Bab 8 Part 8
by Dinda Tirani
18:39,Aug 09,2023
Nayla sudah mandi. Aroma tubuhnya juga sudah wangi. Tak ada lagi aroma sperma yang menyengat di mulutnya karena dirinya sudah menggosok gigi berulang kali. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Nayla yang baru saja pulang dari musholla terdekat bergegas berganti pakaian untuk menyantap makan malam bersama pembantu yang sangat ia percaya.
“Paakkk… Makan yukk” Ajak Nayla yang sudah kelaparan.
“Akhirnya makan juga… Daritadi saya nungguin loh non, cuma gak enak buat bilangnya… Hakhakhak” Tawa pak Urip.
“Yeee bapak gak bilang… Aku biasa makan jam segini soalnya, jadi aku gak tau kalau bapak udah kelaperan dari tadi” Ucap Nayla merasa tak enak.
“Hakhakhak gapapa non… Saya juga tamu kok disini… Tamu kan harus ngikutin kebiasaan disini” Ucap pak Urip sambil tersenyum yang membuat Nayla ikut tersenyum.
Mereka berdua pun menyantap makan malam. Nayla yang tadi pagi memasak sayur sup dengan gorengan tempe serta sambal matah langsung berdiri untuk mengambilkan nasi untuk laki – laki yang telah melindunginya tadi.
“Gak usah non, biar saya aja” Ucap pak Urip merasa tak enak.
“Udah gapapa pak… Aku kan harus membalas budi perbuatan bapak… Aku gak tau bakal kayak gimana kalau tadi bapak gak dateng menolongku” Ucap Nayla yang membuat pak Urip tersipu.
Pak Urip jelas merasa malu. Ia begitu senang ketika dianggap sebagai pahlawan yang telah melindungi akhwat bercadar dihadapannya. Dilihatnya Nayla yang saat ini sedang mengenakan pakaian santainya. Meski hijab & cadar terpasang menutupi kepala dan sebagian wajahnya. Kaus santai Nayla yang tidak terlalu longgar membuat pak Urip dapat mengira – ngira bagaimana lekuk tubuhnya saat tidak berpakaian.
Ya, sebagai lelaki biasa. Pak Urip juga mempunyai nafsu kepadanya. Ia masih normal. Meski usianya sudah menua, hasrat birahi untuk menggagahi Nayla tetap ada. Tapi ia menekan semua hasrat birahinya itu demi memenuhi pengabdiannya pada pak Miftah yang merupakan sosok yang sangat berarti baginya.
Pak Urip pun tersenyum saat melihat keindahan paras Nayla.
“Maaf pak cuma seadanya” Ucap Nayla yang tadi sore hanya memanaskan lagi sup yang ia buat di pagi tadi.
“Gapapa non, bagi saya ini sudah termasuk mewah kok… Hakhakhak” Tawa pak Urip yang menghibur hati Nayla.
Mereka berdua pun menyantap makan malam bersama. Sesekali mereka mengobrol. Sesekali juga mereka bercanda. Terkadang Nayla bercurhat mengenai sikap suaminya. Terkadang pak Urip menghiburnya dengan menyadarkan Nayla kalau suaminya itu memang sibuk. Nayla pun senang dengan sikap pak Urip. Ia juga bercurhat mengenai kejadian di hari ini. Beruntung pak Urip sudah mengetahui kejadian asli di sore tadi. Nayla jadi bisa menceritakan semuanya sehingga hatinya terasa plong setelah mengungkapkan semuanya.
“Sudah belum pak, biar aku bawa ke wastafel” Ucap Nayla saat melihat pak Urip sudah menghabiskan makan malamnya.
“Eh gak usah, biar saya aja yang membereskannya” Ucap pak Urip tanggap dengan mengambil piring Nayla lalu membawanya ke wastafel. Ia bahkan mencucinya juga yang membuat Nayla menyukai kepribadiannya yang tanggap.
