chapter 12 Asal Muasal yang Tidak Jelas
by Erly
10:36,Nov 08,2023
Hari sudah sore ketika Feri kembali ke Desa Bunga Gui dengan gerobak roda tiga miliknya.
Dari kejauhan Feri melihat sekerumunan orang di luar pekarangan rumahnya. Si Kudisan membawa orang ke rumahnya lagi.
Feri menginjak pedal gas dan berhenti di depan rumahnya. Dia turun dari kendaraannya dan pergi ke bagian belakang untuk mengambil tasnya.
"Kudisan!"
Feri berteriak, dan Si Kudisan dan anak buahnya mundur ketakutan.
"Feri, di kontrak tertulis dengan jelas, paling lambat jam 12 ini kamu harus membayarnya. Apa kamu mau memukulku lagi?"
Si Kudisan menarik napas dan berteriak. Dia percaya dengan alasan ini, Feri tidak akan berani memukulnya.
"Memangnya kamu bisa membayar utang seratus juta dalam waktu dua hari? Kamu kira keluargamu punya bisnis perbankan?" Si Kudisan mencemooh dalam hatinya. Mengingat sikap angkuh Feri, Si Kudisan tidak berani mengutarakan ucapannya.
Pada saat ini, sesosok wanita bertubuh lembut tiba-tiba berlari ke arah mereka.
Yuni terengah-engah sambil menggenggam segepok uang dan sebuah gelang giok.
"Kudisan, ini ada 40 juta dan gelang giok, ambillah! Kalau dijual pasti akan lebih dari 60 juta!"
Si Kudisan menatap Yuni dengan tatapan curiga, "Mana mungkin gelang giok ini senilai 120 juta? Jangan membohongiku."
Mulut Si Kudisan berkata demikian, tetapi dia tetap meraih tangan Yuni.
Menyadari kalau di gelang giok yang dipakai Yuni ada energi spiritual, Feri mengerutkan keningnya.
Feri menarik Yuni ke belakangnya dan menepuk tangan Si Kudisan.
Bibi Yuni, aku punya uang untuk membayarnya.
Feri merasa terharu. Sebelum masuk kemiliteran Yuni pernah menunjukkan gelang ini padanya. Gelang ini adalah peninggalan ibunya sebelum ibunya meninggal. Hanya saja saat itu Yuni tidak mendapatkan warisan dan tidak tahu sifat misterius dari gelang ini.
Si Kudisan tertawa terbahak-bahak dan orang di sekitar sana mulai mengejek.
Feri melempar tas itu ke tanah, "Uangnya ada di dalam."
Si Kudisan langsung membuka tas itu dan membelalakkan matanya.
"Gila! Banyak, banyak sekali uangnya!" Setelah melihat uang di tas itu, Si Kudisan menelan air liurnya.
Penduduk desa ikut heboh ketika melihat isi tas yang Feri lempar ke tanah.
"Ish, aku nggak pernah melihat uang sebanyak itu seumur hidupku. Apa Feri dapat begitu banyak rejeki?"
Siapa yang bilang itu rejeki? Menurutku Feri pasti melakukan hal yang nggak-nggak, mengandalkan seni bela diri miliknya. Cepat atau lambat dia pasti akan dipenjara."
Seorang warga ikut mencibir.
"Iya. Uang sebanyak itu, paling nggak juga berapa ratus juta, mungkin saja dia merampoknya."
Si Kudisan tidak memedulikannya. Hal yang paling penting adalah Feri bisa membayarnya. Dia menjulurkan tangannya ke dalam tas.
Dalam sekejap, Si Kudisan berhasil merogoh beberapa gepok uang.
Si Kudisan mau mengulurkan tangannya lagi.
Feri meraih tangan Si Kudisan dan berkata, "Sudah seratus juta. Kenapa? Kamu mau ambil lebih?"
Feri memegang Si Kudisan dengan kencang sampai dia tidak bisa bergerak.
"Di kontrak tertulis jelas ada bunga 60%, jadi kamu masih harus membayar bunga sebanyak 60 juta. Jangan coba-coba menipuku!"
Ucap Si Kudisan dengan marah, uangnya berada di depan matanya, tetapi dia tidak bisa mengambilnya.
Feri memberi Si Kudisan tatapan menghina. Tentu saja dia tahu, kemarin dia sudah melihat ada bunga sebanyak 60% di kontraknya. Tetapi, dia sedang terburu-buru mengobati ibunya, jadi dia tidak sempat memedulikannya.
"Kamu berani menagih bunga puluhan juta dariku? Hm?" tanya sambil menepuk-nepuk wajah Si Kudisan.
Si Kudisan menatap Feri dengan ekspresi muram.
Feri mendengus, lalu melempar Si Kudisan sampai tersungkur ke samping.
Feri mengeluarkan uang 60 juta lagi dan melemparnya ke Si Kudisan.
"Uang ini cukup untuk membayar bungamu yang sudah jauh di atas bunga bank. Cepat ambil uangnya dan pergi, atau aku akan mematahkan kakimu!"
"Kamu ..." Si Kudisan mengertakkan gigi dan menatap Feri, tetapi tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu Feri bukan hanya menggertaknya, dia benar-benar akan melakukannya!
Kalau Feri tidak membayar utangnya, mungkin Si Kudisan masih sedikit berani. Tetapi, sekarang Feri sudah melunasi utangnya, Si Kudisan takut Feri benar-benar mematahkan kakinya!
Mempertimbangkan betapa ganasnya Feri kemarin. Feri bisa membunuhnya ataupun melumpuhkannya hanya dengan satu pukulan!
Si Kudisan bangkit dan mulai memungut uang yang berceceran.
"Feri, jangan merasa dirimu sangatlah hebat. Orang macam apa yang belum pernah kutemui di sini, kamu tunggu saja!"
Si Kudisan menatap Feri dengan penuh kebencian, lalu berbalik dan pergi.
Orang pintar tahu kapan waktunya untuk menghindari situasi yang tidak menguntungkan, agar tidak menderita kerugian. Si Kudisan jamin dia pasti akan membuat Feri membayarnya dua kali lipat!
Feri menatap kepergian Si Kudisan dengan geli. Dia tidak akan takut mau berapa pun orang semacam Si Kudisan yang mendatanginya.
"Yo, Feri sudah kaya, ya? Apa yang kamu lakukan, bahkan lebih cepat dari mencuri!"
Di antara kerumunan penonton, seorang wanita pedesaan yang gemuk, berusia empat puluh lima atau empat puluh enam tahun berteriak dengan nada konspiratif.
Nada suara kejam itu langsung menuduh Feri melakukan hal yang tidak-tidak!
Penduduk di sekitarnya mulai berbisik-bisik ketika mendengar ucapan itu dilontarkan. Terlihat jelas kalau mereka juga setuju asal muasal uang ini tidak jelas!
Uang di dalam tas itu paling tidak juga ratusan juta. Feri adalah seorang pensiunan militer, mana mungkin dia bisamendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari!
"Wah, bagaimana kamu memperoleh uang ini? Jangan sampai melakukan hal-hal ilegal."
Riana menanyakannya dengan sedikit gelisah. Riana dan Yohan tampak linglung di sepanjang perjalanan. Setelah ada yang mengatai anaknya, mereka pun mulai berpikir sembarangan!
Bagaimanapun itu adalah uang satu miliar!
Menurut Riana, mau menjual apa pun juga tidak bisa meraup keuntungan satu miliar dalam dua hari!
"Bu, tenanglah, uang ini semuanya adalah hasil bisnisku."
Feri menjelaskannya pada ibunya. Tidak heran kalau Riana meragukannya, bagaimanapun dia mendapatkan uang ini dalam waktu yang sangat singkat.
