Bab 17 Melamar

by Starry Nights 10:23,Jan 22,2024
"Kau sudah sukses!"

"Rumah sudah dibeli, kedua putrimu juga sudah kuliah!"

"Tapi, jangan lupa! Kalau bukan karena ibu dan ayahku merawat dua orang tua ini di rumah, apakah kalian punya waktu untuk mencari uang di luar?"

"Sekarang mereka sudah meninggal, kalian datang kemari untuk melemparkan semua tanggung jawab!"

"Kalian pikir kami tolol?"

"Sialan kalian, pernahkah kalian anggap kita manusia?"

Setelah mengatakan itu, Gilbert mengumpat.

Dari situ terlihat betapa marahnya dia.

Di kehidupan sebelumnya, kalau bukan karena orang-orang brengsek ini, keluarganya tidak akan berada dalam keadaan seperti ini?

Kehancuran keluarga yang sesungguhnya?

Ibunya gila.

Ayahnya mati.

Dia bunuh diri.

Tentu takdir adik perempuannya juga takkan lebih baik.

Hanya dengan memikirkan ini saja membuat Gilbert tidak tahan untuk menginginkan Wahaidi dan lainnya di ruangan ini hancur berkeping-keping.

Seluruh ruangan terdiam.

Semua orang di sana terkejut.

Mereka tidak pernah menyangka Gilbert akan mengucapkan kata-kata seperti itu!

"Gilbert!" ujar Wahaidi marah sambil memukul meja, "Apa yang kau katakan, apa maksudmu memihak, apa pun yang kulakukan, juga demi kebaikan keluargamu!"

"Untuk kebaikan keluargaku?" Kali ini, Gilbert malas membantah.

Banyak hal yang sudah diketahui semua orang.

Shano naik pitam.

Dia tidak menyangka sepupunya yang satu ini begitu pandai bicara. Hanya dengan satu ucapan, bisa mengubah hal yang hampir pasti.

Sharon hampir saja memberi tepuk tangan pada putranya sendiri.

Demian juga terkejut melihat putranya yang tidak berguna ini.

Cynthia segera mendekati Gilbert, "Bang, jangan bicara terlalu banyak!" ujar dia menarik-narik lengan baju Gilbert.

"Kupikir yang dikatakan Gilbert sangat masuk akal!" Ketika Shano dan lainnya hendak marah, Diorleen justru bersuara, "Urusan ini melibatkan Kakek, Paman Pertama, Paman Kedua, ketiga paman kalian tiga bersaudara, kita juga tahu kondisi keluarga Gilbert, selain itu rumah tua ini juga tidak berharga, pikirkan, siapa yang akan membeli rumah di tempat seperti ini? Benarkah rumah ini dan tanah di atasnya senilai 120 juta?"

"Kupikir kalau kita ingin selesaikan masalah ini dengan adil, agar semua orang tidak punya pendapat, lebih baik ketiga keluarga berbagi tanggung jawab!"

Diorleen adalah orang dengan pendidikan tertinggi di desa.

Dan juga gadis yang paling cantik.

Kata-katanya memiliki bobot tertentu, ditambah lagi keluarganya sangat dihormati di desa, sekalipun tidak menghormati Diorleen, tapi harus menghormati keluarga Diorleen! Jadi semua orang berpikir dengan serius.

Bahkan Shano pun begitu.

Setelah beberapa saat, "Kalau begitu, mari kita berbagi tanggung jawab!" ujar Wahaidi

Seiring ucapan ini, masalah di sini sebagian besar sudah teratasi.

Sekalipun Rio dan Junaidi tidak puas, mereka memilih untuk tidak berbicara lebih lanjut. Kalau pertengkaran terus berlanjut, hasilnya pun tidak akan ada.

Jujur saja, mereka sangat yakin dengan situasi ini dan tidak pernah mengira Gilbert, seperti perwira yang muncul tiba-tiba.

Semua orang bubar diri dengan kesal.

Ketika melewati Gilbert, Rio mendengus untuk menunjukkan ketidaksetujuannya.

"Hehe, sepertinya sayapmu semakin kuat!" ujar Junaidi sinis.

Tapi, Gilbert tidak menghiraukan komentar tersebut.

Dia keluar dari rumah dan menuju ruang jenazah, memberi hormat kepada kakeknya.

Keesokan harinya, paman besar meminta tiga keluarga untuk menyiapkan uang guna membeli batu nisan.

Setiap keluarga memberikan 10 juta.

Kalau lebih akan dikembalikan, kalau kurang akan ditambah.

Situasi ini membuat Demian merasa kesulitan, tapi Gilbert telah mempersiapkannya sebelumnya. Ia dengan tenang memberikan uang tunai 10 juta kepada Rio.

Tiga hari kemudian, kakek Gilbert dimakamkan.

Setelah semua ini selesai, kettiga keluarga ini mulai menghitung semua biaya.

Tapi Gilbert tidak peduli pada semua itu. Saat ini, dia berdiri di bawah pohon cemara, menatap langit yang jauh.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Diorleen mendekatinya.

Suasana hati Gilbert tiba-tiba membaik, ketika melihat Diorleen, "Kak Dior, kalau aku beli rumah di kota, maukah Ayah dan ibuku pindah?" ujar dia tersenyum.

"Orang tua terbiasa dengan kehidupan di kampung. Kalau kau meminta mereka pindah ke kota, itu tidak realistis. Kau juga tahu, tetangga di kota tidak sebanding dengan yang di desa. Selain itu, kedua orang tuamu tidak berpendidikan, kalau mereka tinggal di kota tanpa ada yang bisa dilakukan, mereka pasti akan merasa sangat bosan!" jawab Diorleen menggelengkan kepala.

"Sebagai anak, kita seharusnya mengikuti keinginan mereka, bukan membebani mereka dengan beban tambahan!"

Tidak bisa disangkal, Diorleen memang wanita yang bijaksana.

"Terima kasih!"

"Untuk apa terima kasih apdaku?"

Gilbert menggelengkan kepala sedikit tanpa banyak bicara.

Saatnya membangun rumah baru untuk ibunya.

Lokasi ini sangat indah, meski tidak nyaman untuk pendidikan anak-anak, tapi tempat yang baik untuk kesehatan.

Dia juga tidak memiliki berencana meminta orang tuanya pindah bersamanya ke kota.

Boleh pergi berlibur, tapi tidak tinggal permanen.

Shano yang tidak jauh darinya, melihat Gilbert dan Diorleen berdiri bersama, ekspresinya kembali menjadi suram.

Ekspresi yang suram lenyap dari wajahnya, digantikan oleh senyuman ramah, "Dior, aku mencarimu, akankah kau datang ke rumahku malam ini untuk bermain kartu?" Tanya Shano mendekat.

"Maaf, aku harus belajar malam ini untuk persiapan ujian berikutnya!" jawab Diorleen menggelengkan kepala.

"Baiklah, kalau begitu!" jawab Shano agak kecewa, kemudian melihat ke arah Gilbert, "Gilbert, apa rencanamu selanjutnya? Bagaimana kalau jangan pergi ke Kota Wulan, kembali ke desa saja? Aku kenal banyak teman, akan kucoba carikan pekerjaan yang layak untukmu, sekalipun menjadi asisten di kantor polisi pun tidak masalah."

"Tidak perlu, terima kasih atas tawaranmu,!" Tolak Gilbert tegas.

Ini membuat ekspresi Shano jelek, tapi dia tidak mengatakan lebih banyak

Diorleen melihat hubungan kedua abang adik ini kurang baik, ia tidak ingin tinggal lebih lama dan pergi setelah memberi salam.

Melihat Diorleen pergi, "Gilbert, kuharap kau tahu diri, gadis seperti Dior bukan untukmu, kuharap kau jaga jarak." Ujar Shano memberi peringatan.

"Kau menyukainya?" tanya Gilbert.

“Ya, aku berencana melamarnya setelah Tahun Baru!" Angguk Shano.

"Hehe, semoga beruntung!" jawab Gilbert tampak tidak terlalu peduli.

"Gilbert, apakah kau mendengarkan ucapanku?"

"Ya!" ujar Gilbert, “Bukankah aku sudah mendoakanmu semoga beruntung?”

"Hmph, untung kau tahu diri!"

...

Di sisi lain, di rumah Gilbert.

Jackson membawa hadiah.

Selama bertahun-tahun, dia sangat membantu keluarga Jiang dan sangat rajin.

Demian dan Sharon berdua di rumah, sementara Cynthia sedang sibuk membersihkan rumah.

Cynthia sangat senang melihat Jackson datang, ia segera menyeduhkan segelas teh untuknya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

200