Bab 9 Sejenis Teknik Akupunktur
by Toms Lee
08:01,Aug 24,2023
Atta hanya bisa membayangkan adegan indah ketika Inara sedang mandi ….
Dikarenakan bosan, Atta pergi ke ruang tamu dan duduk di samping Quin.
Samar-samar ada harum semerbak yang datang dari tubuh Quin. Atta tahu bahwa itu adalah aroma khas gadis perawan.
Quin bergeser ke samping dengan jijik dan menegurnya, “Jangan dekat-dekat denganku!”
Lalu, Atta melirik kaki putih Quin. Menyadari tatapan cabul Atta, Quin buru-buru menutupi kakinya dan membentak, “Dasar mesum, apa yang kamu lihat?”
“Ehm, aku sedang mendiagnosis kamu!”
Atta berdalih.
“Omong kosong! Kamu jelas sedang mengintipku, bukan mendiagnosis. Konyol sekali!” sindir Quin sambil cemberut.
“Aku serius! Quin, sebaiknya kamu jangan memakai stoking seperti ini lagi dalam waktu dekat karena penyakitmu itu. Stoking semacam ini sangat ketat dan tidak baik untuk peredaran darah tubuh. Nanti penyakitmu ….”
Sebelum selesai berbicara, Atta dipelototi oleh Quin dengan tatapan ganas.
“Dasar mesum, omong kosong apa kamu?” tukas Quin.
“Ehem, aku serius. Lihat saja jam dua belas sampai jam tiga subuh nanti, perutmu akan sakit parah dan kamu akan bermandi keringat dingin. Gejala kali ini akan sepuluh kali lebih parah dari sebelumnya!” ujar Atta dengan serius.
“Pergi kamu, tukang omong kosong! Kalaupun aku sakit, aku punya obat. Aku tidak perlu takut!” celetuk Quin dengan bangga seraya mengeluarkan sebotol obat.
“Coba aku lihat,” kata Atta setelah melihatnya.
“Tidak mau!”
“Quin, ini demi kebaikanmu sendiri. Obat pereda sakit semacam ini tidak boleh terlalu banyak dikonsumsi!”
“Meskipun kamu cantik memakai stoking itu, kamu tidak boleh terlalu sering memakainya. Kalau kamu percaya padaku, lepaskan sekarang juga. Kalau kamu ingin sembuh, aku bisa membantumu dengan terapi pijat ….”
“Dasar mesum! Pergi dari sini!”
Sebelum Atta selesai berbicara, Quin yang berwajah masam langsung melempar bantal ke arah Atta.
Atta buru-buru menghindarinya dan bergumam, “Kamu akan merasakan konsekuensinya kalau tidak mendengarkan Dokter Ajaib.”
Sebenarnya, Atta berkata apa adanya. Namun, Quin sama sekali tidak percaya karena dia beranggapan bahwa Atta adalah pria bajingan!
Quin memelototi Atta, lalu segera menekuk dan menutupi kakinya dengan selimut. Dia tidak ingin dilihat oleh Atta.
Terhadap Quin yang salah paham padanya, Atta hanya bisa mengembuskan napas sembari menggeleng.
“Oh, ya. Di mana toilet kalian? Aku mau buang air kecil,” tanya Atta.
“Tidak boleh! Kak Inara belum selesai mandi!” tegur Quin.
“Oh! Aku tunggu saja!” Atta terpaksa harus menahan diri.
Kemudian, Atta memungut bantal di lantai dan menaruhnya kembali ke sofa. Ketika dia ingin duduk, tiba-tiba terdengar bunyi dentuman dan jeritan melengking dari arah kamar mandi ….
“Ah!”
Quin terkejut dan langsung melompat turun dari sofa untuk berlari ke kamar mandi. Dia berteriak, “Kak Inara, kamu kenapa?”
Atta juga kaget dan segera menyusul.
Inara mengerang kesakitan di dalam kamar mandi. Dia jelas sedang berada dalam masalah.
Quin buru-buru membuka pintu kamar mandi dan ingin masuk. Namun, dia menemukan bahwa Atta mengikutinya. Jadi, dia membentak, “Minggir!”
“Oke.”
Atta menggelengkan kepala dan mundur ke samping.
Quin membuka pintu kamar mandi dan segera menutupnya lagi. Inara tergeletak di lantai dalam keadaan telanjang dan sedang merintih kesakitan ….
Luka di keningnya terus berdarah.
Quin terkesiap melihat hal ini. Dia langsung berseru, “Kak Inara, kamu kenapa?”
“Quin, kepalaku terbentur karena aku terpeleset,” jawab Inara sambil menahan rasa sakit.
“Kak Inara, ayo bangun dulu.”
“Tidak bisa. Kakiku juga keseleo. Kepalaku pusing dan sangat tidak nyaman! Darah! Ah! Darahku!”
Seketika, Inara pingsan karena melihat darah yang mengalir turun dari wajahnya.
“Ah! Kak Inara! Jangan mati!” teriak Quin. Dia menggoyang tubuh Inara sambil berlinang air mata.
Quin tidak punya banyak pengalaman hidup sehingga dia mengira Inara yang pingsan sudah mati.
Pada saat ini, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan berteriak.
“Quin, ada apa dengan kakak sepupu kamu?”
Di luar kamar mandi, Atta bertanya dengan cemas.
“Atta, gawat! Kak Inara berdarah-darah. Dia … mungkin sudah mati!” jawab Quin sambil menangis.
“Sudah mati? Bagaimana mungkin? Cepat buka pintu! Biar kulihat!” seru Atta.
“Ah? Oh!”
Pikiran Quin menjadi kacau karena panik dan dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia pun membuka pintu agar Atta bisa melihat keadaan di dalam kamar mandi.
Begitu Quin membuka pintu, Atta buru-buru masuk.
Inara adalah istri yang baru dia dapatkan hari ini. Rugi besar jika Inara mati begitu saja!
Setelah masuk, Atta hampir mimisan karena melihat situasi di dalam.
Pada saat ini, Inara berada dalam keadaan telanjang ….
Tatapan mesum Atta segera menyadarkan Quin. Dia baru ingat bahwa kakak sepupunya yang berbadan telanjang … tengah dilihat oleh Atta!
“Dasar mesum! Siapa yang menyuruhmu masuk? Keluar!” hardik Quin dengan marah.
“Kamu yang membukakan pintu dan menyuruhku masuk!” bantah Atta.
“Aku ….”
Quin tidak bisa berkata-kata.
“Sekarang bukan saatnya untuk membicarakan hal-hal itu. Quin, aku akan menghadap ke belakang agar kamu bisa membungkus kakak sepupumu dengan handuk. Aku akan memberinya penanganan medis!” perintah Atta sembari berbalik badan.
“Ada apa dengan Kak Inara? Apakah dia akan mati?” tanya Quin dengan panik.
“Tidak selama ada aku! Kakakmu hanya pingsan karena melihat darah. Jangan banyak bertanya, cepat!” teriak Atta.
“Oh!”
Quin bergegas membungkus kakak sepupunya dengan rapat menggunakan handuk.
“Atta, sudah selesai,” kata Quin.
“Lambat sekali!” komentar Atta.
Setelah itu, dia berbalik badan dan berjongkok. Tanpa sempat melirik bagian tubuh Inara yang samar-samar terlihat, dia merogoh jarum perak dari dalam sakunya. Lalu, dia menusukkan jarum perak ke … bagian dada Inara.
“Atta, apa yang sedang kamu lakukan?”
Quin berteriak dengan kaget ketika melihat aksi Atta.
“Aku sedang menyelamatkan kakakmu!” jawab Atta.
“Untuk menyelamatkan Kak Inara, kenapa harus menusukkan jarum … ke bagian itu?”
“Ini sejenis teknik akupunktur. Kamu tidak paham.”
Kemudian, Atta menusukkan jarum perak ke tiga sentimeter di atas payudara Inara.
“Atta, dasar kamu mesum. Kalau kamu gagal menyelamatkan Kak Inara, akan kubunuh kamu!” bentak Quin dengan marah.
“Tenang saja, aku mengkhawatirkan istriku lebih dari kamu,” ujar Atta sungguh-sungguh.
Lalu, Atta memutar jarum perak itu pelan-pelan.
Samar-samar ada energi hijau dari jarum perak yang memasuki tubuh Inara ….
Dikarenakan bosan, Atta pergi ke ruang tamu dan duduk di samping Quin.
Samar-samar ada harum semerbak yang datang dari tubuh Quin. Atta tahu bahwa itu adalah aroma khas gadis perawan.
Quin bergeser ke samping dengan jijik dan menegurnya, “Jangan dekat-dekat denganku!”
Lalu, Atta melirik kaki putih Quin. Menyadari tatapan cabul Atta, Quin buru-buru menutupi kakinya dan membentak, “Dasar mesum, apa yang kamu lihat?”
“Ehm, aku sedang mendiagnosis kamu!”
Atta berdalih.
“Omong kosong! Kamu jelas sedang mengintipku, bukan mendiagnosis. Konyol sekali!” sindir Quin sambil cemberut.
“Aku serius! Quin, sebaiknya kamu jangan memakai stoking seperti ini lagi dalam waktu dekat karena penyakitmu itu. Stoking semacam ini sangat ketat dan tidak baik untuk peredaran darah tubuh. Nanti penyakitmu ….”
Sebelum selesai berbicara, Atta dipelototi oleh Quin dengan tatapan ganas.
“Dasar mesum, omong kosong apa kamu?” tukas Quin.
“Ehem, aku serius. Lihat saja jam dua belas sampai jam tiga subuh nanti, perutmu akan sakit parah dan kamu akan bermandi keringat dingin. Gejala kali ini akan sepuluh kali lebih parah dari sebelumnya!” ujar Atta dengan serius.
“Pergi kamu, tukang omong kosong! Kalaupun aku sakit, aku punya obat. Aku tidak perlu takut!” celetuk Quin dengan bangga seraya mengeluarkan sebotol obat.
“Coba aku lihat,” kata Atta setelah melihatnya.
“Tidak mau!”
“Quin, ini demi kebaikanmu sendiri. Obat pereda sakit semacam ini tidak boleh terlalu banyak dikonsumsi!”
“Meskipun kamu cantik memakai stoking itu, kamu tidak boleh terlalu sering memakainya. Kalau kamu percaya padaku, lepaskan sekarang juga. Kalau kamu ingin sembuh, aku bisa membantumu dengan terapi pijat ….”
“Dasar mesum! Pergi dari sini!”
Sebelum Atta selesai berbicara, Quin yang berwajah masam langsung melempar bantal ke arah Atta.
Atta buru-buru menghindarinya dan bergumam, “Kamu akan merasakan konsekuensinya kalau tidak mendengarkan Dokter Ajaib.”
Sebenarnya, Atta berkata apa adanya. Namun, Quin sama sekali tidak percaya karena dia beranggapan bahwa Atta adalah pria bajingan!
Quin memelototi Atta, lalu segera menekuk dan menutupi kakinya dengan selimut. Dia tidak ingin dilihat oleh Atta.
Terhadap Quin yang salah paham padanya, Atta hanya bisa mengembuskan napas sembari menggeleng.
“Oh, ya. Di mana toilet kalian? Aku mau buang air kecil,” tanya Atta.
“Tidak boleh! Kak Inara belum selesai mandi!” tegur Quin.
“Oh! Aku tunggu saja!” Atta terpaksa harus menahan diri.
Kemudian, Atta memungut bantal di lantai dan menaruhnya kembali ke sofa. Ketika dia ingin duduk, tiba-tiba terdengar bunyi dentuman dan jeritan melengking dari arah kamar mandi ….
“Ah!”
Quin terkejut dan langsung melompat turun dari sofa untuk berlari ke kamar mandi. Dia berteriak, “Kak Inara, kamu kenapa?”
Atta juga kaget dan segera menyusul.
Inara mengerang kesakitan di dalam kamar mandi. Dia jelas sedang berada dalam masalah.
Quin buru-buru membuka pintu kamar mandi dan ingin masuk. Namun, dia menemukan bahwa Atta mengikutinya. Jadi, dia membentak, “Minggir!”
“Oke.”
Atta menggelengkan kepala dan mundur ke samping.