“Anu pak, aku mau langsung tidur ke kamar yah” Ucap Nayla meminta izin saat berjalan melewati dapurnya.
“Oh iya non, silahkan… Saya boleh tiduran di ruang tamu sambil nonton tv kan ?” Ucap pak Urip meminta izin saat sedang membersihkan piringnya.
“Iyya pak boleh” Jawab Nayla sambil tersenyum.
Pak Urip pun tersenyum. Nayla setelah itu pun membuka pintu kulkasnya untuk mengambil sebotol minuman yang berwarna kekuningan. Kemudian Nayla menuangkannya ke dalam gelas yang dibawanya. Lalu meminumnya sambil membelakangi pak Urip untuk menyembunyikan sebagian wajahnya.
“Aahhhh segernya minuman rasa lemon ini” Ucap Nayla sambil mengelap bibirnya yang basah.
Pak Urip pun menoleh saat majikannya itu mengucapkan sepatah kata. Lalu pak Urip menatap botol berisi minuman rasa lemon itu sebelum dirinya melanjutkan bersih – bersih piringnya.
“Hmmm minumannya mau abis… Besok harus beli lemonnya ke mang Yono lagi nih” Ucap Nayla sambil menutup botol lemon itu kemudian menaruhnya kembali ke kulkas.
Akhwat bercadar itu pun berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat. Ia ingin cepat – cepat mengakhiri hari karena sudah terlalu letih dengan segala kejadian yang sudah terjadi. Ia pun berganti pakaian, ia juga melepas hijab berserta cadarnya. Tak lupa ia mengunci pintu kamarnya karena ada laki – laki lain selain suaminya yang menginap di rumahnya.
“Hah waktunya tidur… Semoga besok ada kabar baik yang menyertai hariku” Lirih Nayla sebelum memejamkan matanya.
*-*-*-*
Pagi telah datang diikuti oleh cahaya mentari yang bersinar terang. Burung – burung berterbangan melewati pohon – pohon yang rindang. Cuacanya sangat cerah membuat orang – orang begitu sumringah. Ada yang ingin jalan – jalan. Ada juga yang ingin berdiam di rumah menikmati pemandangan indah di halaman depan.
Nayla juga telah bangun dan bersiap – siap untuk berolahraga. Meski badannya agak pegal – pegal. Ia ingin berolahraga untuk melupakan masalah yang ia dapatkan. Nayla memang suka berolahraga maka tak heran kalau dirinya memiliki tubuh yang begitu indah.
“Hmmm seger banget udaranya” Ucap akhwat bercadar itu saat sedang mengenakan sepatunya di teras depan.
Akhwat berhijab serta cadar merah itu pun berdiri tegak setelah mengenakan sepatunya. Kaus berlengan panjang berwarna hitam melekat di tubuh rampingnya. Tak lupa celana training panjang berwarna coklat membungkus kaki jenjangnya. Meski tak mengenakan pakaian yang memiliki warna selaras. Kecantikannya tetap melekat padanya. Penampilannya sungguh mengundang mata lelaki tuk melihatnya. Ia pun mulai berlari untuk melupakan masalah yang menghantuinya kemarin.
Setelah melewati gerbang rumahnya. Ia pun berbelok ke arah kanan. Kedua tangannya ia kibas – kibaskan untuk melemaskan otot di lengannya. Matanya pun memejam saat menikmati udara yang begitu segar.
Seketika, saat dirinya melewati rumah seseorang. Sepasang tangan tiba – tiba datang mengejutkan Nayla dari arah belakang. Rasa terkejut yang dialaminya membuatnya ingin berteriak. Namun mulutnya tertahan oleh dekapan orang itu dari belakang.
“Mmmpphhh… Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla tertahan.
“Pagi – pagi udah wangi aja dirimu mbak… Main ke rumah yuk, saya janji akan memberikan kepuasan yang gak pernah mbak bayangkan” Ucap sosok itu yang membuat mata Nayla terbuka lebar.
“Mmmpphhh.. Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla tertahan sambil menggeleng – gelengkan kepala.
Namun tubuhnya tiba – tiba diseret ke belakang oleh orang itu. Seketika ia mengenali suaranya. Ia juga mengenali tangan kekar yang sedang mendekap mulutnya juga perutnya. Sontak Nayla ketakutan. Ia sadar kalau dirinya sedang dibawa ke rumah seseorang.
Pak Beni… Apalagi yang akan pak Beni lakukan padaku… Lepaskan… Lepaskaannnn…
Batin Nayla di dalam hati.
“Mmmpphhh… Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla sambil berontak. Berulang kali tangannya mendorong dekapan tangan pak Beni agar terlepas. Namun usahanya percuma karena dekapan tangan pria tua itu terlampau kuat. Ia juga berulang kali menahan kakinya. Namun tetap saja, kakinya justru terseret seiring terbawanya tubuhnya ke dalam rumah pak Beni.
Jebreeettt !!!
Pintu telah ditutup. Nayla telah diculik ke dalam rumah pak Beni. Dengan kasar tubuh Nayla didorong hingga menghantam dinding rumah pak Beni. Tangan kanan pak Beni bertumpu pada dinding. Tepatnya dinding yang berada tepat dibelakang Nayla. Tangan pak Beni berada tepat di sisi kiri wajah Nayla. Wajah Pak Beni pun mendekat tuk menatap wajah cantik Nayla.
“Sayaaannggg” Ucapnya yang membuat Nayla benci sehingga menoleh ke kanan.
“Liat sini donggg” Ucap pak Beni sambil mendekap dagu Nayla lalu menolehkannya ke arah wajahnya.
“Apa lagi yang bapak inginkan ? Lepaskan aku… Aku gak mau dinodai lagi oleh bapak !” Tegas Nayla meski jantungnya berdebar karena ketakutan.
“Cantik sekali wajahmu ini, sayang… Akan lebih baik kalau wajah secantik ini dilumuri pejuh agar wajahmu semakin mulus” Ucap pak Beni sambil membelai lembut pipi Nayla yang masih tertutupi cadarnya.
“Apa bapak bilang ?
Bersambung
“Paakkk… Makan yukk” Ajak Nayla yang sudah kelaparan.
“Akhirnya makan juga… Daritadi saya nungguin loh non, cuma gak enak buat bilangnya… Hakhakhak” Tawa pak Urip.
“Yeee bapak gak bilang… Aku biasa makan jam segini soalnya, jadi aku gak tau kalau bapak udah kelaperan dari tadi” Ucap Nayla merasa tak enak.
“Hakhakhak gapapa non… Saya juga tamu kok disini… Tamu kan harus ngikutin kebiasaan disini” Ucap pak Urip sambil tersenyum yang membuat Nayla ikut tersenyum.
Mereka berdua pun menyantap makan malam. Nayla yang tadi pagi memasak sayur sup dengan gorengan tempe serta sambal matah langsung berdiri untuk mengambilkan nasi untuk laki – laki yang telah melindunginya tadi.
“Gak usah non, biar saya aja” Ucap pak Urip merasa tak enak.
“Udah gapapa pak… Aku kan harus membalas budi perbuatan bapak… Aku gak tau bakal kayak gimana kalau tadi bapak gak dateng menolongku” Ucap Nayla yang membuat pak Urip tersipu.
Pak Urip jelas merasa malu. Ia begitu senang ketika dianggap sebagai pahlawan yang telah melindungi akhwat bercadar dihadapannya. Dilihatnya Nayla yang saat ini sedang mengenakan pakaian santainya. Meski hijab & cadar terpasang menutupi kepala dan sebagian wajahnya. Kaus santai Nayla yang tidak terlalu longgar membuat pak Urip dapat mengira – ngira bagaimana lekuk tubuhnya saat tidak berpakaian.
Ya, sebagai lelaki biasa. Pak Urip juga mempunyai nafsu kepadanya. Ia masih normal. Meski usianya sudah menua, hasrat birahi untuk menggagahi Nayla tetap ada. Tapi ia menekan semua hasrat birahinya itu demi memenuhi pengabdiannya pada pak Miftah yang merupakan sosok yang sangat berarti baginya.
Pak Urip pun tersenyum saat melihat keindahan paras Nayla.
“Maaf pak cuma seadanya” Ucap Nayla yang tadi sore hanya memanaskan lagi sup yang ia buat di pagi tadi.
“Gapapa non, bagi saya ini sudah termasuk mewah kok… Hakhakhak” Tawa pak Urip yang menghibur hati Nayla.
Mereka berdua pun menyantap makan malam bersama. Sesekali mereka mengobrol. Sesekali juga mereka bercanda. Terkadang Nayla bercurhat mengenai sikap suaminya. Terkadang pak Urip menghiburnya dengan menyadarkan Nayla kalau suaminya itu memang sibuk. Nayla pun senang dengan sikap pak Urip. Ia juga bercurhat mengenai kejadian di hari ini. Beruntung pak Urip sudah mengetahui kejadian asli di sore tadi. Nayla jadi bisa menceritakan semuanya sehingga hatinya terasa plong setelah mengungkapkan semuanya.
“Sudah belum pak, biar aku bawa ke wastafel” Ucap Nayla saat melihat pak Urip sudah menghabiskan makan malamnya.
“Eh gak usah, biar saya aja yang membereskannya” Ucap pak Urip tanggap dengan mengambil piring Nayla lalu membawanya ke wastafel. Ia bahkan mencucinya juga yang membuat Nayla menyukai kepribadiannya yang tanggap.
“Anu pak, aku mau langsung tidur ke kamar yah” Ucap Nayla meminta izin saat berjalan melewati dapurnya.
“Oh iya non, silahkan… Saya boleh tiduran di ruang tamu sambil nonton tv kan ?” Ucap pak Urip meminta izin saat sedang membersihkan piringnya.
“Iyya pak boleh” Jawab Nayla sambil tersenyum.
Pak Urip pun tersenyum. Nayla setelah itu pun membuka pintu kulkasnya untuk mengambil sebotol minuman yang berwarna kekuningan. Kemudian Nayla menuangkannya ke dalam gelas yang dibawanya. Lalu meminumnya sambil membelakangi pak Urip untuk menyembunyikan sebagian wajahnya.
“Aahhhh segernya minuman rasa lemon ini” Ucap Nayla sambil mengelap bibirnya yang basah.
Pak Urip pun menoleh saat majikannya itu mengucapkan sepatah kata. Lalu pak Urip menatap botol berisi minuman rasa lemon itu sebelum dirinya melanjutkan bersih – bersih piringnya.
“Hmmm minumannya mau abis… Besok harus beli lemonnya ke mang Yono lagi nih” Ucap Nayla sambil menutup botol lemon itu kemudian menaruhnya kembali ke kulkas.
Akhwat bercadar itu pun berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat. Ia ingin cepat – cepat mengakhiri hari karena sudah terlalu letih dengan segala kejadian yang sudah terjadi. Ia pun berganti pakaian, ia juga melepas hijab berserta cadarnya. Tak lupa ia mengunci pintu kamarnya karena ada laki – laki lain selain suaminya yang menginap di rumahnya.
“Hah waktunya tidur… Semoga besok ada kabar baik yang menyertai hariku” Lirih Nayla sebelum memejamkan matanya.
*-*-*-*
Pagi telah datang diikuti oleh cahaya mentari yang bersinar terang. Burung – burung berterbangan melewati pohon – pohon yang rindang. Cuacanya sangat cerah membuat orang – orang begitu sumringah. Ada yang ingin jalan – jalan. Ada juga yang ingin berdiam di rumah menikmati pemandangan indah di halaman depan.
Nayla juga telah bangun dan bersiap – siap untuk berolahraga. Meski badannya agak pegal – pegal. Ia ingin berolahraga untuk melupakan masalah yang ia dapatkan. Nayla memang suka berolahraga maka tak heran kalau dirinya memiliki tubuh yang begitu indah.
“Hmmm seger banget udaranya” Ucap akhwat bercadar itu saat sedang mengenakan sepatunya di teras depan.
Akhwat berhijab serta cadar merah itu pun berdiri tegak setelah mengenakan sepatunya. Kaus berlengan panjang berwarna hitam melekat di tubuh rampingnya. Tak lupa celana training panjang berwarna coklat membungkus kaki jenjangnya. Meski tak mengenakan pakaian yang memiliki warna selaras. Kecantikannya tetap melekat padanya. Penampilannya sungguh mengundang mata lelaki tuk melihatnya. Ia pun mulai berlari untuk melupakan masalah yang menghantuinya kemarin.
Setelah melewati gerbang rumahnya. Ia pun berbelok ke arah kanan. Kedua tangannya ia kibas – kibaskan untuk melemaskan otot di lengannya. Matanya pun memejam saat menikmati udara yang begitu segar.
Seketika, saat dirinya melewati rumah seseorang. Sepasang tangan tiba – tiba datang mengejutkan Nayla dari arah belakang. Rasa terkejut yang dialaminya membuatnya ingin berteriak. Namun mulutnya tertahan oleh dekapan orang itu dari belakang.
“Mmmpphhh… Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla tertahan.
“Pagi – pagi udah wangi aja dirimu mbak… Main ke rumah yuk, saya janji akan memberikan kepuasan yang gak pernah mbak bayangkan” Ucap sosok itu yang membuat mata Nayla terbuka lebar.
“Mmmpphhh.. Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla tertahan sambil menggeleng – gelengkan kepala.
Namun tubuhnya tiba – tiba diseret ke belakang oleh orang itu. Seketika ia mengenali suaranya. Ia juga mengenali tangan kekar yang sedang mendekap mulutnya juga perutnya. Sontak Nayla ketakutan. Ia sadar kalau dirinya sedang dibawa ke rumah seseorang.
Pak Beni… Apalagi yang akan pak Beni lakukan padaku… Lepaskan… Lepaskaannnn…
Batin Nayla di dalam hati.
“Mmmpphhh… Mmmpphhh… Mmmpphhh” Desah Nayla sambil berontak. Berulang kali tangannya mendorong dekapan tangan pak Beni agar terlepas. Namun usahanya percuma karena dekapan tangan pria tua itu terlampau kuat. Ia juga berulang kali menahan kakinya. Namun tetap saja, kakinya justru terseret seiring terbawanya tubuhnya ke dalam rumah pak Beni.
Jebreeettt !!!
Pintu telah ditutup. Nayla telah diculik ke dalam rumah pak Beni. Dengan kasar tubuh Nayla didorong hingga menghantam dinding rumah pak Beni. Tangan kanan pak Beni bertumpu pada dinding. Tepatnya dinding yang berada tepat dibelakang Nayla. Tangan pak Beni berada tepat di sisi kiri wajah Nayla. Wajah Pak Beni pun mendekat tuk menatap wajah cantik Nayla.
“Sayaaannggg” Ucapnya yang membuat Nayla benci sehingga menoleh ke kanan.
“Liat sini donggg” Ucap pak Beni sambil mendekap dagu Nayla lalu menolehkannya ke arah wajahnya.
“Apa lagi yang bapak inginkan ? Lepaskan aku… Aku gak mau dinodai lagi oleh bapak !” Tegas Nayla meski jantungnya berdebar karena ketakutan.
“Cantik sekali wajahmu ini, sayang… Akan lebih baik kalau wajah secantik ini dilumuri pejuh agar wajahmu semakin mulus” Ucap pak Beni sambil membelai lembut pipi Nayla yang masih tertutupi cadarnya.
“Apa bapak bilang ?
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved