Bab 15 Wanita Dalam Pelukannya
by Zeva Lavia
15:59,Nov 07,2022
Luna tahu bahwa Logan yang datang, dia selalu berbicara dengan cara yang aneh dan tidak dapat dijelaskan.
Tapi Luna tidak bisa berhenti, darah manis yang mengalir membuatnya tidak bisa mengangkat kepalanya sama sekali, tidak bisa membiarkan giginya meninggalkan tubuhnya.
Setelah meneguk beberapa teguk lagi, Luna mengangkat kepalanya dengan terengah-engah, mata merahnya melihat ke arah pintu, hanya untuk menemukan bahwa Logan telah tiba di sisinya.
Logan tersenyum, mengulurkan tangannya langsung dan menggenggam kepala Luna.
Dengan tarikan lembut, Luna ditarik keluar dari pelukan Oscar.
Luna ingin membebaskan diri sejenak, tapi dia tidak bisa menahan kekuatannya sama sekali, seperti kelinci, dia diangkat dan diletakkan ke lantai.
Oscar bersandar di bar, masih ada sedikit rona merah di pipinya, beberapa tetes darah juga masih tertinggal di lehernya akibat tusukan taring.
Tangan Logan yang lain diulurkan untuk menyeka beberapa tetes darah di jari-jarinya.
"Pak tua!"
Napas Luna menegang, Logan melihat ke belakang, menatap Luna dengan mata dingin, jari-jarinya yang berlumuran darah mengolesi bibirnya.
Luna tercengang, suara Logan tidak memiliki emosi, "Aku ga pernah ajarin kamu buat ga buang-buang makanan?"
Oscar yang masih berdiri di tempat tiba-tiba menjadi lemah, tubuhnya yang ramping hampir jatuh, Luna bergegas menahannya dari depan.
"Terutama di luka penghisapan, ga boleh ada darah yang tersisa. Setelah menghisap, darah masih tetap ada, ini mengundang klan yang sama."
“Aku tau."
Luna memeluk pria itu di lengannya dan mencoba membawanya kembali ke kamar dengan sedikit kekuatan.
Oscar menyandarkan seluruh tubuhnya ke tubuh Luna, lengannya diletakkan di bahunya dan ketika Luna mengangkatnya, dia meraih lehernya.
Dia menundukkan kepalanya sedikit, rambut hitamnya menutupi matanya dan setengah dari fitur wajahnya.
"Nak, aku belum selesai bicara."
Logan berbicara, membuat tubuh Luna membeku, dia segera berhenti berjalan ke kamar tidur dan berbalik dengan Oscar di tangannya.
Logan telah merawatnya sejauh ini dan selalu memanjakannya, tapi ada beberapa poin yang tidak bisa dia langgar.
Jangan mengganggunya makan.
Ketika Logan berbicara dengan serius, Luna mendengarkan dengan patuh.
Oscar bersandar di lengan Luna dengan sangat tenang, membuat Logan cukup puas. Dalam hal makanan, pria ini adalah pilihan yang cukup baik.
"Katakanlah."
Luna berperilaku sperti seorang anak yang akan diceramahi, tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk pria itu lebih erat, seolah dia bersandar padanya.
"Memalukan."
Logan berbicara dengan ejekan dan hanya dalam satu tarikan napas dia duduk di sofa, "Besok kamu pulang kerja jam berapa?"
"Seharusnya waktu yang sama, kenapa?"
"Besok pulang kerja, tunggu aku di rumah."
Setelah Logan selesai berbicara, dia berdiri dari sofa, bau darah masih tercium di udara, matanya di balik lensa sedikit terkulai.
"Masih anak kecil."
“Kamu datang cuman mau bilang ini?” Luna memperhatikannya mendorong pintu hingga terbuka, “Apa gunanya ponselmu?”
"Kenapa, aku mengganggumu?"
"Ga, aku ga bilang gitu."
Luna sedikit menyusut dan tanpa sadar memeluk Oscar lebih erat, Oscar mendengus pelan, "Nona Salvator, lembutlah sedikit."
"Maaf, aku ga sengaja."
Luna dengan cepat melepaskan lengannya, Logan sudah mendorong pintu keluar dan dia juga dengan cepat membawa pria dengan kaki lemah di lengannya ke kamar tidurnya.
"Apakah kamu lapar?"
Luna meletakkannya di tempat tidur, "Kamu udah makan?"
Sebagai seorang penulis, normal memiliki pekerjaan dan istirahat yang tidak teratur, dan sudah biasa tidak makan tiga kali sehari. Oscar masih sangat muda, tapi setiap Luna habis menghisapnya, kakinya langsung lemas, hal ini membuat Luna khawatir.
"Aku ga bisa masak makanan manusia, haruskah aku...!"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Oscar yang sedang berbaring di tempat tidur menarik Luna dan menepuk sisinya, "Aku ga bisa tidur nyenyak tanpamu."
Tanpa dia Oscar tidak bisa tidur nyenyak? Jadi bagaimana dia melewati 20 tahun sebelumnya?
"Aku ga bisa tidur nyenyak sepanjang waktu, aku selalu minum obat tidur."
Oscar berkata dengan suara rendah, "Cuman dengan peluk kamu aku ga butuh obat-obatanku dan juga ga mengalami mimpi buruk."
Mimpi buruk...
Luna menatap wajahnya yang pucat, jika dia tetap seperti ini selama beberapa dekade ke depan, tubuh manusia yang rapuh tidak akan mampu menahannya lama.
Begitu Oscar mengalami kecelakaan di akhir hidupnya, dia bahkan tidak bisa lepas dari kontrak.
Pak tua itu berulang kali menyuruh Luna menjaga makanannya dengan baik, Luna menghela nafas pelan dan merangkak langsung ke tempat tidurnya.
Oscar membungkuk dengan senyum di bibirnya, kemudian membenamkan dirinya di lengannya yang dingin.
"Teman kecil, apakah dia satu-satunya yang memanggilmu seperti ini?"
Pertanyaan yang menyerupai gumaman rendah datang, Luna bersenandung , dia benar-benar hanya dipanggil seperti itu oleh Logan. Anggota klan lainnya memberi Logan beberapa waah di permukaan, tapi memanggilnya dengan nama yang lebih tidak menyenangkan di belakangnya.
"Bagaimana denganku, sampai kapan aku harus panggil kamu Nona Salvator?"
Oscar tidak bisa menahan diri untuk tidak mengencangkan lengannya, dia menghela nafas ringan, "...Luna."
Luna yang bersandar ke bantal lembut di kepala tempat tidur seolah seluruh tubuhnya telah tersengat listrik.
Dia membeku dan tidak bereaksi untuk sementara waktu, dia bahkan mengira telah mendengar ilusi, jantungnya berdetak saat namanya dipanggil.
"Luna, Luna ..."
Oscar bergumam pelan, Luna merasa seluruh tubuhnya tiba-tiba ditarik keras oleh sesuatu, bergerak ke arahnya, ke arah suara yang memanggilnya.
Tidak bisa menolak, tidak dapat melawan.
"Luna ... um."
Tangan sedingin es itu tiba-tiba menutup mulut Oscar dengan sedikit gemetar.
Tidak bisa, Luna tidak bisa membiarkannya memanggilnya lagi.
Pria yang terkubur dalam pelukannya juga agak terkejut dan dengan perlahan mengangkat kepalanya.
Di ruangan yang remang-remang, layar laptop Oscar di atas meja tiba-tiba menyala, dengan suara pesan yang terus menerus terdengar.
Tangan Luna menutupi bibirnya yang tipis dan baru kemudian menjauh ketika Luna menyadari bahwa Oscar tidak lagi memanggilnya.
"Seseorang mencarimu."
Luna memalingkan muka, agak takut memandangnya, seluruh tubuhnya masih tenggelam dalam panggilan Oscar barusan, apakah ini yang dikatakan pak tua itu jika dia harus menanggapi panggilannya?
Rasanya... hampir seperti suaranya memegang kendali atas dirinya.
Oscar mengangkat bagian atas tubuhnya sedikit, Luna mengira dia akan bangun, tapi ternyata Oscar menekannya di detik berikutnya.
"Luna..."
Gumaman pria itu seperti angin, memukul keras jantungnya yang berhenti berdetak di dalam dadanya yang dingin.
Luna mengulurkan tangannya sekali lagi hanya untuk digenggam oleh tangan Oscar yang hangat, sebuah kekuatan membelenggu tangan Luna ke atas kepala Oscar.
"Apakah cuman ini yang bisa kamu lakuin buat nutup mulutku?"
Oscar memandangnya dengan merendahkan, cengkeraman tangannya sedikit mengencang, membuat bagian atas tubuh Luna sedikit condong ke depan, "Apakah seburuk itu hingga kamu ga mau aku memanggil namamu?"
Sebuah kilatan melintas di matanya.
Suara Luna tersangkut di tenggorokannya, Oscar terkekeh ringan, melepaskan tangannya dengan lembut, turun dari tempat tidur, kemudian duduk di depan laptop.
Jari-jarinya yang indah terus mengetuk keyboard, fokus membalas pesan-pesan tertentu.
Luna melihat profilnya, diam-diam turun dari tempat tidur dan mendorong pintu untuk pergi.
Berbaring di tempat tidur, Luna sendiri mengalami insomnia, suara jarum jam terus-menerus berputar di kamar. Menutup matanya, Luna berputar-putar di tempat tidur, namun yang muncul di benaknya adalah maya Oscar.
Luna benar-benar dibuat gelisah oleh satu-satunya makanannya.
Luna menutupi wajahnya dan bergumam sambil berbaring di tempat tidur, pintu tiba-tiba didorong terbuka, sosok Oscar masuk.
"kenapa kamu ke sini……!"
Luna yang berbaring di tempat tidur menyaksikan Oscar berjalan ke tempat tidur dengan sikap tenang, menarik selimut, lalu masuk ke dalam selimut.
Suhu tubuh manusia yang panas itu bersandar lagi, lengan Oscar dengan lembut membungkus Luna dalam pelukannya.
Luna membelakanginya, membuat napas hangat Oscar menyembur ke belakang lehernya.
"Kamu pergi, jadi aku ke sini mencarimu."
Oscar bergumam, "Bukannya aku udah bilang, tanpa Nona Salvator, aku sama sekali ga bisa tidur dengan nyenyak."
Meskipun pelukannya sejak saat itu tidak berat, tapi memiliki arti tidak mengizinkan Luna untuk pergi.
Mendengar Oscar menyebut dirinya Nona Salvator, Luna tidak bisa menahan nafas lega dan mendengarkan suara detak jantung di belakangnya terlelap perlahan.
Sementara detik-detik jarum terus berputar, Oscar perlahan membuka matanya.
Meskipun wanita dalam pelukannya berbaring di lengannya, tapi Oscar tidak merasa seolah wanita ini miliknya.
Jari-jarinya dengan ringan menyapu tanda salib di lehernya, menyapu ke bawah lehernya yang indah.
"Luna."
Panggilan lembut itu membuat Luna yang sedang tidur langsung berbalik dan meringkuk ke dalam pelukannya.
Bibir tipis Oscar perlahan terangkat dan dalam kegelapan matanya bersinar.
Ah, jadi itu saja.
Tapi Luna tidak bisa berhenti, darah manis yang mengalir membuatnya tidak bisa mengangkat kepalanya sama sekali, tidak bisa membiarkan giginya meninggalkan tubuhnya.
Setelah meneguk beberapa teguk lagi, Luna mengangkat kepalanya dengan terengah-engah, mata merahnya melihat ke arah pintu, hanya untuk menemukan bahwa Logan telah tiba di sisinya.
Logan tersenyum, mengulurkan tangannya langsung dan menggenggam kepala Luna.
Dengan tarikan lembut, Luna ditarik keluar dari pelukan Oscar.
Luna ingin membebaskan diri sejenak, tapi dia tidak bisa menahan kekuatannya sama sekali, seperti kelinci, dia diangkat dan diletakkan ke lantai.
Oscar bersandar di bar, masih ada sedikit rona merah di pipinya, beberapa tetes darah juga masih tertinggal di lehernya akibat tusukan taring.
Tangan Logan yang lain diulurkan untuk menyeka beberapa tetes darah di jari-jarinya.
"Pak tua!"
Napas Luna menegang, Logan melihat ke belakang, menatap Luna dengan mata dingin, jari-jarinya yang berlumuran darah mengolesi bibirnya.
Luna tercengang, suara Logan tidak memiliki emosi, "Aku ga pernah ajarin kamu buat ga buang-buang makanan?"
Oscar yang masih berdiri di tempat tiba-tiba menjadi lemah, tubuhnya yang ramping hampir jatuh, Luna bergegas menahannya dari depan.
"Terutama di luka penghisapan, ga boleh ada darah yang tersisa. Setelah menghisap, darah masih tetap ada, ini mengundang klan yang sama."
“Aku tau."
Luna memeluk pria itu di lengannya dan mencoba membawanya kembali ke kamar dengan sedikit kekuatan.
Oscar menyandarkan seluruh tubuhnya ke tubuh Luna, lengannya diletakkan di bahunya dan ketika Luna mengangkatnya, dia meraih lehernya.
Dia menundukkan kepalanya sedikit, rambut hitamnya menutupi matanya dan setengah dari fitur wajahnya.
"Nak, aku belum selesai bicara."
Logan berbicara, membuat tubuh Luna membeku, dia segera berhenti berjalan ke kamar tidur dan berbalik dengan Oscar di tangannya.
Logan telah merawatnya sejauh ini dan selalu memanjakannya, tapi ada beberapa poin yang tidak bisa dia langgar.
Jangan mengganggunya makan.
Ketika Logan berbicara dengan serius, Luna mendengarkan dengan patuh.
Oscar bersandar di lengan Luna dengan sangat tenang, membuat Logan cukup puas. Dalam hal makanan, pria ini adalah pilihan yang cukup baik.
"Katakanlah."
Luna berperilaku sperti seorang anak yang akan diceramahi, tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk pria itu lebih erat, seolah dia bersandar padanya.
"Memalukan."
Logan berbicara dengan ejekan dan hanya dalam satu tarikan napas dia duduk di sofa, "Besok kamu pulang kerja jam berapa?"
"Seharusnya waktu yang sama, kenapa?"
"Besok pulang kerja, tunggu aku di rumah."
Setelah Logan selesai berbicara, dia berdiri dari sofa, bau darah masih tercium di udara, matanya di balik lensa sedikit terkulai.
"Masih anak kecil."
“Kamu datang cuman mau bilang ini?” Luna memperhatikannya mendorong pintu hingga terbuka, “Apa gunanya ponselmu?”
"Kenapa, aku mengganggumu?"
"Ga, aku ga bilang gitu."
Luna sedikit menyusut dan tanpa sadar memeluk Oscar lebih erat, Oscar mendengus pelan, "Nona Salvator, lembutlah sedikit."
"Maaf, aku ga sengaja."
Luna dengan cepat melepaskan lengannya, Logan sudah mendorong pintu keluar dan dia juga dengan cepat membawa pria dengan kaki lemah di lengannya ke kamar tidurnya.
"Apakah kamu lapar?"
Luna meletakkannya di tempat tidur, "Kamu udah makan?"
Sebagai seorang penulis, normal memiliki pekerjaan dan istirahat yang tidak teratur, dan sudah biasa tidak makan tiga kali sehari. Oscar masih sangat muda, tapi setiap Luna habis menghisapnya, kakinya langsung lemas, hal ini membuat Luna khawatir.
"Aku ga bisa masak makanan manusia, haruskah aku...!"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Oscar yang sedang berbaring di tempat tidur menarik Luna dan menepuk sisinya, "Aku ga bisa tidur nyenyak tanpamu."
Tanpa dia Oscar tidak bisa tidur nyenyak? Jadi bagaimana dia melewati 20 tahun sebelumnya?
"Aku ga bisa tidur nyenyak sepanjang waktu, aku selalu minum obat tidur."
Oscar berkata dengan suara rendah, "Cuman dengan peluk kamu aku ga butuh obat-obatanku dan juga ga mengalami mimpi buruk."
Mimpi buruk...
Luna menatap wajahnya yang pucat, jika dia tetap seperti ini selama beberapa dekade ke depan, tubuh manusia yang rapuh tidak akan mampu menahannya lama.
Begitu Oscar mengalami kecelakaan di akhir hidupnya, dia bahkan tidak bisa lepas dari kontrak.
Pak tua itu berulang kali menyuruh Luna menjaga makanannya dengan baik, Luna menghela nafas pelan dan merangkak langsung ke tempat tidurnya.
Oscar membungkuk dengan senyum di bibirnya, kemudian membenamkan dirinya di lengannya yang dingin.
"Teman kecil, apakah dia satu-satunya yang memanggilmu seperti ini?"
Pertanyaan yang menyerupai gumaman rendah datang, Luna bersenandung , dia benar-benar hanya dipanggil seperti itu oleh Logan. Anggota klan lainnya memberi Logan beberapa waah di permukaan, tapi memanggilnya dengan nama yang lebih tidak menyenangkan di belakangnya.
"Bagaimana denganku, sampai kapan aku harus panggil kamu Nona Salvator?"
Oscar tidak bisa menahan diri untuk tidak mengencangkan lengannya, dia menghela nafas ringan, "...Luna."
Luna yang bersandar ke bantal lembut di kepala tempat tidur seolah seluruh tubuhnya telah tersengat listrik.
Dia membeku dan tidak bereaksi untuk sementara waktu, dia bahkan mengira telah mendengar ilusi, jantungnya berdetak saat namanya dipanggil.
"Luna, Luna ..."
Oscar bergumam pelan, Luna merasa seluruh tubuhnya tiba-tiba ditarik keras oleh sesuatu, bergerak ke arahnya, ke arah suara yang memanggilnya.
Tidak bisa menolak, tidak dapat melawan.
"Luna ... um."
Tangan sedingin es itu tiba-tiba menutup mulut Oscar dengan sedikit gemetar.
Tidak bisa, Luna tidak bisa membiarkannya memanggilnya lagi.
Pria yang terkubur dalam pelukannya juga agak terkejut dan dengan perlahan mengangkat kepalanya.
Di ruangan yang remang-remang, layar laptop Oscar di atas meja tiba-tiba menyala, dengan suara pesan yang terus menerus terdengar.
Tangan Luna menutupi bibirnya yang tipis dan baru kemudian menjauh ketika Luna menyadari bahwa Oscar tidak lagi memanggilnya.
"Seseorang mencarimu."
Luna memalingkan muka, agak takut memandangnya, seluruh tubuhnya masih tenggelam dalam panggilan Oscar barusan, apakah ini yang dikatakan pak tua itu jika dia harus menanggapi panggilannya?
Rasanya... hampir seperti suaranya memegang kendali atas dirinya.
Oscar mengangkat bagian atas tubuhnya sedikit, Luna mengira dia akan bangun, tapi ternyata Oscar menekannya di detik berikutnya.
"Luna..."
Gumaman pria itu seperti angin, memukul keras jantungnya yang berhenti berdetak di dalam dadanya yang dingin.
Luna mengulurkan tangannya sekali lagi hanya untuk digenggam oleh tangan Oscar yang hangat, sebuah kekuatan membelenggu tangan Luna ke atas kepala Oscar.
"Apakah cuman ini yang bisa kamu lakuin buat nutup mulutku?"
Oscar memandangnya dengan merendahkan, cengkeraman tangannya sedikit mengencang, membuat bagian atas tubuh Luna sedikit condong ke depan, "Apakah seburuk itu hingga kamu ga mau aku memanggil namamu?"
Sebuah kilatan melintas di matanya.
Suara Luna tersangkut di tenggorokannya, Oscar terkekeh ringan, melepaskan tangannya dengan lembut, turun dari tempat tidur, kemudian duduk di depan laptop.
Jari-jarinya yang indah terus mengetuk keyboard, fokus membalas pesan-pesan tertentu.
Luna melihat profilnya, diam-diam turun dari tempat tidur dan mendorong pintu untuk pergi.
Berbaring di tempat tidur, Luna sendiri mengalami insomnia, suara jarum jam terus-menerus berputar di kamar. Menutup matanya, Luna berputar-putar di tempat tidur, namun yang muncul di benaknya adalah maya Oscar.
Luna benar-benar dibuat gelisah oleh satu-satunya makanannya.
Luna menutupi wajahnya dan bergumam sambil berbaring di tempat tidur, pintu tiba-tiba didorong terbuka, sosok Oscar masuk.
"kenapa kamu ke sini……!"
Luna yang berbaring di tempat tidur menyaksikan Oscar berjalan ke tempat tidur dengan sikap tenang, menarik selimut, lalu masuk ke dalam selimut.
Suhu tubuh manusia yang panas itu bersandar lagi, lengan Oscar dengan lembut membungkus Luna dalam pelukannya.
Luna membelakanginya, membuat napas hangat Oscar menyembur ke belakang lehernya.
"Kamu pergi, jadi aku ke sini mencarimu."
Oscar bergumam, "Bukannya aku udah bilang, tanpa Nona Salvator, aku sama sekali ga bisa tidur dengan nyenyak."
Meskipun pelukannya sejak saat itu tidak berat, tapi memiliki arti tidak mengizinkan Luna untuk pergi.
Mendengar Oscar menyebut dirinya Nona Salvator, Luna tidak bisa menahan nafas lega dan mendengarkan suara detak jantung di belakangnya terlelap perlahan.
Sementara detik-detik jarum terus berputar, Oscar perlahan membuka matanya.
Meskipun wanita dalam pelukannya berbaring di lengannya, tapi Oscar tidak merasa seolah wanita ini miliknya.
Jari-jarinya dengan ringan menyapu tanda salib di lehernya, menyapu ke bawah lehernya yang indah.
"Luna."
Panggilan lembut itu membuat Luna yang sedang tidur langsung berbalik dan meringkuk ke dalam pelukannya.
Bibir tipis Oscar perlahan terangkat dan dalam kegelapan matanya bersinar.
Ah, jadi itu saja.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved