Bab 7 07
by Zaidaa
17:33,Oct 04,2024
“Kakak!” teriak Erix.
Sereia dan El menoleh ke asal suara. Erix yang akan berangkat sekolah memutuskan untuk mampir ke tempat dimana kakaknya bekerja sekalian meminta bekal. Namun, alih-alih dia biasa saja seperti biasanya, matanya menyipit tajam memperhatikan sosok lelaki yang sedang bersama kakaknya.
Erix teringat ucapan kedua adiknya mengenai lelaki yang mencari kakaknya. Selama ini dia sering kesini tapi nyaris tidak pernah menemukan kakaknya mengobrol bersama lelaki kecuali laki-laki itu adalah pelanggan tapi keduanya saat ini berada di tengah-tengah meja makan bukan di area kasir dan bilik penyimpanan makanan jadi sepertinya lelaki itu bukan pelanggan. Apakah lelaki itu yang dibicarakan oleh kedua adiknya?
Erix mendekati Sereia tetapi kedua matanya fokus menatap El. El juga membalas tatapan Erix yang menurutnya menantang. Adiknya juga tampan. Barangkali selama ini Sereia sebenarnya cantik tapi dia kurang merawat penampilannya saja.
“Bekal dan uang saku seperti biasanya,” kata Erix tanpa menoleh sedikitpun ke Sereia. Dia tetap fokus menatap El dan memperhatikan penampilan lelaki ini.
“Iya Erix,” jawab Sereia.
El sedikit mengernyitkan alisnya.
“Dia adikmu?” tanya El pada Sereia. Menurutnya, Erix terkesan kurang sopan pada kakaknya. Tadi itu nadanya seperti memerintah bukan meminta tolong. Mungkin ini wataknya tapi tetap saja.
“Iya. Dan kau siapanya kakakku?” tanya Erix tajam.
“Aku…”
“Dia adalah pelanggan disini Erix. Jangan bersikap tidak sopan padanya dan menjauhlah darinya!” teriak Sereia kecil.
“Tapi jarak kalian tadi begitu dekat. Kamu jangan menyembunyikan apapun dariku bukankah kamu sudah berjanji waktu itu?!” teriak Erix kecil.
El tersenyum licik dan Sereia menyadari hal itu. Jangan sampai El membocorkannya pada adiknya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Erix jika sampai mengetahui apa yang dia lakukan selama ini dibelakangnya. Dia tidak akan pernah siap untuk menghadapi itu.
“Bagaimana menurutmu kalau aku bilang bahwa aku adalah pacarnya kakakmu?” tanya El.
“Jangan dengarkan apa yang dia katakan Erix! Ini bekalmu sedang kakak bungkuskan dan ini uang sakunya cepat pergi ke sekolah sebelum kamu terlambat! Tinggalkan pria itu!!” teriak Sereia.
Setelah membungkus bekal untuk adiknya dan mengambil beberapa uang dari dalam saku celananya, Sereia memberikannya kepada Erix. Erix menerimanya begitu saja tanpa sadar karena fokus berhadapan dengan El.
“Pacar?” tanya Erix dengan raut wajah menatap El jijik.
“Jika benar kau adalah pacarnya kakakku maka seumur hidup kalian tidak akan pernah mendapat restuku.”
Sereia dan El sama-sama terkejut mendengar jawaban Erix.
“Dia bukan pacarku Erix. Kamu tenang saja. Sudah jangan urusi dia sekarang kamu fokus sekolah cepat kamu berangkat ya!”
Sereia mencoba membalikkan badan Erix kemudian mendorongnya untuk pergi dari tempat ini tapi Erix menepis tangannya dengan cukup kasar.
“Kenapa?” tanya El.
“Kau bau dan penampilanmu jelek. Aku yakin kau tidak memenuhi ekspetasiku. Kecuali jika kau memiliki banyak uang maka tunjukkan padaku mungkin aku akan berubah pikiran. Tapi aku tidak begitu mengharapkannya. Tetap saja aku lebih mengharapkan lelaki yang lebih baik daripada dirimu untuk kakakku,” kata Erix. Erix masih terus bebicara merendahkan El tapi El tidak mau mendengarkannya lebih jauh lagi sebab hatinya sudah mulai tidak tenang.
“Wah, sungguh, aku tidak pernah direndahkan sampai sejauh ini,” bisik El pada dirinya sendiri.
Tidak hanya Sereia, tetapi adiknya juga bermulut tajam dan kasar dalam menghinannya. Mungkin karena dia sering menghina orang lain juga jadi dia mendapatkan balasan yang sama tapi biasanya dia tidak merasa sesakit ini. Dia seharusnya sudah membanting barang-barang disini karena saking marahnya.
El mengusap kepala Erix. Erix kaget dan langsung menyingkirkan tangan El. Sereia juga membantunya. El pun menarik tangannya saat Sereia menyentuh tangannya.
“Kau sepertinya lebih mementingkan uang daripada perasaan kakakmu ya bocah?” tanya El pada Erix.
“Hah? Sepertinya kau yang salah paham. Keinginanku adalah, kakaku hidup bahagia dengan tidak kekurangan uang. Kami sedang hidup dalam kesusahan sehingga dia tidak bisa melanjutkan ke jenjang kuliah. Kakakku seharusnya mewujudkan cita-cita seperti harapan orang tua kami. Intinya aku ingin kakakku menjalani kehidupan yang lebih baik daripada sekarang.”
“Oh."
El merespon dengan malas-malasan.
“Erix sudah! Cepat sana berangkat sekolah nanti kamu bisa telat!" tukas Sereia.
"Aku akan berangkat setelah pria ini pergi!” ketus Erix sambil menunjuk El.
Erix sangat yakin setelah dia pergi, lelaki di hadapannya ini pasti akan mengganggu kakaknya.
“Aku tidak akan pergi,” balas El langsung. Ucapannya itu semakin membuat Erix marah.
Sereia yang tidak mau semakin terlibat dalam situasi ini pun akhirnya berkata dengan nada memohon pada El. “Tidak bisakah kau pergi? Aku berjanji untuk menghubungimu setelah majikanku datang. Mana mungkin aku akan macam-macam untuk urusan seperti ini. Aku tahu bagaimana rasanya mencari pekerjaan.”
“Apa pria ini ingin bekerja disini bersamamu?” tanya Erix pada Sereia.
“Memangnya apa urusanmu bocah?” ketus El.
“Sudah hentikan. Erix, nanti kamu bisa terlambat sungguh. Mau kakak antarkan? Pria ini biarkan yang berjaga disini.”
“Nanti kau akan tambah disalahkan oleh bosmu dan kau tidak takut aku bicara yang tidak-tidak kepada bosmu?” tanya El.
Sereia menatap El dengan kedua mata menyipit tajam. “Aku tidak tahu apa niatmu tapi tolong jangan pernah menggangguku.”
“Mengganggumu? Aku?”
El melihat ke arah lain setelah bertatapan dengan Sereia. Baru kali ini dia mendengar kalimat seperti itu. Dia merasa terhina dan merasa perlu memberikan Sereia pelajaran.
Sereia pun mendorong Erix menjauhi rumah makan. Erix beberapa kali menoleh ke El dengan tatapan mengancam. Erix kepikiran perkataan El mengenai majikan kakaknya.
"Kalau mengantarkanku ke sekolah akan menyebabkan masalah untukmu lebih baik tidak perlu," kata Erix sambil menyingkirkan tangan kakaknya yang bertengger di kedua pundaknya.
Keduanya berhenti berjalan.
"Maksud kamu?" tanya Sereia.
"Nanti bosmu marah kalau kamu pergi."
Erix mengambil posisi di depan Sereia dan sesekali menatap El. Dia berkata, "Gara-gara dia aku jadi tidak ingin berangkat ke sekolah tapi memikirkan kondisi kita dan perjuanganmu dalam mencari uang, aku harus belajar dengan serius kan?"
Dia yang dimaksud adalah El. Erix sangat berharap El tidak diterima bekerja disini.
"Iya Erix," jawab Sereia. Dia merasa lega.
Erix pun dengan berat hati bersalaman dengan Sereia kemudian mencium tangannya. Sebelum dia meninggalkan tempat ini, dia menatap ke El lebih dulu yang sedang...menyalakan rokok. Kemarahannya yang mulai mereda, seketika naik lagi.
"Kamu jangan pernah menyukai dia ya!" bentak Erix tiba-tiba.
Sereia dan El sama-sama terkejut dengan teriakan itu. El melirik ke Erix tapi hanya sekilas setelah itu merokok lagi.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya seseorang. Dia memberhentikan motornya di depan rumah makan.
Sereia dan El menoleh ke asal suara. Erix yang akan berangkat sekolah memutuskan untuk mampir ke tempat dimana kakaknya bekerja sekalian meminta bekal. Namun, alih-alih dia biasa saja seperti biasanya, matanya menyipit tajam memperhatikan sosok lelaki yang sedang bersama kakaknya.
Erix teringat ucapan kedua adiknya mengenai lelaki yang mencari kakaknya. Selama ini dia sering kesini tapi nyaris tidak pernah menemukan kakaknya mengobrol bersama lelaki kecuali laki-laki itu adalah pelanggan tapi keduanya saat ini berada di tengah-tengah meja makan bukan di area kasir dan bilik penyimpanan makanan jadi sepertinya lelaki itu bukan pelanggan. Apakah lelaki itu yang dibicarakan oleh kedua adiknya?
Erix mendekati Sereia tetapi kedua matanya fokus menatap El. El juga membalas tatapan Erix yang menurutnya menantang. Adiknya juga tampan. Barangkali selama ini Sereia sebenarnya cantik tapi dia kurang merawat penampilannya saja.
“Bekal dan uang saku seperti biasanya,” kata Erix tanpa menoleh sedikitpun ke Sereia. Dia tetap fokus menatap El dan memperhatikan penampilan lelaki ini.
“Iya Erix,” jawab Sereia.
El sedikit mengernyitkan alisnya.
“Dia adikmu?” tanya El pada Sereia. Menurutnya, Erix terkesan kurang sopan pada kakaknya. Tadi itu nadanya seperti memerintah bukan meminta tolong. Mungkin ini wataknya tapi tetap saja.
“Iya. Dan kau siapanya kakakku?” tanya Erix tajam.
“Aku…”
“Dia adalah pelanggan disini Erix. Jangan bersikap tidak sopan padanya dan menjauhlah darinya!” teriak Sereia kecil.
“Tapi jarak kalian tadi begitu dekat. Kamu jangan menyembunyikan apapun dariku bukankah kamu sudah berjanji waktu itu?!” teriak Erix kecil.
El tersenyum licik dan Sereia menyadari hal itu. Jangan sampai El membocorkannya pada adiknya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Erix jika sampai mengetahui apa yang dia lakukan selama ini dibelakangnya. Dia tidak akan pernah siap untuk menghadapi itu.
“Bagaimana menurutmu kalau aku bilang bahwa aku adalah pacarnya kakakmu?” tanya El.
“Jangan dengarkan apa yang dia katakan Erix! Ini bekalmu sedang kakak bungkuskan dan ini uang sakunya cepat pergi ke sekolah sebelum kamu terlambat! Tinggalkan pria itu!!” teriak Sereia.
Setelah membungkus bekal untuk adiknya dan mengambil beberapa uang dari dalam saku celananya, Sereia memberikannya kepada Erix. Erix menerimanya begitu saja tanpa sadar karena fokus berhadapan dengan El.
“Pacar?” tanya Erix dengan raut wajah menatap El jijik.
“Jika benar kau adalah pacarnya kakakku maka seumur hidup kalian tidak akan pernah mendapat restuku.”
Sereia dan El sama-sama terkejut mendengar jawaban Erix.
“Dia bukan pacarku Erix. Kamu tenang saja. Sudah jangan urusi dia sekarang kamu fokus sekolah cepat kamu berangkat ya!”
Sereia mencoba membalikkan badan Erix kemudian mendorongnya untuk pergi dari tempat ini tapi Erix menepis tangannya dengan cukup kasar.
“Kenapa?” tanya El.
“Kau bau dan penampilanmu jelek. Aku yakin kau tidak memenuhi ekspetasiku. Kecuali jika kau memiliki banyak uang maka tunjukkan padaku mungkin aku akan berubah pikiran. Tapi aku tidak begitu mengharapkannya. Tetap saja aku lebih mengharapkan lelaki yang lebih baik daripada dirimu untuk kakakku,” kata Erix. Erix masih terus bebicara merendahkan El tapi El tidak mau mendengarkannya lebih jauh lagi sebab hatinya sudah mulai tidak tenang.
“Wah, sungguh, aku tidak pernah direndahkan sampai sejauh ini,” bisik El pada dirinya sendiri.
Tidak hanya Sereia, tetapi adiknya juga bermulut tajam dan kasar dalam menghinannya. Mungkin karena dia sering menghina orang lain juga jadi dia mendapatkan balasan yang sama tapi biasanya dia tidak merasa sesakit ini. Dia seharusnya sudah membanting barang-barang disini karena saking marahnya.
El mengusap kepala Erix. Erix kaget dan langsung menyingkirkan tangan El. Sereia juga membantunya. El pun menarik tangannya saat Sereia menyentuh tangannya.
“Kau sepertinya lebih mementingkan uang daripada perasaan kakakmu ya bocah?” tanya El pada Erix.
“Hah? Sepertinya kau yang salah paham. Keinginanku adalah, kakaku hidup bahagia dengan tidak kekurangan uang. Kami sedang hidup dalam kesusahan sehingga dia tidak bisa melanjutkan ke jenjang kuliah. Kakakku seharusnya mewujudkan cita-cita seperti harapan orang tua kami. Intinya aku ingin kakakku menjalani kehidupan yang lebih baik daripada sekarang.”
“Oh."
El merespon dengan malas-malasan.
“Erix sudah! Cepat sana berangkat sekolah nanti kamu bisa telat!" tukas Sereia.
"Aku akan berangkat setelah pria ini pergi!” ketus Erix sambil menunjuk El.
Erix sangat yakin setelah dia pergi, lelaki di hadapannya ini pasti akan mengganggu kakaknya.
“Aku tidak akan pergi,” balas El langsung. Ucapannya itu semakin membuat Erix marah.
Sereia yang tidak mau semakin terlibat dalam situasi ini pun akhirnya berkata dengan nada memohon pada El. “Tidak bisakah kau pergi? Aku berjanji untuk menghubungimu setelah majikanku datang. Mana mungkin aku akan macam-macam untuk urusan seperti ini. Aku tahu bagaimana rasanya mencari pekerjaan.”
“Apa pria ini ingin bekerja disini bersamamu?” tanya Erix pada Sereia.
“Memangnya apa urusanmu bocah?” ketus El.
“Sudah hentikan. Erix, nanti kamu bisa terlambat sungguh. Mau kakak antarkan? Pria ini biarkan yang berjaga disini.”
“Nanti kau akan tambah disalahkan oleh bosmu dan kau tidak takut aku bicara yang tidak-tidak kepada bosmu?” tanya El.
Sereia menatap El dengan kedua mata menyipit tajam. “Aku tidak tahu apa niatmu tapi tolong jangan pernah menggangguku.”
“Mengganggumu? Aku?”
El melihat ke arah lain setelah bertatapan dengan Sereia. Baru kali ini dia mendengar kalimat seperti itu. Dia merasa terhina dan merasa perlu memberikan Sereia pelajaran.
Sereia pun mendorong Erix menjauhi rumah makan. Erix beberapa kali menoleh ke El dengan tatapan mengancam. Erix kepikiran perkataan El mengenai majikan kakaknya.
"Kalau mengantarkanku ke sekolah akan menyebabkan masalah untukmu lebih baik tidak perlu," kata Erix sambil menyingkirkan tangan kakaknya yang bertengger di kedua pundaknya.
Keduanya berhenti berjalan.
"Maksud kamu?" tanya Sereia.
"Nanti bosmu marah kalau kamu pergi."
Erix mengambil posisi di depan Sereia dan sesekali menatap El. Dia berkata, "Gara-gara dia aku jadi tidak ingin berangkat ke sekolah tapi memikirkan kondisi kita dan perjuanganmu dalam mencari uang, aku harus belajar dengan serius kan?"
Dia yang dimaksud adalah El. Erix sangat berharap El tidak diterima bekerja disini.
"Iya Erix," jawab Sereia. Dia merasa lega.
Erix pun dengan berat hati bersalaman dengan Sereia kemudian mencium tangannya. Sebelum dia meninggalkan tempat ini, dia menatap ke El lebih dulu yang sedang...menyalakan rokok. Kemarahannya yang mulai mereda, seketika naik lagi.
"Kamu jangan pernah menyukai dia ya!" bentak Erix tiba-tiba.
Sereia dan El sama-sama terkejut dengan teriakan itu. El melirik ke Erix tapi hanya sekilas setelah itu merokok lagi.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya seseorang. Dia memberhentikan motornya di depan rumah makan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved