Bab 9: Membunuh Tiga Burung dengan Satu Batu!
by Jazz Amburcy
22:01,Feb 20,2025
Leonardi tidak terburu-buru untuk kembali.
Sejak pagi, dia telah bekerja keras selama dua jam, mulai dari bangun tidur hingga mencapai studio rekaman. Dia bahkan belum menyentuh makanan sedikit pun.
Saat mengemudi, suara perutnya yang keroncongan hampir mengalahkan suara raungan mesin V8 mobilnya!
Tidak berlebihan jika dia mengatakan bahwa saat ini, dia merasa mampu menghabiskan dua ekor sapi!
"Aku bukan seseorang yang punya otot kawat dan tulang besi ... Kalau aku tidak makan, tidak akan bisa injak pedal gas ..." gumam Leonardi sambil mengelus perutnya.
Dia melirik jam, ternyata sudah lewat pukul satu siang.
"Aku masih sempat makan siang, jadi lebih baik cari warung yang biasa aja."
Dengan tekad bulat, Leonardi pun mengemudi Porsche 918-nya menuju sebuah kompleks tua yang tidak jauh dari sana.
Di sana terdapat sebuah warung mie yang sudah terkenal dengan harga yang murah, rasa yang enak, dan porsi yang mengenyangkan. Leonardi kadang datang ke sana untuk makan.
"Brum, brum, brum ..." Porsche merah itu memasuki kompleks, menarik perhatian banyak orang yang ada di sekitarnya.
Leonardi memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju warung mie kecil yang hampir tidak memiliki dekorasi.
Warung mie itu sederhana, tapi meja dan kursi tua yang telah digunakan selama bertahun-tahun itu bersih dan mengkilap.
Pemilik warung adalah seorang pekerja migran yang telah menjalankan bisnis ini lebih dari sepuluh tahun.
"Leonardi, mau makan mie?"
Melihat Leonardi datang, pemilik warung yang sedang memasak mie langsung berdiri dengan penuh antusias.
"Ya, Tante Diana, rasanya tidak lengkap kalau dua hari tidak makan mie buatan Tante!" jawab Leonardi sambil tersenyum.
"Kamu memang pandai berbicara! Sama seperti dulu?"
"Ya, hari ini aku lapar, jadi tambah satu porsi mie!"
"Baik!"
Sambil menunggu mie datang, Leonardi memanfaatkan waktu untuk memeriksa ponselnya, berharap ada pesan yang masuk.
Sekalian, dia juga menanyakan kepada Tina apa yang ingin dimakan agar bisa membawakannya setelah pulang.
Layar ponselnya menyala dan ternyata ada beberapa pesan yang masuk. Mengejutkannya, pesan-pesan itu berasal dari Freya.
Freya: "Leonardi, apa kamu sedang online?"
Freya: "Begini, kamu tahu kan aku punya hubungan baik dengan Spotlight Media? Mereka baru saja minta kontakmu. Mungkin mereka ingin kamu menjadi artis kontrak mereka."
Freya: Tapi ini adalah kontak pribadimu, jadi aku tidak bisa memberikannya tanpa izin. Aku ingin tahu pendapatmu. Jika kamu setuju, aku akan memberikan kontakmu kepada mereka.
"Spotlight Media?" Leonardi terkejut saat membaca pesan tersebut.
Bahkan seseorang yang tidak terlalu mengenal dunia hiburan pun tahu nama Spotlight Media. Perusahaan ini sudah sangat terkenal.
Spotlight Media jauh lebih besar dibandingkan dengan Starlite Entertainment yang menaungi Jocelyn dan memiliki latar belakang yang lebih kuat. Mereka bahkan memiliki stasiun TV provinsi!
Jika harus dibandingkan, perbedaan ini seperti langit dan bumi!
"Wah, kamu langsung mendapatkan peluang besar untukku ..."
Sebenarnya, Leonardi tidak berniat menandatangani kontrak dengan perusahaan manapun. Karena bagi dia, menandatangani kontrak berarti berada di bawah kendali orang lain.
Untuk menjalani kehidupan baru, kebebasan adalah hal yang paling utama!
Namun, tepat saat Leonardi hendak menolak, Freya mengirim dua pesan lagi.
Freya: "Sebagai orang yang sudah berpengalaman, aku tetap menyarankan agar kamu berdiskusi terlebih dahulu. Di industri hiburan saat ini, hampir tidak mungkin bisa sukses tanpa dukungan perusahaan."
Freya: "Jadi, jika kamu ingin terjun ke dunia hiburan, menurutku Spotlight Media adalah pilihan terbaik."
Leonardi bisa melihat bahwa Freya tulus menginginkan yang terbaik untuknya, meskipun dia tidak tahu apakah itu karena hubungan baiknya dengan Spotlight Media atau karena memang memperhatikan Leonardi.
Namun, Leonardi setuju dengan satu hal. Tidak ada salahnya untuk berdiskusi. Dunia hiburan adalah tentang koneksi. Semakin banyak orang yang dikenal, semakin banyak pula peluang yang bisa diperoleh.
Apalagi jika perusahaan yang dimaksud adalah Spotlight Media, perusahaan yang sudah sangat besar.
Setelah berpikir sejenak, Leonardi memutuskan untuk memberi izin kepada Freya untuk membagikan kontaknya kepada Spotlight Media, dan dia juga mengirimkan pesan.
Leonardi: "Demo lagu yang aku janjikan untuk Kak Freya sudah selesai. Aku akan mengirimkannya dalam dua hari."
Leonardi: "Kak, dengarkanlah demo lagu ini. Kalau kamu merasa oke, kita akan bicarakan langkah selanjutnya."
Demo yang Leonardi rekam di studio adalah untuk Freya.
Sebenarnya, dia tidak ingin menjual lagunya pada awalnya. Namun ada begitu banyak lagu klasik yang ada dalam pikirannya. Sebagai seorang pria, dia merasa tidak semua lagu cocok untuknya.
Selain itu, membuat musik adalah hal yang sangat mahal, seperti yang bisa dilihat dari biaya sewa studio rekaman.
Untuk menghasilkan lagu asli yang dapat dirilis, biayanya bisa mencapai puluhan juta, belum lagi video klipnya yang bisa menghabiskan dana yang tidak terbatas!
Lagi pula, Tina memberinya dua ratus juta dan Leonardi selalu mengingatnya.
Selain itu, Leonardi juga memiliki kesan baik pada Freya. Lagu yang dia buat tidak akan terkubur jika dinyanyikan oleh Freya dan dana untuk musiknya sendiri akan tersedia. Jika tidak ada halangan, Leonardi juga bisa menjalin persahabatan dengan seorang diva.
Membunuh tiga burung dengan satu batu, kenapa tidak?
Leonardi butuh waktu lama untuk mengirim pesan sebelum akhirnya Freya membalas dengan "hmm" dan ekspresi penuh harapan.
Leonardi tersenyum.
Ternyata, diva satu ini masih belum percaya pada kekuatannya ...
"Mienya sudah datang!"
"Bumbunya ada di samping, tambahkan sendiri jika ingin pedas!" Tante Diana berkata sambil berbalik melanjutkan pekerjaannya.
Sudah pukul satu siang dan warung mie itu masih ramai dengan pengunjung.
Leonardi melihat mangkuk mie yang besar di meja dan meletakkan ponselnya ke samping.
Dunia ini memang luas, tapi makan adalah hal yang paling penting!
Apa pun yang ingin dikatakan, tunggu saja sampai selesai makan ...
Setelah selesai makan, Leonardi mengemudi kembali ke kompleks mewah di tepi Sungai Elven dan waktu sudah hampir pukul tiga sore.
Dia memarkirkan mobil di garasi bawah tanah, lalu membawa sebungkus mie dan naik lift ke rumah Tina. Sesaat kemudian, dia menekan bel pintu.
"Ting, tong!"
"Siapa itu? Tunggu, aku segera datang!"
Suara Tina terdengar dari jauh di dalam, diikuti suara sandal yang menggesek lantai menuju pintu.
"Klik!"
Pintu terbuka sedikit dan sebuah telapak tangan putih yang dihiasi kuku merah bersinar keluar dari celah pintu.
Kemudian, sesosok wajah yang gelap dan tersembunyi di balik rambut panjang yang kusut, tiba-tiba muncul dari balik pintu.
Pemandangan yang aneh di siang hari itu membuat Leonardi terkejut.
Dengan suara terkejut, Tina bertanya pada Leonardi, "Kok, kamu cepat sekali?" Dia lantas berjalan kembali ke ruang tamu, masih memakai masker wajah dan membiarkan pintu tetap terbuka.
Leonardi sendiri juga tampak terkejut dan membutuhkan beberapa saat untuk menyadari situasinya sebelum akhirnya menutup pintu.
"Nona, kenapa kamu melakukan perawatan kulit di siang hari seperti ini? Jantungku hampir copot!" kata Leonardi dengan pasrah.
"Itu semua karena kamu. Kamu membuatku malas melakukan perawatan kulit tadi malam. Sekarang aku ingin menebusnya!" Tina menjawab dengan kesal.
Namun, dalam sekejap, Tina menyadari kata-katanya yang ambigu dan langsung terdiam.
Untung saja ada masker wajah di wajahnya. Kalau tidak, pipinya pasti akan merah padam dan dia tidak berani keluar.
Namun, Leonardi tidak memperhatikan hal itu. Dia meletakkan kunci mobil di meja pintu, lalu menaruh sebungkus mie di atas meja makan dan menarik kursi untuk duduk.
"Aku membelikan mie untukmu, sebaiknya segera makan."
Tina terkejut. "Dari mana kamu tahu aku belum makan siang?"
"Aku tidak tahu. Tadi aku kirim pesan dan bertanya ke kamu mau makan apa, tapi tidak dibalas. Jadi, aku belikan mie untukmu."
Sambil Leonardi berbicara, Tina membuka bungkus mie itu dan aroma lezat segera memenuhi seluruh ruangan.
"Ah, Enak sekali baunya! Kalau begitu, aku tidak akan menolak!" Tina tersenyum, dan tanpa peduli apakah masker wajahnya sudah terpasang dengan baik atau belum, langsung melepasnya dan mulai makan.
Melihat pipi Tina yang membengkak, Leonardi tersenyum tanpa bisa menahan diri.
"Omong-omong, ada sebuah perusahaan hiburan yang baru saja menghubungiku. Jadi, aku bisa segera membayar uang dua ratus juta yang aku pinjam darimu." Leonardi berkata.
Tina melambaikan tangannya, "Nggak usah khawatir, kan aku udah bilang itu uang buat beli albummu!"
"Tapi kalau perusahaan mulai mendekatimu, berarti kamu bakal jadi artis, 'kan? Hehehe ..." Tina menelan sesendok mie dan melanjutkan, "Tapi aku dengar, ada beberapa perusahaan di dunia hiburan yang tidak beres. Perusahaan mana yang mendekatimu? Jangan sampai tertipu!"
Leonardi menjawab, "Perusahaan besar kok, tidak mungkin nipu orang."
"Namanya Spotlight Media."
Klek!
Sendok Tina jatuh ke meja dan wajahnya dipenuhi ekspresi terkejut.
Sejak pagi, dia telah bekerja keras selama dua jam, mulai dari bangun tidur hingga mencapai studio rekaman. Dia bahkan belum menyentuh makanan sedikit pun.
Saat mengemudi, suara perutnya yang keroncongan hampir mengalahkan suara raungan mesin V8 mobilnya!
Tidak berlebihan jika dia mengatakan bahwa saat ini, dia merasa mampu menghabiskan dua ekor sapi!
"Aku bukan seseorang yang punya otot kawat dan tulang besi ... Kalau aku tidak makan, tidak akan bisa injak pedal gas ..." gumam Leonardi sambil mengelus perutnya.
Dia melirik jam, ternyata sudah lewat pukul satu siang.
"Aku masih sempat makan siang, jadi lebih baik cari warung yang biasa aja."
Dengan tekad bulat, Leonardi pun mengemudi Porsche 918-nya menuju sebuah kompleks tua yang tidak jauh dari sana.
Di sana terdapat sebuah warung mie yang sudah terkenal dengan harga yang murah, rasa yang enak, dan porsi yang mengenyangkan. Leonardi kadang datang ke sana untuk makan.
"Brum, brum, brum ..." Porsche merah itu memasuki kompleks, menarik perhatian banyak orang yang ada di sekitarnya.
Leonardi memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju warung mie kecil yang hampir tidak memiliki dekorasi.
Warung mie itu sederhana, tapi meja dan kursi tua yang telah digunakan selama bertahun-tahun itu bersih dan mengkilap.
Pemilik warung adalah seorang pekerja migran yang telah menjalankan bisnis ini lebih dari sepuluh tahun.
"Leonardi, mau makan mie?"
Melihat Leonardi datang, pemilik warung yang sedang memasak mie langsung berdiri dengan penuh antusias.
"Ya, Tante Diana, rasanya tidak lengkap kalau dua hari tidak makan mie buatan Tante!" jawab Leonardi sambil tersenyum.
"Kamu memang pandai berbicara! Sama seperti dulu?"
"Ya, hari ini aku lapar, jadi tambah satu porsi mie!"
"Baik!"
Sambil menunggu mie datang, Leonardi memanfaatkan waktu untuk memeriksa ponselnya, berharap ada pesan yang masuk.
Sekalian, dia juga menanyakan kepada Tina apa yang ingin dimakan agar bisa membawakannya setelah pulang.
Layar ponselnya menyala dan ternyata ada beberapa pesan yang masuk. Mengejutkannya, pesan-pesan itu berasal dari Freya.
Freya: "Leonardi, apa kamu sedang online?"
Freya: "Begini, kamu tahu kan aku punya hubungan baik dengan Spotlight Media? Mereka baru saja minta kontakmu. Mungkin mereka ingin kamu menjadi artis kontrak mereka."
Freya: Tapi ini adalah kontak pribadimu, jadi aku tidak bisa memberikannya tanpa izin. Aku ingin tahu pendapatmu. Jika kamu setuju, aku akan memberikan kontakmu kepada mereka.
"Spotlight Media?" Leonardi terkejut saat membaca pesan tersebut.
Bahkan seseorang yang tidak terlalu mengenal dunia hiburan pun tahu nama Spotlight Media. Perusahaan ini sudah sangat terkenal.
Spotlight Media jauh lebih besar dibandingkan dengan Starlite Entertainment yang menaungi Jocelyn dan memiliki latar belakang yang lebih kuat. Mereka bahkan memiliki stasiun TV provinsi!
Jika harus dibandingkan, perbedaan ini seperti langit dan bumi!
"Wah, kamu langsung mendapatkan peluang besar untukku ..."
Sebenarnya, Leonardi tidak berniat menandatangani kontrak dengan perusahaan manapun. Karena bagi dia, menandatangani kontrak berarti berada di bawah kendali orang lain.
Untuk menjalani kehidupan baru, kebebasan adalah hal yang paling utama!
Namun, tepat saat Leonardi hendak menolak, Freya mengirim dua pesan lagi.
Freya: "Sebagai orang yang sudah berpengalaman, aku tetap menyarankan agar kamu berdiskusi terlebih dahulu. Di industri hiburan saat ini, hampir tidak mungkin bisa sukses tanpa dukungan perusahaan."
Freya: "Jadi, jika kamu ingin terjun ke dunia hiburan, menurutku Spotlight Media adalah pilihan terbaik."
Leonardi bisa melihat bahwa Freya tulus menginginkan yang terbaik untuknya, meskipun dia tidak tahu apakah itu karena hubungan baiknya dengan Spotlight Media atau karena memang memperhatikan Leonardi.
Namun, Leonardi setuju dengan satu hal. Tidak ada salahnya untuk berdiskusi. Dunia hiburan adalah tentang koneksi. Semakin banyak orang yang dikenal, semakin banyak pula peluang yang bisa diperoleh.
Apalagi jika perusahaan yang dimaksud adalah Spotlight Media, perusahaan yang sudah sangat besar.
Setelah berpikir sejenak, Leonardi memutuskan untuk memberi izin kepada Freya untuk membagikan kontaknya kepada Spotlight Media, dan dia juga mengirimkan pesan.
Leonardi: "Demo lagu yang aku janjikan untuk Kak Freya sudah selesai. Aku akan mengirimkannya dalam dua hari."
Leonardi: "Kak, dengarkanlah demo lagu ini. Kalau kamu merasa oke, kita akan bicarakan langkah selanjutnya."
Demo yang Leonardi rekam di studio adalah untuk Freya.
Sebenarnya, dia tidak ingin menjual lagunya pada awalnya. Namun ada begitu banyak lagu klasik yang ada dalam pikirannya. Sebagai seorang pria, dia merasa tidak semua lagu cocok untuknya.
Selain itu, membuat musik adalah hal yang sangat mahal, seperti yang bisa dilihat dari biaya sewa studio rekaman.
Untuk menghasilkan lagu asli yang dapat dirilis, biayanya bisa mencapai puluhan juta, belum lagi video klipnya yang bisa menghabiskan dana yang tidak terbatas!
Lagi pula, Tina memberinya dua ratus juta dan Leonardi selalu mengingatnya.
Selain itu, Leonardi juga memiliki kesan baik pada Freya. Lagu yang dia buat tidak akan terkubur jika dinyanyikan oleh Freya dan dana untuk musiknya sendiri akan tersedia. Jika tidak ada halangan, Leonardi juga bisa menjalin persahabatan dengan seorang diva.
Membunuh tiga burung dengan satu batu, kenapa tidak?
Leonardi butuh waktu lama untuk mengirim pesan sebelum akhirnya Freya membalas dengan "hmm" dan ekspresi penuh harapan.
Leonardi tersenyum.
Ternyata, diva satu ini masih belum percaya pada kekuatannya ...
"Mienya sudah datang!"
"Bumbunya ada di samping, tambahkan sendiri jika ingin pedas!" Tante Diana berkata sambil berbalik melanjutkan pekerjaannya.
Sudah pukul satu siang dan warung mie itu masih ramai dengan pengunjung.
Leonardi melihat mangkuk mie yang besar di meja dan meletakkan ponselnya ke samping.
Dunia ini memang luas, tapi makan adalah hal yang paling penting!
Apa pun yang ingin dikatakan, tunggu saja sampai selesai makan ...
Setelah selesai makan, Leonardi mengemudi kembali ke kompleks mewah di tepi Sungai Elven dan waktu sudah hampir pukul tiga sore.
Dia memarkirkan mobil di garasi bawah tanah, lalu membawa sebungkus mie dan naik lift ke rumah Tina. Sesaat kemudian, dia menekan bel pintu.
"Ting, tong!"
"Siapa itu? Tunggu, aku segera datang!"
Suara Tina terdengar dari jauh di dalam, diikuti suara sandal yang menggesek lantai menuju pintu.
"Klik!"
Pintu terbuka sedikit dan sebuah telapak tangan putih yang dihiasi kuku merah bersinar keluar dari celah pintu.
Kemudian, sesosok wajah yang gelap dan tersembunyi di balik rambut panjang yang kusut, tiba-tiba muncul dari balik pintu.
Pemandangan yang aneh di siang hari itu membuat Leonardi terkejut.
Dengan suara terkejut, Tina bertanya pada Leonardi, "Kok, kamu cepat sekali?" Dia lantas berjalan kembali ke ruang tamu, masih memakai masker wajah dan membiarkan pintu tetap terbuka.
Leonardi sendiri juga tampak terkejut dan membutuhkan beberapa saat untuk menyadari situasinya sebelum akhirnya menutup pintu.
"Nona, kenapa kamu melakukan perawatan kulit di siang hari seperti ini? Jantungku hampir copot!" kata Leonardi dengan pasrah.
"Itu semua karena kamu. Kamu membuatku malas melakukan perawatan kulit tadi malam. Sekarang aku ingin menebusnya!" Tina menjawab dengan kesal.
Namun, dalam sekejap, Tina menyadari kata-katanya yang ambigu dan langsung terdiam.
Untung saja ada masker wajah di wajahnya. Kalau tidak, pipinya pasti akan merah padam dan dia tidak berani keluar.
Namun, Leonardi tidak memperhatikan hal itu. Dia meletakkan kunci mobil di meja pintu, lalu menaruh sebungkus mie di atas meja makan dan menarik kursi untuk duduk.
"Aku membelikan mie untukmu, sebaiknya segera makan."
Tina terkejut. "Dari mana kamu tahu aku belum makan siang?"
"Aku tidak tahu. Tadi aku kirim pesan dan bertanya ke kamu mau makan apa, tapi tidak dibalas. Jadi, aku belikan mie untukmu."
Sambil Leonardi berbicara, Tina membuka bungkus mie itu dan aroma lezat segera memenuhi seluruh ruangan.
"Ah, Enak sekali baunya! Kalau begitu, aku tidak akan menolak!" Tina tersenyum, dan tanpa peduli apakah masker wajahnya sudah terpasang dengan baik atau belum, langsung melepasnya dan mulai makan.
Melihat pipi Tina yang membengkak, Leonardi tersenyum tanpa bisa menahan diri.
"Omong-omong, ada sebuah perusahaan hiburan yang baru saja menghubungiku. Jadi, aku bisa segera membayar uang dua ratus juta yang aku pinjam darimu." Leonardi berkata.
Tina melambaikan tangannya, "Nggak usah khawatir, kan aku udah bilang itu uang buat beli albummu!"
"Tapi kalau perusahaan mulai mendekatimu, berarti kamu bakal jadi artis, 'kan? Hehehe ..." Tina menelan sesendok mie dan melanjutkan, "Tapi aku dengar, ada beberapa perusahaan di dunia hiburan yang tidak beres. Perusahaan mana yang mendekatimu? Jangan sampai tertipu!"
Leonardi menjawab, "Perusahaan besar kok, tidak mungkin nipu orang."
"Namanya Spotlight Media."
Klek!
Sendok Tina jatuh ke meja dan wajahnya dipenuhi ekspresi terkejut.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved