Bab 7 Never Loved You
by Abigail Kusuma
10:31,Sep 25,2023
“Xander, temanmu sudah pulang?” Audrey menatap Xander yang melangkah mendekat padanya. Satu harian ini Audrey berdiam diri di kamar pribadi Xander yang ada di ruang kerja tunangannya itu. Tak ada yang Audrey lakukan selain bermain sosial media, belanja online, ataupun membaca majalah. Semua Audrey lakukan demi menuruti permintaan Xander yang menginginkan dirinya untuk patuh selama ikut ke kantor tunangannya itu.
“Sudah.” Xander menjawab dingin pertanyaan Audrey kala tiba di depan wanita itu.
Audrey bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu memeluk erat Xander sambil berkata, “Aku tidak ingat temanmu yang bernama Dylan. Apa benar aku pernah bertemu dengannya?”
“Dia yang melihatmu. Kau tidak pernah melihatnya,” jawab Xander lagi datar. Pria itu tak membalas pelukan Audrey. Pun tak menolak pelukan Audrey.
“Ah, begitu.” Audrey menganggukan kepalanya dari dalam pelukan Xander. Lantas Audrey mengurai pelukannya sebentar dan bertanya ingin tahu, “Tadi Dylan ke sini karena memiliki bisnis denganmu, Xander?”
“Ya, ada beberapa pekerjaan yang aku bahas dengannya. Sekalian nanti aku mengundang dia ke pernikahan kita,” jawab Xander yang tak sepenuhnya benar. Selama ini Xander belum pernah memiliki bisnis dengam Dylan. Tapi tidak mungkin Xander mengatakan kalau Dylan ke sini karena ingin memberitahukan tentang Serry. Semua akan rumit dan Xander pun tak ingin Audrey drama.
Audrey tersenyum lembut dan hangat, Matanya memancarkan kebahagiaan. “Iya, kau undang saja Dylan ke pernikahan kita, Sayang. Jangan hanya Dylan tapi aku juga ingin kau mengundang teman-temanmu yang lain. Oh, ya, Xander. Aku juga sudah memilih beberapa cincin yang paling bagus untuk pernikahan kita. Apa kau ingin membantuku memilihkan mana yang paling terbaik?”
“Kau atur saja semuanya, Audrey. Aku akan mengikuti kemauanmu. Tidak usah bertanya padaku tentang persiapan pernikahan kita,” balas Xander dengan nada bicaranya tegas dan matang. Menunjukan rasa tak suka karena Audrey tak henti membahas pernikahan yang tak pernah diinginkan oleh Xander.
Audrey mendesah pelan. “Baiklah, aku akan meminta designer perhiasan langgananku memberikan cincin dengan kualitas yang terbaik.”
“Audrey, lebih baik kau langsung pulang. Aku akan meminta sopir mengantarkanmu pulang. Kemungkinan aku akan pulang malam karena ada meeting penting. Kau pulang duluan saja,” ucap Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Xander tak ingin direpotkan ada Audrey di kantornya. Itu kenapa lebih baik Xander meminta Audrey untuk pulang saja.
“Aku tidak mau pulang. Aku akan menunggumu sampai kau selesai bekerja. Aku bosan di rumah, Xander,” rengek Audrey manja seraya mengerutkan bibirnya.
“Audrey—”
“Aku kan sudah patuh padamu tidak membuat masalah. Tapi kenapa kau malah memintaku pulang?” Audrey menatap jengkel Xander yang memaksanya pulang. Padahal Audrey masih ingin bersama dengan Xander. Sungguh, Audrey tak mengerti dengan Xander. Tunangannya itu malah mengusirnya. Padahal dia sudah patuh dan tak membuat masalah.
Xander mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata singkat. Tujuan utaam Xander meminta Audrey pulang karena pikirannya sedang kacau. Namun, jika Audrey sudah merengek seperti inu maka akan sulit dibujuk. Xander sangat mengenal sifat Audrey yang sejak dulu selalu saja kekanakan.
“Yasudah, kalau kau masih mau di sini. Kau tunggu sampai aku selesai bekerja,” tukas Xander mengingatkan Audrey.
Audrey mengangguk patuh. “Oke, Boss. Aku akan menunggumu di sini. Tapi minta asistenmu untuk membawakan pasta carbonara. Aku mulai lapar.”
“Ya, aku akan meminta asistenku mengantarkan makanan ke sini,” ucap Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Terima kasih, Sayang.” Audrey berjinjit, dan memberikan kecupan di bibir Xander.
Xander tak lagi berkata, pria itu melangkah pergi meninggalkan Audrey yang bergeming di tempatnya. Tampak Audrey mengulas senyumannya melihat punggung Xander. Tatapan Audrey menatap Xander dengan tatapan yang begitu memuja seakan Xander memang dunianya. Sudah bertahun-tahun Audrey menjalin hubungan dengan Xander tapi wanita itu masih selalu saja mersakan degup jantungnya berpacu dengan keras seakan ingin melompat dari tempatnya. Jatuh cinta pada pria yang sama lagi dan lagi tak pernah berubah.
***
Awan terang mulai menghilang tergantikan awan gelap. Jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Xander sudah menyudahi semua pekerjaannya. Pria itu ingin segera kembali ke apartemennya namun ingatan Xander mengingat kalau Audrey berada di dalam kamarnya. Sejak tadi Audrey tak pernah mau pulang duluan. Terpaksa Xander harus ke kamar pribadinya—di mana Audrey berada.
“Tuan Xander?” sapa Chad sopan berpapasan dengan Xander yang ingin masuk ke dalam kamar.
“Apa yang dilakukan Audrey?” tanya Xander dingin.
“Nona Audrey sudah tidur, Tuan,” jawab Chad memberitahu.
Xander mendecakan lidahnya. Dia meminta Audrey untuk pulang duluan tapi wanita itu tak mau. Tapi malah sekarang wanita itu tertidur. Shit! Menyusahkan saja!
Xander segera masuk ke dalam kamar pribadinya. Chad pun langsung menundukan kepala kala Xander sudah pergi dari hadapannya.
Saat Xander memasuki kamar, pria itu menatap Audrey yang terlelap layaknya bayi perempuan polos. Tidur begitu tenang dan seolah tak memiliki beban apa pun. Xander mendekat dan duduk di tepi ranjang seraya merapikan rambut Audrey yang menutupi wajah cantik wanita itu.
Alis tebal sempurna. Bulu mata lentik. Hidung mancung menjulang melebihi bibir ranum. Kulit mulus terawat layaknya bayi yang baru dilahirkan ke dunia. Xander tak memungkiri Audrey memiliki segaalnya yang harusnya membuatnya jatuh hati. Namun … kenyataan yang ada hati dan pikiran Xander memikirkan wanita lain bukan Audrey.
Xander membawa tangannya menelusuri pipi Audrey. Kulit layaknya porselen itu begitu lembut dan kenyal. Selama ini Audrey begitu pintar merawat tubuh. Bahkan dalam keadaan tak memakai riasan tebal pun, Audrey sudah sangatlah cantik.
Pertemuan Xander dengan Audrey saat dirinya masih 12 tahun dan Audrey masih 5 tahun. Mereka bertemu dalam kondisi di mana keluarga mereka memang sangat dekat. Dan di sana tercetuslah perjodohan yang selama ini tidak pernah diinginkan Xander namun sangat diinginkan Audrey.
Sudah ribuan kali Xander meminta Audrey membatalkan perjodohan ini. Akan tetapi Audrey selalu menolak. Bahkan meski Xander memiliki sifat dingin sekalipun tetap saja Audrey tidak akan pernah membatalkan perjodohan ini.
Sekarang, semua berbeda … Xander telah mengambil keputusan untuk menikah dengan Audrey—mengikuti keinginan keluarganya. Walau jauh dari dalam lubuk hati Xander terdalam, Xander masih memiliki pengharapan kembali dipertemukan dengan Serry. Sungguh, Xander merindukan Serry—wanita yang tak pernah hilang dalam benak dan hatinya.
‘Andai kau mau membatalkan perjodohan kita, maka mungkin saja kita memiliki hubungan pertemanan yang baik, Audrey. Aku yakin kau pun merasakan aku tidak pernah bisa mencintaimu,’ batin Xander dengan sorot mata yang menatap dalam Audrey yang tertidur pulas.
“Sudah.” Xander menjawab dingin pertanyaan Audrey kala tiba di depan wanita itu.
Audrey bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu memeluk erat Xander sambil berkata, “Aku tidak ingat temanmu yang bernama Dylan. Apa benar aku pernah bertemu dengannya?”
“Dia yang melihatmu. Kau tidak pernah melihatnya,” jawab Xander lagi datar. Pria itu tak membalas pelukan Audrey. Pun tak menolak pelukan Audrey.
“Ah, begitu.” Audrey menganggukan kepalanya dari dalam pelukan Xander. Lantas Audrey mengurai pelukannya sebentar dan bertanya ingin tahu, “Tadi Dylan ke sini karena memiliki bisnis denganmu, Xander?”
“Ya, ada beberapa pekerjaan yang aku bahas dengannya. Sekalian nanti aku mengundang dia ke pernikahan kita,” jawab Xander yang tak sepenuhnya benar. Selama ini Xander belum pernah memiliki bisnis dengam Dylan. Tapi tidak mungkin Xander mengatakan kalau Dylan ke sini karena ingin memberitahukan tentang Serry. Semua akan rumit dan Xander pun tak ingin Audrey drama.
Audrey tersenyum lembut dan hangat, Matanya memancarkan kebahagiaan. “Iya, kau undang saja Dylan ke pernikahan kita, Sayang. Jangan hanya Dylan tapi aku juga ingin kau mengundang teman-temanmu yang lain. Oh, ya, Xander. Aku juga sudah memilih beberapa cincin yang paling bagus untuk pernikahan kita. Apa kau ingin membantuku memilihkan mana yang paling terbaik?”
“Kau atur saja semuanya, Audrey. Aku akan mengikuti kemauanmu. Tidak usah bertanya padaku tentang persiapan pernikahan kita,” balas Xander dengan nada bicaranya tegas dan matang. Menunjukan rasa tak suka karena Audrey tak henti membahas pernikahan yang tak pernah diinginkan oleh Xander.
Audrey mendesah pelan. “Baiklah, aku akan meminta designer perhiasan langgananku memberikan cincin dengan kualitas yang terbaik.”
“Audrey, lebih baik kau langsung pulang. Aku akan meminta sopir mengantarkanmu pulang. Kemungkinan aku akan pulang malam karena ada meeting penting. Kau pulang duluan saja,” ucap Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Xander tak ingin direpotkan ada Audrey di kantornya. Itu kenapa lebih baik Xander meminta Audrey untuk pulang saja.
“Aku tidak mau pulang. Aku akan menunggumu sampai kau selesai bekerja. Aku bosan di rumah, Xander,” rengek Audrey manja seraya mengerutkan bibirnya.
“Audrey—”
“Aku kan sudah patuh padamu tidak membuat masalah. Tapi kenapa kau malah memintaku pulang?” Audrey menatap jengkel Xander yang memaksanya pulang. Padahal Audrey masih ingin bersama dengan Xander. Sungguh, Audrey tak mengerti dengan Xander. Tunangannya itu malah mengusirnya. Padahal dia sudah patuh dan tak membuat masalah.
Xander mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata singkat. Tujuan utaam Xander meminta Audrey pulang karena pikirannya sedang kacau. Namun, jika Audrey sudah merengek seperti inu maka akan sulit dibujuk. Xander sangat mengenal sifat Audrey yang sejak dulu selalu saja kekanakan.
“Yasudah, kalau kau masih mau di sini. Kau tunggu sampai aku selesai bekerja,” tukas Xander mengingatkan Audrey.
Audrey mengangguk patuh. “Oke, Boss. Aku akan menunggumu di sini. Tapi minta asistenmu untuk membawakan pasta carbonara. Aku mulai lapar.”
“Ya, aku akan meminta asistenku mengantarkan makanan ke sini,” ucap Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Terima kasih, Sayang.” Audrey berjinjit, dan memberikan kecupan di bibir Xander.
Xander tak lagi berkata, pria itu melangkah pergi meninggalkan Audrey yang bergeming di tempatnya. Tampak Audrey mengulas senyumannya melihat punggung Xander. Tatapan Audrey menatap Xander dengan tatapan yang begitu memuja seakan Xander memang dunianya. Sudah bertahun-tahun Audrey menjalin hubungan dengan Xander tapi wanita itu masih selalu saja mersakan degup jantungnya berpacu dengan keras seakan ingin melompat dari tempatnya. Jatuh cinta pada pria yang sama lagi dan lagi tak pernah berubah.
***
Awan terang mulai menghilang tergantikan awan gelap. Jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Xander sudah menyudahi semua pekerjaannya. Pria itu ingin segera kembali ke apartemennya namun ingatan Xander mengingat kalau Audrey berada di dalam kamarnya. Sejak tadi Audrey tak pernah mau pulang duluan. Terpaksa Xander harus ke kamar pribadinya—di mana Audrey berada.
“Tuan Xander?” sapa Chad sopan berpapasan dengan Xander yang ingin masuk ke dalam kamar.
“Apa yang dilakukan Audrey?” tanya Xander dingin.
“Nona Audrey sudah tidur, Tuan,” jawab Chad memberitahu.
Xander mendecakan lidahnya. Dia meminta Audrey untuk pulang duluan tapi wanita itu tak mau. Tapi malah sekarang wanita itu tertidur. Shit! Menyusahkan saja!
Xander segera masuk ke dalam kamar pribadinya. Chad pun langsung menundukan kepala kala Xander sudah pergi dari hadapannya.
Saat Xander memasuki kamar, pria itu menatap Audrey yang terlelap layaknya bayi perempuan polos. Tidur begitu tenang dan seolah tak memiliki beban apa pun. Xander mendekat dan duduk di tepi ranjang seraya merapikan rambut Audrey yang menutupi wajah cantik wanita itu.
Alis tebal sempurna. Bulu mata lentik. Hidung mancung menjulang melebihi bibir ranum. Kulit mulus terawat layaknya bayi yang baru dilahirkan ke dunia. Xander tak memungkiri Audrey memiliki segaalnya yang harusnya membuatnya jatuh hati. Namun … kenyataan yang ada hati dan pikiran Xander memikirkan wanita lain bukan Audrey.
Xander membawa tangannya menelusuri pipi Audrey. Kulit layaknya porselen itu begitu lembut dan kenyal. Selama ini Audrey begitu pintar merawat tubuh. Bahkan dalam keadaan tak memakai riasan tebal pun, Audrey sudah sangatlah cantik.
Pertemuan Xander dengan Audrey saat dirinya masih 12 tahun dan Audrey masih 5 tahun. Mereka bertemu dalam kondisi di mana keluarga mereka memang sangat dekat. Dan di sana tercetuslah perjodohan yang selama ini tidak pernah diinginkan Xander namun sangat diinginkan Audrey.
Sudah ribuan kali Xander meminta Audrey membatalkan perjodohan ini. Akan tetapi Audrey selalu menolak. Bahkan meski Xander memiliki sifat dingin sekalipun tetap saja Audrey tidak akan pernah membatalkan perjodohan ini.
Sekarang, semua berbeda … Xander telah mengambil keputusan untuk menikah dengan Audrey—mengikuti keinginan keluarganya. Walau jauh dari dalam lubuk hati Xander terdalam, Xander masih memiliki pengharapan kembali dipertemukan dengan Serry. Sungguh, Xander merindukan Serry—wanita yang tak pernah hilang dalam benak dan hatinya.
‘Andai kau mau membatalkan perjodohan kita, maka mungkin saja kita memiliki hubungan pertemanan yang baik, Audrey. Aku yakin kau pun merasakan aku tidak pernah bisa mencintaimu,’ batin Xander dengan sorot mata yang menatap dalam Audrey yang tertidur pulas.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved