Bab 2 Cari Mati

by ajengfelix 11:39,Aug 02,2023
Badrika sedikit bersenang-senang menerima botol minuman yang diberikan pelanggan tersebut. Uang transfer dari Bos Zero pun sudah bertambah. Uang tip dibelikan untuk pizza dan minum bersoda kesukaan Riki. Pasti keponakannya sangat menerima tawaran Badrika di rumah sembari membayangkan mereka berdua bermain game tersebut. Laju motor menuju tempat pembelian game agar mengejutkan Riki di rumah. Sembari mengantri, minuman Vodka ditaruh di dalam penyimpan motor. Sampai sekarang antrian belum berakhir.

Ketukan sepatu hitam Badrika mengetuk keras berulang kali menunggu dalam kondisi sama. Belum ada kemajuan sama sekali. Mau tidak mau Badrika mengangkat panggilan Riki belum terjawab akibat Badrika masih kerja. Tidak ada suara di seberang membuat Badrika mengernyitkan dahi. "Apakah bocah itu sudah tidur? tapi ini diangkat. Aneh." Nomor antrian 1200 disebutkan. Badrika menggerakkan tubuhnya melangkah satu per satu melewati kerumunan marah.

Tentu saja ada teman sebayanya bekerja sehingga Badrika meminta pertolongan untuk tiket emas tanpa perlu antri panjang. Semua tatapan memandang Badrika sengit. Tak jarang mereka memakinya sampai di depan kasir dan satu orang sudah membawa game khusus dua orang dimainkan. "Atas Nama Badrika Shuura dan Riki Mahesa." Dua karyawan saling pandang satu sama lain saat mengecek dua nama pembeli. Mereka kebingungan lalu meminta konfirmasi kembali.

"Pak, dua nama itu sudah ada di database kami. Kemungkinan nama Riki di sini sudah membeli game yang sama," ucap karyawan pria mengetik kembali dua nama dengan muka tidak bisa dideskripsikan. Badrika mengingat Riki kekurangan uang. Darimana sisa uangnya yang lain? "A-Apakah dia beli khusus dua pemain? itu bisa satu orang juga berlaku kan? Main solo," komentar Badrika menarik wajahnya mendekat ke komputer. Memang benar nama Badrika dan Riki tertera jelas membelinya tiga jam lalu.

'Jangan bilang ini suprise!' batin Badrika sembari menghela napas panjang. Kemudian tiket emas itu dimasukkan ke tas selempang warna hitam abu-abu. Panggilan Riki tidak ada dijawab lagi. Otomatis Badrika langsung pulang ke apartemen secepatnya. Muka Riki tertawa terbahak-bahak sudah ditanamkan oleh Badrika. "Awas saja bocah kurang ajar. Beraninya memberikan kejutan ini dari pamannya." Motor balap dijaga. Badrika menyerahkan dua ribu rupiah ke tukang parkir.

Sudah jelas-jelas di sini tidak ada huni parkiran. "Pak, antri toko game ini tidak ada uang parkir. Malahan bebas parkiran. Jangan bilang kalau kamu..." Sebelum Badrika membalikkan badan, Tiga orang mencegat Badrika ingin menyerang beramai-ramai. Mau cepat pulang tapi ada halangan saja. "Motor Bapak bagus banget. Kelihatan mahal." Motor balap jenis Honda Gold Wing menyentuh harga miliaran makanya banyak orang ingin mencuri, merampas dan membuat alasan agar motor tersebut menjadi milik mereka.

"Ya hasil kerja aku beberapa tahun. Penjelasan aku gimana?" Bukannya dijawab, mereka mengeluarkan senjata dan seringai menyebalkan. Badrika angkat tangan jika ini orang awam. Meskipun begitu tempat umum dan kerumunan masyarakat disalahgunakan untuk kejahatan bukanlah hal lumrah dipikirkan Badrika. Tubuh Badrika memasang sikap waspada. Salah satu mereka berteriak ingin menghunus senjata ke titik vital. Akan tetapi Badrika menghindari lalu meremukkan pergelangan tangan.

Senjata jatuh ke tanah. Dua orang melihatnya gemetaran. Mereka kurang yakin pergerakan mereka bisa berhasil atau tidak ketika keraguan itu memutarbalikkan fakta. Badrika membalas dengan memanfaatkan untuk menghancurkan dagu dan pukulan mendadak di perut. Ambruk seketika. Tak sedikit mereka mengeluarkan muntahan. "Ugh menjijikkan sekali. Aku harus bersih. Tidak boleh diomelin sama Riki." Parfum mint memenuhi seluruh tubuh Badrika dan menghirup udara segar.

Lalu Badrika menjatuhkan keputusan pergi ke apartemen. Ambil jalan sama, meletakkan motor balap di tempat persembunyian dan memberhentikan taksi. "Ke apartemen Cendekia Blok B," seru Badrika ke sopir taksi lalu mengeluarkan beberapa ribuan uang untuk tarifnya. Sudah berapa lama Riki mendiamkan Badrika sedari tadi. Biasanya keponakan sedang merajuk atau tidur setelah belajar. Kemungkinan itulah menyakinkan Badrika selama berdiam tanpa menyahuti perkataan sopir.

"Bapak gelisah sekali. Emangnya Bapak ke sana mau apa?"

"Aku ke sana untuk keponakanku. Dia tidak menginformasikan aku untuk beli game baru dirilis. Aku sedikit penasaran saja." Pak sopir botak tengah tertawa keras mendengar penuturan Badrika segampang mengeluarkan obrolan ringan. Berita game Wolf and Sheep banyak dibicarakan. Kira-kira hari ini sepuluh penumpang memperlihatkan game bentuk 3D seperti PS beserta diinstal ke hp. Badrika manggut-manggut paham model game canggih.

"Itu tidak apa-apa. Sayang sekali keluarga kami tidak sanggup membelinya Hanya saja mengetahui itu keluar, anak aku senang. Katanya kalau dia sukses ketika dewasa langsung diliat nama merek game belum dibeli walau harganya lebih tinggi karena peredaran belum tentu bertahan lama." Badrika menaikkan kakinya satu, melipat tangan dan menyandarkan kepala ke jendela taksi. Tidak berlangsung lama Badrika berlari-lari ke lift sambil menyelipkan badan sebelum pintu lift tertutup sempurna.

Semua orang melihat Badrika seperti penonton gratisan melayangkan aksi aktor mendadak. Anak kecil menjerit kesenangan sedangkan beberapa wanita berbisik-bisik mengomentari tingkah laku Badrika. "Aku minta maaf semuanya. Ada urusan di apartemenku." Mereka mengangguk tahu. Setidaknya tidak ada salah paham sikap heboh Badrika melesat masuk ke lift. Tarikan baju Badrika dilirik ke anak kecil tadi.

"Paman hebat. Jika telat saja tubuh Paman hancur banget. Kami tidak mau melihatnya." Badrika menempatkan telapak tangan ke rambut anak kecil penuh kegemasan lalu berkata, "Aku berpengalaman jadi tidak ada langkah yang salah. Aku tidak sabar kalau keponakan aku mengomeli terlambat makan malam." Setelah lift mengarah ke lantai apartemen milik Badrika, Badrika keluar lalu melambaikan tangan. Jaket kulit dibuka, disampirkan di lengan kiri, menekan kata sandi dan membuka pintu perlahan-lahan.

Layar tv mati hidup sebagai background . Tidak ada penerangan sama sekali. Bahkan Badrika masih membayar rutin listrik dan air. Tumpahan air kamar mandi meluas dimana-mana. Sepatu tidak dilepaskan. "Riki, kamu dimana? Apa yang terjadi dengan kamu?" tanya Badrika memegang dinding sebagai tumpu. Apakah sedang korsleting di apartemennya secara sengaja? Badrika berbelok ke kanan terdapat pintu kamar mandi sumber kekacauan terjadi.

Pencahayaan senter hp diaktifkan. Badrika masuk lebih dalam. Muka pucat Badrika melihat penampakan kulit Riki putih pudar di bathtub, pergelangan diiris-iris bunuh diri dan satu lembar pernyataan perilakunya. Badrika meluncurkan ke bawah tidak percaya. Pagi saja keadaan Riki baik-baik saja namun sekarang berubah seakan-akan ada misteri berkeping-keping tidak diketahui oleh Badrika. Apalagi tulisan pernyataan Riki tidak cantik dan rapi menambah kecurigaan.

Satu hembusan napas kasar. Dering hp Badrika memanggil temannya "Thrift" kapanpun dan dimanapun akan siap menerima misi orang-orang yang menyimpan nomornya. Sebuah pertanda kalau ada musuh sedang mengincar keponakan Badrika guna menarik perhatian. "Halo, Thrift. Aku butuh kamu sekarang. Siapkan satu tim polisi menerima kasus di apartemenku. Kita bekerjasama dengan mereka bukan?"

"Tentu saja, X. Ini laporan pencurian atau ads penyerang masuk ke apartemen?"

"Bukan lebih tepatnya ada yang memburu keponakanku. Kamu tahu kan dua kondisi itu yang memicu kemarahan anggota-anggota kita." Badrika menggeram marah, kedutan dahi terlihat jelas dan pukulan banting ke pintu kayu berakhir rusak. Mata dingin cokelat Badrika tidak segan-segan membunuh siapapun yang mencari alasan sekadar bermain-main di kehidupannya.

"Orang yang disayangi masuk ke Rumah Sakit atau mati. Shit! Aku menduga option kedua karena kamu marah besar."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

161