chapter 2 Apa Kamu Mau Menikah Denganku

by Owen 16:34,Nov 28,2023
"Tragedi berdarah?" sahut Sesilia terhenyak, "Pak Andrew, apa kondisinya gawat?"

"Aku periksa dulu."

Andrew mengeluarkan selembar kertas jimat, mengigit kecil jarinya dan meneteskan darahnya di atas kertas jimat, lalu melambaikan kertas itu.

Hush!

Kertas jimat itu terbang menjauh, tetapi terbakar menjadi abu saat mendekati pintu.

Kejadian misterius barusan membuat Sesilia takjub tak percaya.

Seumur hidup belum pernah dia menyaksikan hal aneh seperti kejadian barusan.

"Terang seperti kilat menyambar, cahaya menembus kegelapan, terkuaklah semua rahasia terpendam di dalam! Hyak!"

Andrew menggumamkan sesuatu di pintu gerbang.

Meski Sesilia berdiri di samping Andrew, dia tidak bisa mendengar jelas gumaman Andrew.

Beberapa saat kemudian, Andrew menoleh dan berkata pada Sesilia, "Cepat telpon polisi."

"Telpon polisi?"

"Ya, cepat," sahut Andrew.

Sesilia mengangguk dan melakukan perintah Andrew meski dia sendiri tidak paham dengan situasi yang dihadapinya.

Tidak berapa lama, dia menutup ponselnya dan melapor, "Sebentar lagi polisi akan datang."

"Bagus, ayo kita masuk dan amankan keadaannya dulu."

"Sebenarnya apa yang terjadi di dalam?" Sesilia bertanya pelan.

"Aku juga belum tahu, tapi yang pasti ada sesuatu yang sadis karena di depan gerbang tadi ada tiga arwah tidak bersalah."

"Hah? Apa? Ar … arwah tidak bersalah? Maksudmu … hantu?" Sesilia terlihat ketakutan dan cemas.

"Tenang, mereka ini arwah penolong yang datang untuk melindungi tuannya di dalam, hanya saja ada sesuatu yang menghalangi mereka masuk. Energi jahat yang menguasai rumah ini sepertinya akan membunuh tiga orang di dalam dengan kejam dan sadis, kita harus mengeluarkan mereka dulu supaya nanti polisi bisa menangani dengan mudah."

"Ba … baiklah ..."

Sesilia mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak-banyaknya lalu berjalan di belakang Andrew.

Ting tong!

Mereka membunyikan bel.

Seorang pria tua berjanggut putih panjang membukakan pintu, dilihat dari seragam yang dipakai sepertinya dia kepala pelayan.

"Maaf, Anda siapa?"

"Namaku Andrew, murid dari Jordan Zhang." Andrew memperkenalkan diri.

"Oh, Tuan Andrew? Silakan masuk, Nona dan Tuan Besar sudah menunggu kedatanganmu."

Kepala pelayan pun mengantarkan mereka berdua.

"Paman? Siapa yang datang?"

"Nona, Tuan Andrew dan Nona Sesilia datang," jawab kepala pelayan.

Mendengar jawaban ini, semua orang di dalam vila pun sontak memandang ke arah pintu.

"Ternyata tetap datang," sahut seorang gadis cantik yang memiliki rambut panjang sambil berjalan ke ruang tamu.

Gadis ini terlihat anggun dan berkelas seperti jelmaan dari lukisan, namun wajah mungilnya memancarkan keangkuhan.

"Apa kamu Nona Jessica? Kalau benar, mohon keluar dari sini secepatnya," ujar Andrew dengan nada serius.

"Ini 'kan rumahku, kenapa aku harus pergi?"

Jessica menjatuhkan diri di sofa sambil menatap Andrew tanpa rasa cemas sama sekali.

"Kondisinya sangat genting, aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Kamu dalam bahaya kalau tetap di sini, cepat keluar sebelum semuanya terlambat," desak Andrew.

Jessica menggeleng sambil tertawa, "Kamu mengarang cerita seram untuk menakutiku? Tidak akan berhasil."

Andrew termangu.

"Namamu Andrew, 'kan?"

Seorang lelaki paruh baya mengeluarkan sebuah kartu bank dari saku bajunya, lalu meletakkannya di atas meja. "Kami sudah tahu tujuanmu kemari. Ini, di dalam kartu ini ada uang 500 ribu, ambil dan pergilah. Perjodohanmu dengan Jessica batal, mengerti?"

Andrew tidak paham dengan situasi ini.

"Ayah, tunggu!" Jessica berdiri lalu mengambil kartu itu dan menyerahkannya pada kepala pelayan di sebelahnya.

"Paman, transfer balik 450 ribu dari kartu ini."

"Ya, Nona."

Paman Fu mengangguk, lalu segera mengambil kartu itu.

"500 ribu itu terlalu banyak, 50 ribu saja sudah lebih dari cukup untuk orang seperti dia," kata Jessica datar.

"Orang seperti dia?" Andrew mengangkat alisnya dan terlihat keberatan dengan perkataan Jessica.

"Andrew, kamu pikir aku orang bodoh yang tidak tahu apa-apa? Kakek sudah menceritakan tentang perjodohan kita, jadi aku mengutus orang untuk mengawasimu. Kamu itu tinggal di desa, hidup sangat sederhana, tidak berpendidikan, mana mungkin orang sepertimu pantas untukku? Orang miskin sepertimu itu, diberi harta seberapa banyak pun pasti ludes. Membayangkan kamu berfoya-foya dengan menghamburkan harta Keluarga Liu membuatku jijik. Jadi, ambillah uang 50 ribu itu dan lanjutkan hidupmu, jangan mimpi bisa naik kasta."

Jessica berkata tanpa sungkan, meraih kartu yang dikembalikan Paman Fu lalu membuangnya ke kaki Andrew.

"Mulai hari ini, urusan antara gurumu dan Keluarga Liu sudah selesai. Ambil dan pergi sana!"

Andrew sangat tersinggung, raut wajahnya terlihat kelam. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan amarah.

"Jasa guruku pada Keluarga Liu hanya bernilai 50 ribu?"

"Hah, semua ini tidak ada hubungannya denganku. Masih untung aku memberimu 50 ribu, itu juga karena aku menghargai kakekku," sambung Jessica ketus.

"Jessica, kamu jangan kelewatan! Tanpa jasa kakekmu, mana mungkin ada Keluarga Liu seperti hari ini? Kamu boleh tidak setuju dengan perjodohan ini, tapi kamu tidak berhak merendahkannya."

Sesilia pun maju dan memaki Jessica karena sangat kesal.

"Wah, Sesilia? Kamu … datang untuk meminjam uang, 'kan? Sudah tidak perlu banyak alasan, untuk apa sengaja datang bersama orang ini, kamu jadi semakin tidak punya harga diri. Kamu ini, semakin jadi manusia gagal." Jessica juga menghina Sesilia.

"Kamu ... Jessica! Jangan pikir setiap orang harus tunduk padamu! Aku, Sesilia, meski sampai harus mengais makanan, aku tidak akan pernah mengambil satu sen pun dari Keluarga Liu!" lanjut Sesilia dengan sangat kesal.

"Kamu mau memusuhiku? Hei Sesilia, kamu tidak sadar diri ya? Justru aku yang rugi kalau harus berteman denganmu. Kalau bukan karena kita sudah kenal sejak kecil, mana mungkin aku sudi berteman denganmu? Kakimu itu tidak pantas menginjak lantai rumahku."

Jessica menggeleng sambil menatap lawan bicaranya dengan tatapan merendahkan.

"Memangnya siapa yang mau masuk rumah ini? Dasar manusia tidak tahu terima kasih! Pak Andrew itu datang untuk menyelamatkan Keluarga Liu. Sudah tidak bersyukur malah membatalkan perjodohan yang sudah disepakati. Aku tidak sudi berteman dengan orang sepertimu yang tidak tahu balas budi! Aku tidak sepertimu!"

Sesilia sudah naik pitam, dia pun balik badan dan berseru lantang, "Pak Andrew, apa kamu mau menikah denganku?"

Andrew tercengang. "Nona Sesilia, kamu …"

"Kalau bukan karenamu, aku pasti mati dalam kejadian tadi. Kamu sudah mengorbankan nyawamu untuk menyelamatkanku, sebagai balasannya kamu boleh menikahiku," ucap Sesilia sambil menatap tajam ke arah Jessica.

Andrew menatap wajah Sesilia yang penuh amarah. Dia sadar, gadis ini sedang berusaha membantunya menyelamatkan harga dirinya. Oleh karena itu, Andrew pun setuju dan berkata sambil tersenyum, "Baiklah, aku akan menikah denganmu."

"Wah, selamat! Selamat!" cibir Jessica.

"Tidak perlu memberi selamat pada kami. Ah ya, karena kalian sudah membatalkan perjodohan ini, aku tidak akan menggangu kalian lagi, tapi demi guruku, aku mau mengingatkan satu hal."

"Apa?" sahut Jessica tidak peduli.

"Di pintu masuk tadi aku melihat banyak roh jahat berkeliaran dan energi negatif sudah menguasai rumah ini. Kalau tidak segera pergi, kalian pasti tertimpa bencana." Andrew berujar dengan nada dingin.

"Astaga, bisa-bisanya masih memakai hantu untuk menakutiku. Kamu pikir kami anak tiga tahun?" sahut anggota Keluarga Liu dengan nada menghina.

"Terserah kalian saja mau percaya atau tidak. Satu lagi, energi negatif ini datang karena ada sumber energi negatif di sini, kalau kalian tidak membereskannya, hidup kalian akan terus ditimpa masalah."

Setelah selesai mengingatkan, Andrew mengangguk pada Sesilia dan keduanya pun angkat kaki dari rumah itu.

"Tidak jelas."

"Orang itu jelas-jelas ingin menakuti kita!"

"Dia itu bodoh atau idiot sih?"

"Memangnya dia tidak ngaca? Berani sekali ingin mendekati Keluarga Liu?"

"Konyol."

Keluarga Liu menanggapi perkataan Andrew dengan sinis, bahkan ada yang mengumpatinya.

Di sisi lain, Baskara Liu merenung.

"Ayah, ada apa? Jangan bilang kamu percaya omong kosong pria tadi?" bisik Jessica.

"Jessica, ayah pernah dengar kakekmu berkata guru Andrew, Jordan Zhang itu adalah ahli Fengsui yang sangat hebat. Jadi aku terpikir kalau mungkin saja Andrew juga menguasai ilmu itu," bisik Baskara.

"Ayah ini umur berapa? Masa masih percaya takhayul? Kalau Kakek masih mungkin percaya, kakek 'kan masih berpikir kuno, dia boleh jatuh dalam perangkap Andrew, tapi aku tidak mau!"

"Ya sudah, jangan dipikirkan. Urusan dengan Andrew sudah selesai, sekarang tugasmu adalah mendekati George, kita harus meminta bantuan Keluarga Gu untuk bisa naik tingkat," ujar Baskara sambil tersenyum.

"Benar." Jessica mengangguk setuju, tatapannya terlihat sangat membara. "Kata orang, wanita yang cantik, cerdas dan pintar cari uang barulah pantas menjadi wanita terpandang di Negara Tarakan, dengan begitu barulah aku bisa punya kesempatan mendekati Raja Naga. Pria yang kuinginkan adalah seorang penguasa yang hebat seperti Raja Naga, bagiku George hanya sebuah bidak catur untuk memperkuat posisiku. Sedangkan Andrew … Hah, siapa dia!"

"Hahaha, putriku ambisius sekali!" Baskara tertawa senang sambil mengacungkan jempol.

Semua orang di Keluarga Liu memujinya.

"Nona Jessica, sepertinya kamu tidak akan menjadi istri penguasa, kamu akan menjadi istriku! Hahaha!"

Tiba-tiba, dari salah satu sudut ruangan yang gelap, muncullah seorang pria garang dengan bekas luka sambil menodongkan pistol ke arah Keluarga Liu.

Mereka semua kaget.

"Siapa kamu!"

Baskara spontan bangkit berdiri dan berteriak.

"Aku, Sodam Fang!"

Pria garang itu berujar dengan lantang.

"Ka … kamu pembunuh berantai yang sudah membunuh tiga kali berturut-turut itu? Sodam Fang?"

Baskara terhenyak, "Kamu ... untuk apa kamu datang ke sini?"

"Aku mau kabur, tapi tidak punya uang. Jadi, aku mau pinjam sedikit dari kalian sekaligus bersenang-senang dengan Nona Jessica. Wah, kamu memang secantik bunga, sudah lama aku menginginkanmu." Sodam memicingkan mata sambil menatap Jessica. "Dengar, sekarang juga berikan aku uang 30 juta. Nona Jessica, sambil menunggu ayo kita bersenang-senang. Aku janji akan memberimu akhir yang bahagia setelah aku puas."

Jessica yang cantik saat ini terlihat pucat pasi.

Saat ini sudah jam 10 malam, semua Keluarga Liu tidak bisa berkutik apalagi lapor polisi. Mereka hanya bisa membiarkan pria bersenjata itu bertindak semaunya.

Bagaimana ini?

Keluarga Liu menemui jalan buntu.

Sodam mulai berjalan mendekati Jessica.

Jessica refleks melangkah mundur, mata indahnya penuh ketakutan, kepalanya terasa kosong, dia tidak bisa berpikir apa pun.

Tiba-tiba …

Dor!

Sebuah peluru menembus kaca jendela dan tertancap di alis Sodam.

Kepala Sodam berlumuran darah, dia jatuh ke lantai dan mati seketika tanpa sempat memekik.

Semuanya tercekat.

"Jangan bergerak!"

"Tiarap!"

Beberapa polisi bergegas masuk dan langsung mengambil alih vila itu.

"Polisi sudah datang, kita selamat!"

Setelah sadar akan situasinya, mereka pun menangis bahagia dan melompat kegirangan.

Jessica jatuh lunglai di lantai, nyawanya seakan masih melayang.

"Untung belum terlambat."

Kepala Polisi Hugo masuk ke ruangan. "Pak Baskara, maaf sudah mengejutkan kalian. Apa ada yang terluka?"

"Tidak, kami baik-baik saja. Kepala Polisi Hugo, terima kasih. Kalian datang tepat waktu."

Baskara menggenggam erat tangan Kepala Polisi Hugo dan sangat berterima kasih.

"Untung kalian cepat tanggap dan menelepon polisi tepat waktu, kalau tidak kami tidak bisa menangkap preman ini," ujar Hugo sambil menepuk bahu Baskara.

"Telpon polisi?"

Baskara balik badan dan menatap semua orang dengan bingung. "Siapa yang lapor polisi?"

"Bukan aku."

"Aku juga tidak."

"Aku saja tidak tahu Sodam menyelinap ke sini, mana mungkin aku sempat telpon polisi? Lagipula, kalau aku yang menelepon pun mana mungkin polisi bisa datang secepat ini?"

Mereka saling bertatapan dan saling menggeleng pada satu sama lain.

"Tuan, sepertinya … Andrew yang menelpon polisi."

Kepala pelayan mendekat dan berbisik pada Baskara, "Bukannya tadi dia bilang akan terjadi tragedi berdarah di rumah ini? Kalau dia tidak menelpon polisi, kejadian tadi akan membuat masalah besar di sini."

Jantung Baskara berdebar kencang.

Jessica yang berdiri di sebelahnya merasa seperti tersambar petir, pupil matanya bergetar hebat.

"Tidak mungkin … tidak mungkin ..."

Bibir Jessica yang awalnya merah merona sekarang pucat pasi.

Namun, fakta terpampang di depan matanya.

Tidak ada gunanya dia menyangkal.

Semua ini …

Persis seperti perkataan Andrew!

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

200