Bab 10 10
by Zaidaa
17:34,Oct 04,2024
Sereia berjalan sangat cepat tidak mempedulikan rasa lelahnya. Dia berharap tidak mendengarkan suara motornya El supaya mereka tidak bertemu lagi karena dia khawatir laki-laki itu akan mengganggunya. Bahkan dia sudah kepikiran besok akan berbohong pada bosnya tidak bisa berangkat bekerja karena jatuh sakit padahal alasan yang sebenarnya tidak ingin bertemu El.
Sereia teringat ibunya El yang mengira dia adalah pacar putranya sehingga jika memikirkan El sudah memiliki calon tunangan itu cukup meragukan. Apakah El sebenarnya memiliki calon istri yang disembunyikan dari ibunya? Dia tidak yakin akan hal tersebut tetapi dari apa yang ia dengar dari mulutnya, lelaki itu terkesan mencintai calon tunangannya sehingga jika dia begitu mencintainya, sulit dipercaya kalau dia tidur dengan perempuan lain.
“Sekarang aku paham apa yang dia inginkan. Dia pasti ingin tidur lagi denganku tanpa membayarku. Dia pikir, dia bisa menarik hatiku hanya dengan wajahnya? Yang benar saja. Seperti dulu dia sering menghinaku dan menganggapku bodoh padahal aku masih memiliki otak dan perasaan, aku akan bersikap seperti itu bahkan jika dia bertekuk lutut. Namun, yang lebih kuharapkan adalah tidak berurusan lagi dengannya. Dia tidak bicara lagi padaku kuharap dia menyerah sehingga besok aku tidak perlu berbohong mencari alasan pada bu Neni,” batin Sereia.
“Kakak!”
Sereia berhenti berjalan saat mendengar suara teriakan. Dia memperhatikan jauh ke depan dan melihat tiga anak naik sepeda. Dia membelakkan kedua matanya.
“Mereka…”
Sereia berlari ke tiga anak yang naik sepeda itu. Itu adalah Erix dan si kembar. Saat Sereia berlari, dia mulai mendengar suara motor yang tidak asing. Dia menoleh ke belakang untuk memastikannya. Saat bertatapan dengan orang yang sangat ia benci, dia segera beralih kembali ke adik-adiknya.
“Kalian mau kemana?!” tanya Sereia dengan ekspresi cemas. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyebrang mendekati adik-adiknya.
“Tentu saja menyusulmu. Aku tidak bisa tenang mengingat lelaki biadab itu!" ketus Erix.
Sereia terlihat mengumpulkan tenaganya sebelum mulai memarahi Erix dengan nada tinggi. "Kamu tidak boleh seperti ini lagi. Ini yang terakhir. Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu untuk tetap di rumah dan jaga si kembar. Mereka itu masih kecil. Kalau terjadi sesuatu dengan mereka di jalan bagaimana? Kamu juga masih kecil jadi tidak dapat melindungi mereka. Kamu paham tidak sih?!"
Sereia jarang marah. Namun sekali marah bisa membuat ketiga adiknya tidak bisa berkata-kata. Erix langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Pemandangan itu disaksikan oleh El.
El menertawakan Erix yang sekarang terlihat seperti bocah lemah. Nada bicaranya yang tinggi seolah-olah tidak dapat dikeluarkan lagi.
El pun membelokkan motornya ke arah mereka dan segera menjadi pusat perhatian mereka. Si kembar dan Erix membelakkan mata mereka saat menemukan El.
“Kau lagi?” Erix langsung terlihat marah.
Sereia menoleh ke El.
“Kakak, itu lelaki yang waktu itu mencari rumah kakak,” ucap Floosie.
El memberhentikan motornya tetapi tidak turun. Dia berkata pada Sereia yang sudah membalikkan badan padanya. “Butuh tumpangan?”
“Tidak. Terima kasih,” jawab Sereia langsung.
“Aku tidak menawarinya padamu. Aku menawarinya pada dua bocah kecil itu. Kau khawatir mereka akan dilukai oleh penjahat kan?” tanya El.
“Bukankah kau sendiri yang jadi penjahatnya?” ketus Sereia.
"Jangan dekati adik-adikku!" bentak Erix.
“Kalau aku penjahat mana mungkin kau mau ti-"
Sereia menggerakkan tangan kanannya secepat mungkin menutupi mulut El supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya.
"Kita perlu bicara!" tukas Sereia dengan mata berkilat-kilat.
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Erix tidak terima kakaknya menyentuhkan tangannya ke mulut El.
"Lepaskan tanganmu!" teriak Erix kecil.
Sereia menyipitkan kedua matanya saat merasakan El menghirup. Dia langsung menarik tangannya. Dia juga melihat ke arah lain untuk menghindari tatapan dingin El.
"Bicara saja disini!" kata El.
"Tidak bisa. Kita perlu bicara berdua saja!"
"Apa yang mau kamu bicarakan dengan lelaki jahat seperti itu? Aku dan si kembar sudah memberanikan diri menyusulmu karena mengkhawatirkanmu didekati oleh lelaki itu. Jangan bercanda ingin berdua saja dengannya! Ayo kita pulang sekarang! Aku ingin pulang!" rengek Erix.
"Berisik sekali. Ini ada uang untuk kalian bertiga membeli es krim. Cepatlah pergi!" El terlihat jengkel mengambil uang dari dalam saku celananya kemudian memberikannya pada si kembar.
Sereia segera menepis tangan El hingga uang yang dipegang lelaki itu jatuh. "Maaf beribu maaf Elias."
Akhirnya Sereia menyebut nama El secara lengkap. Dia berkata lagi, "Aku tidak tahu tujuanmu yang sebenarnya apa tapi bisakah kau berhenti menggangguku dan keluargaku? Sungguh, aku tidak pernah ingin berurusan denganmu lagi. Jangan melupakan betapa kau membenciku setengah mati hingga tiada hari kau menghinaku tanpa perasaan. Bukannya aku percaya diri tapi jika kau menyukaiku, tentu saja jawabanku adalah penolakan tanpa perasaan. Aku tidak bermaksud dendam. Aku juga berubah bukan karena untuk membuat kau dan komplotanmu merasa bersalah dan menyesal. Namun, kau pasti paham. Tolong. Intinya berhenti menggangguku karena aku juga tidak akan pernah mengganggumu."
"Masa lalu adalah masa lalu. Kita harus fokus pada masa depan bukan?" tanya El. "Dan hilangkan kalimat mengganggu. Aku tidak pernah berniat mengganggu orang lain apalagi orang tersebut perempuan."
Itu pasti salah satu rayuannya supaya dia luluh. Sereia mulai lelah dengan El karena dia merasa lelaki itu pura-pura bodoh berpikir bahwa dia pasti akan termakan dengan segala rayuannya.
Sereia terkekeh. Setelah dia memikirkan mengenai El lebih jauh, bahkan lelaki itu terjebak karena masa lalu.
"Bukankah kau juga sama?" tanya Sereia.
"Apa yang kau bicarakan?"
"Ayahmu."
Raut wajah El langsung berubah menjadi dingin. Lelaki itu dalam hitungan detik menatap ke depan. Jadi cerita mengenai kehidupannya juga sudah sampai pada perempuan ini.
"Kenapa dengan ayahku?" tanya El menoleh ke Sereia lagi.
"Dia tidak bersamamu sejak kecil. Tidak. Cukup. Aku tahu kau bukan tipe orang yang peduli pada hidupmu sendiri maupun orang lain. Kau hanya mementingkan hawa nafsumu saja-"
"Kau juga sama," potong El.
"Sudah cukup!" bentak Sereia pada akhirnya sambil memejamkan mata. Rasanya seperti kehidupan tenangnya sejauh ini hanyalah mimpi belaka.
El menarik salah satu tangan Sereia dan meletakkannya di dadanya yang berdebar. Sungguh, seumur hidup dia tidak pernah melakukan ini. Melihat bagaimana orang yang ia suka frustasi, dia ingin sekali menenangkannya.
"Aku menyerah pada perasaanku," bisik El. Dia sangat berharap Sereia tidak mendengarnya karena dia sangat malu. Namun pada saat yang sama dia juga berharap perempuan ini mendengarnya.
Bahkan jika itu perempuan lain yang sudah paham bagaimana kelakuan El yang asli, pasti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan El. Sereia mendengarnya tapi tentu saja dia tidak mempercayai kata-katanya. Segala bentuk perhatian dan perilaku seperti yang sedang dilakukan El sekarang hanyalah rayuan semata dan tidak benar-benar dari hati yang tulus.
Tanpa mereka tahu, di kejauhan, teman-teman El bergerak dengan motor mereka masing-masing ke rumah makan yang dikabarkan Lingga sebagai tempat dimana El mulai bekerja.
Sereia teringat ibunya El yang mengira dia adalah pacar putranya sehingga jika memikirkan El sudah memiliki calon tunangan itu cukup meragukan. Apakah El sebenarnya memiliki calon istri yang disembunyikan dari ibunya? Dia tidak yakin akan hal tersebut tetapi dari apa yang ia dengar dari mulutnya, lelaki itu terkesan mencintai calon tunangannya sehingga jika dia begitu mencintainya, sulit dipercaya kalau dia tidur dengan perempuan lain.
“Sekarang aku paham apa yang dia inginkan. Dia pasti ingin tidur lagi denganku tanpa membayarku. Dia pikir, dia bisa menarik hatiku hanya dengan wajahnya? Yang benar saja. Seperti dulu dia sering menghinaku dan menganggapku bodoh padahal aku masih memiliki otak dan perasaan, aku akan bersikap seperti itu bahkan jika dia bertekuk lutut. Namun, yang lebih kuharapkan adalah tidak berurusan lagi dengannya. Dia tidak bicara lagi padaku kuharap dia menyerah sehingga besok aku tidak perlu berbohong mencari alasan pada bu Neni,” batin Sereia.
“Kakak!”
Sereia berhenti berjalan saat mendengar suara teriakan. Dia memperhatikan jauh ke depan dan melihat tiga anak naik sepeda. Dia membelakkan kedua matanya.
“Mereka…”
Sereia berlari ke tiga anak yang naik sepeda itu. Itu adalah Erix dan si kembar. Saat Sereia berlari, dia mulai mendengar suara motor yang tidak asing. Dia menoleh ke belakang untuk memastikannya. Saat bertatapan dengan orang yang sangat ia benci, dia segera beralih kembali ke adik-adiknya.
“Kalian mau kemana?!” tanya Sereia dengan ekspresi cemas. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyebrang mendekati adik-adiknya.
“Tentu saja menyusulmu. Aku tidak bisa tenang mengingat lelaki biadab itu!" ketus Erix.
Sereia terlihat mengumpulkan tenaganya sebelum mulai memarahi Erix dengan nada tinggi. "Kamu tidak boleh seperti ini lagi. Ini yang terakhir. Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu untuk tetap di rumah dan jaga si kembar. Mereka itu masih kecil. Kalau terjadi sesuatu dengan mereka di jalan bagaimana? Kamu juga masih kecil jadi tidak dapat melindungi mereka. Kamu paham tidak sih?!"
Sereia jarang marah. Namun sekali marah bisa membuat ketiga adiknya tidak bisa berkata-kata. Erix langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Pemandangan itu disaksikan oleh El.
El menertawakan Erix yang sekarang terlihat seperti bocah lemah. Nada bicaranya yang tinggi seolah-olah tidak dapat dikeluarkan lagi.
El pun membelokkan motornya ke arah mereka dan segera menjadi pusat perhatian mereka. Si kembar dan Erix membelakkan mata mereka saat menemukan El.
“Kau lagi?” Erix langsung terlihat marah.
Sereia menoleh ke El.
“Kakak, itu lelaki yang waktu itu mencari rumah kakak,” ucap Floosie.
El memberhentikan motornya tetapi tidak turun. Dia berkata pada Sereia yang sudah membalikkan badan padanya. “Butuh tumpangan?”
“Tidak. Terima kasih,” jawab Sereia langsung.
“Aku tidak menawarinya padamu. Aku menawarinya pada dua bocah kecil itu. Kau khawatir mereka akan dilukai oleh penjahat kan?” tanya El.
“Bukankah kau sendiri yang jadi penjahatnya?” ketus Sereia.
"Jangan dekati adik-adikku!" bentak Erix.
“Kalau aku penjahat mana mungkin kau mau ti-"
Sereia menggerakkan tangan kanannya secepat mungkin menutupi mulut El supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya.
"Kita perlu bicara!" tukas Sereia dengan mata berkilat-kilat.
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Erix tidak terima kakaknya menyentuhkan tangannya ke mulut El.
"Lepaskan tanganmu!" teriak Erix kecil.
Sereia menyipitkan kedua matanya saat merasakan El menghirup. Dia langsung menarik tangannya. Dia juga melihat ke arah lain untuk menghindari tatapan dingin El.
"Bicara saja disini!" kata El.
"Tidak bisa. Kita perlu bicara berdua saja!"
"Apa yang mau kamu bicarakan dengan lelaki jahat seperti itu? Aku dan si kembar sudah memberanikan diri menyusulmu karena mengkhawatirkanmu didekati oleh lelaki itu. Jangan bercanda ingin berdua saja dengannya! Ayo kita pulang sekarang! Aku ingin pulang!" rengek Erix.
"Berisik sekali. Ini ada uang untuk kalian bertiga membeli es krim. Cepatlah pergi!" El terlihat jengkel mengambil uang dari dalam saku celananya kemudian memberikannya pada si kembar.
Sereia segera menepis tangan El hingga uang yang dipegang lelaki itu jatuh. "Maaf beribu maaf Elias."
Akhirnya Sereia menyebut nama El secara lengkap. Dia berkata lagi, "Aku tidak tahu tujuanmu yang sebenarnya apa tapi bisakah kau berhenti menggangguku dan keluargaku? Sungguh, aku tidak pernah ingin berurusan denganmu lagi. Jangan melupakan betapa kau membenciku setengah mati hingga tiada hari kau menghinaku tanpa perasaan. Bukannya aku percaya diri tapi jika kau menyukaiku, tentu saja jawabanku adalah penolakan tanpa perasaan. Aku tidak bermaksud dendam. Aku juga berubah bukan karena untuk membuat kau dan komplotanmu merasa bersalah dan menyesal. Namun, kau pasti paham. Tolong. Intinya berhenti menggangguku karena aku juga tidak akan pernah mengganggumu."
"Masa lalu adalah masa lalu. Kita harus fokus pada masa depan bukan?" tanya El. "Dan hilangkan kalimat mengganggu. Aku tidak pernah berniat mengganggu orang lain apalagi orang tersebut perempuan."
Itu pasti salah satu rayuannya supaya dia luluh. Sereia mulai lelah dengan El karena dia merasa lelaki itu pura-pura bodoh berpikir bahwa dia pasti akan termakan dengan segala rayuannya.
Sereia terkekeh. Setelah dia memikirkan mengenai El lebih jauh, bahkan lelaki itu terjebak karena masa lalu.
"Bukankah kau juga sama?" tanya Sereia.
"Apa yang kau bicarakan?"
"Ayahmu."
Raut wajah El langsung berubah menjadi dingin. Lelaki itu dalam hitungan detik menatap ke depan. Jadi cerita mengenai kehidupannya juga sudah sampai pada perempuan ini.
"Kenapa dengan ayahku?" tanya El menoleh ke Sereia lagi.
"Dia tidak bersamamu sejak kecil. Tidak. Cukup. Aku tahu kau bukan tipe orang yang peduli pada hidupmu sendiri maupun orang lain. Kau hanya mementingkan hawa nafsumu saja-"
"Kau juga sama," potong El.
"Sudah cukup!" bentak Sereia pada akhirnya sambil memejamkan mata. Rasanya seperti kehidupan tenangnya sejauh ini hanyalah mimpi belaka.
El menarik salah satu tangan Sereia dan meletakkannya di dadanya yang berdebar. Sungguh, seumur hidup dia tidak pernah melakukan ini. Melihat bagaimana orang yang ia suka frustasi, dia ingin sekali menenangkannya.
"Aku menyerah pada perasaanku," bisik El. Dia sangat berharap Sereia tidak mendengarnya karena dia sangat malu. Namun pada saat yang sama dia juga berharap perempuan ini mendengarnya.
Bahkan jika itu perempuan lain yang sudah paham bagaimana kelakuan El yang asli, pasti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan El. Sereia mendengarnya tapi tentu saja dia tidak mempercayai kata-katanya. Segala bentuk perhatian dan perilaku seperti yang sedang dilakukan El sekarang hanyalah rayuan semata dan tidak benar-benar dari hati yang tulus.
Tanpa mereka tahu, di kejauhan, teman-teman El bergerak dengan motor mereka masing-masing ke rumah makan yang dikabarkan Lingga sebagai tempat dimana El mulai bekerja.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved