Bab 8 Rasa Malu Yang Tidak Pernah Ada Sebelumnya
by Athifa
08:00,Jan 01,1970
Bab 8 Rasa Malu Yang Tidak Pernah Ada Sebelumnya
"Malam itu kucing kecil liar itu kabur kemana, kenapa susah ditemukan…"Andika saat itu tidak memperhatikan Olivia yang sedang berdiri di belakangnya melihat permata kuno yang dipegangnya.
Teringat akan kucing kecil liar dengan sikap mengancamnya, teringat akan aromanya, ujung bibir Andika tersungging senyum jahat. Senyumnya penuh dengan kehendak terhadap pemilik permata itu serta manja samar tanpa alasan.
Saat Andika masih memikirkan tentang gadis asing itu, Olivia sudah berjalan menuju dia. Para pelayan melihat Olivia tapi tidak menghalanginya. Mereka memanggil, "Nyonya, selamat pagi!"
Meskipun orang-orang ini dimulutnya memanggil Olivia nyonya, tapi ekspresi kebanyakan mereka sangat menghina.
Harus diketahui, saat Olivia datang ke rumah Andika, tuan muda pernah berkata jangan memperlakukan Olivia ini sebagai nyonya kecil disini.
Kemarin menyuruh pelayan wanita mengunci Olivia yang baru menikah di dalam kamar, sudah dapat kelihatan sikap tuan muda Andika.
"Kau ngapain kesini?" Bibir Andika yang terangkat kemudian menurun kembali. Dia balik badan, segera memasukkan kembali permata kuno tersebut. Ia melihat Olivia, nada bicaranya meskipun tidak seberapa baik, tapi juga tidak ramah.
Olivia melihat bayangan benda yang berada di tangan Andika, hijau tua, tapi bentuknya tidak terlihat jelas.
Walau demikian, dia toh tidak peduli. Sambil mengangkat wajah melihat pria jahat didepannya ini, ia menggertakkan gigi berkata, "Aku ada urusan, aku ingin pulang kerumah. Biarkan aku pulang."
Ayah tidak tahu keadaannya seperti apa, rumahpun diambil control oleh Irma, dia pasti bermain licik dibelakang!
Mata Andika menyipit. Melihat Olivia menatap wajahnya langsung, ia tertawa, senyumnya terlihat dipaksa, "Apa, baru datang satu malam sudah mau kembali ke rumah?"
Tanpa menunggu Olivia mengangguk, Andika meneruskan, "Aku juga tidak ingin melihatmu. Tapi…. Istriku. Kita menikah belum lama, kau sudah ingin pulang, apakah karena aku tidak dapat memuaskanmu?"
Setelah berkata demikian, ia maju dua langkah mendekati Olivia.
Melihat si gadis ketakutan dan reaksinya yang mundur, Andika merasa hatinya tidak tenang. Ia mengulurkan tangannya dan dengan cepat menangkap pergelangan tangannya. Lalu ia menunduk berbicara di telinga si gadis, menggigit daun telinganya sambil berkata dengan dingin, "Kalau membiarkanmu pergi, bukannya itu berarti aku tidak cukup kuat?"
Mendengar perkataan ini, Olivia yang awalnya ketakutan hingga menundukkan kepala denganganas menaikkan kembali kepalanya. Dengan sedikit marah ia berkata kepada lawan bicaranya, "Andika! Apa alasanmu tidak memperbolehkan aku pulang? Aku sudah menikah denganmu, tapi ini adalah hidupku. Kau tidak bisa membatasi hakku. Aku ingin pergi! Aku…"
"Begitu inginkah kau pulang?"
Tanpa menunggu Olivia selesai bicara, Andika memotong kata-katanya. Ia lalu menariknya dengan keras ke dalam pelukannya, dengan erat memeluk pinggangnya. Ia tidak peduli ada berapa banyak pelayan wanita dan pengawal berpakaian hitam yang ada disana, tangannya mulai meraba-raba pinggannya, "Hai wanita, aku bilang ke kau. Kalau ingin pulang, boleh sih boleh saja, tapi kau harus bisa memuaskan aku. Setelah aku puas, barulah kau boleh pulang."