"Kamu jualan apa sampai bisa mendapat uang sebanyak itu? Jangan bilang kamu jual narkoba? Jangan menyentuh barang-barang kayak gitu. Beberapa tahun yang lalu warga di desa sebelah dijatuhi hukuman seumur hidup."
Wanita gemuk itu terus memanas-manasi keadaan dengan wajah angkuh.
"Dinda Xie, omong kosong apa yang kamu bicarakan!" teriak Riana dengan ekspresi muram.
Feri juga melirik Dinda Xie. Dinda Xie tinggal di sebelah mereka, sejak kecil, dia selalu suka mencemooh keluarga mereka. Feri tidak pernah punya kesan baik terhadapnya.
Dinda Xie juga tak mau kalah, "Hei, Kak Riana, kakimu baru sembuh dua hari saja sudah segalak itu. Aku kira kamu sudah jadi orang cacat."
Mendengar ucapan itu, Feri yang awalnya malas menanggapinya, sekarang tatapannya menjadi gelap. Dia menendang batu di pekarangan rumahnya. Batu seberat ratusan kilogram itu langsung mendarat di depan kaki Dinda Xie.
Bang!
Debu beterbangan dan menghancurkan gundukan tanah, kurang dari satu sentimeter dari kaki Dinda Xie!
"Astaga!"
Dinda Xie ketakutan setengah mati sampai tersungkur di tanah dan buru-buru merangkak untuk melarikan diri!
Melihat tidak ada hiburan yang bisa mereka tonton lagi, penduduk desa juga perlahan-lahan bubar.
"Bibi, terima kasih."
Feri berbalik untuk berterima kasih pada Yuni. Kesan Riana dan Yohan terhadap Yuni juga bertambah baik melihat Yuni berlalu kemari untuk memberikan bantuan pada keluarga mereka.
"Sama-sama, masalahnya sudah selesai, jadi Bibi pulang dulu, ya."
Feri ingin menanyakan dari mana Yuni memperoleh uang itu, tetapi keluarga Zhao berada di sini, jadi dia juga agak sungkan untuk mengajak Yuni mengobrol.
Saat mereka sekeluarga sudah masuk ke dalam rumah, Riana tampak ingin menanyakan sesuatu, tetapi sedikit ragu.
"Masaklah dulu, Feri sudah keluar seharian, dia pasti kelaparan. Kalau ada yang mau kamu tanyakan, tanyakan saja nanti."
Yohan mengibaskan tangannya dan duduk di ruang tamu sambil menghirup sebatang rokok, dia juga tampak khawatir.
Itu adalah uang satu miliar! Dari mana uang satu miliar itu berasal!
Feri dan keluarganya sedang menyantap makanan di meja makan.
"Feri, jawab dengan jujur bagaimana kamu memperoleh uang itu." Riana tahan untuk tidak menanyakannya lagi.
Pandangan semua orang tertuju pada Feri, menantikan jawabannya.
"Bu, sudah kubilang, aku mendapatkan uang itu dari hasil jualan anggur obat yang kuracik."
Feri tetap menjelaskannya meski dia sudah menjelaskannya berulang-ulang kali.
"Feri, dengarkan ayah, keluarga Zhao memang miskin dan nggak punya uang. Kita bisa menjual tanah, rumah, bahkan darah kita, tapi nggak boleh melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik leluhur kita."
Yohan berceramah dengan nada serius, dia selalu hidup dalam kemiskinan, satu-satunya hal yang bisa dia banggakan adalah dia tidak pernah melakukan kejahatan.
"Setiap sen uang ini adalah uang bersih," jelas Feri dengan tenang.
"Kak, Si Kudisan bilang dia akan mengutus orang untuk balas dendam, gimana dong?"
Kirana merasa takut, dia terus-terusan mengingat ancaman Si Kudisan.
"Tenanglah, selama aku berada di sini, kalian nggak perlu mengkhawatirkannya."
Saat Feri pergi ke toilet di tengah malam, dia mendengar desahan dari kamar orang tuanya. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan tak bisa berbuat apa-apa.
Orang tua Feri jelas masih tidak percaya dengan asal muasal uang itu. Biarkanlah fakta yang mengungkapkannya!
Dari kejauhan Feri melihat sekerumunan orang di luar pekarangan rumahnya. Si Kudisan membawa orang ke rumahnya lagi.
Feri menginjak pedal gas dan berhenti di depan rumahnya. Dia turun dari kendaraannya dan pergi ke bagian belakang untuk mengambil tasnya.
"Kudisan!"
Feri berteriak, dan Si Kudisan dan anak buahnya mundur ketakutan.
"Feri, di kontrak tertulis dengan jelas, paling lambat jam 12 ini kamu harus membayarnya. Apa kamu mau memukulku lagi?"
Si Kudisan menarik napas dan berteriak. Dia percaya dengan alasan ini, Feri tidak akan berani memukulnya.
"Memangnya kamu bisa membayar utang seratus juta dalam waktu dua hari? Kamu kira keluargamu punya bisnis perbankan?" Si Kudisan mencemooh dalam hatinya. Mengingat sikap angkuh Feri, Si Kudisan tidak berani mengutarakan ucapannya.
Pada saat ini, sesosok wanita bertubuh lembut tiba-tiba berlari ke arah mereka.
Yuni terengah-engah sambil menggenggam segepok uang dan sebuah gelang giok.
"Kudisan, ini ada 40 juta dan gelang giok, ambillah! Kalau dijual pasti akan lebih dari 60 juta!"
Si Kudisan menatap Yuni dengan tatapan curiga, "Mana mungkin gelang giok ini senilai 120 juta? Jangan membohongiku."
Mulut Si Kudisan berkata demikian, tetapi dia tetap meraih tangan Yuni.
Menyadari kalau di gelang giok yang dipakai Yuni ada energi spiritual, Feri mengerutkan keningnya.
Feri menarik Yuni ke belakangnya dan menepuk tangan Si Kudisan.
Bibi Yuni, aku punya uang untuk membayarnya.
Feri merasa terharu. Sebelum masuk kemiliteran Yuni pernah menunjukkan gelang ini padanya. Gelang ini adalah peninggalan ibunya sebelum ibunya meninggal. Hanya saja saat itu Yuni tidak mendapatkan warisan dan tidak tahu sifat misterius dari gelang ini.
Si Kudisan tertawa terbahak-bahak dan orang di sekitar sana mulai mengejek.
Feri melempar tas itu ke tanah, "Uangnya ada di dalam."
Si Kudisan langsung membuka tas itu dan membelalakkan matanya.
"Gila! Banyak, banyak sekali uangnya!" Setelah melihat uang di tas itu, Si Kudisan menelan air liurnya.
Penduduk desa ikut heboh ketika melihat isi tas yang Feri lempar ke tanah.
"Ish, aku nggak pernah melihat uang sebanyak itu seumur hidupku. Apa Feri dapat begitu banyak rejeki?"
Siapa yang bilang itu rejeki? Menurutku Feri pasti melakukan hal yang nggak-nggak, mengandalkan seni bela diri miliknya. Cepat atau lambat dia pasti akan dipenjara."
Seorang warga ikut mencibir.
"Iya. Uang sebanyak itu, paling nggak juga berapa ratus juta, mungkin saja dia merampoknya."
Si Kudisan tidak memedulikannya. Hal yang paling penting adalah Feri bisa membayarnya. Dia menjulurkan tangannya ke dalam tas.
Dalam sekejap, Si Kudisan berhasil merogoh beberapa gepok uang.
Si Kudisan mau mengulurkan tangannya lagi.
Feri meraih tangan Si Kudisan dan berkata, "Sudah seratus juta. Kenapa? Kamu mau ambil lebih?"
Feri memegang Si Kudisan dengan kencang sampai dia tidak bisa bergerak.
"Di kontrak tertulis jelas ada bunga 60%, jadi kamu masih harus membayar bunga sebanyak 60 juta. Jangan coba-coba menipuku!"
Ucap Si Kudisan dengan marah, uangnya berada di depan matanya, tetapi dia tidak bisa mengambilnya.
Feri memberi Si Kudisan tatapan menghina. Tentu saja dia tahu, kemarin dia sudah melihat ada bunga sebanyak 60% di kontraknya. Tetapi, dia sedang terburu-buru mengobati ibunya, jadi dia tidak sempat memedulikannya.
"Kamu berani menagih bunga puluhan juta dariku? Hm?" tanya sambil menepuk-nepuk wajah Si Kudisan.
Si Kudisan menatap Feri dengan ekspresi muram.
Feri mendengus, lalu melempar Si Kudisan sampai tersungkur ke samping.
Feri mengeluarkan uang 60 juta lagi dan melemparnya ke Si Kudisan.
"Uang ini cukup untuk membayar bungamu yang sudah jauh di atas bunga bank. Cepat ambil uangnya dan pergi, atau aku akan mematahkan kakimu!"
"Kamu ..." Si Kudisan mengertakkan gigi dan menatap Feri, tetapi tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu Feri bukan hanya menggertaknya, dia benar-benar akan melakukannya!
Kalau Feri tidak membayar utangnya, mungkin Si Kudisan masih sedikit berani. Tetapi, sekarang Feri sudah melunasi utangnya, Si Kudisan takut Feri benar-benar mematahkan kakinya!
Mempertimbangkan betapa ganasnya Feri kemarin. Feri bisa membunuhnya ataupun melumpuhkannya hanya dengan satu pukulan!
Si Kudisan bangkit dan mulai memungut uang yang berceceran.
"Feri, jangan merasa dirimu sangatlah hebat. Orang macam apa yang belum pernah kutemui di sini, kamu tunggu saja!"
Si Kudisan menatap Feri dengan penuh kebencian, lalu berbalik dan pergi.
Orang pintar tahu kapan waktunya untuk menghindari situasi yang tidak menguntungkan, agar tidak menderita kerugian. Si Kudisan jamin dia pasti akan membuat Feri membayarnya dua kali lipat!
Feri menatap kepergian Si Kudisan dengan geli. Dia tidak akan takut mau berapa pun orang semacam Si Kudisan yang mendatanginya.
"Yo, Feri sudah kaya, ya? Apa yang kamu lakukan, bahkan lebih cepat dari mencuri!"
Di antara kerumunan penonton, seorang wanita pedesaan yang gemuk, berusia empat puluh lima atau empat puluh enam tahun berteriak dengan nada konspiratif.
Nada suara kejam itu langsung menuduh Feri melakukan hal yang tidak-tidak!
Penduduk di sekitarnya mulai berbisik-bisik ketika mendengar ucapan itu dilontarkan. Terlihat jelas kalau mereka juga setuju asal muasal uang ini tidak jelas!
Uang di dalam tas itu paling tidak juga ratusan juta. Feri adalah seorang pensiunan militer, mana mungkin dia bisamendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari!
"Wah, bagaimana kamu memperoleh uang ini? Jangan sampai melakukan hal-hal ilegal."
Riana menanyakannya dengan sedikit gelisah. Riana dan Yohan tampak linglung di sepanjang perjalanan. Setelah ada yang mengatai anaknya, mereka pun mulai berpikir sembarangan!
Bagaimanapun itu adalah uang satu miliar!
Menurut Riana, mau menjual apa pun juga tidak bisa meraup keuntungan satu miliar dalam dua hari!
"Bu, tenanglah, uang ini semuanya adalah hasil bisnisku."
Feri menjelaskannya pada ibunya. Tidak heran kalau Riana meragukannya, bagaimanapun dia mendapatkan uang ini dalam waktu yang sangat singkat.
"Kamu jualan apa sampai bisa mendapat uang sebanyak itu? Jangan bilang kamu jual narkoba? Jangan menyentuh barang-barang kayak gitu. Beberapa tahun yang lalu warga di desa sebelah dijatuhi hukuman seumur hidup."
Wanita gemuk itu terus memanas-manasi keadaan dengan wajah angkuh.
"Dinda Xie, omong kosong apa yang kamu bicarakan!" teriak Riana dengan ekspresi muram.
Feri juga melirik Dinda Xie. Dinda Xie tinggal di sebelah mereka, sejak kecil, dia selalu suka mencemooh keluarga mereka. Feri tidak pernah punya kesan baik terhadapnya.
Dinda Xie juga tak mau kalah, "Hei, Kak Riana, kakimu baru sembuh dua hari saja sudah segalak itu. Aku kira kamu sudah jadi orang cacat."
Mendengar ucapan itu, Feri yang awalnya malas menanggapinya, sekarang tatapannya menjadi gelap. Dia menendang batu di pekarangan rumahnya. Batu seberat ratusan kilogram itu langsung mendarat di depan kaki Dinda Xie.
Bang!
Debu beterbangan dan menghancurkan gundukan tanah, kurang dari satu sentimeter dari kaki Dinda Xie!
"Astaga!"
Dinda Xie ketakutan setengah mati sampai tersungkur di tanah dan buru-buru merangkak untuk melarikan diri!
Melihat tidak ada hiburan yang bisa mereka tonton lagi, penduduk desa juga perlahan-lahan bubar.
"Bibi, terima kasih."
Feri berbalik untuk berterima kasih pada Yuni. Kesan Riana dan Yohan terhadap Yuni juga bertambah baik melihat Yuni berlalu kemari untuk memberikan bantuan pada keluarga mereka.
"Sama-sama, masalahnya sudah selesai, jadi Bibi pulang dulu, ya."
Feri ingin menanyakan dari mana Yuni memperoleh uang itu, tetapi keluarga Zhao berada di sini, jadi dia juga agak sungkan untuk mengajak Yuni mengobrol.
Saat mereka sekeluarga sudah masuk ke dalam rumah, Riana tampak ingin menanyakan sesuatu, tetapi sedikit ragu.
"Masaklah dulu, Feri sudah keluar seharian, dia pasti kelaparan. Kalau ada yang mau kamu tanyakan, tanyakan saja nanti."
Yohan mengibaskan tangannya dan duduk di ruang tamu sambil menghirup sebatang rokok, dia juga tampak khawatir.
Itu adalah uang satu miliar! Dari mana uang satu miliar itu berasal!
Feri dan keluarganya sedang menyantap makanan di meja makan.
"Feri, jawab dengan jujur bagaimana kamu memperoleh uang itu." Riana tahan untuk tidak menanyakannya lagi.
Pandangan semua orang tertuju pada Feri, menantikan jawabannya.
"Bu, sudah kubilang, aku mendapatkan uang itu dari hasil jualan anggur obat yang kuracik."
Feri tetap menjelaskannya meski dia sudah menjelaskannya berulang-ulang kali.
"Feri, dengarkan ayah, keluarga Zhao memang miskin dan nggak punya uang. Kita bisa menjual tanah, rumah, bahkan darah kita, tapi nggak boleh melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik leluhur kita."
Yohan berceramah dengan nada serius, dia selalu hidup dalam kemiskinan, satu-satunya hal yang bisa dia banggakan adalah dia tidak pernah melakukan kejahatan.
"Setiap sen uang ini adalah uang bersih," jelas Feri dengan tenang.
"Kak, Si Kudisan bilang dia akan mengutus orang untuk balas dendam, gimana dong?"
Kirana merasa takut, dia terus-terusan mengingat ancaman Si Kudisan.
"Tenanglah, selama aku berada di sini, kalian nggak perlu mengkhawatirkannya."
Saat Feri pergi ke toilet di tengah malam, dia mendengar desahan dari kamar orang tuanya. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan tak bisa berbuat apa-apa.
Orang tua Feri jelas masih tidak percaya dengan asal muasal uang itu. Biarkanlah fakta yang mengungkapkannya!
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved