Bab 5 Panggilan Pertama
by Secilia Abigail Hariono
18:28,Oct 19,2023
PANGGILAN PERTAMA
Hari ini jadwal Gendhis sangat padat, sedari pagi dia harus menemui beberapa orang untuk membahas pekerjaan yang akan datang. Sore hari menemui kekasihnya membahas masalah bisnis mereka. Lanjut terakhir dia harus ke kota sebelah menjenguk Rosi sahabatnya yang baru pulang dari rumah sakit.
"Ya Tuhan, apakah aku bisa melalui hari ini dengan baik?" keluh Gendhis.
Sejak kemarin Gendhis sudah berjanji untuk menengok Rosi. Kekasihnya pun tak bisa ikut karena dia harus mengantarkan mamanya cek up ke RS.
"Mah bikin sarapan apa?" tanya Gendhis.
"Anak perawan bangun tidur minta makan, sana bersihkan tempat tidur dulu," bentak mama Gendhis.
"Laper Ma! Masak pecel tumpang enak kalik ya Ma," pinta Gendhis.
Pecel tumpang adalah makanan khs daerah kerdiri atas nasi dengan bumbu kuah berupa sambel tumpang santan. Kuliner ini di sajikan bersama aneka sayuran yang di rebus, biasanya di lengkapi rempeyek atau kerupuk gendar biasa juga di sebut kerupuk puli. Sambal tumpang yang digunakan merupakan sambal yang dibuat dengan bahan baku tempe yang sudah basi (tempe bosok) dengan diberi bumbu bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah, kemiri, kencur, daun jeruk purut, daun salam, laos, santan, tepung beras dan dimasak dengan ayam serta kadang-kadang rambak (kulit sapi).
Cara penyajiannya sama persis dengan nasi pecel madiun hanya berbeda bumbu kuah sambel saja. Tidak semua jenis tempe bisa di gunakan untuk membuat sambel tumpang. Hanya daerah tertentu yang dapat menghasilkan tempe yang dapat basi sesuai dengan yang di inginkan, Seperti Tempe Ngrayun (perbatasan Ponorogo dan Pacitan).
Tempe daerah Malang juga tidak bisa di gunakan sebagai bahan sambal tumpang, karena tidak bisa basi sesuai dengan kriteria sambal tumpang. Kalaupun di paksakan dibuat bahan, maka rasanya tidak dapat sesedap aslinya. Selain di daerah asalnya Kediri, nasi tumpang cukup populer untuk di gunakan sebagai pilihan menu sarapan pagi, di jual di warung-warung makan di pagi hari yang hanya menjual nasi pecel dan nasi tumpang.
"Iya nanti tak buatin, sekarang bersihkan kaar dulu," perintah mama Gendhis.
Entahlah mengapa seorang ibu tetap memperlakukan putrinya seperti anak kecil walaupun dia sudah dewasa.
"Alhamdulillah, akhirnya hari ini selesai juga! Badanku rasanya remuk sekali Tuhan," keluh Gendhis.
Setelah menyelesaikan kegiatan hari ini, Gendhis sempatkan mandi di rumah ibunya baru ke kota sebelah menjenguk sahabatnya.
"Mau kemana Mbak?" tanya mamanya.
"Jenguk Rosi mah, dia baru saja pulang dari Rumah Sakit kemarin," jawab Gendhis.
"Sakit apa?" tanya mama Gendhis.
"Lambung kayaknya Mah, mau ikut?" ajak Gendhis.
"Oh kasihan, dia di sini lak sendiri to?"
"Ya Ma, aslinya kan Bandung, semua keluarga tetap di sana," jawab Gendhis.
"Ya udah ati- ati, jangan lupa bawakan buah, sama roti itu lo Mbak, biar dia kalau laper sewaktu- waktu bisa buat ganjal perutnya!" pesan mama Gendhis.
"Okey Ndoro!" seloroh Gendhis.
"Mbak belikan semangka sekalian ya,"
"Iya Mah!" jawab gendhis sambil masuk ke dalam mobilnya.
Malam ini Gendhis memilih memakai jumpsuit flower pendek, sendal japit indomedit, dan make up seadanya cukup untuk menemui Rosi sahabatnya. Toh Rosi juga di kos hanya sendiri.
Perjalanan dari rumah ke kota sebelah memakan waktu satu jam-an jika di tempuh dengan santai. Pukul 19.30 WIB Gendhis sampai di kos-annya. Untuk menghilangkan sepi Gendhis memutar musik di mobil, dia berkaraokean sendiri.
"Everybody home? Assalamualaikum, Gendhis Arstari Wijaya, perempuan cantik nan mempesona datang!" teriak Gendhis di depan pintu kamar Rosi.
"Ahhhh! Kangen! Rindu! Peyukkkk!" ujar Rosi manja.
Rosi menyambut dengan senang kedatangan sahabatnya. Sudah lama mereka tidak bertemu untuk sekedar berghibah atau membahas hal tidak penting seperti dulu.
"Kau sendiri?" tanya Rosi.
Gendhis mengangguk.
"Samuel?" tanya Rosi lagi.
"Biasa, Mama tirinya sakit! Harus mengantarnya ke Rumah Sakit," jawab Gendhis.
"Ah kenapa gak koit sekalian sih, tanggung banget!" gerutu Rosi.
"Lambemu (mulutmu)! Hahahaha! Tapi Ros ya, orang seperti itu biasanya awet banget hidupnya, kayak malaikat aja males urusan sama dia!" ucap Gendhis.
"Bener! Kalau orang seperti dia mati rasanya dunia ini akan sepi juga! Hahaha! Heh Ndhis kau tahu tidak? Ibu tiri saja kejamnya ampun- ampunan bahkan sampek ada lagu ratapan anak tiri, belum lagi mertua itu imagenya sudah seperti hantu, apalagi tipikal mertua yang tak mau kalah sama menantu yang menganggap menantu adalah saingannya," kata Rossi.
Sekarang kau bayangkan bagaimana perpaduan sempurna Ibu tiri dan mertua berkolaborasi menjadi satu! Namanya ibu mertua tiri! Mampus hidupmu!" ejek Rosi.
Gendhis terdiam sejenak. Memang benar apa yang di katakan Rosi, entah sampai kapan hubungan asmaranya akan berjalan seperti ini.
"Entahlah Ros, aku juga bingung jika kau sudah membahas lelaki itu," ujar Gendhis.
"Ah! Kau terlalu menjunjung tinggi egomu untuk setia! Hahahaha, sesekali cobalah untuk mendua! Rasanya Ah mantap!" gurau Rosi.
"Halah aku tak sama sepertimu, setahun kenal dirimu lelaki ganti sampek selusin!" cemooh Gendhis.
"Hidup sekali Bosss! Kalau tak sekarang lagi? Nunggu tua? Kalah dong sama genari cabe- cabean sekarang!" balas Rosi.
"Ah andai ada seorang lelaki sholeh, diam, anteng, gak betingkah, kaya, dan juga dermawan pasti ku kawinin dia!" doa Gendhis.
"Kalau ada aku juga mau Ndis, satu bungkus!" imbuh Rosi.
"Saat seperti ini aku mendadak merindukan bosku Ros," ujar Gendhis.
"Pak Muhaimin?" tanya Rosi polos.
"Hahahaha! Dia mah dah tua! Ya kagak salah sih, cuma Bosku satunya," ujar Gendhis.
"Banyak amat Bosmu, itu Bos apa gadun?" ledek Rosi.
"Serius, namanya Rio Gunawan! Umurnya empat puluhan tahun deh kayaknya, tapi aku tak tahu juga berapa pastinya, dia tampan, sholeh alim, ah idola deh! Setiap bertemu selalu menundukkan pandangannya," puji Gendhis.
"Ngapain nunduk? Cari duit receh jatuh? Hahahaha" olok Rosi.
Gendhis memukul lengan sahabatnya dengan bantal. Mereka tertawa bersama. Mengobrol dan berbicara ngalor ngidul (melantur) membahas hal- hal yang menyenangkan sampai yang menyedihkan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Gendhis hendak beranjak pamit pulang, besok masih banyak jadwal dan pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Aku pulang dulu ya Ros," pamit Gendhis.
"Ah elahhhh! Baru juga jam sepuluh!" cegah Rosi.
"Aku besok ada banyak jadwal penting, lagian kau kan harus kerja!" tolak Gendhis.
Rosi memang bekerja di sebuah club malam di Kota ini. Gendhis segera merapikan barang bawaannya, ketika hendak berdiri pergi meninggalkan kamar Rosi, hp- nya berbunyi tanda panggilan masuk. Tertera nama Rio di layar Hp- nya. Tumben sekali telpon, ada apa ya?
BERSAMBUNG
Untuk melihat visual tokoh bisa follow ig/ tiktok/ fb Author Secilia Abigail Hariono/ @secilia_hariono
Hari ini jadwal Gendhis sangat padat, sedari pagi dia harus menemui beberapa orang untuk membahas pekerjaan yang akan datang. Sore hari menemui kekasihnya membahas masalah bisnis mereka. Lanjut terakhir dia harus ke kota sebelah menjenguk Rosi sahabatnya yang baru pulang dari rumah sakit.
"Ya Tuhan, apakah aku bisa melalui hari ini dengan baik?" keluh Gendhis.
Sejak kemarin Gendhis sudah berjanji untuk menengok Rosi. Kekasihnya pun tak bisa ikut karena dia harus mengantarkan mamanya cek up ke RS.
"Mah bikin sarapan apa?" tanya Gendhis.
"Anak perawan bangun tidur minta makan, sana bersihkan tempat tidur dulu," bentak mama Gendhis.
"Laper Ma! Masak pecel tumpang enak kalik ya Ma," pinta Gendhis.
Pecel tumpang adalah makanan khs daerah kerdiri atas nasi dengan bumbu kuah berupa sambel tumpang santan. Kuliner ini di sajikan bersama aneka sayuran yang di rebus, biasanya di lengkapi rempeyek atau kerupuk gendar biasa juga di sebut kerupuk puli. Sambal tumpang yang digunakan merupakan sambal yang dibuat dengan bahan baku tempe yang sudah basi (tempe bosok) dengan diberi bumbu bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah, kemiri, kencur, daun jeruk purut, daun salam, laos, santan, tepung beras dan dimasak dengan ayam serta kadang-kadang rambak (kulit sapi).
Cara penyajiannya sama persis dengan nasi pecel madiun hanya berbeda bumbu kuah sambel saja. Tidak semua jenis tempe bisa di gunakan untuk membuat sambel tumpang. Hanya daerah tertentu yang dapat menghasilkan tempe yang dapat basi sesuai dengan yang di inginkan, Seperti Tempe Ngrayun (perbatasan Ponorogo dan Pacitan).
Tempe daerah Malang juga tidak bisa di gunakan sebagai bahan sambal tumpang, karena tidak bisa basi sesuai dengan kriteria sambal tumpang. Kalaupun di paksakan dibuat bahan, maka rasanya tidak dapat sesedap aslinya. Selain di daerah asalnya Kediri, nasi tumpang cukup populer untuk di gunakan sebagai pilihan menu sarapan pagi, di jual di warung-warung makan di pagi hari yang hanya menjual nasi pecel dan nasi tumpang.
"Iya nanti tak buatin, sekarang bersihkan kaar dulu," perintah mama Gendhis.
Entahlah mengapa seorang ibu tetap memperlakukan putrinya seperti anak kecil walaupun dia sudah dewasa.
"Alhamdulillah, akhirnya hari ini selesai juga! Badanku rasanya remuk sekali Tuhan," keluh Gendhis.
Setelah menyelesaikan kegiatan hari ini, Gendhis sempatkan mandi di rumah ibunya baru ke kota sebelah menjenguk sahabatnya.
"Mau kemana Mbak?" tanya mamanya.
"Jenguk Rosi mah, dia baru saja pulang dari Rumah Sakit kemarin," jawab Gendhis.
"Sakit apa?" tanya mama Gendhis.
"Lambung kayaknya Mah, mau ikut?" ajak Gendhis.
"Oh kasihan, dia di sini lak sendiri to?"
"Ya Ma, aslinya kan Bandung, semua keluarga tetap di sana," jawab Gendhis.
"Ya udah ati- ati, jangan lupa bawakan buah, sama roti itu lo Mbak, biar dia kalau laper sewaktu- waktu bisa buat ganjal perutnya!" pesan mama Gendhis.
"Okey Ndoro!" seloroh Gendhis.
"Mbak belikan semangka sekalian ya,"
"Iya Mah!" jawab gendhis sambil masuk ke dalam mobilnya.
Malam ini Gendhis memilih memakai jumpsuit flower pendek, sendal japit indomedit, dan make up seadanya cukup untuk menemui Rosi sahabatnya. Toh Rosi juga di kos hanya sendiri.
Perjalanan dari rumah ke kota sebelah memakan waktu satu jam-an jika di tempuh dengan santai. Pukul 19.30 WIB Gendhis sampai di kos-annya. Untuk menghilangkan sepi Gendhis memutar musik di mobil, dia berkaraokean sendiri.
"Everybody home? Assalamualaikum, Gendhis Arstari Wijaya, perempuan cantik nan mempesona datang!" teriak Gendhis di depan pintu kamar Rosi.
"Ahhhh! Kangen! Rindu! Peyukkkk!" ujar Rosi manja.
Rosi menyambut dengan senang kedatangan sahabatnya. Sudah lama mereka tidak bertemu untuk sekedar berghibah atau membahas hal tidak penting seperti dulu.
"Kau sendiri?" tanya Rosi.
Gendhis mengangguk.
"Samuel?" tanya Rosi lagi.
"Biasa, Mama tirinya sakit! Harus mengantarnya ke Rumah Sakit," jawab Gendhis.
"Ah kenapa gak koit sekalian sih, tanggung banget!" gerutu Rosi.
"Lambemu (mulutmu)! Hahahaha! Tapi Ros ya, orang seperti itu biasanya awet banget hidupnya, kayak malaikat aja males urusan sama dia!" ucap Gendhis.
"Bener! Kalau orang seperti dia mati rasanya dunia ini akan sepi juga! Hahaha! Heh Ndhis kau tahu tidak? Ibu tiri saja kejamnya ampun- ampunan bahkan sampek ada lagu ratapan anak tiri, belum lagi mertua itu imagenya sudah seperti hantu, apalagi tipikal mertua yang tak mau kalah sama menantu yang menganggap menantu adalah saingannya," kata Rossi.
Sekarang kau bayangkan bagaimana perpaduan sempurna Ibu tiri dan mertua berkolaborasi menjadi satu! Namanya ibu mertua tiri! Mampus hidupmu!" ejek Rosi.
Gendhis terdiam sejenak. Memang benar apa yang di katakan Rosi, entah sampai kapan hubungan asmaranya akan berjalan seperti ini.
"Entahlah Ros, aku juga bingung jika kau sudah membahas lelaki itu," ujar Gendhis.
"Ah! Kau terlalu menjunjung tinggi egomu untuk setia! Hahahaha, sesekali cobalah untuk mendua! Rasanya Ah mantap!" gurau Rosi.
"Halah aku tak sama sepertimu, setahun kenal dirimu lelaki ganti sampek selusin!" cemooh Gendhis.
"Hidup sekali Bosss! Kalau tak sekarang lagi? Nunggu tua? Kalah dong sama genari cabe- cabean sekarang!" balas Rosi.
"Ah andai ada seorang lelaki sholeh, diam, anteng, gak betingkah, kaya, dan juga dermawan pasti ku kawinin dia!" doa Gendhis.
"Kalau ada aku juga mau Ndis, satu bungkus!" imbuh Rosi.
"Saat seperti ini aku mendadak merindukan bosku Ros," ujar Gendhis.
"Pak Muhaimin?" tanya Rosi polos.
"Hahahaha! Dia mah dah tua! Ya kagak salah sih, cuma Bosku satunya," ujar Gendhis.
"Banyak amat Bosmu, itu Bos apa gadun?" ledek Rosi.
"Serius, namanya Rio Gunawan! Umurnya empat puluhan tahun deh kayaknya, tapi aku tak tahu juga berapa pastinya, dia tampan, sholeh alim, ah idola deh! Setiap bertemu selalu menundukkan pandangannya," puji Gendhis.
"Ngapain nunduk? Cari duit receh jatuh? Hahahaha" olok Rosi.
Gendhis memukul lengan sahabatnya dengan bantal. Mereka tertawa bersama. Mengobrol dan berbicara ngalor ngidul (melantur) membahas hal- hal yang menyenangkan sampai yang menyedihkan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Gendhis hendak beranjak pamit pulang, besok masih banyak jadwal dan pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Aku pulang dulu ya Ros," pamit Gendhis.
"Ah elahhhh! Baru juga jam sepuluh!" cegah Rosi.
"Aku besok ada banyak jadwal penting, lagian kau kan harus kerja!" tolak Gendhis.
Rosi memang bekerja di sebuah club malam di Kota ini. Gendhis segera merapikan barang bawaannya, ketika hendak berdiri pergi meninggalkan kamar Rosi, hp- nya berbunyi tanda panggilan masuk. Tertera nama Rio di layar Hp- nya. Tumben sekali telpon, ada apa ya?
BERSAMBUNG
Untuk melihat visual tokoh bisa follow ig/ tiktok/ fb Author Secilia Abigail Hariono/ @secilia_hariono
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved