk yang keluar dari mesin dan tahu pembayaran telah berhasil.
Dia lalu menunjuk sisa pakaian dalam yang belum dikemas.
Pada saat yang bersamaan, matanya tertuju pada sebuah kotak kecil berwarna hitam di meja di dekatnya. Dia perlahan mendekat dan siap mengambilnya kapan saja.
Kemudian, sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman jahil!
"Oh, aku akan segera mengemasnya, Tuan ... tunggu sebentar!"
Saat itu, Alena akhirnya tersadar.
Dia benar-benar terkejut!
Ternyata benar, jangan menilai seseorang hanya dari penampilannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa Xavier begitu kaya dan membeli semuanya!
Dengan tergesa-gesa, Alena mulai memasukkan pakaian dalam ke dalam troli belanja. Namun, setiap kali dia membungkuk, napasnya menjadi berat.
Kakinya refleks merapat.
Tubuhnya gemetar hebat.
Tidak lama kemudian ...
Kakinya yang dibalut stoking hitam tampak lemas dan nyaris jatuh.
"Cepatlah, aku sedang buru-buru."
Xavier mendesak, sambil kembali menekan tombol di kotak kecil hitam di tangannya.
Saat itu, Alena baru saja berdiri tegak, mengusap keringat di dahinya, wajahnya sudah memerah padam.
"Ah, baik ... segera aku bereskan, Tuan ..."
Gerakannya semakin kikuk, seolah-olah ada sesuatu yang menggelitik tubuhnya.
Para petugas keamanan yang melihat itu hanya bisa kebingungan. Mereka merasa ada yang aneh dengan Alena.
Hanya Xavier yang tersenyum nakal.
Matanya sempat bersinar dengan cahaya keemasan sebelum kembali normal.
Alena berdiri membelakanginya, tetapi ... pakaiannya perlahan menghilang.
Tubuhnya benar-benar indah!
Ya, benar!
Xavier memiliki kemampuan melihat tembus pandang, emampuan aneh yang diberikan oleh liontin naga miliknya!
Sejak pertama kali masuk ke toko, dia sudah menyadari rahasia kecil Alena.
Awalnya, dia hanya terkejut, tetapi tidak terlalu memikirkannya.
Namun, karena sikap Alena yang buruk dan malah memanggil petugas keamanan untuk menindasnya.
Hal ini membuat Xavier merasa kesal. Jadi, dia menggunakan alat kecil itu untuk "menghukum" wanita itu.
Akan tetapi, apa yang dia pikir sebagai hukuman, ternyata justru menjadi …
Sensasi yang menyenangkan bagi Alena?
"Sudah ... selesai, Tuan ..."
Akhirnya, Alena duduk di lantai dengan napas terengah-engah, seolah-olah baru selesai berlari maraton sejauh tiga kilometer.
Para petugas keamanan melongo. Alena hanya mengemas beberapa pakaian dalam, tetapi kenapa sampai kelelahan seperti itu?
Xavier menarik troli belanja keluar dari toko dan melemparkan kotak kecil hitam itu ke lantai.
"Ternyata kau suka bermain seperti itu."
"Haha..."
Setelah itu …
Xavier langsung mendorong troli belanja dan pergi dengan santai. Para petugas keamanan juga langsung minggir untuk memberi jalan.
Pada saat yang sama, Alena tiba-tiba tersadar. Dengan mata terbelalak, dia buru-buru mengambil kotak kecil itu dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"Bagaimana mungkin dia tahu!"
Alena langsung menundukkan kepalanya. Saat ini, rasa malu menyelimutinya, dia seakan ingin mencari lubang untuk bersembunyi.
Ketakutan semakin menyergapnya. Dia tak pernah membayangkan bahwa rahasianya bisa diketahui orang lain.
Sementara itu, Xavier mendorong troli belanja dan berhenti sejenak saat melewati sebuah toko ponsel.
"Adikku masih memakai ponsel lama. Terlalu membosankan. Beli yang lebih bagus saja untuknya."
Xavier berbisik pelan, lalu melangkah menuju toko ponsel.
"Berhenti!"
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan penuh amarah!
Xavier mengernyitkan dahi, berbalik, dan melihat petugas keamanan botak itu datang bersama anak buahnya!
Mereka berdiri menghadang jalan Xavier!
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved