Bab 11 Always Missing Her II
by Abigail Kusuma
10:33,Sep 25,2023
“X-Xander?”
Tubuh Xander membeku menatap mata cokelat wanita yang berdiri di hadapannya. Sesaat, Xander dan wanita itu saling bertatapan begitu dalam seperti tersesat di dalam hutan dan tak bisa kembali. Mereka seolah lupa kalau di tempat itu tak hanya mereka berdua saja. Pun Xander benar-benar lupa kalau Audrey sejak tadi memeluknya. Tatapan Xander mengisyaratkan kalau dunia pria itu hanya tertuju pada sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya.
“Apa kalian saling mengenal?” tanya Audrey yang sukses membuat Xander dan sosok wanita di hadapan Xander menghentikan tatapan itu. Terlihat jelas sang wanita menjadi salah tingkah. Ya, Audrey mendengar saat wanita di hadapannya itu memanggil nama ‘Xander’, namun sayangnya Audrey tak mengenali wanita di hadapannya itu. Audrey berusaha mengingat tapi tetap juga tak mengenalinya.
“Oh, maaf. Aku hanya terkejut teman semasa kuliahku,” ucap wanita itu dengan tenang dan memalingkan pandangannya tak mau melihat Xander.
“Teman semasa kuliah?” Kening Audrey mengerut, menatap lekat wanita itu. “Kau teman masa kuliah suamiku?” tanyanya ingin tahu.
Bagai tersambar petir, tubuh wanita itu nyaris ambruk mendengar ucapan Audrey yang mengatakan Xander adalah suaminya. Jika saja dirinya tak memperkokoh kakinya sudah pasti dia akan tersungkur. Dadanya bergemuruh. Rasa sesak menelusup ke dalam tubuhnya hingga menimbulkan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Tak hanya sakit di hati saja tapi juga sakit pada seluruh tubuh.
“Dia Serry, teman kuliahku di Oxford. Kau tidak tahu karena kau belum pernah bertemu dengannya.” Xander memperkenalkan Serry pada Audrey dengan nada dingin dan sorot mata tak lepas menatap Serry.
Sosok wanita di hadapan Xander adalah Serry—wanita yang selama ini Xander cari ada di hadapannya. Namun, Xander berusaha mengendalikan diri. Otak Xander sudah menyadari kalau Audrey di sampingnya. Ingin sekali Xander memeluk Serry meluapkan rasa rindu yang paling dalam. Akan tetapi … Xander tak mungkin melakukan itu sekarang karena ada Audrey di sampingnya.
Senyuman di wajah Audrey terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Xander. Ternyata wanita di hadapan Xander adalah teman kuliah Xander. “Hi, Serry, perkenalkan aku Audrey, istri Xander. Senang berkenalan denganmu, Serry,” ucapnya hangat dan ramah.
Serry tersenyum getir ketika Audrey memperkenalkan diri sebagai istri Xander. Serry merasakan seperti pisau begitu menancap di jantungnya. Begitu sakit. Mati-matian Serry menahan air matanya agar tak tumpah.
“Hi, Audrey. Aku juga senang bisa berkenalan langsung dengan istri Xander. Aku dan Xander sudah lama tidak bertemu,” jawab Serry dengan suara tenang.
Audrey kembali tersenyum. “Serry, kau tinggal di apartemen ini juga?” tanyanya ramah.
Serry mengangguk sambil menunjuk unit apartemen yang tak jauh darinya. “Itu apartemenku. Aku baru saja pindah apartemen.”
“Oh, begitu.” Audrey mengalihkan pandangannya, menatap Xander. “Sayang, unit apartemen kita di mana?” tanyanya pada sang suami.
Xander mengalihkan pandangannya, pada unit apartemen yang baru dia beli. “Di sana,” jawabanya singkat dan datar.
“Wah! Serry kalau begitu kita bertetangga. Apartemenmu sangat dekat dengan apartemenku dan Xander.” Raut wajah Audrey begitu senang karena memiliki teman baru.
Serry tak tahu harus merespon apa ucapan Audrey. Sudut matanya sudah nyaris meneteskan air mata. Buru-buru Serry menyeka air mata yang hendak jatuh itu. Serry tak ingin sampai Audrey melihatnya menangis. Terutama Xander yang sejak tadi tak henti menatapnya.
“Iya, kita bertetangga.” Serry menjawab dengan suara tenang. “Yasudah, kalau begitu aku pamit. Aku harus segera masuk ke apartemenku. Aku cukup lelah hari ini ingin segera istirahat.”
Audrey tersenyum dan menganggukan kepalanya merespon ucapan Serry.
Kini Serry menarik kedua kopernya dan melangkah masuk ke dalam unit apartemennya. Serry mengabaikan Xander. Bahkan wanita itu seakan tak ingin berbicara apa pun pada Xander. Tampak tatapan Xander semakin terhunus pada punggung Serry yang mulai lenyap dari pandangannya. Xander ingin mengejar Serry tapi dia ingat kalau Audrey di sampingnya.
“Xander, ayo kita masuk ke dalam apartemen kita. Aku lelah, Xander. Aku ingin istirahat,” ucap Audrey manja.
“Ya,” jawab Xander singkat seraya mulai menjauhkan tatapannya dari unit apartemen Serry. Pria itu membawa Audrey masuk ke dalam apartemen baru yang sudah dia beli. Hati dan pikiran Xander begitu berkecamuk tak menentu.
Saat tiba di apartemen baru, Xander membawa Audrey masuk ke dalam kamar mereka. Kamar yang bernuansa abu-abu dipadukan dengan silver sukses menjadikan kamar itu sangat berkelas dan mewah. Kamar berukuran besar dan telah didesign rapi.
“Audrey, kau istirahatlah. Aku harus memeriksa pekerjaanku,” kata Xander dingin.
“Memangnya kau tidak libur? Bukankah kita baru saja menikah? Kenapa tidak ambil cuti satu atau dua hari?” ujar Audrey dengan bibir tertekuk. Padahal kemarin baru saja mereka menikah. Tapi kenapa Xander malah langsung bekerja?
“Ada dokumen yang harus aku periksa, Audrey. Mengertilah,” jawab Xander dingin dan tegas.
Audrey menghela napas dalam. Ingin sekali Audrey bersikap egois tapi dia tak mungkin melakukan itu. “Baiklah, tapi jangan lama-lama, ya? Aku ingin tidur di pelukanmu, Xander.”
Xander mengangguk singkat. Pria itu membelai pipi Audrey sebentar. Lantas, melangkah pergi meninggalkan Audrey yang bergeming di tempatnya. Terlihat Audrey memasang wajah yang kecewa. Hanya saja Audrey tidak bisa melakukan apa pun selain mengerti akan kesibukan Xander. Selama ini memang Audrey selalu memiliki kesabaran yang melebihi samudera luas.
***
Di sisi lain, Serry tak tenang di dalam apartemennya. Raut wajah wanita itu begitu kacau kala bertemu lagi dengan Xander. Bertahun-tahun dia tak pernah bertemu lagi tapi kenapa sekarang dirinya harus kembali dipertemukan dengan Xander? Sungguh, ini sangat menyiksa. Kenyataan di mana Xander telah resmi menikah dengan Audrey benar-benar menghancurkannya.
“Kenapa kita harus bertemu lagi, Xander?” Bulir air mata Serry terjatuh membasahi pipinya. Hatinya sesak. Ternyata benar apa yang dulu Serry pikir. Serry yakin kalau Xander pasti akan menikah dengan Audrey.
Dulu, Serry memilih meninggalkan Xander karena dia tak sanggup Xander terus-terusan bersama dengan Audrey dan dia pun tahu Xander tak mungkin bisa memperjuangkannya. Meski kala itu Xander mengatakan hubungannya dengan Audrey hanya perjodohan tapi tetap Serry tak sanggup. Tidak ada wanita dunia ini yang bisa menerima pria yang dicintai bersama dengan wanita lain.
Serry terisak cukup keras kala membayangkan masa di mana dia harus pergi meninggalkan Xander. Masa yang sangat menyakitkan. Dan sekarang dirinya harus mampu melihat pria yang dicintai bersama dengan wanita lain.
Suara bell berbunyi. Serry segera menyeka air matanya dan mengalihkan pandangannya melihat ke arah pintu. Tampak Serry sedikit bingung kala ada yang datang. Belum ada satu pun yang tahu alamat apartemen barunya. Mungkin pihak security. Itu yang ada dalam benak Serry saat ini. Detik selanjutnya, Serry melangkah mendekat dan membuka pintu apartemennya itu.
Ceklek!
Serry membuka pintu dan hendak mengeluarkan sura. Namun tiba-tiba sebelum Serry mengeluarkan suara, tubuhnya terdorong masuk ke dalam apartemennya oleh pria yang datang.
“Aw—” Serry menjerit pelan kala tubuhnya terdorong ke dinding. Serry ingin berontak tapi tak bisa karena pria itu sudah menghimpit tubuhnya dengan tubuh gagah pria itu. Hingga membuat Serry tak bisa berkutik sedikit pun.
“Xander! Lepaskan aku!” seru Serry dengan nada tinggi dan tatapan dingin.
Xander menatap lekat manik mata cokelat Serry yang sudah lama sekali tak dia lihat. Tatapan tegas Xander terselimuti tatapan kerinduan dan hasrat yang menggelung di dalamnya.
“I found you, Serry.”
Tubuh Xander membeku menatap mata cokelat wanita yang berdiri di hadapannya. Sesaat, Xander dan wanita itu saling bertatapan begitu dalam seperti tersesat di dalam hutan dan tak bisa kembali. Mereka seolah lupa kalau di tempat itu tak hanya mereka berdua saja. Pun Xander benar-benar lupa kalau Audrey sejak tadi memeluknya. Tatapan Xander mengisyaratkan kalau dunia pria itu hanya tertuju pada sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya.
“Apa kalian saling mengenal?” tanya Audrey yang sukses membuat Xander dan sosok wanita di hadapan Xander menghentikan tatapan itu. Terlihat jelas sang wanita menjadi salah tingkah. Ya, Audrey mendengar saat wanita di hadapannya itu memanggil nama ‘Xander’, namun sayangnya Audrey tak mengenali wanita di hadapannya itu. Audrey berusaha mengingat tapi tetap juga tak mengenalinya.
“Oh, maaf. Aku hanya terkejut teman semasa kuliahku,” ucap wanita itu dengan tenang dan memalingkan pandangannya tak mau melihat Xander.
“Teman semasa kuliah?” Kening Audrey mengerut, menatap lekat wanita itu. “Kau teman masa kuliah suamiku?” tanyanya ingin tahu.
Bagai tersambar petir, tubuh wanita itu nyaris ambruk mendengar ucapan Audrey yang mengatakan Xander adalah suaminya. Jika saja dirinya tak memperkokoh kakinya sudah pasti dia akan tersungkur. Dadanya bergemuruh. Rasa sesak menelusup ke dalam tubuhnya hingga menimbulkan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Tak hanya sakit di hati saja tapi juga sakit pada seluruh tubuh.
“Dia Serry, teman kuliahku di Oxford. Kau tidak tahu karena kau belum pernah bertemu dengannya.” Xander memperkenalkan Serry pada Audrey dengan nada dingin dan sorot mata tak lepas menatap Serry.
Sosok wanita di hadapan Xander adalah Serry—wanita yang selama ini Xander cari ada di hadapannya. Namun, Xander berusaha mengendalikan diri. Otak Xander sudah menyadari kalau Audrey di sampingnya. Ingin sekali Xander memeluk Serry meluapkan rasa rindu yang paling dalam. Akan tetapi … Xander tak mungkin melakukan itu sekarang karena ada Audrey di sampingnya.
Senyuman di wajah Audrey terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Xander. Ternyata wanita di hadapan Xander adalah teman kuliah Xander. “Hi, Serry, perkenalkan aku Audrey, istri Xander. Senang berkenalan denganmu, Serry,” ucapnya hangat dan ramah.
Serry tersenyum getir ketika Audrey memperkenalkan diri sebagai istri Xander. Serry merasakan seperti pisau begitu menancap di jantungnya. Begitu sakit. Mati-matian Serry menahan air matanya agar tak tumpah.
“Hi, Audrey. Aku juga senang bisa berkenalan langsung dengan istri Xander. Aku dan Xander sudah lama tidak bertemu,” jawab Serry dengan suara tenang.
Audrey kembali tersenyum. “Serry, kau tinggal di apartemen ini juga?” tanyanya ramah.
Serry mengangguk sambil menunjuk unit apartemen yang tak jauh darinya. “Itu apartemenku. Aku baru saja pindah apartemen.”
“Oh, begitu.” Audrey mengalihkan pandangannya, menatap Xander. “Sayang, unit apartemen kita di mana?” tanyanya pada sang suami.
Xander mengalihkan pandangannya, pada unit apartemen yang baru dia beli. “Di sana,” jawabanya singkat dan datar.
“Wah! Serry kalau begitu kita bertetangga. Apartemenmu sangat dekat dengan apartemenku dan Xander.” Raut wajah Audrey begitu senang karena memiliki teman baru.
Serry tak tahu harus merespon apa ucapan Audrey. Sudut matanya sudah nyaris meneteskan air mata. Buru-buru Serry menyeka air mata yang hendak jatuh itu. Serry tak ingin sampai Audrey melihatnya menangis. Terutama Xander yang sejak tadi tak henti menatapnya.
“Iya, kita bertetangga.” Serry menjawab dengan suara tenang. “Yasudah, kalau begitu aku pamit. Aku harus segera masuk ke apartemenku. Aku cukup lelah hari ini ingin segera istirahat.”
Audrey tersenyum dan menganggukan kepalanya merespon ucapan Serry.
Kini Serry menarik kedua kopernya dan melangkah masuk ke dalam unit apartemennya. Serry mengabaikan Xander. Bahkan wanita itu seakan tak ingin berbicara apa pun pada Xander. Tampak tatapan Xander semakin terhunus pada punggung Serry yang mulai lenyap dari pandangannya. Xander ingin mengejar Serry tapi dia ingat kalau Audrey di sampingnya.
“Xander, ayo kita masuk ke dalam apartemen kita. Aku lelah, Xander. Aku ingin istirahat,” ucap Audrey manja.
“Ya,” jawab Xander singkat seraya mulai menjauhkan tatapannya dari unit apartemen Serry. Pria itu membawa Audrey masuk ke dalam apartemen baru yang sudah dia beli. Hati dan pikiran Xander begitu berkecamuk tak menentu.
Saat tiba di apartemen baru, Xander membawa Audrey masuk ke dalam kamar mereka. Kamar yang bernuansa abu-abu dipadukan dengan silver sukses menjadikan kamar itu sangat berkelas dan mewah. Kamar berukuran besar dan telah didesign rapi.
“Audrey, kau istirahatlah. Aku harus memeriksa pekerjaanku,” kata Xander dingin.
“Memangnya kau tidak libur? Bukankah kita baru saja menikah? Kenapa tidak ambil cuti satu atau dua hari?” ujar Audrey dengan bibir tertekuk. Padahal kemarin baru saja mereka menikah. Tapi kenapa Xander malah langsung bekerja?
“Ada dokumen yang harus aku periksa, Audrey. Mengertilah,” jawab Xander dingin dan tegas.
Audrey menghela napas dalam. Ingin sekali Audrey bersikap egois tapi dia tak mungkin melakukan itu. “Baiklah, tapi jangan lama-lama, ya? Aku ingin tidur di pelukanmu, Xander.”
Xander mengangguk singkat. Pria itu membelai pipi Audrey sebentar. Lantas, melangkah pergi meninggalkan Audrey yang bergeming di tempatnya. Terlihat Audrey memasang wajah yang kecewa. Hanya saja Audrey tidak bisa melakukan apa pun selain mengerti akan kesibukan Xander. Selama ini memang Audrey selalu memiliki kesabaran yang melebihi samudera luas.
***
Di sisi lain, Serry tak tenang di dalam apartemennya. Raut wajah wanita itu begitu kacau kala bertemu lagi dengan Xander. Bertahun-tahun dia tak pernah bertemu lagi tapi kenapa sekarang dirinya harus kembali dipertemukan dengan Xander? Sungguh, ini sangat menyiksa. Kenyataan di mana Xander telah resmi menikah dengan Audrey benar-benar menghancurkannya.
“Kenapa kita harus bertemu lagi, Xander?” Bulir air mata Serry terjatuh membasahi pipinya. Hatinya sesak. Ternyata benar apa yang dulu Serry pikir. Serry yakin kalau Xander pasti akan menikah dengan Audrey.
Dulu, Serry memilih meninggalkan Xander karena dia tak sanggup Xander terus-terusan bersama dengan Audrey dan dia pun tahu Xander tak mungkin bisa memperjuangkannya. Meski kala itu Xander mengatakan hubungannya dengan Audrey hanya perjodohan tapi tetap Serry tak sanggup. Tidak ada wanita dunia ini yang bisa menerima pria yang dicintai bersama dengan wanita lain.
Serry terisak cukup keras kala membayangkan masa di mana dia harus pergi meninggalkan Xander. Masa yang sangat menyakitkan. Dan sekarang dirinya harus mampu melihat pria yang dicintai bersama dengan wanita lain.
Suara bell berbunyi. Serry segera menyeka air matanya dan mengalihkan pandangannya melihat ke arah pintu. Tampak Serry sedikit bingung kala ada yang datang. Belum ada satu pun yang tahu alamat apartemen barunya. Mungkin pihak security. Itu yang ada dalam benak Serry saat ini. Detik selanjutnya, Serry melangkah mendekat dan membuka pintu apartemennya itu.
Ceklek!
Serry membuka pintu dan hendak mengeluarkan sura. Namun tiba-tiba sebelum Serry mengeluarkan suara, tubuhnya terdorong masuk ke dalam apartemennya oleh pria yang datang.
“Aw—” Serry menjerit pelan kala tubuhnya terdorong ke dinding. Serry ingin berontak tapi tak bisa karena pria itu sudah menghimpit tubuhnya dengan tubuh gagah pria itu. Hingga membuat Serry tak bisa berkutik sedikit pun.
“Xander! Lepaskan aku!” seru Serry dengan nada tinggi dan tatapan dingin.
Xander menatap lekat manik mata cokelat Serry yang sudah lama sekali tak dia lihat. Tatapan tegas Xander terselimuti tatapan kerinduan dan hasrat yang menggelung di dalamnya.
“I found you, Serry.”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved