Bab 7 Tidak Kembali
by Ryoum_Ei
10:31,Aug 18,2023
Alexander menatap satu orang yang berada diujung jalan sana. Pria yang tengah mengenakan mantel tebal dengan syal sebab udara dingin yang menyita. Tak berbeda jauh dengan dirinya yang menggunakan pakaian serba hitam juga jaket tebal berwarna serupa. Kakinya mulai melangkah dengan sosok di sana yang masih menunggu jemputan dengan sepanjang jalan yang amat sepi.
Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi.
Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu yang terlihat mulai kebingungan. Seolah sudah mengerti apa yang selanjutnya akan terjadi.
“Jangan mendekat! Aku tahu aku bersalah, tapi tolong jangan libatkan aku kali ini, aku sungguh tak berniat dan hanya mematuhi perintah.”
Alexander menutup telinganya dan berjalan semakin dekat dan menghentikan langkah tepat di depan pria itu yang kini menjatuhkan tubuhnya. Memohon dengan segala hormat untuk bisa mendapatkan maaf dari alexander, tetapi pria itu bahkan hanya menatap datar. Alexander terus melihat pria di bawah kakinya yang terus mengutarakan maafnya tetapi ia bahkan tak akan sudi menerima dan kematian harus dibalas dengan kematina. Begitulah hokum yang sebenarnya.
“Aku hanya mematuhi perintah karena jika tidak begitu maka pekerjaanku juga akan lenyap. Tolong maafkan aku. Aku sungguh bersalah dan tidak tahu harus memutuskan apa selain ikut dengan mereka.”
Alexander tersenyum kecil dibalik masker yang ia kenakan. Mereka? memang masih banyak yang belum Alexander temui dan dari semua itu, mereka akan tetap mendapatkan perlakuan yang sama. Yakni, sama-sama harus mati.
Alexander mengeluarkan sebuah pistol dari saku celananya, hal itu tidak luput dari pandangan orang di bawah kakinya. Pria tua itu terlihat sangat ketakutan dengan tubuh yang perlahan mundur. Berusaha menghindari Alexander untuk melindungi diri dari hal mengerikan apa yang akan terjadi. Sedangkan Alexander mulai melangkah semakin dekat dengan pria itu dan pria itu yang terus berusaha berjalan mundur.
“Tidak … ku mohon maafkan aku.”
Alexander menatap tajam pria itu yang semakin memundurkan langkah. Kepalanya terus menggeleng agar tidak menerima hal buruk dari Alexander yang memainkan pistolnya seraya terus berjalan mendekat padanya. Pria itu terus menggeleng dengan bayangan-bayangan hal buruk yang akan terjadi pada dirinya. Ia belum siap untuk mati. Ia belum siap kehilangan nyawanya seperti apa yang telah terjadi dengan John. Ia tidak bisa mati seperti itu atau bahkan lebih mengerikan.
Dorr!
Bunyi peluru yang ditembakan ke udara semakin membuat pria itu ketakutan dan tidak tahan untuk tidak berlari. Alexander tersenyum sinis dengan terus mengikuti kemana pria itu berlari dengan langkahnya yang pasti. Tidak ada seorangpun di jalanan ini dan tentunya tidak aka nada yang bisa menyelamatkan pria tua itu. Alexander semakin puas dengan pemilihan tempat yang bagus untuk aksinya.
“Berlarilah dan aku akan tetap menemukanmu.”
Suara jelas Alexander membuat pria tua itu berlari ke segala arah. Ia tidak mau bertemu dengan Alexander lagi apalagi bayangan kematian dirinya semakin membuat pergerakannya semakin terasa. Ia sudah mengatakan maafnya dengan kejadian masalalu yang menghantuinya. Pembunuhan pasangan suami istri dan beberapa orang yang tertawa setelahnya. Tidak, bayangan itu membuatnya kesakitan dengan langkahnya yang mulai tidak stabil.
Dorr!
Suara tembakan lagi membuat pria tua itu sadar bahwa waktunya tidak lama lagi. Ia lelah terus berlari tetapi menyerahkan diri itu tidak bisa ia lakukan. Ia tidak mau berkhianat kepada boss-nya tapi pistol yang dibawa Alexander juga tidak main-main. Ia dibingungkan dengan dua pilihan yang begitu sulit ia putuskan saat ini. Dunia seolah sedang mempermainkan nyawanya.
Alexander tersenyum miring setelah melihat pria itu terjatuh di jalan dengan napas yang tidak teratur. Langkahnya semakin dekat dengan pria tua itu yang kini kebingungan untuk mencari celah penghindaran. Tak lama setelah itu, sebuah mobil truk datang dengan kecepatan tinggi dan …
Brak!
Alexander menatap penuh pada tubuh tergeletak di jalan dengan banyak darah yang mulai menggenangi. Ya … pria tua itu tertabrak oleh truk yang baru saja lewat dengan Aelxander yang berada dijarak limat meter di depannya. Melihat dengan jelas bahwa tubuh itu sempat melayang sebelum akhirnya jatuh di jalan dengan darah yang keluar dari beberapa bagian.
Alexander mendekat setelah menyimpan kembali pistolnya. Berdiri tepat di samping tubuh pria tua yang sudah mati itu dengan senyum sinis dibalik masker yang ia kenakan. Wajah lelah pria tua itu begitu terlihat jelas meski sebagian wajahnya sudah kotor oleh darah.
“Selamat jalan, Mr. Robert.”
Alexander terkekeh setelahnya. Matanya menatap penuh pada tubuh tergeletak itu sebelum akhirnya mulai beranjak pergi. Meninggalkan pria tua itu sendirian dengan nyawa yang telah hilang. Hari ini selesai dengan kenyataan yang sudah sesuai rencana. Esok akan lebih menyenangkan lagi dengan orang-orang incaran Alexander yang juga akan menyusul dua orang sebelumnya, termasuk dengan Jeremy dan victoria di kemudian hari. Alexander tak sabar menunggu hari itu.
Sementara di rumah, Kimbeerly terus menunggu kepulangan Alexander. Ia sesekali melihat arah jam yang terus berganti setiap saat tetapi Alexander tak kunjung datang. Sudah pukul dua pagi tetapi suaminya itu tidak ada tanda-tanda apapun. Kimbeerly yang merasa khawatir mulai mengambil ponselnya untuk menghubungi Alexander dan menanyakan dimana pria itu berada.
Beberapa kali sambungan tidak kunjung mendapatkan jawaban. Pesan-pesan Kimbeerly bahkan belum terbaca sejak siang tadi. Sebenarnya dimana Alexander sampai mengabaikan ponselnya. Kabar begitu penting bagi Kimbeerly apalagi setelah kejadian Alexander dicurigai seluruh keluarganya setelah kematian John. Ia tidak mau Alexander melakukan kesalahan atas tindakannya yang akan membuat pria itu dalam masalah. Meski Kimbeerly percaya dengan semua yang dilakukan Alexander, tetapi rasa khawatir tentang orang yang beranggapan buruk terhadap pria itu juga menyita perhatian Kimbeerly.
“Dimana kau sebenarnya, Alexander? Kau tidak tahu aku sangat khawatir denganmu? Cepatlah kembali atau setidaknya berilah kabar.”
Kimbeerly tidak bisa tenang karena belum mendapatkan kabar apapun dari Alexander. Pria itu sungguh mampu membuatnya tidak bisa untuk tidak berpikir tentangnya, entah itu tentang bahagia atau justru sebaliknya. Kimbeerly hanya berharap Alexander cepat kembali agar ia bisa tenang lagi.
Suara pesan masuk membuat Kimbeerly segera melihat ponselnya. Itu Alexander yang memberitahu bahwa ia sedang lembur dan tidak pulang. Alasannya tidak menjawab telepon adalah karena keluar untuk mengambil beberapa paket berkas yang dikirim rekan kerjanya.
Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi.
Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu yang terlihat mulai kebingungan. Seolah sudah mengerti apa yang selanjutnya akan terjadi.
“Jangan mendekat! Aku tahu aku bersalah, tapi tolong jangan libatkan aku kali ini, aku sungguh tak berniat dan hanya mematuhi perintah.”
Alexander menutup telinganya dan berjalan semakin dekat dan menghentikan langkah tepat di depan pria itu yang kini menjatuhkan tubuhnya. Memohon dengan segala hormat untuk bisa mendapatkan maaf dari alexander, tetapi pria itu bahkan hanya menatap datar. Alexander terus melihat pria di bawah kakinya yang terus mengutarakan maafnya tetapi ia bahkan tak akan sudi menerima dan kematian harus dibalas dengan kematina. Begitulah hokum yang sebenarnya.
“Aku hanya mematuhi perintah karena jika tidak begitu maka pekerjaanku juga akan lenyap. Tolong maafkan aku. Aku sungguh bersalah dan tidak tahu harus memutuskan apa selain ikut dengan mereka.”
Alexander tersenyum kecil dibalik masker yang ia kenakan. Mereka? memang masih banyak yang belum Alexander temui dan dari semua itu, mereka akan tetap mendapatkan perlakuan yang sama. Yakni, sama-sama harus mati.
Alexander mengeluarkan sebuah pistol dari saku celananya, hal itu tidak luput dari pandangan orang di bawah kakinya. Pria tua itu terlihat sangat ketakutan dengan tubuh yang perlahan mundur. Berusaha menghindari Alexander untuk melindungi diri dari hal mengerikan apa yang akan terjadi. Sedangkan Alexander mulai melangkah semakin dekat dengan pria itu dan pria itu yang terus berusaha berjalan mundur.
“Tidak … ku mohon maafkan aku.”
Alexander menatap tajam pria itu yang semakin memundurkan langkah. Kepalanya terus menggeleng agar tidak menerima hal buruk dari Alexander yang memainkan pistolnya seraya terus berjalan mendekat padanya. Pria itu terus menggeleng dengan bayangan-bayangan hal buruk yang akan terjadi pada dirinya. Ia belum siap untuk mati. Ia belum siap kehilangan nyawanya seperti apa yang telah terjadi dengan John. Ia tidak bisa mati seperti itu atau bahkan lebih mengerikan.
Dorr!
Bunyi peluru yang ditembakan ke udara semakin membuat pria itu ketakutan dan tidak tahan untuk tidak berlari. Alexander tersenyum sinis dengan terus mengikuti kemana pria itu berlari dengan langkahnya yang pasti. Tidak ada seorangpun di jalanan ini dan tentunya tidak aka nada yang bisa menyelamatkan pria tua itu. Alexander semakin puas dengan pemilihan tempat yang bagus untuk aksinya.
“Berlarilah dan aku akan tetap menemukanmu.”
Suara jelas Alexander membuat pria tua itu berlari ke segala arah. Ia tidak mau bertemu dengan Alexander lagi apalagi bayangan kematian dirinya semakin membuat pergerakannya semakin terasa. Ia sudah mengatakan maafnya dengan kejadian masalalu yang menghantuinya. Pembunuhan pasangan suami istri dan beberapa orang yang tertawa setelahnya. Tidak, bayangan itu membuatnya kesakitan dengan langkahnya yang mulai tidak stabil.
Dorr!
Suara tembakan lagi membuat pria tua itu sadar bahwa waktunya tidak lama lagi. Ia lelah terus berlari tetapi menyerahkan diri itu tidak bisa ia lakukan. Ia tidak mau berkhianat kepada boss-nya tapi pistol yang dibawa Alexander juga tidak main-main. Ia dibingungkan dengan dua pilihan yang begitu sulit ia putuskan saat ini. Dunia seolah sedang mempermainkan nyawanya.
Alexander tersenyum miring setelah melihat pria itu terjatuh di jalan dengan napas yang tidak teratur. Langkahnya semakin dekat dengan pria tua itu yang kini kebingungan untuk mencari celah penghindaran. Tak lama setelah itu, sebuah mobil truk datang dengan kecepatan tinggi dan …
Brak!
Alexander menatap penuh pada tubuh tergeletak di jalan dengan banyak darah yang mulai menggenangi. Ya … pria tua itu tertabrak oleh truk yang baru saja lewat dengan Aelxander yang berada dijarak limat meter di depannya. Melihat dengan jelas bahwa tubuh itu sempat melayang sebelum akhirnya jatuh di jalan dengan darah yang keluar dari beberapa bagian.
Alexander mendekat setelah menyimpan kembali pistolnya. Berdiri tepat di samping tubuh pria tua yang sudah mati itu dengan senyum sinis dibalik masker yang ia kenakan. Wajah lelah pria tua itu begitu terlihat jelas meski sebagian wajahnya sudah kotor oleh darah.
“Selamat jalan, Mr. Robert.”
Alexander terkekeh setelahnya. Matanya menatap penuh pada tubuh tergeletak itu sebelum akhirnya mulai beranjak pergi. Meninggalkan pria tua itu sendirian dengan nyawa yang telah hilang. Hari ini selesai dengan kenyataan yang sudah sesuai rencana. Esok akan lebih menyenangkan lagi dengan orang-orang incaran Alexander yang juga akan menyusul dua orang sebelumnya, termasuk dengan Jeremy dan victoria di kemudian hari. Alexander tak sabar menunggu hari itu.
Sementara di rumah, Kimbeerly terus menunggu kepulangan Alexander. Ia sesekali melihat arah jam yang terus berganti setiap saat tetapi Alexander tak kunjung datang. Sudah pukul dua pagi tetapi suaminya itu tidak ada tanda-tanda apapun. Kimbeerly yang merasa khawatir mulai mengambil ponselnya untuk menghubungi Alexander dan menanyakan dimana pria itu berada.
Beberapa kali sambungan tidak kunjung mendapatkan jawaban. Pesan-pesan Kimbeerly bahkan belum terbaca sejak siang tadi. Sebenarnya dimana Alexander sampai mengabaikan ponselnya. Kabar begitu penting bagi Kimbeerly apalagi setelah kejadian Alexander dicurigai seluruh keluarganya setelah kematian John. Ia tidak mau Alexander melakukan kesalahan atas tindakannya yang akan membuat pria itu dalam masalah. Meski Kimbeerly percaya dengan semua yang dilakukan Alexander, tetapi rasa khawatir tentang orang yang beranggapan buruk terhadap pria itu juga menyita perhatian Kimbeerly.
“Dimana kau sebenarnya, Alexander? Kau tidak tahu aku sangat khawatir denganmu? Cepatlah kembali atau setidaknya berilah kabar.”
Kimbeerly tidak bisa tenang karena belum mendapatkan kabar apapun dari Alexander. Pria itu sungguh mampu membuatnya tidak bisa untuk tidak berpikir tentangnya, entah itu tentang bahagia atau justru sebaliknya. Kimbeerly hanya berharap Alexander cepat kembali agar ia bisa tenang lagi.
Suara pesan masuk membuat Kimbeerly segera melihat ponselnya. Itu Alexander yang memberitahu bahwa ia sedang lembur dan tidak pulang. Alasannya tidak menjawab telepon adalah karena keluar untuk mengambil beberapa paket berkas yang dikirim rekan kerjanya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved