Bab 8 Part 8

by Neng Gemoy 17:56,Nov 05,2024
Aku segera beranjak ke lantai dua. Ku tengok sebentar ruang kerja suamiku. Ku lihat sesosok gadis remaja seumuran Marni sedang tidur telentang di kasur yang ada di ruang kerja suamiku dia mengenakan rok hitam selutut di padu dengan atasan yang sesuai.

Cantik.pikirku.

Nampak, nafas gadis itu naik turun beraturan seirama dengan gerakan dadanya. Aku menatap payudaraku sendiri.

Masih gedean punyaku. Aku berbangga diri.

Aku kemudian beranjak ke kamarku, beristirahat melepas lelah.

--

Jam 4 sore, biasanya suamiku sudah pulang dari kantor kadang lebih cepat malah. Bukan makan gaji buta, tapi karena kebanyakan tugas lapangan jadi suamiku
bisa pulang lebih cepat kalau sudah selesai. Aku turun ke bawah, ku lihat suamiku, Marni dan Mbok Imah sedang duduk di meja makan sambil minum es jeruk, mereka bertiga.

Aku sambar Es jeruk suamiku ketika tangan suamiku akan menjangkaunya namun aku lebih cepat. Segera ku tenggak habis es jeruk suamiku.

Ah...seger.

Mama...itukan punya Papa.

Eh siapa bilang. Bukannya punyamu punyaku juga dan punyaku tetap punyaku.jawabku.

Marni dan Mbok Imah tertawa saja mendengar ucapanku. Sejenak aku maupun Mbok Imah lupa kalau ada tamu di rumah ini.

Ma Papa ke atas dulu yah.kata suamiku

Marni, Bi Imah saya ke atas dulu.sambung suamiku. Jangan heran kadang kami memanggil Mbok Imah dengan Bi Imah tapi lebih sering Mbok Imah sih.

Ketika suamiku sudah menghilang dari pandangan mataku. Aku baru ingat kalau ada tamu di ruang kerja suamiku. Suamiku sendiri lebih sering pulang langsung istirahat di ruang kerjanya.

Segera aku naik ke lantai 2. Aku segera membuka pintu ruang kerjanya. Ku lihat suamiku sedang menggesek-gesekkan penisnya di belahan vagina gadis yang masih terlelap itu.

Heh Pa, ngapain?tanyaku.

........


POV: WIJAYA (PAPA)

Ku tatap seorang gadis cantik sedang terbaring telentang dengan rok yang tersingkap hingga ke perut dan mengenakan sebuah dres yang serasi dengan warna rok yang dipakai. Ku kenali wajah gadis itu, Susan sepupuku, anak gadis Pak Dhe Jarwo.

Sudah sangat berbeda dengan terakhir kali aku bertemu dengannya. Kini dia telah tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat seksi. Kedua paha Susan benar-benar mulus, ditambah dengan buah dada Susan yang nampak bergerak naik turun mengikuti setiap hembusan nafasnya. Aku masih laki-laki sama seperti yang lain.
Mumpung ada kesempatan, segera ku keluarkan penisku yang telah tegang terangsang melihat kemolekan tubuh Susan. Dengan hati-hati ku sibakkan celana dalam warna hitam Susan dan pelan-pelan ku gesek-gesekkan penisku ke vagina Susan. Namun, belum sempat ku nikmati momen itu.Tiba-tiba.....

"Heh Pa, ngapain?".

Jantungku seakan copot mendengar suara Istriku dari belakang. Aku tidak tahu harus berkata apa. Kepalang tanggung dan ketahuan. Penisku yang tadinya menegang keras dan sempat ku gesekkan ke bibir vagina Susan sepupuku mendadak lemas. Segera ku masukkan penisku ke dalam celanaku dan ku tutup selangkangan Susan dengan roknya. Dengan kebingungan aku menjawab pertanyaan istriku.

"Eng...enggak Ma. Papa sedang...."jawabku gagu.

Susan pun rupanya terbangun mendengar suara berisik atau mungkin karena sudah lama dia tidur. Dengan penuh tanda tanya Susan mengucek matanya dan sempat menggeliat seksi di depanku.

"Hoam...."Susan menguap.

Raut wajahnya jelas dipenuhi tenda tanya melihatku dan juga istriku dalam satu ruangan dengannya. Namun, kemudian Susan memelukku erat dan mencium bibirku tepat di depan Istriku. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik telingaku dan menyeretku keluar dari ruang kerjaku. Rupanya istriku benar-benar marah.

"Sakit Ma...."aku mengaduh kesakitan, namun Revita istriku terus saja menarik daun telinga kananku dan membawaku masuk ke kamar kami.

"Papa! Duduk!"perintah Istriku seraya kemudian melepas tangannya dari daun telingaku.

"Apa-apaan kelakuan Papa tadi? Papa jelasin sekarang!" istriku marah-marah sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Aku shock hingga terduduk di tepian ranjang.

"Bukankah Susan sepupu Papa!"Istriku menambahkan.

"Kenapa Pa, kenapa?!"Istriku kemudian melipat tangannya memalingkan mukanya seolah tidak mau melihatku lagi.

Aku kebingungan bagaimana aku harus menjelaskan kejadian tadi. Sudah jelas aku tertangkap basah sedang memainkan penisku di belahan vagina Susan. Apalagi
ditambah dengan Susan yang tiba-tiba memagut bibirku. Aku bingung. Aku hanya bisa duduk terdiam menyesali kecerobohanku.

"Pa, kok diem! Mana penjelasan Papa!"Istriku menagih penjelasan.

Sekilas ku tatap wajah Istriku, kemudian aku berdiri memandang Istriku kemudian memeluk erat Revita.

"Maafin Papa Mah."

Istriku mencoba melepaskan diri dari pelukanku.

"Pa, lepasin Mama. Mama mau denger dulu penjelasan Papa!"kata Istriku.

Aku masih belum mau melepas pelukanku sekalipun Revita mencoba berkali-kali mendorong tubuhku.

"Tapi Mama janji dulu ya gak bakal ninggalin Papa."kataku.

"Papa......"mendadak suara Istriku menjadi lembut seperti biasa.

"Sudah berapa lama kita bersama? Apa pernah Mama menyalahkan Papa? Apa pernah Mama marah? Apa pernah Mama berpikir ninggalin Papa?"kata Istriku balik
bertanya padaku.

Aku terkejut mendengar itu. Ku pikir Revita bakal membentak-bentak, marah dan kemudian minta cerai.

"Pah...Mama sebenarnya gak papa kalau memang Papa merasa belum cukup dengan pelayanan Mama, Mama sadar Pa, Mama gak pernah cukup mampu untuk muasin Papa."tambah Revita.

Aku justru semakin mempererat pelukanku.

"Pah, sakit! Peluknya kenceng amat!"Istriku mengeluh sakit karena pelukanku.

Pelan-pelan ku longgarkan pelukanku dan kemudian ku lepas tubuh Istriku, namun tangannya tetap aku pegangi. Aku masih takut Revita bakal kabur.

"Jadi, Mama gak marah?"tanyaku agak ragu.

"Ya gak lah Pa. Cuma Mama mau tahu kenapa Susan juga Pa? Diakan sepupu Papa!"kata Revita Istriku.

"Gimana jelasinnya ya Ma..."aku kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala.

"Jelasin ke Mama sekarang atau pulangkan saja Mama ke orang tua Mama!"Kata Istriku dengan nada marah.

"Jangan dong Ma, oke Papa jelasin!"

"Mmmmmm....."aku masih bingung bagaimana menjelaskan.

"Gimana? Ya sudah Mama pulang ke rumah Mama di Bandung!"sambil mencoba melepas tangannya dariku.

"Jangan pergi, Papa jelasin sekarang. Jadi, sebenarnya Papa sama Susan udah gituan Ma."

"Apa?!"Istriku kaget.

"Belum selesai Ma."kataku.

"Jadi Papa dan Susan uda pernah petting. Waktu itu, Susan masih umur 12 tahun Ma. Waktu kuliahkan Papa pernah cerita ke Mama kalau Papa tinggal di rumah
Pak Dhe Jarwo di bandung."

"Terus?"Istriku penasaran.

"Ya kan Papa disana selama 3,5 tahun. Selama disana Papa sering telanjang-telanjangan sama Susan." Ceritaku berputar-putar karena aku memang bingung harus
cerita bagaimana.

"Oh jadi gitu Pa, kelakuan Papa selama ini? Pas waktu kita pacaran juga berarti?"tanya Istriku.

"I..i...iya Ma."kataku.

"Lalu kan Pak Dhe Jarwo pindah Ma, sampai akhirnya Papa ketemu dua bulan lalu."tambahku.

Istriku, sendiri kemudian malah tersenyum. Sungguh aneh, baru kali ini aku tahu ada seorang Istri yang menangkap basah suaminya kemudian mendapati suaminya
bermain dengan wanita lain, tapi tidak marah. Malah justru tersenyum. Ada apa dengannya, pikirku.

"Sudah Papa perawani juga Susan?"tanya Istriku.

"Ya belumlah Ma, Papa gak tega waktu itukan dia masih kecil."

"Oh masih kecil. Kalau sekarang apa Papa masih mau merawani dia?"tanya Istriku.

"Gak, gak, gaklah Ma, diakan sepupu Papa."jawabku sekenanya. Padahal sebenarnya aku memang ada niat kesana karena memang sekarang Susan benar-benar sudah
cantik, seksi dan menggiurkan, apalagi waktu dia tidur tadi pahanya benar-benar mulus, dadanya besar pas dengan postur tubuh Susan. Jadi keingetin waktu
dia masih umur 13 tahun, vaginanya masih gundul. Sekarang, aku yakin banyak laki-laki yang ingin menjamah tubuh Susan.

"Hayo, Papa bayangin apa? Susan? Atau.................."suara Istriku dipotong dengan sengaja membuat aku penasaran.

"Atau Papa mikirin Marni?"sambung Istriku Tidak habis pikir darimana Revita tahu.

Aku menelan ludah. Rupa-rupanya Istriku sudah tahu semua kelakuan nakalku. Harus bagaimana sudah kepalang basah.

"Gaklah Ma, papa lagi mikirin Mama kok. Istriku yang cantik dan seksi."aku coba merayu.

"Halah, dasar laki-laki gombal. Mama sudah lihat sendiri kelakuaan mesum Papa. Mama baru tahu sekarang ternyata suamiku benar-benar nakal."kata Istriku.

"Jadi Papa, apa Papa ada niat memerawani Marni dan Susan?"tanya Istriku.

"Niat sih ada Ma. Tapi, resikonya itu, bisa-bisa Papa diceraiin Mama. Papa gak mau."kataku.

"Baiklah Papa, kali ini Papa Mama maafin tapi ada syaratnya."kata Istriku.

"Kok pake syarat segala sih Ma."protesku.

"Mau gak?"tanya Istriku.

"Ya sudah Papa mau."kataku pasrah.

"Pertama, Papa harus nuruti semua kata Mama, gimana Pa?"ujar Revita, Istriku.

"Iya."jawabku.

"Kedua, Papa harus bilang Mama kalau ada wanita selain Marni dan Susan."

"Iya Ma."jawabku sedikit lega. Artinya ada sinyal hijau.

"Yang ketiga, malam ini sampai besok pagi, Papa gak boleh keluar dari kamar."

"Lho lho masa Papa disuruh di dalam kamar sih Ma?"

"Protes?"sambil menatap tajam ke arahku.

"Iya iya iya."jawabku pura-pura ketakutan.

"Sekarang lepasin tangan Mama."kata Istriku.

Kemudian tidak lama berselang istriku meninggalkanku di dalam kamar.

"Dah Papa......"Istriku melambaikan tangan di depan pintu.

"Cekrek.."rupanya pintu kamar dikunci dari luar. Aduh, aku terjebak dalam kamar. Tidak bisa kemana-mana lagi selain melihat tv di dalam kamar. Oh iya HP.

Aku baru kepikiran dengan handphoneku. Ku raba-raba saku celanaku namun hasilnya nihil. Aku kemudian teringat kalau handphonek ketinggalan di ruang kerja.
Aku teringat dengan hasil spy cam waktu aku main dengan Marni tempo hari. Pikiranku galau, takut kalau Revita, membuka handphoneku dan melihat video itu. Tapi, aku justru lebih takut kalau Susan yang membukanya.

Akhirnya aku rebahkan saja tubuhku di ranjang sambil menonton tanyangan TV Syfy. Sedikit aku bisa melupakan kejadian barusan. Namun, sial ternyata dalam adegan film ada adegan kissing yang cukup panas. Dasar laki-laki dimanapun sama. Otakku jadi ngeres, aku kepikiran lagi beberapa tahun silam ketika aku masih nebeng di rumah Pak Dhe Jarwo.

Beberapa tahun lalu, ketika Susan masih berumur 13. Waktu itu, Susan mendapat PR IPA dari gurunya untuk mempejari masalah reproduksi hewan.

"Bang Jay, bantuin Susan dong."Susan memang memanggilku Jay.

"Bantuin apaan sih San?"tanyaku, aku sendiri sedang telungkap dalam kamar membaca majalah bisnis hanya berbalut celana kolor,dan kaos oblong tanpa pakaian
dalam.

Aku sendiri sempat melihat Susan yang hanya berbalut rok warna biru dengan tanktop. Baru pulang sekolah pikirku.

"Ini Susan ada PR IPA tentang reproduksi. Tapi Susan gak ngerti nih."kata Susan polos.

"Ya sudah sini."Akhirnya Susan ikut tengkurap disampingku.

"Nih, tadi Susan sempet pinjem buku ke temen Susan."kata Susan sambil menunjukkan sebuah buku bersampul lambang pria dan wanita di depannya.

"Buku apaan tuh San?"tanyaku. Langsung ku rebut buku itu dari tangan Susan kemudian ku buka isinya. Astaga ini bukan buku pelajaran SMP tapi buku porno, isinya benar-benar vulgar. Berbagai posisi seks dan juga foto-foto alat kelamin pria dan wanita bertebaran di dalam buku itu.

"Ini namanya penis yang Bang?"tanya Susan sambil menunjuk gambar penis di buku.

Aku kaget ketika Susan mengatakan hal tersebut segera aku tutup buku itu.

"Jangan, buku ini bukan buat kamu yang belum cukup umur!"aku melarang Susan membuka buku itu.

"Susan udah lihat semua kok."kata Susan polos.

"Biasa aja. Kayak Ayah sama Mama waktu malem-malem kemarin."cerita Susan.

Ini bocah ternyata. Susan kembali merebut buku itu kemudian dia buka buku itu.

"Ini kata Ani, namanya ngentot. Bener gaksih Bang?"tanya Susan.

"Waduh, darimana kamu tahu kata macam gitu.?"tanyaku.

"Dari Ani Bang, Ani malah cerita kalau dia pernah di entot sama papanya lho."ucap Susan."

"Seriusan San?"tanyaku.

Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

175