Chapter 14: Ular Berbisa Tanpa Gigi

by 寻飞 10:30,Nov 28,2023
Setelah berada di sudut yang sepi, Berni Wu menghitung kembali uang yang dia pinjam dengan hati-hati.
Menghitung uang itu di hadapan Arbor Qi merupakan bentuk kesopanan. Namun, menghitung ulang uang itu adalah cara Berni Wu bertahan hidup.
Lima ribu ditambah dua ribu yang dipinjamkan Raiden Wang sebelumnya, cukup untuk biaya hidup ayahnya dalam beberapa hari ke depan.
"Ah…"
Berni Wu menyalakan sebatang rokok, menghembuskan asap putih panjang.
Sejak ayahnya jatuh sakit, Berni Wu sudah tidak pernah lagi merasakan hidup “sejahtera” seperti saat ini.
Setelah menundukkan kepala dan mempertimbangkan dengan hati-hati, Berni Wu akhirnya ragu-ragu mengeluarkan selembar uang dan berjalan ke toko kecil di seberang jalan.
Dia ingin membeli sesuatu untuk Uncle Ren, petugas kebersihan. Berni Wu khawatir dirinya mungkin harus tidur di ruang penjaga untuk beberapa waktu dan rasanya tidak pantas jika hanya makan dan minum secara gratis.
Orang lain mungkin akan terkecoh jika melihat sikapnya yang murah hati saat memberi uang kepada Arbor Qi. Padahal sebenarnya, Berni Wu sangat kikir untuk kehidupannya sehari-hari.
Berni Wu hanya akan menghisap satu batang rokok per hari. Selain itu, dia hanya menghabiskan satu set pancake untuk dua kali makan.
Meski keadaannya terbilang sulit, dia masih memegang petuah yang diajarkan oleh Simhao Wu, “Jangan pelit kepada teman yang memberikan nilai dalam hidup kita.”
Setelah keluar dari toko, Berni Wu langsung kembali ke ruang penjaga sambil membawa rokok dan minuman di tangannya.
“Kamu pulang kerya lebih awal ya…”
Uncle Ren menyapa sambil tersenyum.
Berni Wu mengeluarkan arak beras dari kantong plastik dan bertanya sambil tersenyum, "Paman, saatnya makan malam. Jika kamu tidak terburu-buru, mungkin kita bisa minum sedikit?"
“Berni Wu, aku sangat menyukai minuman ini!”
Tanpa ragu sedikit pun, Uncle Ren mengeluarkan dua gelas dari laci.
Kacang tanah yang dijual eceran dan arak beras murah… Dua pria dengan usia berbeda itu tertawa sambil saling menuangkan minuman untuk satu sama lain.
Berni Wu tidak terlalu mengenal Uncle Ren.
Dia hanya tahu bahwa Uncle Ren telah menjadi penjaga keamanan di kompleks perumahan itu selama beberapa tahun. Dia tidak tahu dari mana asalnya atau namanya lengkapnya. Meskipun demikian, itu tak rasa hormatnya terhadap Uncle Ren berkurang.
Untuk hal seperti ini, Berni Wu benar-benar mewarisi kebijaksanaan Simhao Wu.
Pada masa kejayaannya, Simhao Wu selalu mengajak orang lain makan malam tanpa mempertanyakan identitasnya. Dia meminjamkan uang kepada teman yang membutuhkan dan bahkan menghamburkannya untuk mereka. Sayangnya, kemurahan hatinya tidak pernah mendapatkan balasan yang setimpal. Setidaknya, begitu menurut Berni Wu.
Setelah meneguk dua gelas arak beras, Uncle Ren sudah sedikit mabuk. Sambil menggigit sebatang rokok, dia berkata, "Berni, kamu harus mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang di usia muda. Jika kamu tidak bekerja keras sekarang, saat mencapai usiaku seperti ini, kamu bahkan tidak akan memiliki tenaga untuk berambisi!"
Berni Wu tersenyum getir mendengarnya. "Aku juga inginnya seperti itu, tapi aku tidak punya kesempatan dan tidak beruntung."
“Kalau begitu, berarti kamu masih belum benar-benar miskin!”
Uncle Ren menatap kosong, lalu mengerutkan bibirnya dan berkata, "Pria yang tidak punya uang seperti ular berbisa tanpa gigi. Hanya penampilannya saja yang menakutkan, tetapi sebenarnya tidak bisa apa-apa!
Hati Berni Wu mendadak bergetar seolah-olah mendapatkan inspirasi. Namun, dia tidak bisa menjelaskan perasaannya.
“Zzzt… Zzzt…”
Suara nyamuk yang mengganggu terdengar di sekitar Berni Wu, dia segera mendongak untuk mencari asalnya.
"Plak!"
Uncle Ren menepuk lengannya dengan keras. Pada saat yang sama, dengungan nyamuk tiba-tiba berhenti dan noda darah seukuran kuku muncul di lengan pria itu.
Sambil melirik ke arah Berni Wu, Uncle Ren bergumam seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri, "Apakah layak mempertaruhkan nyawamu untuk sesuap nasi?"
Berni Wu tertegun selama beberapa detik, perasaan yang sulit dijelaskan itu menghantam hatinya lagi.
"Itu sepadan! Kita harus tetap hidup!" Uncle Ren berbicara perlahan, lalu mengambil gelasnya sambil melanjutkan, "Setelah meneguk ini, aku harus kembali!"
"Terima kasih, Uncle!"
Berni Wu tiba-tiba berdiri, memegang gelas araknya dengan kedua tangan, lalu membungkuk penuh rasa hormat. Dia berterima kasih atas nasihat yang telah diberikan orang tua di depannya itu.
Bagi beberapa orang, proses menjadi dewasa memakan waktu seumur hidup. Sementara bagi yang lainnya, itu bisa terjadi dalam sekejap.
Setelah berbincang dengan Uncle Ren, Berni Wu tiba-tiba sadar bahwa untuk bertahan hidup, tidak ada pilihan yang harus membuatnya merasa malu.
“Haha, aku mabuk. Aku sering bicara omong kosong saat sudah mabuk.”
Uncle Ren tertawa, lalu berjalan goyah meninggalkan ruang penjaga.
Sama seperti malam sebelumnya, pria yang banyak bicara itu sekali lagi meninggalkan rokok dan korek apinya untuk Berni Wu.
Pada malam gelap yang panjang ini, Berni Wu menghisap beberapa batang rokok dan membuat keputusan terpenting dalam hidupnya. Dia siap melakukan apa saja untuk menghasilkan uang.
Tepat pada tengah malam saat Berni Wu baru saja terlelap, dering telepon yang nyaring membangunkannya.
Melihat nama Arbor Qi muncul di layar ponsel, Berni Wu buru-buru menjawabnya, "Apakah ada pekerjaan untukku?”
Arbor Qi bertanya dengan terengah-engah, "Kak Berni, apakah kamu kenal Heri Luo? Dia adalah pria yang mengobrol denganmu di tokoku tadi siang."
"Dia dan aku adalah teman baik..."
"Diam! Jika kamu terus berbicara, aku akan memukulmu dengan keras!"
Sebelum Berni Wu sempat menjawab, raungan Arbor Qi dan suara seorang pria lainnya terdengar dari seberang telepon.
Mempertimbangkan situasinya, Berni Wu menduga bahwa itu adalah suara si pemuda berambut gimbal.
"Aku tidak mengenalnya!"
Berni Wu menjawab tanpa ragu-ragu.
“Kakak, bisakah kamu mengizinkanku berbicara dengannya?”
Beberapa detik kemudian, suara pemuda yang cemas terdengar, "Saudaraku, tolong bantu aku! Aku pernah membantumu juga! Selain itu, kamu harus tahu aku tidak kekurangan uang, kan?”
Berni Wu mengerutkan kening dan akhirnya menyela, "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!"
Pemuda itu hampir berteriak sekeras-kerasnya, "Seratus ribu! Dua ratus ribu juga tidak apa-apa! Selama kamu bisa membantuku, aku akan memberimu dua ratus ribu sebagai imbalan! Aku tidak akan berbohong, hanya anak anjing yang menipu orang!"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

41