"Kau… Kau ini sedang apa?!" Walaupun Olivia tidak mengerti arti perkataan Andika, tapi gerak gerik pria itu sudah menjelaskannya.
Bajingan ini, tidak mungkin kan akan melakukannya di depan banyak orang…
Tentu saja, tanpa menunggu reaksi Olivia, Andika mendorongnya ke atas sofa kulit berwarna putih.
"Kenapa, wanita? Apa yang aku katakan tidak cukup jelas? Aku biarkan kau disini… untuk memuaskan aku!"
Disini, didepan banyak orang, memuaskan dia?!
"Kau gila!" Olivia menggertakkan gigi sambil berteriak. Ia mencoba untuk berdiri.
Pria didepannya benar-benar iblis! Bagaimana bisa ia menyuruh istrinya memuaskan dia di depan banyak bawahan dan pelayan wanitanya?
Dasar abnormal! Mimpi saja kali!
Bagaimana mungkin ia patuh pada bajingan ini?!
"Kenapa? Tidak mengerti bahasa manusia? Atau perlu aku menyuruh mereka untuk melepaskan bajumu?"Andika menatap Olivia sambil mengejek. Melihat sorot mata sang gadis, dia sebenarnya ingin berbelas kasihan dengannya. Tapi mengingat gadis ini adalah putri pelacur itu, yang dia inginkan adalah menyiksanya dengan kejam.
Bagaimana dia menyiksanya itu tidak keterlaluan, karena ini adalah karma yang seharusnya sang gadis dapatkan! Dia harus membayar utang ibunya! Apalagi gadis itu sendiri juga adalah pelacur!
Teringat akan hal ini, Andika berdiri sambil tertawa dingin. Ia melihat pengawal di sekelilingnya yang berpakaian hitam, dengan kejamnya ia berkata, "Kalian kemari! Bantu nyonya melepaskan bajunya!"
"Malam itu kucing kecil liar itu kabur kemana, kenapa susah ditemukan…"Andika saat itu tidak memperhatikan Olivia yang sedang berdiri di belakangnya melihat permata kuno yang dipegangnya.
Teringat akan kucing kecil liar dengan sikap mengancamnya, teringat akan aromanya, ujung bibir Andika tersungging senyum jahat. Senyumnya penuh dengan kehendak terhadap pemilik permata itu serta manja samar tanpa alasan.
Saat Andika masih memikirkan tentang gadis asing itu, Olivia sudah berjalan menuju dia. Para pelayan melihat Olivia tapi tidak menghalanginya. Mereka memanggil, "Nyonya, selamat pagi!"
Meskipun orang-orang ini dimulutnya memanggil Olivia nyonya, tapi ekspresi kebanyakan mereka sangat menghina.
Harus diketahui, saat Olivia datang ke rumah Andika, tuan muda pernah berkata jangan memperlakukan Olivia ini sebagai nyonya kecil disini.
Kemarin menyuruh pelayan wanita mengunci Olivia yang baru menikah di dalam kamar, sudah dapat kelihatan sikap tuan muda Andika.
"Kau ngapain kesini?" Bibir Andika yang terangkat kemudian menurun kembali. Dia balik badan, segera memasukkan kembali permata kuno tersebut. Ia melihat Olivia, nada bicaranya meskipun tidak seberapa baik, tapi juga tidak ramah.
Olivia melihat bayangan benda yang berada di tangan Andika, hijau tua, tapi bentuknya tidak terlihat jelas.
Walau demikian, dia toh tidak peduli. Sambil mengangkat wajah melihat pria jahat didepannya ini, ia menggertakkan gigi berkata, "Aku ada urusan, aku ingin pulang kerumah. Biarkan aku pulang."
Ayah tidak tahu keadaannya seperti apa, rumahpun diambil control oleh Irma, dia pasti bermain licik dibelakang!
Mata Andika menyipit. Melihat Olivia menatap wajahnya langsung, ia tertawa, senyumnya terlihat dipaksa, "Apa, baru datang satu malam sudah mau kembali ke rumah?"
Tanpa menunggu Olivia mengangguk, Andika meneruskan, "Aku juga tidak ingin melihatmu. Tapi…. Istriku. Kita menikah belum lama, kau sudah ingin pulang, apakah karena aku tidak dapat memuaskanmu?"
Setelah berkata demikian, ia maju dua langkah mendekati Olivia.
Melihat si gadis ketakutan dan reaksinya yang mundur, Andika merasa hatinya tidak tenang. Ia mengulurkan tangannya dan dengan cepat menangkap pergelangan tangannya. Lalu ia menunduk berbicara di telinga si gadis, menggigit daun telinganya sambil berkata dengan dingin, "Kalau membiarkanmu pergi, bukannya itu berarti aku tidak cukup kuat?"
Mendengar perkataan ini, Olivia yang awalnya ketakutan hingga menundukkan kepala denganganas menaikkan kembali kepalanya. Dengan sedikit marah ia berkata kepada lawan bicaranya, "Andika! Apa alasanmu tidak memperbolehkan aku pulang? Aku sudah menikah denganmu, tapi ini adalah hidupku. Kau tidak bisa membatasi hakku. Aku ingin pergi! Aku…"
"Begitu inginkah kau pulang?"
Tanpa menunggu Olivia selesai bicara, Andika memotong kata-katanya. Ia lalu menariknya dengan keras ke dalam pelukannya, dengan erat memeluk pinggangnya. Ia tidak peduli ada berapa banyak pelayan wanita dan pengawal berpakaian hitam yang ada disana, tangannya mulai meraba-raba pinggannya, "Hai wanita, aku bilang ke kau. Kalau ingin pulang, boleh sih boleh saja, tapi kau harus bisa memuaskan aku. Setelah aku puas, barulah kau boleh pulang."
"Kau… Kau ini sedang apa?!" Walaupun Olivia tidak mengerti arti perkataan Andika, tapi gerak gerik pria itu sudah menjelaskannya.
Bajingan ini, tidak mungkin kan akan melakukannya di depan banyak orang…
Tentu saja, tanpa menunggu reaksi Olivia, Andika mendorongnya ke atas sofa kulit berwarna putih.
"Kenapa, wanita? Apa yang aku katakan tidak cukup jelas? Aku biarkan kau disini… untuk memuaskan aku!"
Disini, didepan banyak orang, memuaskan dia?!
"Kau gila!" Olivia menggertakkan gigi sambil berteriak. Ia mencoba untuk berdiri.
Pria didepannya benar-benar iblis! Bagaimana bisa ia menyuruh istrinya memuaskan dia di depan banyak bawahan dan pelayan wanitanya?
Dasar abnormal! Mimpi saja kali!
Bagaimana mungkin ia patuh pada bajingan ini?!
"Kenapa? Tidak mengerti bahasa manusia? Atau perlu aku menyuruh mereka untuk melepaskan bajumu?"Andika menatap Olivia sambil mengejek. Melihat sorot mata sang gadis, dia sebenarnya ingin berbelas kasihan dengannya. Tapi mengingat gadis ini adalah putri pelacur itu, yang dia inginkan adalah menyiksanya dengan kejam.
Bagaimana dia menyiksanya itu tidak keterlaluan, karena ini adalah karma yang seharusnya sang gadis dapatkan! Dia harus membayar utang ibunya! Apalagi gadis itu sendiri juga adalah pelacur!
Teringat akan hal ini, Andika berdiri sambil tertawa dingin. Ia melihat pengawal di sekelilingnya yang berpakaian hitam, dengan kejamnya ia berkata, "Kalian kemari! Bantu nyonya melepaskan bajunya!"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved