Bab 2: Sesuatu Terjadi pada Ayah dan Ibu Angkat!
by Marco Lowenson
13:57,Feb 13,2025
Saat pintu berat itu terbuka, sinar matahari langsung menyilaukan wajahnya, membuat Xavier refleks menghalanginya dengan tangan.
Pria itu mendongak dan menarik napas dalam-dalam.
Begitu membuka mata, dia melihat sebuah Porsche merah terparkir di seberang jalan.
Sudut bibir Xavier langsung melengkung membentuk seringai licik.
Tepat pada saat itu ...
Di dalam mobil Porsche ...
Bianca duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi dingin.
“Hmph, bocah tengil. Aku memberimu waktu sepuluh menit!”
"Berani-beraninya bersikap sombong di depanku. Memangnya kamu pikir kamu siapa?"
“Mau keluar lebih dulu dariku? Mimpi! Jangan harap bisa keluar seumur hidupmu!”
Bianca menggerutu kesal.
Namun, saat itu juga ...
Sebuah tangan muncul, meluncur di sepanjang tepian jendela mobil dan dua jari mengetuk ritmis di kaca.
“Aku sudah menunggumu di depan pintu sejak sepuluh menit yang lalu.”
“Jadi sekarang, antar aku ke hotel. Aku ingin melihatmu mandi!”
Xavier membungkuk, menampilkan wajah tampannya dengan senyum menggoda.
“Ah!”
Kemunculan tiba-tiba itu mengejutkan Bianca.
Bianca sangat kaget sampai-sampai wajahnya berubah pucat. Refleks, dia bergeser ke samping.
Namun, begitu melihat Xavier di depannya, ekspresinya berubah dingin dan semakin muram.
Giginya hampir bergemeletuk karena marah.
“Kamu benar-benar kabur dari penjara rupanya! Aku bisa membunuhmu sekarang juga dan itu tidak akan dianggap ilegal!”
“Aku akan melaporkanmu sekarang juga!”
Bianca benar-benar mengira Xavier kabur dari penjara.
Namun ...
Xavier dengan santai mengeluarkan surat pembebasannya dan melemparkannya ke paha Bianca yang indah.
“Kalau bisa membaca, lihat baik-baik!”
“Jangan banyak omong, cepat antar aku ke kota.”
Xavier mengitari bagian depan mobil, berjalan ke sisi lainnya, lalu membuka pintu dan masuk.
"Jalankan mobilnya!"
Perintah Xavier dengan nada tegas.
Pada saat itu, suasana langsung berubah.
Bianca benar-benar tercengang.
Bagaimana mungkin pria ini benar-benar dibebaskan dari penjara? Padahal berdasarkan penyelidikannya, Xavier seharusnya masih menjalani hukuman setidaknya enam bulan lagi!
Ada sesuatu yang tidak beres!
Tidak, Bianca harus segera memberi tahu Claire!
Beberapa waktu kemudian, mobil yang mereka kendarai tiba di kota.
Sepanjang perjalanan menuju pusat kota, Bianca gelisah. Dia terus melirik Xavier yang duduk di sampingnya.
Pikirannya penuh dengan pertanyaan—bagaimana mungkin pria ini bisa keluar lebih cepat dari yang seharusnya?
"Ciiit!"
Mobil berhenti di pinggir jalan.
Tepat di depan sebuah hotel.
"Kita sudah sampai. Kalau kau punya nyali, ikut aku ke atas!"
"Aku akan melepas bajuku di depanmu agar kau bisa melihat dengan jelas."
Bianca mengangkat dagunya dengan ekspresi menantang, nadanya penuh hinaan.
Namun, sesaat kemudian ...
Xavier hanya membuka matanya dan menatap kota yang dulu begitu gemerlap. Dia menguap, tampak tidak tertarik.
"Aku masih ada urusan lain. Tunggu saja, malam ini aku akan menemuimu."
Tanpa menunggu respons, Xavier membuka pintu dan pergi begitu saja.
Tiba-tiba,
Bianca mengerutkan dahinya dengan ekspresi kesal.
"Bocah tengil, malam ini akan aku tunjukkan kekuatan koneksi Bianca di Citadel!"
"Berharap bisa tidur denganku? Jangan mimpi!"
Setelah berkata demikian, Bianca turun dari mobil dan melangkah masuk ke hotel.
Sambil berjalan, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
"Roy, kau punya waktu sepuluh menit. Bawa dua puluh orang yang bisa bertarung. Aku ingin menghabisi seseorang!"
Ucapan itu keluar dari mulut Bianca dengan nada yang penuh amarah.
Beberapa pejalan kaki yang mendengarnya langsung menjauh dengan wajah ketakutan.
…
Di sisi lain, Xavier berjalan melewati sebuah gang, mengikuti ingatan lamanya.
Dia tiba di sebuah kawasan rumah sederhana yang terbuat dari papan kayu.
Sembari berdiri di depan sebuah pintu tua, dia mengangkat tangannya, hendak mengetuk. Namun, tangannya gemetar, tak kunjung turun.
Matanya memerah.
Tempat ini adalah rumahnya. Lebih tepatnya, rumah ayah tiri dan ibu tirinya.
Sejak kecil, Xavier tidak tahu asal-usulnya. Dia bahkan tidak tahu siapa orang tua kandungnya atau apakah mereka masih hidup.
Namun, ayah dan ibu angkatnya telah memberinya cukup cinta dan kehangatan.
Dia juga memiliki seorang adik perempuan. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, kedekatan mereka jauh melebihi saudara kandung.
Dalam keheningan, pikirannya dipenuhi kenangan. Dia bisa membayangkan ibu angkatnya yang menjahit selimut di bawah lampu, sementara ayah angkatnya menebang kayu di luar rumah.
Waktu itu adalah musim paling dingin dalam setahun, tetapi di dalam rumah, kehangatan selalu menyelimuti mereka!
"Krek ..."
Pintu akhirnya terbuka!
Seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu.
Dia terdiam lama, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kamu ... kamu Xavier, ya? Apa kamu sudah bebas?" serunya terkejut.
Xavier mengangguk ringan.
"Iya, Kak Esther. Aku berkelakuan baik, jadi dibebaskan lebih cepat."
Kemudian, Xavier bertanya dengan penuh harap, "Omong-omong, di mana adikku? Apa dia baik-baik saja?"
Melihat wajah yang dikenalnya, hati Xavier terasa lebih tenang.
Dia bahkan langsung menanyakan keberadaan adiknya.
"Ah, akhirnya kamu kembali! Sesuatu telah terjadi ... Ayah dan ibu angkatmu ... mereka berdua telah meninggal."
"Pagi ini, sekelompok orang asing datang dan membawa adik perempuanmu pergi!"
"Aku dengar mereka membawanya ke sebuah tempat bernama Bar Havana. Kamu harus segera pergi ke sana, kalau tidak, semuanya akan terlambat!"
Wanita itu berbicara dengan tergesa-gesa.
Astaga!
Seketika itu juga, otak Xavier seperti meledak dan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Wanita itu bisa merasakan perubahan ini dengan jelas, hingga tubuhnya bergetar dan diliputi rasa ngeri.
Ayah dan ibu angkat telah meninggal.
Sementara itu, adik perempuannya diculik!
Apa yang sebenarnya terjadi?
Xavier tak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan oleh ekspresi sedingin es.
Dengan gerakan tiba-tiba, dia berbalik dan berlari keluar rumah, bahkan pintu kayu itu hampir terlepas dari engselnya.
Kak Esther langsung terkejut dan ketakutan, seolah baru saja melihat hantu.
…
Di tempat lain.
Di Bar Havana, dalam sebuah ruangan VIP ...
Seorang gadis mengenakan celana jeans dan kemeja putih duduk di atas kursi roda dengan wajah pucat.
"Apa yang kalian inginkan dariku?"
Suara gadis itu bergetar ketakutan.
"Zoey, kalau kau mamu menikah denganku, kamu akan mendapatkan perawatan medis terbaik!"
"Mungkin, kamu masih memiliki kesempatan untuk bisa berjalan lagi di kehidupan ini!"
"Memangnya kamu ingin menghabiskan sisa hidupmu di kursi roda?"
Saat itu juga …
Seorang pemuda dengan rambut klimis dan wajah pucat berdiri dari sofa.
Dia tampak meneguk segelas anggur merah dengan santai.
Sesaat kemudian, pria itu mendekati Zoey Donovan dengan ekspresi arogan
"Jangan mendekat! Kalau kamu berani, aku akan menelepon polisi!"
"Cepat antar aku pulang!"
"Jika kakakku tahu, dia tidak akan membiarkanmu begitu saja!"
Zoey benar-benar panik.
Kedua kakinya lumpuh, dia sama sekali tak berdaya melawan pemuda yang berdiri di hadapannya.
"Zoey, lebih baik kamu menurut saja pada Tuan Muda Caleb. Dia punya banyak uang!"
"Lagi pula, kamu ini hanya seorang gadis cacat! Kalau bukan karena wajahmu yang cantik, mana mungkin Tuan Muda Caleb tertarik padamu!"
"Di Kota Citadel, banyak wanita yang ingin menjadi kekasih Tuan Muda Caleb. Kalau dia tidak menyukai sikap polosmu, kamu tak akan punya kesempatan sekecil apa pun!"
Di saat yang bersamaan …
Di sudut ruangan, seorang wanita berpakaian mencolok berbicara dengan nada sinis.
"Lina! Bagaimana mungkin kamu melakukan ini? Kakakku masuk penjara karena membela kehormatanmu setelah menghajar Caleb! Bukannya berterima kasih, kamu malah menusuknya dari belakang!"
"Sekarang kamu justru bersama Caleb lagi? Apa kamu masih punya hati nurani?"
Mendengar ucapan Lina Smith, Zoey langsung menatapnya dengan kemarahan yang meluap.
Namun ...
Tuan Muda Caleb sudah berdiri di hadapannya, membuat Zoey ketakutan. Dia berusaha mundur dengan mendorong kursi rodanya.
Namun, pada saat itu juga …
Dua pria bertubuh kekar menahannya dari belakang!
Ketakutan membuat air mata Zoey mengalir deras.
Dia tak hanya marah, tapi juga merasa sangat tak berdaya.
"Hahaha! Kakakmu? Dia hanya seorang narapidana dan buruh di penjara! Jangan harap dia bisa keluar dari sana seumur hidupnya!"
"Dia tak pantas merebut wanita dariku, Caleb Ziegler!"
Caleb tertawa sombong.
"Benar sekali! Kakakmu, Xavier, hanyalah seorang pria miskin dan pengecut!"
"Aku dulu bersamanya hanya karena rasa kasihan. Masa depanku akan suram kalau aku tetap bersamanya!"
"Berbeda dengan Caleb, dia bisa membelikanku apa pun yang kuinginkan! Lihat tas ini, harganya lebih dari dua puluh juta! Apa kakakmu bisa membelikannya?"
Lina mengangkat tas mahalnya dengan penuh kebanggaan.
Tidak ada sedikit pun rasa bersalah di wajahnya.
"Kalian berdua lebih hina dari binatang!"
"Kakakku buta karena jatuh hati padamu hingga akhirnya masuk penjara!"
Zoey berteriak dengan penuh kebencian.
Akan tetapi, suaranya terdengar lemah dan tak berdaya.
"Zoey, dengan kondisimu sekarang, bahkan Dewa pun tak bisa menyelamatkanmu!"
"Jika kamu tak mau ikut denganku, tak masalah! Serahkan saja rumahmu padaku! Begitu aku mendapatkan uang kompensasi pembongkarannya, aku akan memberimu sedikit bagian!"
"Tapi jika kau menolak ... hmph, aku akan menidurimu sekarang juga, langsung di kursi roda itu! Hahaha! Pasti akan sangat menyenangkan!"
Pemuda itu berkata dengan nada tak senonoh.
Caleb menyeringai licik, menggosok-gosokkan tangannya, lalu mendekati Zoey dengan niat jahat yang jelas.
Zoey gemetar ketakutan. Dia ingin kabur, tapi semuanya sudah terlambat.
Dua pria kekar di belakangnya menahan pundaknya erat-erat.
"Ahhh!"
"Caleb, dasar bajingan! Pergi dari sini!"
"Kakakku sudah bebas! Dia pasti tidak akan membiarkanmu hidup tenang!"
Zoey berusaha sekuat tenaga. Dia bahkan menggigit lengan Caleb.
Caleb menjerit kesakitan, lalu tiba-tiba bangkit dengan tatapan penuh amarah dan kebengisan.
"Plak!"
Sebuah tamparan melayang di pipi Zoey.
"Plak!"
"Brak!"
Zoey terjatuh dari kursi rodanya, dan kursi itu ikut terguling ke samping.
Di wajahnya yang cantik, muncul bekas tamparan yang mulai memerah.
Dia menundukkan kepala dan menggigit bibirnya. Tetesan air matanya mulai membasahi rambutnya.
Dengan sisa tenaga yang ada, Zoey menahan rasa sakit dan hinaan yang menusuk hati, berusaha bangkit.
Namun, Caleb yang dipenuhi amarah langsung menyeret rambutnya dan menyeretnya ke arah pintu.
"Lepaskan aku! Jangan!"
"Lepaskan!"
Zoey menangis tersedu-sedu, kesakitan luar biasa.
Dia mencengkeram lengan Caleb dengan sekuat tenaga, agar rambutnya tidak tercabut.
"Bocah sialan, berani menggigitku?!"
"Hari ini, aku akan merenggut kehormatanmu! Dan setelah itu, aku akan mengirimkan fotonya ke kakakmu yang ada di penjara!"
"Dia pasti akan sangat berterima kasih padaku! Hahaha!"
Caleb tertawa puas, seperti orang yang kesetanan.
Dengan isyarat matanya, Caleb memberi perintah pada dua orang anak buahnya yang berbadan kekar.
Kemudian, dua pria kekar itu mendekat dan merobek pakaian Zoey.
"Sreet!"
Zoey merasakan hawa dingin menyelimuti tubuh bagian atasnya.
Pakaian dalamnya terlihat, warnanya telah memudar dengan tepian yang mulai terkoyak.
Wajahnya pucat pasi, matanya kosong, dan seluruh tubuhnya bergetar.
Perlahan, kedua tangannya yang tadi menutupi dadanya jatuh lemas.
Sementara itu, Caleb menyeringai puas, lalu mulai melepas ikat pinggangnya ...
Pria itu mendongak dan menarik napas dalam-dalam.
Begitu membuka mata, dia melihat sebuah Porsche merah terparkir di seberang jalan.
Sudut bibir Xavier langsung melengkung membentuk seringai licik.
Tepat pada saat itu ...
Di dalam mobil Porsche ...
Bianca duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi dingin.
“Hmph, bocah tengil. Aku memberimu waktu sepuluh menit!”
"Berani-beraninya bersikap sombong di depanku. Memangnya kamu pikir kamu siapa?"
“Mau keluar lebih dulu dariku? Mimpi! Jangan harap bisa keluar seumur hidupmu!”
Bianca menggerutu kesal.
Namun, saat itu juga ...
Sebuah tangan muncul, meluncur di sepanjang tepian jendela mobil dan dua jari mengetuk ritmis di kaca.
“Aku sudah menunggumu di depan pintu sejak sepuluh menit yang lalu.”
“Jadi sekarang, antar aku ke hotel. Aku ingin melihatmu mandi!”
Xavier membungkuk, menampilkan wajah tampannya dengan senyum menggoda.
“Ah!”
Kemunculan tiba-tiba itu mengejutkan Bianca.
Bianca sangat kaget sampai-sampai wajahnya berubah pucat. Refleks, dia bergeser ke samping.
Namun, begitu melihat Xavier di depannya, ekspresinya berubah dingin dan semakin muram.
Giginya hampir bergemeletuk karena marah.
“Kamu benar-benar kabur dari penjara rupanya! Aku bisa membunuhmu sekarang juga dan itu tidak akan dianggap ilegal!”
“Aku akan melaporkanmu sekarang juga!”
Bianca benar-benar mengira Xavier kabur dari penjara.
Namun ...
Xavier dengan santai mengeluarkan surat pembebasannya dan melemparkannya ke paha Bianca yang indah.
“Kalau bisa membaca, lihat baik-baik!”
“Jangan banyak omong, cepat antar aku ke kota.”
Xavier mengitari bagian depan mobil, berjalan ke sisi lainnya, lalu membuka pintu dan masuk.
"Jalankan mobilnya!"
Perintah Xavier dengan nada tegas.
Pada saat itu, suasana langsung berubah.
Bianca benar-benar tercengang.
Bagaimana mungkin pria ini benar-benar dibebaskan dari penjara? Padahal berdasarkan penyelidikannya, Xavier seharusnya masih menjalani hukuman setidaknya enam bulan lagi!
Ada sesuatu yang tidak beres!
Tidak, Bianca harus segera memberi tahu Claire!
Beberapa waktu kemudian, mobil yang mereka kendarai tiba di kota.
Sepanjang perjalanan menuju pusat kota, Bianca gelisah. Dia terus melirik Xavier yang duduk di sampingnya.
Pikirannya penuh dengan pertanyaan—bagaimana mungkin pria ini bisa keluar lebih cepat dari yang seharusnya?
"Ciiit!"
Mobil berhenti di pinggir jalan.
Tepat di depan sebuah hotel.
"Kita sudah sampai. Kalau kau punya nyali, ikut aku ke atas!"
"Aku akan melepas bajuku di depanmu agar kau bisa melihat dengan jelas."
Bianca mengangkat dagunya dengan ekspresi menantang, nadanya penuh hinaan.
Namun, sesaat kemudian ...
Xavier hanya membuka matanya dan menatap kota yang dulu begitu gemerlap. Dia menguap, tampak tidak tertarik.
"Aku masih ada urusan lain. Tunggu saja, malam ini aku akan menemuimu."
Tanpa menunggu respons, Xavier membuka pintu dan pergi begitu saja.
Tiba-tiba,
Bianca mengerutkan dahinya dengan ekspresi kesal.
"Bocah tengil, malam ini akan aku tunjukkan kekuatan koneksi Bianca di Citadel!"
"Berharap bisa tidur denganku? Jangan mimpi!"
Setelah berkata demikian, Bianca turun dari mobil dan melangkah masuk ke hotel.
Sambil berjalan, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
"Roy, kau punya waktu sepuluh menit. Bawa dua puluh orang yang bisa bertarung. Aku ingin menghabisi seseorang!"
Ucapan itu keluar dari mulut Bianca dengan nada yang penuh amarah.
Beberapa pejalan kaki yang mendengarnya langsung menjauh dengan wajah ketakutan.
…
Di sisi lain, Xavier berjalan melewati sebuah gang, mengikuti ingatan lamanya.
Dia tiba di sebuah kawasan rumah sederhana yang terbuat dari papan kayu.
Sembari berdiri di depan sebuah pintu tua, dia mengangkat tangannya, hendak mengetuk. Namun, tangannya gemetar, tak kunjung turun.
Matanya memerah.
Tempat ini adalah rumahnya. Lebih tepatnya, rumah ayah tiri dan ibu tirinya.
Sejak kecil, Xavier tidak tahu asal-usulnya. Dia bahkan tidak tahu siapa orang tua kandungnya atau apakah mereka masih hidup.
Namun, ayah dan ibu angkatnya telah memberinya cukup cinta dan kehangatan.
Dia juga memiliki seorang adik perempuan. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, kedekatan mereka jauh melebihi saudara kandung.
Dalam keheningan, pikirannya dipenuhi kenangan. Dia bisa membayangkan ibu angkatnya yang menjahit selimut di bawah lampu, sementara ayah angkatnya menebang kayu di luar rumah.
Waktu itu adalah musim paling dingin dalam setahun, tetapi di dalam rumah, kehangatan selalu menyelimuti mereka!
"Krek ..."
Pintu akhirnya terbuka!
Seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu.
Dia terdiam lama, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kamu ... kamu Xavier, ya? Apa kamu sudah bebas?" serunya terkejut.
Xavier mengangguk ringan.
"Iya, Kak Esther. Aku berkelakuan baik, jadi dibebaskan lebih cepat."
Kemudian, Xavier bertanya dengan penuh harap, "Omong-omong, di mana adikku? Apa dia baik-baik saja?"
Melihat wajah yang dikenalnya, hati Xavier terasa lebih tenang.
Dia bahkan langsung menanyakan keberadaan adiknya.
"Ah, akhirnya kamu kembali! Sesuatu telah terjadi ... Ayah dan ibu angkatmu ... mereka berdua telah meninggal."
"Pagi ini, sekelompok orang asing datang dan membawa adik perempuanmu pergi!"
"Aku dengar mereka membawanya ke sebuah tempat bernama Bar Havana. Kamu harus segera pergi ke sana, kalau tidak, semuanya akan terlambat!"
Wanita itu berbicara dengan tergesa-gesa.
Astaga!
Seketika itu juga, otak Xavier seperti meledak dan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Wanita itu bisa merasakan perubahan ini dengan jelas, hingga tubuhnya bergetar dan diliputi rasa ngeri.
Ayah dan ibu angkat telah meninggal.
Sementara itu, adik perempuannya diculik!
Apa yang sebenarnya terjadi?
Xavier tak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan oleh ekspresi sedingin es.
Dengan gerakan tiba-tiba, dia berbalik dan berlari keluar rumah, bahkan pintu kayu itu hampir terlepas dari engselnya.
Kak Esther langsung terkejut dan ketakutan, seolah baru saja melihat hantu.
…
Di tempat lain.
Di Bar Havana, dalam sebuah ruangan VIP ...
Seorang gadis mengenakan celana jeans dan kemeja putih duduk di atas kursi roda dengan wajah pucat.
"Apa yang kalian inginkan dariku?"
Suara gadis itu bergetar ketakutan.
"Zoey, kalau kau mamu menikah denganku, kamu akan mendapatkan perawatan medis terbaik!"
"Mungkin, kamu masih memiliki kesempatan untuk bisa berjalan lagi di kehidupan ini!"
"Memangnya kamu ingin menghabiskan sisa hidupmu di kursi roda?"
Saat itu juga …
Seorang pemuda dengan rambut klimis dan wajah pucat berdiri dari sofa.
Dia tampak meneguk segelas anggur merah dengan santai.
Sesaat kemudian, pria itu mendekati Zoey Donovan dengan ekspresi arogan
"Jangan mendekat! Kalau kamu berani, aku akan menelepon polisi!"
"Cepat antar aku pulang!"
"Jika kakakku tahu, dia tidak akan membiarkanmu begitu saja!"
Zoey benar-benar panik.
Kedua kakinya lumpuh, dia sama sekali tak berdaya melawan pemuda yang berdiri di hadapannya.
"Zoey, lebih baik kamu menurut saja pada Tuan Muda Caleb. Dia punya banyak uang!"
"Lagi pula, kamu ini hanya seorang gadis cacat! Kalau bukan karena wajahmu yang cantik, mana mungkin Tuan Muda Caleb tertarik padamu!"
"Di Kota Citadel, banyak wanita yang ingin menjadi kekasih Tuan Muda Caleb. Kalau dia tidak menyukai sikap polosmu, kamu tak akan punya kesempatan sekecil apa pun!"
Di saat yang bersamaan …
Di sudut ruangan, seorang wanita berpakaian mencolok berbicara dengan nada sinis.
"Lina! Bagaimana mungkin kamu melakukan ini? Kakakku masuk penjara karena membela kehormatanmu setelah menghajar Caleb! Bukannya berterima kasih, kamu malah menusuknya dari belakang!"
"Sekarang kamu justru bersama Caleb lagi? Apa kamu masih punya hati nurani?"
Mendengar ucapan Lina Smith, Zoey langsung menatapnya dengan kemarahan yang meluap.
Namun ...
Tuan Muda Caleb sudah berdiri di hadapannya, membuat Zoey ketakutan. Dia berusaha mundur dengan mendorong kursi rodanya.
Namun, pada saat itu juga …
Dua pria bertubuh kekar menahannya dari belakang!
Ketakutan membuat air mata Zoey mengalir deras.
Dia tak hanya marah, tapi juga merasa sangat tak berdaya.
"Hahaha! Kakakmu? Dia hanya seorang narapidana dan buruh di penjara! Jangan harap dia bisa keluar dari sana seumur hidupnya!"
"Dia tak pantas merebut wanita dariku, Caleb Ziegler!"
Caleb tertawa sombong.
"Benar sekali! Kakakmu, Xavier, hanyalah seorang pria miskin dan pengecut!"
"Aku dulu bersamanya hanya karena rasa kasihan. Masa depanku akan suram kalau aku tetap bersamanya!"
"Berbeda dengan Caleb, dia bisa membelikanku apa pun yang kuinginkan! Lihat tas ini, harganya lebih dari dua puluh juta! Apa kakakmu bisa membelikannya?"
Lina mengangkat tas mahalnya dengan penuh kebanggaan.
Tidak ada sedikit pun rasa bersalah di wajahnya.
"Kalian berdua lebih hina dari binatang!"
"Kakakku buta karena jatuh hati padamu hingga akhirnya masuk penjara!"
Zoey berteriak dengan penuh kebencian.
Akan tetapi, suaranya terdengar lemah dan tak berdaya.
"Zoey, dengan kondisimu sekarang, bahkan Dewa pun tak bisa menyelamatkanmu!"
"Jika kamu tak mau ikut denganku, tak masalah! Serahkan saja rumahmu padaku! Begitu aku mendapatkan uang kompensasi pembongkarannya, aku akan memberimu sedikit bagian!"
"Tapi jika kau menolak ... hmph, aku akan menidurimu sekarang juga, langsung di kursi roda itu! Hahaha! Pasti akan sangat menyenangkan!"
Pemuda itu berkata dengan nada tak senonoh.
Caleb menyeringai licik, menggosok-gosokkan tangannya, lalu mendekati Zoey dengan niat jahat yang jelas.
Zoey gemetar ketakutan. Dia ingin kabur, tapi semuanya sudah terlambat.
Dua pria kekar di belakangnya menahan pundaknya erat-erat.
"Ahhh!"
"Caleb, dasar bajingan! Pergi dari sini!"
"Kakakku sudah bebas! Dia pasti tidak akan membiarkanmu hidup tenang!"
Zoey berusaha sekuat tenaga. Dia bahkan menggigit lengan Caleb.
Caleb menjerit kesakitan, lalu tiba-tiba bangkit dengan tatapan penuh amarah dan kebengisan.
"Plak!"
Sebuah tamparan melayang di pipi Zoey.
"Plak!"
"Brak!"
Zoey terjatuh dari kursi rodanya, dan kursi itu ikut terguling ke samping.
Di wajahnya yang cantik, muncul bekas tamparan yang mulai memerah.
Dia menundukkan kepala dan menggigit bibirnya. Tetesan air matanya mulai membasahi rambutnya.
Dengan sisa tenaga yang ada, Zoey menahan rasa sakit dan hinaan yang menusuk hati, berusaha bangkit.
Namun, Caleb yang dipenuhi amarah langsung menyeret rambutnya dan menyeretnya ke arah pintu.
"Lepaskan aku! Jangan!"
"Lepaskan!"
Zoey menangis tersedu-sedu, kesakitan luar biasa.
Dia mencengkeram lengan Caleb dengan sekuat tenaga, agar rambutnya tidak tercabut.
"Bocah sialan, berani menggigitku?!"
"Hari ini, aku akan merenggut kehormatanmu! Dan setelah itu, aku akan mengirimkan fotonya ke kakakmu yang ada di penjara!"
"Dia pasti akan sangat berterima kasih padaku! Hahaha!"
Caleb tertawa puas, seperti orang yang kesetanan.
Dengan isyarat matanya, Caleb memberi perintah pada dua orang anak buahnya yang berbadan kekar.
Kemudian, dua pria kekar itu mendekat dan merobek pakaian Zoey.
"Sreet!"
Zoey merasakan hawa dingin menyelimuti tubuh bagian atasnya.
Pakaian dalamnya terlihat, warnanya telah memudar dengan tepian yang mulai terkoyak.
Wajahnya pucat pasi, matanya kosong, dan seluruh tubuhnya bergetar.
Perlahan, kedua tangannya yang tadi menutupi dadanya jatuh lemas.
Sementara itu, Caleb menyeringai puas, lalu mulai melepas ikat pinggangnya ...
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved