Bab 4: Membunuh adalah Sebuah Seni Pertunjukan!

by Marco Lowenson 13:57,Feb 13,2025
"Aku melindungi diriku sendiri!"

Xavier menjawab dengan suara dingin.

"Sial! Kau masih berani menantangku?"

"Kau pikir keluar dari penjara membuatmu bisa menakut-nakutiku? Dengar baik-baik, sejak umur enam belas tahun, aku sudah keluar masuk tempat itu lebih dari sepuluh kali setiap tahun. Tempat itu sudah seperti rumah keduaku!"

"Jadi begini saja, serahkan akta rumah itu dan aku akan membiarkanmu hidup. Kalau tidak, aku akan mematahkan kedua kakimu dan membiarkanmu mengemis di jalanan! Nasibmu akan jauh lebih menyedihkan daripada dua tua bangka itu!"

Kak Leo memiringkan kepalanya, memperlihatkan deretan gigi emasnya dengan seringai buas.

Dia tampak seperti serigala lapar yang siap menerkam.

Tatapannya penuh nafsu membunuh.

Mendengar itu, Xavier tetap diam. Tanpa sepatah kata pun, dia mengambil cangkir arak kosong yang diletakkan di depan makam, lalu melemparkannya dengan tiba-tiba!

Cangkir itu melayang di udara, membentuk lengkungan sempurna.

Sesaat kemudian, cangkir tersebut mengenai pemuda yang kencing di makam orang tua Xavier.

"Brak!"

Cangkir itu menghantam kepala pemuda tersebut.

"Aaaah! Siapa bajingan yang melempar cangkir ini! Sakit sekali!"

Darah mengalir dari kepalanya. Pemuda itu jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya, menjerit kesakitan.

Melihat kejadian itu, Leo dan anak buahnya terdiam sejenak!

"Apa kematian orang tuaku ada hubungannya dengan kalian?"

"Apa kalian yang membunuh orang tuaku?"

Saat itu juga …

Xavier perlahan bangkit berdiri. Dia masih mengenakan pakaian berkabung berwarna putih.

Kain duka melilit kepalanya.

Aura dingin menyelimuti tubuhnya.

Tiba-tiba, gerimis turun dari langit.

"Hah! Kau berani melawan kami? Sepertinya kau sudah bosan hidup!"

"Itu benar! Akulah yang membunuh dua tua bangka itu. Hahaha! Aku sendiri yang melempar mereka dari atap!"

"Ayahmu? Dia begitu ketakutan sampai mengompol! Ibumu? Heh, meski sudah tua, dia benar-benar liar. Tujuh atau delapan saudara kami bergantian 'melayaninya' sampai puas ..."

Setiap kata yang keluar dari mulut Kak Leo menusuk hati Xavier seperti belati.

Saat itu juga …

Kilatan petir menyambar langit!

"Duar, duar, duar!"

Awan hitam menutupi langit.

Suasana mendadak berubah mencekam.

Bumi seakan ditelan kegelapan.

Di bawah langit yang muram itu, Xavier perlahan mengangkat kepalanya.

Seulas senyum muncul di wajah tampannya.

Senyuman itu tampak seperti senyuman Dewa Kematian.

Seringai mengerikan itu membuat siapa pun yang melihatnya merasakan kejahatan yang begitu ekstrem, seolah-olah iblis telah bangkit kembali!

Ketika Kak Leo melihat senyuman jahat Xavier, dia seperti tersedot ke dalamnya, kehilangan kendali atas matanya …

Dia seakan jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Pikirannya tersedot sedikit demi sedikit, tubuhnya terasa seperti dikunci dalam kotak hitam. Kesunyian dan kegelapan yang tak berujung hampir membuatnya gila!

"Kau memang sangat jujur!"

Xavier menggeram rendah, melangkah maju, dan dalam sekejap tiba di hadapan Kak Leo!

"Sialan! Iblis macam apa ini!"

"Teman-teman, cepat bantu aku ikat dia! Aku akan mencungkil matanya!"

Kak Leo tiba-tiba sadar. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin.

Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia segera mundur beberapa langkah dan berteriak memerintahkan anak buahnya untuk menyerang!

"Sret!"

Lebih dari tiga puluh preman mengayunkan golok mereka, menyerang Xavier secara bersamaan.

Hujan turun semakin deras. Mata pisau melintas di udara, menghantam tetesan air hingga pecah berkeping-keping!

Xavier menatap mereka dengan dingin. Tubuhnya yang semula diam tiba-tiba bergerak!

Diam seperti gunung, bergerak seperti petir! Dalam sekejap, dia melesat bagai peluru yang ditembakkan!

Tanah yang diinjaknya langsung retak, menciptakan lubang besar di bawah kakinya!

"Krak!"

Golok yang dipegang oleh seorang preman patah dalam sekejap. Tulang di dadanya remuk!

Bahkan sebelum sempat berteriak, tubuhnya sudah terlempar jauh ke belakang!

Kilatan cahaya dingin melintas!

Di tangan kiri Xavier, tiba-tiba muncul belati hitam seukuran pisau bedah.

Di permukaannya, terukir pola naga yang berkilauan di bawah hujan.

Belati itu berputar di telapak tangannya. Kilauan tajamnya menari di udara!

Xavier menerjang ke dalam kerumunan dengan kecepatan yang luar biasa. Setiap kali dia mengayunkan tangannya, satu lengan terpenggal dan jatuh ke tanah!

Bahkan ada seorang preman yang dahinya tertembus belati. Otak dan darahnya muncrat ke udara!

Tubuh itu jatuh ke tanah!

Seseorang telah tewas!

Bagi para preman, perkelahian adalah hal biasa. Mereka sudah sering melihat kematian!

Namun, kekejaman yang seperti ini membuat mereka gemetar ketakutan. Kulit kepala mereka terasa mati rasa, dan mereka mundur dengan ngeri. Golok masih tergenggam di tangan, tetapi tak ada yang berani mendekat!

Namun, Xavier tidak berhenti membunuh!

Di tengah hujan gerimis, sosoknya melompat dan menari seperti dewa kematian, mengiringi melodi kematian yang mengerikan.

Belati di tangannya terus meneguk darah, seakan bersemangat, seakan membuka mulutnya yang berlumuran darah untuk melahap para preman ini!

Seorang preman ditusuk langsung di matanya. Belati itu menembus hingga ke belakang kepalanya dan ujungnya yang tajam masih meneteskan darah segar!

Xavier menyingkirkan tubuh itu dengan satu pukulan. Lalu, tubuh itu jatuh ke tanah yang berlumpur!

"Ahhh!!"

"Iblis!"

Seorang preman jatuh berlutut ketakutan, tubuhnya gemetar tak berdaya.

"Jangan bunuh aku, jangan!"

"Aku menyerah, Bos! Ampuni aku!"

"Aku punya orang tua yang harus aku nafkahi, aku punya anak kecil di rumah! Kalau kamu membunuhku, itu sama saja membunuh seluruh keluargaku!"

"Aku mohon, aku akan sujud kepadamu. Tolong, jangan bunuh aku!"

Dalam sekejap …

Belasan preman muntah karena ketakutan. Kekejaman Xavier terlalu brutal, terlalu mengerikan.

Kaki mereka lemas, bahkan untuk melarikan diri pun mereka tidak sanggup.

"Sujudlah kepada orang tuaku!"

"Di sana!"

Xavier berjalan mendekati seorang preman, mencengkeram rambutnya, lalu jongkok dan mendekatkan wajahnya ke wajah preman itu. Ekspresinya dipenuhi amarah yang mengerikan!

Preman itu begitu ketakutan hingga mulutnya berbusa dan langsung bersujud berulang kali!

Namun, detik berikutnya ...

Kilatan belati melintas di lehernya dan kepalanya sudah berada di genggaman tangan Xavier!

Kematian! Pembantaian belum berakhir!

Lebih dari 30 preman tak ada yang selamat! Semua terpenggal!

Hanya Kak Leo yang tersisa. Dia begitu ketakutan hingga merangkak mundur dengan tubuh gemetar, lalu melompat masuk ke dalam mobil dengan celana basah karena ketakutan.

Begitu dia menyalakan mesin, kaca mobil tiba-tiba pecah. Sebuah tangan besar mencengkeram lehernya dan menghantam kepalanya ke setir tujuh atau delapan kali berturut-turut!

Xavier menariknya keluar dengan mencengkeram pintu mobil!

"Boss! Boss! Ampuni aku, Boss Xavier ..."

Satu-satunya pikiran yang muncul di benaknya adalah memohon ampun!

Dulunya, Kak Leo dikenal sebagai sosok yang ditakuti di dunia hitam Kota Citadel.

Kini, dia bahkan lebih hina daripada seekor pecundang.

Dia berlutut, mengabaikan luka di kepalanya, dan bahkan menjulurkan lidahnya untuk menjilat sepatu Xavier!

"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini!"

Xavier menengadah, memejamkan mata, membiarkan gerimis mencuci noda darah di wajahnya.

Namun, pakaian berkabung putih yang dia kenakan kini telah sepenuhnya ternoda oleh darah!

"Itu … Keluarga Clark! Mereka menginginkan rumah dan tanah peninggalan orang tuamu! Tapi dua orang tua itu … tidak, tidak, tidak, maksudku, ayah dan ibumu terlalu keras kepala. Mereka bersikeras menunggu kepulanganmu!"

"Jadi, Julian Clark, putra tertua Keluarga Clark, memberiku enam ratus juta untuk ..."

Saat mengucapkan itu, Kak Leo tiba-tiba menutup mulutnya sendiri.

Dia melihat Xavier menundukkan kepala perlahan…

Mata Xavier memancarkan aura membunuh yang mencekam.

"Hanya ... enam ratus juta?" Xavier menutupi wajahnya dengan satu tangan. Di sela-sela jari, air mata mengalir deras.

Tawanya penuh dengan kesedihan!

Tawanya dipenuhi kegilaan!

"Hanya enam ratus juta dan orang tuaku... harus mati? Dasar bajingan kalian semua! Aku akan memberi kalian enam miliar, atau bahkan enam puluh miliar. Kembalikan orang tuaku!"

Xavier meraung ke langit, seperti guntur yang meledak di udara!

Detik berikutnya!

Belatinya meluncur turun dengan kejam. Tubuh Kak Leo bergetar hebat. Dia tidak bisa mengeluarkan suara apa pun. Sesaat kemudian, sebuah garis darah terbentuk di dahinya …

Xavier berbalik dan berjalan menuju makam.

Di belakangnya, tubuh Kak Leo terbelah menjadi dua bagian. Badan preman itu terpotong dari tengah, seakan tubuhnya membentuk mulut yang menganga. Organ dalamnya berhamburan ke tanah!

Bau anyir darah memenuhi udara!

"Ayah, Ibu ... aku akan membuat semua yang menyakiti kalian menderita dengan hukuman paling menyakitkan di dunia ini!"

"Aku akan menghancurkan seluruh Keluarga Clark sebagai persembahan untuk arwah kalian di surga!"

"Ayah, Ibu … Maafkan aku … maafkan aku karena pulang terlambat."

Xavier berlutut lagi dan menghantamkan kepalanya ke lantai makam!

"Kring, kring, kring!"

Tiba-tiba …

Ponselnya berdering.

Xavier menarik napas dalam-dalam.

Mata hitamnya menyiratkan kehampaan dari neraka kesembilan, dipenuhi aura membunuh yang hampir berwujud nyata.

"Kak, apa Kakak sudah selesai membersihkan makam Ayah dan Ibu? Cepatlah pulang, aku takut …"

Di telepon, suara lembut Zoey terdengar. Dia sudah sadar!

Baru saja, Xavier mengantarnya ke rumah sakit.

"Baiklah, tunggu aku. Kakak akan pulang sekarang dan membawakan sesuatu yang enak untukmu!"

Mendengar suara adiknya, aura jahat dalam mata Xavier lenyap dalam sekejap. Yang tersisa hanyalah kelembutan …

Selembut air …

"Baik, aku akan menunggu Kakak."

"Baiklah, aku tutup dulu. Perawat sudah datang," kata Zoey dengan suara patuh.

"Cepat bayar biaya rumah sakit! Ruangan ini harus dikosongkan. Kamu tidak bisa tinggal di sini, keluar ke koridor sana!"

Namun, tepat saat panggilan berakhir, telinga Xavier menangkap suara lain dari telepon!

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

334