Bab 7 Ajari aku

by Jenang_gula 10:31,Jan 13,2021
..~Aku ingin mencintai, tolong ajarkan aku bagaimana caranya, agar aku tahu bahwa langkahku sudah benar terhadap mu (Mayang)~..


BYURRR....
Basah dan gelagapan, itulah yang dirasakan Mayang saat ini. Dilihatnya lagi wajah bapaknya yang masih berdiri di depannya, menjulang dan membawa gayung di tangan kanan nya.
“Kau mau tidur seharian, atau membuatkan makanan untuk ku?”, tanya bapak Mayang sambil berlalu meninggalkan kamar Mayang.
Mayang segera berdiri dan mengusap wajahnya dari sisa air yang masih menempel sempurna di wajah mau pun rambutnya, mengganti seragamnya dan pergi ke dapur untuk membuat makanan. Tak ada apa pun disana selain nasi di rice cooker dan telur yang berjajar rapi di rak di dalam kitchen set.
Telur dadar hampir matang saat bapak Mayang masuk ke dapur, menarik kursi dan duduk di sana sambil mengawasi Mayang. “Kamu masih sering berangkat sama Eric?”, tanya bapaknya.
“Iya pak, tapi ini tadi Eric latihan basket, ada pertandingan sebentar lagi”, jawab Mayang sambil menata makanan di atas piring dan menyajikannya di meja depan bapaknya.
“Kamu pintar memilih teman”, puji bapaknya sambil mengambil nasi dan telur dadar buatan Mayang. “Pacarmu?”, tanya nya lagi.
“Bukan pak, hanya teman”, jawab Mayang yang masih setia menemani bapaknya makan. Sebenarnya bapaknya itu adalah sosok yang sangat perhatian andai saja beliau tidak terjerumus ke hal yang tidak benar. “Mayang boleh tanya bapak?”, kata Mayang sambil menunduk karena takut menatap bapaknya langsung, jadilah dia hanya melirik sesekali saja. Setelah bapaknya mengangguk dia pun melanjutkan kalimatnya, “Kenapa ibu tadi?”, meskipun takut dengan apa yang terjadi setelah ini, namun Mayang memang harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Bapak tidak tau, ibumu yang marah-marah dari tadi”, jawab bapaknya enteng seakan tidak ada apapun tadi.
“Tapi wajah ibu?”, tanya Mayang lagi.
“Mana bapak tau, sudah bapak mau makan, jangan sampai pertanyaanmu membuat bapak kenyang, atau kamu sudah tidak butuh uang dari bapak lagi?”
Setelah mendengar pernyataan bapaknya Mayang pun berdiri dan mendatangi ibunya lagi. Nafar teratur yang menandakan raga rapuh itu sedang tertidur membuatnya tak tega jika harus banyak bertanya lagi. Mayang bukanlah anak bodoh yang bisa percaya begitu saja dengan perkataan bapaknya karena tidak mungkin tidak terjadi apa-apa bila seperti ini keadaannya.
Mayang mengambil jaketnya dan berpamitan keluar sebentar dengan bapaknya. Dia ingin memenangkan pikirannya karena tidak tahu harus melakukan apa saat ini.
Berjalan sendirian di gang saat malam hari sudah sering Mayang lakukan, kehidupan yang terkadang tidak memihaknya selalu sukses membuatnya berani menghadapi apa pun saat siap maupun tidak. Meskipun tidak memiliki tujuan namun Mayang tetap meneruskan langkahnya semakin dekat ke jalan raya.
TIN
Mobil Toyot^ yaris berwarna citrus mica metallic merayap pelan di samping Mayang sambil menurunkan kaca kemudinya, terlihat cowok yang tersenyum dan mengisyaratkannya agar masuk ke dalam. Setelah mobil itu berhenti sempurna, Mayang segera masuk dan memasang sabuk pengaman.
“Mau kemana?”, tanya Eric.
“Gak tau”, jawab Mayang singkat.
“Jutek amat, ikut aku aja ya ke Toko Oen, beli kukis untuk bunda”, kata Eric yang masih fokus ke jalanan. Meskipun Mayang tidak mengangguk atau apa, Eric tahu kalau Mayang pasti akan menurutinya.
~
“Aku disini aja”, kata Mayang yang enggan ikut masuk ke dalam toko itu, padahal biasanya kalau ikut ke sini Eric pasti akan membelikannya es krim, namun Mayang sangat tidak selera saat ini.
“Kamu sudah makan?”, tanya Eric setelah meletakkan kantong kresek yang Mayang yakin berisi banyak kukis untuk bunda Eric. Eric meletakkannya dengan sembarang di jok belakang dan membenarkan posisi duduknya lalu memasang sabuk pengamannya lagi.
Mayang menggeleng sambil melirik Eric tanpa menolehkan kepalanya. Mayang sangat malas berbasa-basi karena otaknya saat ini sedang penuh dengan banyak pertanyaan yang tidak bisa Mayang jawab sendiri.
Mobil pun melaju menyusuri jalan Ijen, menampilkan pemandangan taman dan perumahan asri yang berjajar dengan rapi. Menyejukkan setiap mata yang memandang. Mobil berbelok ke kiri berpindah ke jalan Veteran dan berputar balik saat melewati mall yang cukup banyak pengunjung saat ini. Eric memarkirkan mobilnya dan mengajak Mayang masuk di dalam MATOS.
Apa lagi yang bisa dilakukan Mayang selain menuruti Eric saat ini. Jangan kan jalan-jalan berbicara saja sebenarnya Mayang sangat malas melakukannya.
“Duduk lah di sini”, kata Eric saat melihat kursi kosong dan berlalu meninggalkan Mayang entah kemana. Dan Mayang yang sedang malas hanya duduk dan menyendekapkan kedua tangan nya di atas meja. Tidak terlalu lama dan Eric kembali dengan membawa beberapa nomor meja yang diletakkannya di atas meja dan menautkan kedua tanganya sendiri.
“Aku mau pulang Eric”, kata Mayang malas.
“Tidak, aku lapar dan aku mau makan denganmu”, jawab Eric.
“Kamu bisa makan sendiri dan aku akan pulang”, kata Mayang sambil memalingkan pandangannya dari Eric, menyembunyikan air matanya yang hampir tumpah karena kejadian yang selalu membuatnya bingung.
Eric meraih tangan Mayang dan menggenggamnya, “Ada aku”, kata Eric seolah mengetahui bahwa Mayang menyembunyikan sesuatu saat ini.
Mayang menggeleng dan setetes cairan bening itu berhasil membelah pipinya yang pucat karena tidak makan dan minum seharian ini.
Eric mendekatkan kursinya dan menghapus cairan itu, “Jangan seperti ini, ada aku”, kata Eric. “Lihat air matamu saja sampai tidak berwarna karena kamu tidak makan seharian”, kata Eric lagi.
Mayang tersenyum, merasa lucu dengan ucapan Eric, memang nya sejak kapan air mata bisa berwarna? Mayang menatap Eric sambil menyebikkan bibirnya. “Gak lucu Eric, aku sedang sedih!!”, kata Mayang menanggapi gurauan Eric.
“Siapa yang melucu, aku mengatakan yang sebenarnya”, kata Eric sambil mengacak rambut Mayang dan mereka tersenyum bersama.
Tak lama makanan dan minuman mereka telah datang. Memang Mayang lapar sekarang, hanya saja saat dia sedang kalut tadi rasa lapar itu telah hilang, dan saat Eric sudah membuatnya tersenyum rasa lapar itu hadir kembali.
Tidak makan sejak jam istirahat sekolah tadi sungguh membuat cacing di dalam perutnya sangat kelaparan. Satu porsi nasi goreng mawut dan sate bisa ditampung dalam perutnya, belum lagi jus dan jajanan lainnya. Eric memang memesan banyak makanan saat ini. Mayang dan Eric seperti orang yang tidak pernah makan berbulan-bulan saja.
Selesai makan Eric mengajak Mayang berkeliling, melihat kaca mata, gelang, kalung aksesoris, bando, dan barang-barang lain yang menurut mereka lucu. Eric membelikan Mayang sebuah bando dan cat kuku berwarna hitam, tak lupa dengan kaca mata berwarna coklat berbingkai lebar yang bentuknya sama dengan miliknya. Eric langsung memakai kaca mata yang baru dibelinya dan memakaikan bando kepada Mayang.
“Pake dong kaca matanya”, kata Eric.
“Ogah, entar malah kepleset malem-malem gini pake kaca mata”, jawab Mayang sambil mengamati penampilan rambutnya yang berbando di depan cermin yang bertengger di toko aksesoris itu.
“Nih, buktinya aku enggak. Biar kayak pacaran kita”, kata Eric sambil menurunkan kaca matanya dan memainkan mata nya genit.
“Dah ah, pulang yuk udah malam”, kata Mayang sambil menarik tangan Eric.
Eric pun menurut karena memang waktu sudah cukup larut, sebenarnya ponsel Eric sudah bergetar sejak tadi menandakan ada yang khawatir di seberang sana, namun Eric tidak tega melihat wajah bersedih Mayang tadi.
Setelah membeli martabak dan sate di pinggir jalan sebelum pertigaan yang mengarah ke gang rumah Mayang, Eric mengantarkannya sampai di depan rumah tanpa mampir terlebih dahulu dan langsung pulang ke rumahnya. Eric tidak ingin bunda nya terlalu khawatir bila Eric tidak segera pulang.
Eric membuka pintu dan melangkah pelan menuju dapur karena tidak ingin membangunkan penghuni rumah, apalagi sebagian lampu sudah dimatikan saat ini.
KLIK
Lampu menyala dan menampilkan wajah marah bunda nya, “Seperti ini sayangnya bunda? Bunda khawatir dari tadi, ayah gak di rumah, kakak masih shif malam dan kamu beli kukis lima tahun gak pulang-pulang”, kata bunda Eric sambil berkacak pinggang dan sedikit melotot ke arah Eric.
Eric segera meletakkan kukis yang dibawanya dan nyengir mendekati bunda nya. Memeluk bunda nya dengan sayang dan mengecup pipi kiri bunda nya, “Memang ya, bunda kalau marah kadar kecantikannya naik seribu persen, suwer deh”, kata Eric sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya bersamaan.
“Mulai berani ya merayu bunda?!”, kata bunda Eric tanpa tersenyum dan mempertahankan wajah judesnya, padahal sebenarnya rasa khawatirnya sudah hilang setelah mendapatkan pelukan Eric barusan.
“Bunda sudah makan?”, jawab Eric sambil memeluk kembali bunda nya.
“Bisa bunda makan saat kamu tidak menerima telepon dari bunda yang sudah puluhan kali?”, tanya bunda Eric sambil meraih kantong kukis yang diletakkan Eric tadi dan mengeceknya satu per satu.
“Iya bunda, maaf, tadi Eric makan sama Mayang”, jawab Eric sambil duduk di kursi dekat bunda nya dan mencicipi satu kukis yang sudah dibuka dan dipindahkan ke dalam toples yang biasa diletakkan di atas meja di ruang TV.
“Mayang? Semalam ini?”, pernyataan Eric sukses menghentikan kegiatan bunda nya.
“Iya bund, kayaknya sih ibu dan bapak Mayang bertengkar lagi”, jawab Eric yang masih fokus dengan kegiatannya mencicipi semua kukis yang tadi dibelinya.
“Burda kasihan sama Mayang, dia itu anaknya cantik, manis, tapi bapaknya jahat ya?”, kata bunda Eric sambil melanjutkan memasukkan kukis itu kembali.
“Iya bund, manis. Bunda mau gak jadiin Mayang mantu?”, tanya Eric sambil nyengir.
Bunda Eric yang mendengar itu segera menoleh Eric dan mencubit hidung mancung Eric, “Kamu masih kecil sudah nakalnya”, dicubitnya hidung itu sedikit kentara dengan tangannya yang masih menyisakan beberapa remah kukis.
“Aaa.....sakit bunda, kotor lagi”, kata Eric sambil melepas tangan bunda nya dari hidungnya dan membersihkan remahan kukis yang menempel di hidungnya itu.
“Mikir masa depan dulu, kalo sudah sukses baru mikirin anak orang”, kata bunda Eric sambil tersenyum ke Eric, ternyata anak lelakinya yang satu ini sudah besar, pikirnya.
“Iya, siap bunda. Kan itu masih wacana, kalo bunda setuju kan tinggal di seriusin entar”, jawab Eric sambil meraih air putih di atas meja dan meneguknya.
“Hmmmm.....bisa diatur”, jawab bunda Eric dan mereka tertawa bersamaan.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

66