Bab 9
by AM.assekop
10:54,Oct 30,2023
Satu yang lainnya berteriak dengan pandangan licik. “Ngapain kalian berdua di tengah hutan he? Kalian berdua mau mesum? Apa kalian sudah menikah? Kalian tidak mungkin suami istri karena untuk apa kalian mesum di sini!? Kau juga terlalu muda untuk ibu-ibu itu, Anak muda!” Si botak itu terus mencerocos, nanya sendiri jawab sendiri.
Si rambut gondrong menatap kejam. “Anak muda, kau akan kami biarkan mesum di sini, lalu setelah itu pergilah, tapi tinggalkan semua apa yang kalian bawa!” Lelaki itu mengawasi dua karung besar dan satu kantong kecil.
Mereka berdua pikir, sepertinya lelaki dan perempuan ini cukup kaya kalau dilihat dari apa yang dibawa. Sepertinya mereka akan menjadi kaya hari ini. Karena sudah lebih dari lima hari ini belum dapat mangsa, ketika melihat korban yang sepertinya lemah, maka dua orang itu tampak semangat sekali.
Si botak kembali menebas-nebaskan dahan-dahan di dekatnya, bermaksud menggertak dan menakut-nakuti. Si pirang mengeluarkan pisau kecil dan cambuk lalu memain-mainkan cambuk tersebut di udara. Mereka sengaja mengincar calon korban yang tampak asing dan lemah. Biasanya, mereka selalu berhasil.
Riley bergidik ketakutan, segera berlindung di belakang tubuh kekar Brockley.
“Aku akan menjagamu!” bisik Brockley dengan suara jantan yang menggetarkan jiwa. Wajahnya sangat serius mengawasi dua penjahat pas di depannya itu. Brockley membuka salah satu karung, lalu mengambil dua buah pedang peninggalan ayah dan pamannya. Dia mengangkat dua pedang itu ke atas, siap bertarung!
Si botak menyeringai. “Anak muda, kau mau menakut-nakuti kami berdua?”
Si pirang tersenyum mengejek. “Astaga! Setelah kau membanggakan dua pedang itu, apa lantas kami berdua takut padamu, lalu kabur begitu saja?!”
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak dengan sangat sombong. Bagi mereka berdua, Brockley mau mengajaknya bercanda. Dua lelaki itu sudah bertahun-tahun menekuni profesi sebagai pencuri, perampok, dan pembegal.
Dengan uang haram itulah mereka berdua menghidupi anak dan istri mereka di rumah. Jika dalam satu bulan mereka tidak dapat korban, keluarga mereka bisa tidak makan. Oleh karena itu, darah adalah harga mati untuk diperjuangkan.
Riley memeluk Brockley dari belakang. “Berikan saja sebagian harta milik kita. Berikan satu keping emas dan dua puluh keping perak. Mereka pasti mau.”
Suara Riley terdengar oleh mereka. Mendengar itu, mereka sedikit kaget. Uang tersebut bisa untuk biaya hidup selama satu bulan. Biasanya kalau beraksi, mereka palingan dapat belasan koin perak, sangat jarak dapat emas.
Jika demikian yang ditawarkan, berarti harta mereka lebih banyak dari itu, baru emas dan perak, belum barang-barang berharga lain. Karenanya dua penjahat tersebut makin tak sabar mau menghabisi Brockley. Kalau satu mangsa ini selesai, mereka bisa istirahat beraksi selama satu bulan.
“Berapa total uang kalian?” tanya si Botak.
Brockley dengan tegas menjawab, “Lima keping emas dan delapan puluh keping perak. Bagaimana, cukup untuk kalian?”
Jauh dari cukup.
Si pirang menggagahkan diri. “Kalian orang kaya dan asing. Serahkan saja pada kami tiga keping emas dan lima puluh keping perak, lalu silakan kalian pergi. Kami masih kasihan sama kalian.”
Si botak menggertakkan gerahamnya dengan penuh keangkuhan. “Entah kalian berdua sepasang kekasih atau ibu dan anak. Kami tidak mengerti. Yang pasti, serahkan saja yang sudah kami sebuti tadi kalau kalian berdua mau selamat. Cepatlah!” cecar si botak sudah tak tahan. Takutnya akan ada orang lain yang melihat aksi mereka.
Brockley mengayunkan kedua pedangnya di udara. “Syarat utamanya adalah jangan pernah kalian menyentuh Riley, kekasihku. Begini, jika kalian berdua berhasil mengalahkanku atau mungkin membunuhku, ambillah bagian itu dan biarkan gadis ini pergi.”
“Brockley!” sela Riley terus memeluknya. “Sudah, berikan saja uang sebanyak itu dan tidak usah melawan mereka.”
Brockley tidak mempedulikan perkataan Riley. “Kalian berdua! Jika kalian berhasil membunuhku, baru kalian bisa mendapatkannya. Ayo kita bertarung!”
Pelukan Riley makin kencang. Baru beberapa saat yang lalu dia menumpahkan rasa sayangnya, namun sekarang dia sangat bersedih karena orang tersayangnya sedang berada di depan jurang kematian.
Meskipun Brockley cukup mahir bela diri dan memainkan pedang, namun dua orang itu adalah musuh pertamanya, belum pernah Brockley berhadapan dengan musuh sebenarnya.
Karena itulah Riley agak sangsi jika Brockley mampu mengatasi perlawanan dua penjahat itu. Tapi, itu menurut Riley yang agak pesimis. Sementara Brockley sangat optimis kalau dia bakal mengalahkan mereka.
Si pirang melangkah panjang sambil memutar-mutarkan cambuknya seperti baling-baling helikopter.
Wush!
Wush!
Segera Brockley menjauhkan Riley dan lebih dekat di sebuah batang pohon besar. Dia harap Riley tidak usah banyak gerak dan banyak omong. “Tenanglah di sini! Aku pasti akan menang!” serunya sambil tersenyum semangat.
Brockley pun bergegas maju sambil menebaskan putaran cambuk itu hingga cambuk itu terputus. Dia mendapat serangan lanjutan dari si pirang dengan pisaunya tetapi dia segera mengelak dengan mundur beberapa langkah.
Pisau itu membelah angin.
Si botak maju dengan sangat arogan. Dia bermaksud membacok kepala Brockley dengan begitu ganasnya. Namun, Brockley refleks dan berhasil mengelak dari serangan berbahaya itu, jika dia tidak sigap, asli kepalanya langsung bocor.
“Kau yang menantang kami, Bocah!” sergah si pirang lalu mengeluarkan pisau lagi. “Kekasihmu akan melihat mayatmu yang konyol!”
Brockley acuh tak acuh. Meski dua lawan satu, dia akan terus berusaha dengan modal ilmu dan latihan selama bertahun-tahun. Jika dia kalah dalam pertarungan pertamanya, itu berarti dia telah gagal dalam belajar bela diri dan menggunakan pedang.
Tiba-tiba dia terkenang dengan sosok Herbert yang telah banyak sekali memberikan pelajaran berharga. Dia pun terkenang dengan semua cerita yang pernah didengarnya tentang sosok ayahnya yang tangguh luar biasa.
Dua pedang ini adalah peninggalan dari ayah dan pamannya. Dia tidak akan menyia-nyiakannya dan tidak akan pula mengecewakan keduanya. “Kalian berdua lari, atau mau mati?!” tanya Brockley dengan suara yang keras.
Mereka berdua malah tergelak geli. “Jelas kami tidak akan lari dari sini!” seru mereka berbarengan.
Ada sebuah anggukan dan senyum tipis dari Brockley. Dia mengatur napas sebentar, lalu melangkah maju.
Terjadi pertarungan yang seru di antara mereka. Suara senjata mereka saling beradu. Trang! Tring!
Namun ketika tenaga dua orang itu mulai habis, saat itulah Brockley mengambil kesempatan. Tanpa ampun, dengan pedang di tangan kirinya dia menebas kepala pirang dan dengan pedang di tangan kanannya dia menebas kepala si botak.
Dua orang itu langsung mati di tempat.
Riley makin bergetar ketakutan tapi Brockley segera memeluknya kembali. “Sudah aku bilang, aku pasti akan menang melawan mereka. Dua kepala mereka adalah awal dari impian besarku. Masih akan ada banyak lagi kepala yang mesti aku lepaskan dari badan mereka. Riley, bukankah kau adalah guru yang mengajarkanku bagaimana menjadi panglima perang?”
Si rambut gondrong menatap kejam. “Anak muda, kau akan kami biarkan mesum di sini, lalu setelah itu pergilah, tapi tinggalkan semua apa yang kalian bawa!” Lelaki itu mengawasi dua karung besar dan satu kantong kecil.
Mereka berdua pikir, sepertinya lelaki dan perempuan ini cukup kaya kalau dilihat dari apa yang dibawa. Sepertinya mereka akan menjadi kaya hari ini. Karena sudah lebih dari lima hari ini belum dapat mangsa, ketika melihat korban yang sepertinya lemah, maka dua orang itu tampak semangat sekali.
Si botak kembali menebas-nebaskan dahan-dahan di dekatnya, bermaksud menggertak dan menakut-nakuti. Si pirang mengeluarkan pisau kecil dan cambuk lalu memain-mainkan cambuk tersebut di udara. Mereka sengaja mengincar calon korban yang tampak asing dan lemah. Biasanya, mereka selalu berhasil.
Riley bergidik ketakutan, segera berlindung di belakang tubuh kekar Brockley.
“Aku akan menjagamu!” bisik Brockley dengan suara jantan yang menggetarkan jiwa. Wajahnya sangat serius mengawasi dua penjahat pas di depannya itu. Brockley membuka salah satu karung, lalu mengambil dua buah pedang peninggalan ayah dan pamannya. Dia mengangkat dua pedang itu ke atas, siap bertarung!
Si botak menyeringai. “Anak muda, kau mau menakut-nakuti kami berdua?”
Si pirang tersenyum mengejek. “Astaga! Setelah kau membanggakan dua pedang itu, apa lantas kami berdua takut padamu, lalu kabur begitu saja?!”
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak dengan sangat sombong. Bagi mereka berdua, Brockley mau mengajaknya bercanda. Dua lelaki itu sudah bertahun-tahun menekuni profesi sebagai pencuri, perampok, dan pembegal.
Dengan uang haram itulah mereka berdua menghidupi anak dan istri mereka di rumah. Jika dalam satu bulan mereka tidak dapat korban, keluarga mereka bisa tidak makan. Oleh karena itu, darah adalah harga mati untuk diperjuangkan.
Riley memeluk Brockley dari belakang. “Berikan saja sebagian harta milik kita. Berikan satu keping emas dan dua puluh keping perak. Mereka pasti mau.”
Suara Riley terdengar oleh mereka. Mendengar itu, mereka sedikit kaget. Uang tersebut bisa untuk biaya hidup selama satu bulan. Biasanya kalau beraksi, mereka palingan dapat belasan koin perak, sangat jarak dapat emas.
Jika demikian yang ditawarkan, berarti harta mereka lebih banyak dari itu, baru emas dan perak, belum barang-barang berharga lain. Karenanya dua penjahat tersebut makin tak sabar mau menghabisi Brockley. Kalau satu mangsa ini selesai, mereka bisa istirahat beraksi selama satu bulan.
“Berapa total uang kalian?” tanya si Botak.
Brockley dengan tegas menjawab, “Lima keping emas dan delapan puluh keping perak. Bagaimana, cukup untuk kalian?”
Jauh dari cukup.
Si pirang menggagahkan diri. “Kalian orang kaya dan asing. Serahkan saja pada kami tiga keping emas dan lima puluh keping perak, lalu silakan kalian pergi. Kami masih kasihan sama kalian.”
Si botak menggertakkan gerahamnya dengan penuh keangkuhan. “Entah kalian berdua sepasang kekasih atau ibu dan anak. Kami tidak mengerti. Yang pasti, serahkan saja yang sudah kami sebuti tadi kalau kalian berdua mau selamat. Cepatlah!” cecar si botak sudah tak tahan. Takutnya akan ada orang lain yang melihat aksi mereka.
Brockley mengayunkan kedua pedangnya di udara. “Syarat utamanya adalah jangan pernah kalian menyentuh Riley, kekasihku. Begini, jika kalian berdua berhasil mengalahkanku atau mungkin membunuhku, ambillah bagian itu dan biarkan gadis ini pergi.”
“Brockley!” sela Riley terus memeluknya. “Sudah, berikan saja uang sebanyak itu dan tidak usah melawan mereka.”
Brockley tidak mempedulikan perkataan Riley. “Kalian berdua! Jika kalian berhasil membunuhku, baru kalian bisa mendapatkannya. Ayo kita bertarung!”
Pelukan Riley makin kencang. Baru beberapa saat yang lalu dia menumpahkan rasa sayangnya, namun sekarang dia sangat bersedih karena orang tersayangnya sedang berada di depan jurang kematian.
Meskipun Brockley cukup mahir bela diri dan memainkan pedang, namun dua orang itu adalah musuh pertamanya, belum pernah Brockley berhadapan dengan musuh sebenarnya.
Karena itulah Riley agak sangsi jika Brockley mampu mengatasi perlawanan dua penjahat itu. Tapi, itu menurut Riley yang agak pesimis. Sementara Brockley sangat optimis kalau dia bakal mengalahkan mereka.
Si pirang melangkah panjang sambil memutar-mutarkan cambuknya seperti baling-baling helikopter.
Wush!
Wush!
Segera Brockley menjauhkan Riley dan lebih dekat di sebuah batang pohon besar. Dia harap Riley tidak usah banyak gerak dan banyak omong. “Tenanglah di sini! Aku pasti akan menang!” serunya sambil tersenyum semangat.
Brockley pun bergegas maju sambil menebaskan putaran cambuk itu hingga cambuk itu terputus. Dia mendapat serangan lanjutan dari si pirang dengan pisaunya tetapi dia segera mengelak dengan mundur beberapa langkah.
Pisau itu membelah angin.
Si botak maju dengan sangat arogan. Dia bermaksud membacok kepala Brockley dengan begitu ganasnya. Namun, Brockley refleks dan berhasil mengelak dari serangan berbahaya itu, jika dia tidak sigap, asli kepalanya langsung bocor.
“Kau yang menantang kami, Bocah!” sergah si pirang lalu mengeluarkan pisau lagi. “Kekasihmu akan melihat mayatmu yang konyol!”
Brockley acuh tak acuh. Meski dua lawan satu, dia akan terus berusaha dengan modal ilmu dan latihan selama bertahun-tahun. Jika dia kalah dalam pertarungan pertamanya, itu berarti dia telah gagal dalam belajar bela diri dan menggunakan pedang.
Tiba-tiba dia terkenang dengan sosok Herbert yang telah banyak sekali memberikan pelajaran berharga. Dia pun terkenang dengan semua cerita yang pernah didengarnya tentang sosok ayahnya yang tangguh luar biasa.
Dua pedang ini adalah peninggalan dari ayah dan pamannya. Dia tidak akan menyia-nyiakannya dan tidak akan pula mengecewakan keduanya. “Kalian berdua lari, atau mau mati?!” tanya Brockley dengan suara yang keras.
Mereka berdua malah tergelak geli. “Jelas kami tidak akan lari dari sini!” seru mereka berbarengan.
Ada sebuah anggukan dan senyum tipis dari Brockley. Dia mengatur napas sebentar, lalu melangkah maju.
Terjadi pertarungan yang seru di antara mereka. Suara senjata mereka saling beradu. Trang! Tring!
Namun ketika tenaga dua orang itu mulai habis, saat itulah Brockley mengambil kesempatan. Tanpa ampun, dengan pedang di tangan kirinya dia menebas kepala pirang dan dengan pedang di tangan kanannya dia menebas kepala si botak.
Dua orang itu langsung mati di tempat.
Riley makin bergetar ketakutan tapi Brockley segera memeluknya kembali. “Sudah aku bilang, aku pasti akan menang melawan mereka. Dua kepala mereka adalah awal dari impian besarku. Masih akan ada banyak lagi kepala yang mesti aku lepaskan dari badan mereka. Riley, bukankah kau adalah guru yang mengajarkanku bagaimana menjadi panglima perang?”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved