Bab 2 Biarkan Aku Pergi

by Zeva Lavia 15:56,Nov 07,2022
Luna ingin melarikan diri dari sisi Tuan Anderson.

Setelah mereka sampai di hotel, Luna segera mendaftarkan kamar dan mengirim kontrak ke emailnya, lalu melarikan diri secepat yang dia bisa.
Jika tidak lari lagi, Luna takut dia tidak bisa menahan pikiran ingin menggigit leher putih pria itu.

Dalam perjalanan pulang, Luna sudah tidak bisa lagi menyembunyikan taringnya, jika bukan karena sudah larut, dia tidak akan berani keluar dari mobil.

Pulang dengan terengah-engah, Luna baru mandi setelah jejak manis dari darah itu hilang.

Setelah 20 tahun bekerja keras, Luna hampir mematahkan kekuatannya, dia masih terlalu lemah.

Di depan cermin kaca, kulit pucatnya tidak berdarah dan wajah manisnya tersenyum seperti bulan yang cerah, tapi matanya sedingin musim dingin.

Luna membuka mulutnya sedikit, dua gigi taring yang terbuka seperti duri tajam yang bisa menembus tenggorokan hanya dengan satu gigitan.

Matanya memerah karena rangsangan darah yang berbau manis itu.

Kali ini … sudah berapa lama dia tidak makan?

Luna menertawakan dirinya sendiri, baru sepuluh hari, tapi dia sudah mendambakan darah sedemikian rupa. Itu hanya luka kecil, namun dia sangat terstimulasi hingga akan berubah menjadi binatang buas pada detik berikutnya.

Drrt drrrt …

Sebuah pesan masuk, itu dari teman satu klan Luna yang tingal di kota yang sama, Logan Stroker.

"10 hari, saatnya kamu makan, datanglah."

Melihat kata-kata dingin di layar, Luna menghela nafas pelan.

Mengerti, Luna akan pergi pada waktu biasa di malam hari.

Di dunia ini, para hantu, monster dan dewa, semuanya tertarik pada dunia manusia, karena memiliki suasana hangat dan hidup yang sangat berbeda dengan dunia mereka, terutama klan mereka yang tinggal di dalamnya untuk merasakan hidup.

Kehangatan dan darah manusia adalah sesuatu yang tidak bisa lagi mereka harapkan setelah menjadi salah satu dari jenis mereka, yang ada hanya kehidupan abadi dan kesepian abadi yang dingin.

Ketika suara notifikasi email terdengar, Luna segera melihat dan menemukan jika itu adalah email dari Tuan Anderson yang dia jemput kemarin.

“Nona Salvator, ada beberapa detail kontrak yang perlu didiskusikan, apakah kamu ada waktu? Bisakah kita ketemu?

Emailnya tiba-tiba membangkitkan kembali aroma manis kemarin yang membuatnya gila.

Jari-jari ramping putih Luna segera membalas tanpa ragu.

“Maaf, kemarin cuman pengaturan sementara, akan ada rekan lain yang menghubungimu untuk menindaklanjuti kontrak.”

Tidak lama kemudian, sebuah email balasan masuk.

“Oke, makasih untuk bantuanmu kemarin Nona Salvator.”

Luna menjawab, “Sama-sama, inilah yang harus aku lakukan”.

Kemudian Luna segera menyalakan komputer dan tenggelam dalam pekerjaannya.

Luna adalah seorang editor kecil dari sebuah penerbit. Dia biasanya bertanggung jawab untuk merevisi beberapa tugas dan dokumen, tidak pernah melakukan pekerjaan yang penuh warna, tidak ada hati yang agresif dan ambisius.

Jika ingin tinggal di dunia manusia untuk waktu yang lama, Luna harus bisa menyembunyikan dirinya.

"Luna, kamu punya waktu ga malam ini? Aku mau traktir kamu makan malam!"

Orang yang meminta bantuannya kemarin adalah pimpinan redaksi yang bertanggung jawab menandatangani kontrak itu.

Urat-urat yang tersembunyi di bawah kulit berdenyut seolah itu adalah undangan yang paling tulus.

Luna menarik jarak di antara keduanya, "Kak Yuki, aku ada janji malam ini, lain kali aja."

"Oh, pasti sama pacarmu kan …"

Luna mengangkat bibirnya dan tersenyum. Pada suatu waktu, Logan kebetulan datang secara pribadi untuk menjemput Luna karena takut dia akan membuat kekacauan jika tidak makan tepat waktu, karena itu orang mengiranya pacar Luna.

Setelah itu, berita bahwa Luna punya pacar mengusir banyak lawan jenis yang ingin mendekati Luna, tapi Luna juga tidak menyangkal berita tersebut.

“Oke, kalau gitu aku ga akan ganggu kencan kalian! Pastiin besok kamu punya waktu luang!” Kak Yuki menepuk bahunya, berbalik, lalu kembali ke kantor.

Luna kembali ke tempat duduknya, sinar matahari hangat yang menyilaukan langsung jatuh ke punggung tangannya.

Mata indahnya sedikit menyipit dan tersenyum lembut. Para vampir abad baru telah berevolusi sampai pada titik di mana mereka tidak takut pada sinar matahari, bawang putih atau salib.

Mampu berjalan di bawah sinar matahari adalah satu-satunya karunia yang diberikan evolusi kepada mereka.

Ponsel Luna berdering lagi, itu adalah pesan dari Logan.

“Jangan lupa, atau aku akan jemput kamu secara langsung!”

Luna tersenyum, sebelum bisa membalasnya, dia sudah menerima panggilan dari Logan.

Suara Logan seperti mata air terdingin, tanpa emosi, lambat dan dingin.

"Jam 7, aku akan tangkap kamu langsung kalau kamu ga datang!"

Luna menggerakkan sudut mulutnya, "Ya, Pak tua cerewet."

Kemudian tawa lembut terdengar dari ujung telepon, "Anak-anak harus patuh dan jangan nakal."

Luna langsung menutup telepon dan menghela nafas.

Vampir berusia 300 tahun, apa lagi jika bukan tua?

Pada pukul 7 malam, tidak terlalu dini atau terlambat, Luna baru saja berdiri di pintu dan pintu sudah dibuka dari dalam.

Rambut hitamnya yang panjang dan lembut hanya diikat sederhana ke belakang dan di pangkal hidungnya yang mancung terdapat kacamata berbingkai emas, memberikan tampilan kutu buku, menyembunyikan sepasang mata tajam seperti binatang buas di baliknya.

Wajahnya tampan dan lembut dengan senyum malas yang dangkal. Pakaian rumah sederhana dan bersih memberinya sedikit sentuhan manusiawi.

"Tepat waktu Nak."

“Ga berani biarin kamu tangkap aku secara langsung.” Luna menyeringai, memperlihatkan dua gigi taringnya, Logan juga mengangkat bibirnya dan tersenyum, taring di mulutnya menjulang.

Luna masuk dengan langkah besar, melemparkan tasnya ke lantai dan menendang sepatunya ke samping.

"Ayo, aku lapar."

Logan tertawa, melompati sepatunya, berjalan ke lemari es dan mengeluarkan kantong darah.

Luna mengambil dan meneguknya, "Ini ... cukup enak."

Melihat Luna yang memegang kantong darah dan meminumnya dalam tegukan besar, Logan duduk di sofa, "Vampir yang ga pakai giginya buat menghisap darah dan hanya bisa meminum kantong darah. Tahukah kamu berapa banyak kerabatmu yang ketawain kamu karena sok dan munafik?”

"Apapun yang mereka katakan, aku ga peduli."

Dalam beberapa menit, kantong darah itu terkuras habis.

Luna menjulurkan ujung lidahnya untuk menjilat darah di tepi kantong darah, tidak ingin menyia-nyiakan setetes pun. Sejak kejadian 20 tahun yang lalu, dia tidak pernah menggunakan gigi taringnya lagi untuk mengambil darah.

Mengetahui hal ini, Logan diam-diam mengambil tanggung jawab untuk menjaga pola makannya dan sesekali dia akan menyiapkan kantong darah untuknya.

"Masih belum bisa melupakannya?"

Logan bangkit dan berjalan mendekat, jari-jarinya yang pucat dan kurus perlahan menyentuh kepalanya.

"Ah... aku ga bisa melupakannya."

Luna mengangkat sudut bibirnya dengan getir, "Setiap kali aku mau menggigit, pemandangan itu muncul di pikiranku, pemandangan tangganku yang berlumuran darah dan bocah di pelukanku yang sedingin aku.”

“Sebagai vampir, kamu takut sama kematian manusia?” Logan menggelengkan kepalanya tanpa daya, “Lupakan aja, kantong darah juga ga buruk.”

Luna menghela napas, karena itu juga dia tidak pernah menghadiri pertemuan dan berurusan dengan sesama klan, kecuali dengan Logan.

"Kamu mau menginap hari ini?"

"Um......"

Luna yang berbaring di sofa mengeluarkan suara samar, hanya di sini dia bisa melupakan bau manis yang menyesakkan untuk sementara waktu.

Dalam mimpi itu, mata kristal bocah laki-laki di lengannya sendiri penuh dengan noda darahnya.

Tidak ada ketakutan atau gentar di mata itu, yang ada hanyalah senyum yang tidak dapat dijelaskan.

Seolah menariknya ke bawah bersama-sama.

Luna sedikit mengernyit, siapa kamu? Biarkan aku pergi ..

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

50