Bab 6 Menjadi Penopangmu

by Toms Lee 08:01,Aug 24,2023
“Jangan panggil aku guru. Aku tidak berhak untuk menerima murid! Jason bilang aku baru boleh menerima murid ketika aku mengimbangi sepertiga dari kemampuannya,” ujar Atta sambil melambaikan tangannya.

Jason?

Charles sering mendengar nama itu dari Atta, tetapi dia tidak mengenalnya!

Inara mengelap mulut Kakek Liang. Lalu, Inara menoleh pada Atta dan bertanya, “Atta, kakekku benar-benar sudah sembuh?”

“Ya, kalau kamu tidak percaya, kamu bisa membawanya untuk melakukan pemeriksaan,” jawab Atta.

“Dokter Qi, tolong periksa kakekku dengan alat medis pengobatan barat kamu,” kata Inara kepada Charles.

Charles segera berucap, “Nona Liang, aku sudah melakukan pemeriksaan mendasar untuk Kakek Liang. Kakek Liang sudah pulih total. Tumor di perutnya bahkan hilang. Tidak perlu diperiksa lagi.”

Kakek Liang melirik cucunya sekilas, lalu buru-buru melambaikan tangan dan berkata, “Tidak perlu diperiksa lagi. Aku sepenuhnya percaya pada Atta. Sekarang tubuhku benar-benar terasa lega.”

“Inara, perintahkan para pelayan untuk menyiapkan jamuan eksklusif. Ambilkan juga arak yang sudah kukoleksi selama 30 tahun. Aku ingin minum bersama cucu menantuku!”

“Kakek mau minum arak?” tanya Inara dengan cemas.

Kakek Liang menoleh pada Atta. “Bolehkah aku minum arak?”

“Tidak masalah kalau hanya sedikit,” jawab Atta.

“Lihat, cucu menantuku bilang aku boleh minum arak. Cepat ambilkan!” seru Kakek Liang dengan wajah berseri-seri.

Inara memelototi Atta sebelum pergi mengabari pelayan untuk menyiapkan jamuan.

Sementara itu, Kakek Liang berujar seraya memegangi tangan Atta, “Atta, kupercayakan Inara padamu! Kamu adalah anak baik!”

Di samping, Charles menatapi Atta dengan perasaan kagum sambil tersenyum.

….

Begitu keluar dari kamar, Inara langsung menerima tatapan antipati dari semua kerabat.

Inara melirik mereka sekilas. Dia tentu tahu apa alasannya.

Alasannya sederhana sekali.

Mereka bisa membagi harta keluarga jika Kakek Liang meninggal.

Namun, sekarang Inara membawa pulang seorang “suami matrilokal” dan berhasil menyembuhkan Kakek Liang. Mereka tentu gusar karena tidak dapat membagi harta keluarga.

Inara sama sekali tidak peduli dengan perasaan mereka.

Kakek sangat menyayanginya. Jadi, dia ingin menyembuhkan penyakit kakek dibanding mendapatkan harta keluarga.

Akan tetapi, dia tidak menyangka dirinya akan menemukan Atta yang begitu ajaib dan berhasil menyelamatkan nyawa kakek!

Quin menghampiri Inara dan bertanya, “Kak Inara, kamu benar-benar mau menikah dengan kampungan itu? Kakek sepertinya sangat suka dia. Kurasa dia hanya menyelamatkan kakek karena beruntung.”

“Mustahil! Setelah Atta minum arak dengan kakek, aku akan membayar gajinya dan memberinya uang tambahan, lalu suruh dia pergi,” jawab Inara.

“Ya! Kak Inara, ini baru benar. Kamu akan ditertawakan semua orang kalau menjadikan kampungan itu sebagai suami matrilokal!” ujar Quin sembari mengangguk.

“Tidak mungkin itu, jangan khawatir! Atta hanyalah figuran. Bagaimana mungkin aku benar-benar menikah dengannya? Akan tetapi, dia cukup ajaib sampai bisa menyembuhkan kakek. Dokter Qi sangat mengaguminya dan langsung ingin berguru padanya,” kata Inara dengan takjub.

“Serius? Dokter Qi benar-benar berguru padanya? Tapi dari yang kudengar, Dokter Qi sangat angkuh. Direktur rumah sakit setempat bahkan menghormatinya,” ucap Quin.

“Huh, dia tidak perlu terlalu dipikirkan. Pokoknya, dia akan diusir setelah dia selesai minum arak dengan kakek,” ungkap Inara.

“Ya! Kak Inara, aku akan membantumu!” sahut Quin. Dia tersenyum sampai menampakkan gigi gingsulnya.

….

Tak lama kemudian.

Jamuan eksklusif sudah disiapkan oleh Keluarga Liang. Kakek Liang bahkan menjamu Atta dengan arak yang telah dikoleksinya selama 30 tahun.

Charles pun berkesempatan untuk menemani mereka.

Hanya ada empat orang, yaitu Kakek Liang, Atta, Inara, dan Charles.

“Atta, terima kasih banyak sudah menyelamatkanku kali ini! Tapi kita akan segera menjadi sekeluarga. Tidak perlu terlalu sungkan. Mari kita bersulang.”

Kakek Liang mengangkat gelas araknya untuk bersulang dengan Atta.

Dengan wajah tersenyum, Atta ikut mengangkat gelas arak dan minum seteguk.

“Guru, aku juga bersulang denganmu.”

Charles menambahkan sembari mengangkat gelas araknya.

Atta mengerutkan alis, tetapi tidak mengoreksi panggilan Charles padanya. Dia mengangguk dan berkata, “Mari.”

Charles pun bersulang dengan Atta.

Kakek Liang sangat bergembira. Dia tiba-tiba merogoh selembar kartu bank dan menyodorkannya pada Atta. “Atta, kanu akan menikah dengan Inara sebentar lagi. Ambillah kartu bank ini. Ini adalah doa restu Kakek untuk kalian.”

Atta ingin mengambil kartu bank pemberian Kakek Liang, tetapi Inara berdeham dan terus memberinya isyarat mata. Artinya kalau kamu berani mengambil, akan kubunuh kamu!

Atta segera membusungkan dada dan menjawab dengan tegas, “Kakek terlalu sungkan! Setelah aku menikah dengan Inara, kita adalah sekeluarga. Buat apa aku mengambil uang darimu?”

“Ambil saja! Kalau tidak, Kakek akan marah! Selain itu, kamulah yang menyelamatkanku dari pintu maut! Kakek tentu harus berterima kasih padamu!”

“Ini, ini ….”

Atta menoleh pada Inara yang kemudian menggelengkan kepala dengan wajah masam.

Kakek Liang memperhatikan hal ini. Dia melirik Inara sekilas sebelum berujar, “Atta, meski kamu adalah menantu matrilokal Keluarga Liang, kamu tidak perlu takut pada istri. Ke depannya, Kakek akan menjadi penopangmu di Keluarga Liang ini! Kalau ada yang berani lancang padamu, terutama Inara, beri tahu Kakek. Kakek akan menghukumnya!”

Setelah itu, Kakek Liang memasukkan kartu bank secara paksa ke dalam saku Atta.

Atta menoleh pada Inara dengan perasaan dilema. Bukan aku yang menginginkannya, tetapi Kakek Liang memaksakan.

Inara menggertakkan gigi karena geram. Tunggu saja!

Sesaat kemudian, jamuan pun berakhir. Charles pergi dengan hormat.

Kakek Liang sedikit mabuk karena terlalu bergembira.

Sementara itu, Atta jago minum arak. Meski dicekoki banyak arak, dia tidak memiliki gejala apa-apa selain wajahnya memerah.

Ketika Inara ingin membawa Kakek Liang ke kamar, Kakek Liang tiba-tiba berpesan, “Atta, sudah larut malam. Kamu bisa menginap di vila Inara bersamanya.”

“Apa yang Kakek bicarakan? Tidak baik untuk kumpul kebo. Bagaimana bisa dia menginap di vilaku?” tukas Inara.

“Kumpul kebo? Bukankah Atta adalah calon suamimu? Wajar kalau kalian tinggal bersama. Atta, menginaplah di vila Inara malam ini. Kalau dia tidak setuju, beri tahu Kakek. Kakek akan menegurnya!”

Setelah itu, Kakek Liang dibawa ke kamarnya oleh Inara.

“Baik, kuturuti apa kata Kakek.”

Atta diam-diam bergembira dalam hati. Mungkinkah dia akan bersetubuh dengan Inara malam ini?

Inara memelototi Atta dengan gusar sebelum membawa Kakek Liang ke kamar.

Begitu kembali, Inara langsung membentak Atta, “Ikut aku!”

“Oh!”

Atta mengikuti Inara meninggalkan kediaman tua.

Pukul sembilan malam lewat, langit benar-benar gelap gulita.

Begitu sampai di luar, Inara memelototi Atta dan berujar, “Serahkan kartu bank yang kakek berikan padamu tadi. Aku akan membayarmu gaji dan hubungan kita bisa berakhir di sini saja!”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

56