Quin membuka pintu kamar mandi dan segera menutupnya lagi. Inara tergeletak di lantai dalam keadaan telanjang dan sedang merintih kesakitan ….
Luka di keningnya terus berdarah.
Quin terkesiap melihat hal ini. Dia langsung berseru, “Kak Inara, kamu kenapa?”
“Quin, kepalaku terbentur karena aku terpeleset,” jawab Inara sambil menahan rasa sakit.
“Kak Inara, ayo bangun dulu.”
“Tidak bisa. Kakiku juga keseleo. Kepalaku pusing dan sangat tidak nyaman! Darah! Ah! Darahku!”
Seketika, Inara pingsan karena melihat darah yang mengalir turun dari wajahnya.
“Ah! Kak Inara! Jangan mati!” teriak Quin. Dia menggoyang tubuh Inara sambil berlinang air mata.
Quin tidak punya banyak pengalaman hidup sehingga dia mengira Inara yang pingsan sudah mati.
Pada saat ini, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan berteriak.
“Quin, ada apa dengan kakak sepupu kamu?”
Di luar kamar mandi, Atta bertanya dengan cemas.
“Atta, gawat! Kak Inara berdarah-darah. Dia … mungkin sudah mati!” jawab Quin sambil menangis.
“Sudah mati? Bagaimana mungkin? Cepat buka pintu! Biar kulihat!” seru Atta.
“Ah? Oh!”
Pikiran Quin menjadi kacau karena panik dan dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia pun membuka pintu agar Atta bisa melihat keadaan di dalam kamar mandi.
Begitu Quin membuka pintu, Atta buru-buru masuk.
Inara adalah istri yang baru dia dapatkan hari ini. Rugi besar jika Inara mati begitu saja!
Setelah masuk, Atta hampir mimisan karena melihat situasi di dalam.
Pada saat ini, Inara berada dalam keadaan telanjang ….
Tatapan mesum Atta segera menyadarkan Quin. Dia baru ingat bahwa kakak sepupunya yang berbadan telanjang … tengah dilihat oleh Atta!
“Dasar mesum! Siapa yang menyuruhmu masuk? Keluar!” hardik Quin dengan marah.
“Kamu yang membukakan pintu dan menyuruhku masuk!” bantah Atta.
“Aku ….”
Quin tidak bisa berkata-kata.
“Sekarang bukan saatnya untuk membicarakan hal-hal itu. Quin, aku akan menghadap ke belakang agar kamu bisa membungkus kakak sepupumu dengan handuk. Aku akan memberinya penanganan medis!” perintah Atta sembari berbalik badan.
“Ada apa dengan Kak Inara? Apakah dia akan mati?” tanya Quin dengan panik.
“Tidak selama ada aku! Kakakmu hanya pingsan karena melihat darah. Jangan banyak bertanya, cepat!” teriak Atta.
“Oh!”
Quin bergegas membungkus kakak sepupunya dengan rapat menggunakan handuk.
“Atta, sudah selesai,” kata Quin.
“Lambat sekali!” komentar Atta.
Setelah itu, dia berbalik badan dan berjongkok. Tanpa sempat melirik bagian tubuh Inara yang samar-samar terlihat, dia merogoh jarum perak dari dalam sakunya. Lalu, dia menusukkan jarum perak ke … bagian dada Inara.
“Atta, apa yang sedang kamu lakukan?”
Quin berteriak dengan kaget ketika melihat aksi Atta.
“Aku sedang menyelamatkan kakakmu!” jawab Atta.
“Untuk menyelamatkan Kak Inara, kenapa harus menusukkan jarum … ke bagian itu?”
“Ini sejenis teknik akupunktur. Kamu tidak paham.”
Kemudian, Atta menusukkan jarum perak ke tiga sentimeter di atas payudara Inara.
“Atta, dasar kamu mesum. Kalau kamu gagal menyelamatkan Kak Inara, akan kubunuh kamu!” bentak Quin dengan marah.
“Tenang saja, aku mengkhawatirkan istriku lebih dari kamu,” ujar Atta sungguh-sungguh.
Lalu, Atta memutar jarum perak itu pelan-pelan.
Samar-samar ada energi hijau dari jarum perak yang memasuki tubuh Inara ….
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved