Chapter 12: Hai, Saudaraku!

by 寻飞 10:30,Nov 28,2023
Setelah melangkah keluar dari pintu kamar, Berni Wu menghadapi wajah cantik Susir Trans. Ia pun merasa bersalah dan canggung.

Pada hari pertama kerja, ia sudah menyebabkan masalah besar kepada bosnya. Hal semacam ini pasti tidak menyenangkan bagi siapa pun. Alhasil Berni Wu sudah siap untuk menerima konsekuensinya.

“Maafkan aku, Susir Trans. Aku juga tidak menyangka akan menjadi seperti ini..”

Ketimbang menunggu disalahkan oleh orang lain, Berni Wu memilih untuk meminta maaf duluan.

Anehnya, Susir Trans memotong ucapannya dengan ekspresi bingung, “Kenapa meminta maaf? Lagi pula, apa yang kamu bicarakan?”

“Hah?”

Jujur saja, kali ini Berni Wu ikut merasa bingung saat mendengar ucapannya.

“Sebetulnya, aku hanya ingin bertanya. Apakah kamu bersedia mengirim Paman Wu ke Kota Shishi untuk menjalani pengobatan? Kebetulan, ada salah seorang temanku yang bergabung dalam divisi kanker di rumah sakit kota itu. Semalam, aku baru saja menghubunginya. Setelah mendengar situasimu, ia sangat ingin membantumu.”

Susir Trans kembali tersenyum ke arahnya dan mengatakan hal itu dengan suara lembut.

Melihat Berni Wu sepertinya masih belum mengerti, Susir Trans melanjutkan penjelasannya, “Sejujurnya, temanku itu adalah kepala divisi di rumah sakit itu. Dia bisa mengajukan bantuan dana bantuan dari pemerintah untuk kalian.”

“Wah, bagus sekali! Terima kasih malaikat penolongku… Eh, bukan! Perawat Susir Trans!”

Dalam sekejap, Berni Wu meraih tangan kecil Susir Trans dengan kuat. Ia amat gembira mendengar kabar ini. Pria ini terus-menerus menganggukkan kepala seraya mensyukuri keajaiban ini.

Di sisi lain, wajah cantik Susir Trans memerah, ia segera menarik tangannya keluar.

Melihat sikapnya itu, Berni Wu langsung menyadari bahwa dirinya telah kehilangan kendali, ia merasa malu dan menggaruk-garuk kepalanya.

“Jika kamu tidak berkeberatan, aku akan menghubungi temanku lagi setelah pulang kerja nanti.”

Suasana pun mulai terasa agak canggung, Susir Trans segera melangkah pergi setelah meninggalkan satu kalimat itu. Ia pergi seolah-olah melarikan diri.

Melihat punggung Susir Trans yang semakin menjauh, Berni Wu masih tertawa senang dengan kabar ini.

Ya, kabar ini adalah satu-satunya keajaiban yang diterimanya sejak ayahnya sakit. Dalam pikirannya, Susir Trans adalah malaikat baik hati yang sengaja turun ke Bumi untuknya. Keberadaannya itu lebih hangat daripada patung tanah liat yang ada di kuil-kuil.

“Paman, beristirahatlah dengan baik. Aku akan datang lagi nanti saat waktuku senggang.”

Ketika Berni Wu masih hanyut dalam kebahagiaannya itu, Raiden Wang seketika keluar dari kamar dan menutup pintu tersebut dengan tenang.

Berni Wu dengan cepat mengeluarkan sebatang rokok dan memberikan itu kepadanya.

Raiden Wang seketika menggerakkan bibirnya ke arah pintu darurat di sebelah sana, seolah mengajaknya pergi untuk berbicara di sana.

Setelah itu, keduanya menyalakan sebatang rokok, setelah beberapa saat hening, Raiden Wang menurunkan suaranya dan bertanya, “Tidak ada masalah, kan?”

“Tidak, sebenarnya aku hanya merasa perutku sedang sakit.”

Berni Wu menggelengkan kepalanya seperti gentong yang digoyangkan, ia berniat untuk menyimpan seluruh kejadian hari ini di dalam hatinya dan tidak akan menceritakannya kepada siapapun.

Raiden Wang pun tidak bertanya lagi, ia tersenyum dengan mulut terbuka dan kemudian mengeluarkan setumpuk uang kertas baru yang akan diberikan kepada Berni Wu.

“Aku tidak bisa terus seperti ini, Raiden Wang…”

Ah, tolong jangan menolak dengan nalurimu, Berni Wu.

“Kalau kamu ingin mengambilnya, ambil saja, jangan bertele-tele!”

Tanpa berkata-kata lagi, Raiden Wang memasukkan setumpuk uang itu ke dalam saku Berni Wu dengan wajah yang marah.

Pada saat ini, Berni Wu tentu tidak tahu cara menanggapinya.

Padahal di zaman ini, banyak orang kesulitan untuk meminjam uang kepada temannya, apalagi meminjamkan uangnya kepada orang asing yang baru dikenalnya kurang dari sehari.

Raiden Wang menghisap rokok lebih dalam dan berkata dengan suara serius, “Sesungguhnya ibuku meninggal lebih cepat karena penyakit ini!”

Mendengar itu, tenggorokan Benri Wu terasa seperti tersumbat sesuatu. Ia ingin sekali mengungkapkan rasa terima kasih, namun dirinya seolah tidak bisa mengatakannya.

“Ketika sudah punya uang nanti, kamu bisa mengembalikannya kapan saja! Baiklah, aku pamit kalau begitu!”

Raiden Wang sekali lagi mengangkat sehelai senyuman di sudut bibirnya, menunjukkan dua baris gigi putihnya yang khas. Ia pun lanjut melangkah menuruni tangga.

“Kawan, aku pasti akan mengembalikannya kepadamu. Itu pasti!”

Benri Wu seketika meraih salah satu tangan Raiden Wang dan menggenggam erat dengan kedua tangannya.

Ya, ketika bertemu dengan orang lain, kesan pertama akan sangat penting bagi seseorang.

Ada seseorang yang sudah lama mengenal temannya, namun tidak ada hubungan yang erat di antara keduanya. Sedangkan di sisi lain, ada seseorang yang baru bertemu sejenak, namun sudah menemukan hubungan yang erat di antara keduanya.

Sesuai dengan itu, saat ini, Benri Wu telah menempatkan Raiden Wang sebagai salah satu teman yang berharga di hatinya.

Bagi pria pendiam ini, ia sungguh-sungguh ingin berterima kasih dari lubuk hatinya.

Setelah menenangkan pikirannya, Benri Wu kembali ke kamar, kakeknya pun sudah duduk di samping tempat tidur sambil membaca koran.

Benri Wu seperti biasa mengambil sapu dan menyapu kamar ini hingga bersih.

Ya, keduanya saling berdiam diri saja. Walau demikian, inilah cara komunikasi terbaik di antara keduanya. Benri Wu memang jarang mengatakan kesulitannya untuk membiayai perawatan orang tuanya itu. Sama halnya dengan kakek ini, ia pun juga tidak pernah mengungkapkan rasa sakit yang dialaminya selama menjalani kemoterapinya tersebut.

Saat sedang menyapu, Benri Wu tiba-tiba menemukan setengah batang rokok di bawah tempat tidur. Ia pun langsung menatap curiga ke arah orang tua itu.

Sedangkan orang tua ini tampaknya tidak menyadarinya dan masih sibuk membaca koran.

“Apa ada lagi teman yang mengunjungimu hari ini?”

“Apakah aku masih punya teman sekarang?” Tanyanya balik sambil tersenyum dan membungkuk untuk mengambil puntung rokok itu.

Namun tetap saja, tanpa mengalihkan pandangannya dari koran, orang tua ini mengatakannya dengan nada bicara acuh tak acuh.

Setelahnya, keduanya terdiam! Mereka kembali terjebak dalam keheningan!

Setelah sekitar beberapa menit kemudian, Benri Wu keluar dari kamar dan langsung menuju kantor administrasi rumah sakit.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

41