Bab 9 Terusik

by Ryoum_Ei 10:32,Aug 18,2023
“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.”
Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan.
“Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?”
“Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaan. Tidak mungkin satu pelaku hanya akan berhenti jika sudah memulai bukan? Kita tunggu saja siapa korban selanjutnya lalu kita bisa tahu kejelasan dari semua kejadian ini.”
Jeremy menatap Edward dalam diam. Pikirannya sudah kalap karena memikirkan kejadian demi kejadian yang terus berulang, bahkan dengan jarak waktu yang lumayan dekat dan dengan kejadian yang hampir serupa. Jika dikatakan memang takdir tetapi kenapa berjalan dengan sangat singkat, dan juga jika dikatakan sebagai pembunuhan disengaja sampai saat ini belum ditemukan siapa dalangnya. Atau … semua ini memang teka-teki yang harus dipecahkan oleh seseorang.
Edward yang melihat Jeremy banyak pikiran tidak tega tetapi ia sendiri juga tidak menemukan cara untuk segera menemukan siapa pelaku dari semua kejadian ini. Lagipula kecelakaan terjadi secara murni dan itu pernyataan resmi dari pihak polisi dan penyidik yang menangani kematian tiga orang keperyaan Jeremy. Hal itu semakin membuat Edward tidak tahu harus percaya yang mana. Maka dari itu ia mengatakan untuk menunggu hal tidak terduga apa yang akan terjadi dilain hari. Jika memang satu pelaku maka orang itu tidak akan berhenti dengan membunuh tiga orang dan bisa juga target selanjutnya adalah mereka berdua.
Edward menghela napas pelan bersamaan dengan sebuah ketukan dipintu yang terdengar. Jeremy dan Edward saling pandang sebelum akhirnya Edward mulai beranjak untuk membukakan pintu dan melihat Alexander yang tiba-tiba datang dengan sebuah bingkisan ditangan.
“kau … kenapa tiba-tiba ke sini?”
Alexander tersenyum tipis dan memperlihatkan bingkisan yang ia bawakan ke rumah mertuanya ini. “Bisakah aku masuk lebih dulu?”
Edward memberikan ruang untuk Alexander masuk ke dalam rumah. Sedangkan Jeremy yang melihat kedatangan menantunya itu tersenyum lebar.
“Alexander … kau tidak memberikan kabar sebelumnya.”
Alexander mengangguk dengan menampakkan senyuman tipis. Ia segera memberikan bingkisan itu kepada Jeremy . “Aku hanya tidak sengaja ingin keluar dan kimbeerly menitipkan ini untukmu, Tuan Libason.”
Jeremy menerima bingkisan yang Alexander bawakan untuknya. Ia melihat isi dari bingkisan itu dan tersenyum setelahnya. “Anakku benar-benar tahu apa yang ku sukai.”
Alexander mengangguk. “Dia sangat perhatian,” imbuh Alexander memperjelas sifat kimbeerly kepada ayahnya sendiri.
Jeremy terkekeh mendengar pujian Alexander untuk istrinya. “Duduklah lebih dulu. Mari berbincang.”
Edward kembali duduk di kursinya dan menatap Alexander yang juga datang saat dirinya dan Jeremy sedang membahas tentang kejadian yang sedang hangat dibicarakan. Semua ini bermula dengan kejadian kematian satu orang kepercayaan Jeremy lagi setelah john dan Robert beberapa minggu lalu, bahkan kejadian yang hampir serupa dengan kedua orang itu. Reino, orang yang baru saja meninggal kemarin karena tertabrak mobil saat hendak menyeberangi jalan adalah korban lagi dari beberapa kecelakaan yang menimpa orang-orang Jeremy.
“Tapi maafkan aku sebelumnya Tuan Libason sebab aku harus segera pergi untuk menemui klien baru. Sebenarnya aku merasa sungkan tetapi aku juga harus segera pergi karena janji yang telah dibuat. Ini semua juga demi kebaikan perusahaan keluarga kita,” ujar Alexander begitu menyesal dengan keputusannya.
Jeremy yang mengerti lantas mengangguk dan menampakkan senyumnya. “Baiklah. Tidak mengapa. Kau bisa pergi, Alexander. Terimakasih sebelumnya karena sudah mau membawa titipan Kimbeerly untukku.”
Alexander mengangguk. “Itu sudah sepatutnya ku lakukan, Tuan Libason. Baiklah, aku permisi kalau begitu.”
Jeremy lantas mengangguk, sedangkan Edward hanya diam saja dan melihat kepergian alexander setelahnya. Alexander segera melangkah pergi meninggalkan dua orang di sana dengan senyuman simpul yang begitu terlihat nyata. Sorot mata elang itu semakin tajam dengan apa yang sudah ia dengar sebelumnya. Terdengar jelas bahwa kedua orang itu tengah kebingungan dengan apa yang terjadi dengan orang-orang kepercayaan mereka, tetapi ini belum selesai. Masih ada banyak rencana yang akan semakin membuat mereka kebingungan dan mencari tahu dengan tergesa-gesa untuk menemukan dalangnya.
Alexander mulai memasuki mobilnya dengan senyuman sinis. Sorot matanya menatap perumahan luas nan megah di depannya dengan penuh artu dan tujuan. Rumah ini, rumah yang begitu menebarkan kebahagiaan bagi penghuninya tetapi juga dalang dari rasa sakit yang telah ia terima belasan tahun yang lalu. Penghuni rumahnya yang tidak memiliki hati dan pikiran hingga membunuh orang tuanya juga harus merasakan sakit yang ia rasakan selama ini. Mereka harus merasakan pula bagaimana hidup menderita dan tidak ada siapapun untuk sekedar berkeluh kesah. Apapun yang dirasakan alexander harus mereka rasakan pula maka begitulah hidup yang sesungguhnya.
Alexander mulai melaju. Sorot mata elang itu semakin menajam dengan laju mobilnya yang tinggi dan handal dalam menghindari beberapa pengendara lain yang berlalu-lalang. Alexander dan segala pemikirannya. Semua akan terlaksana disaat waktunya tiba. Hanya tinggal menunggu dan semua rencananya akan berhasil ia lakukan dan taklukan.
“Hanya tinggal menunggu sampai datangnya rencanaku kepada kalian, termasuk kau yang telah ikut campur dalam urusanku Edward.”
Alexander bergumam dengan tangannya yang mulai mengepal. Senyuman sinis begitu tercetak jelas dibibirnya dan mobil yang terus melaju cepat di jalanan. Alexander tidak akan mengabaikan keberadaan Edward yang mulai ikut campur dalam urusannya. Sebaliknya, Alexander akan mmencoba membuat pria itu semakin bingung dengan permainan yang ia lakukan tanpa merubah rencana yang ia susun sebelumnya. Jeremy dan semua orang menjijikkan itu harus lenyap ditangannya tanpa meninggalkan bekas apapun.
Tak lama, mobil yang dikendarai oleh Alexander berhenti tidak jauh dari perumahan sederhana yang sudah ia tinggalkan beberapa waktu ini. Tidak ada orang yang menempati kecuali dirinya dan sepupunya yang akan datang beberapa kali untuk membersihkan rumah agar tetap terjaga. Ya … itu rumahnya. Rumah yang menjadi saksi atas kematian kedua orang tuanya dan anak buah Jeremy yang sudah melenyapkan kebahagiaan Alexander hingga menyisakan luka sampai detik ini.
Kedua tangan itu kembali mengepal mengingat kejadian yang tidak pernah hilang dari ingatannya. Kejadian buruk yang selalu menyapa kala tidurnya hingga membuatnya tidak bisa merasakan sedikit saja bahagia. Alexander tidak akan pernah melupakan semua itu sampai balas dendam yang ia lakukan selesai.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

40